KAJIAN KUAT TEKAN MORTAR ECC BERBASIS LOW VOLUME FLY ASH (LVFA) YANG DIMODIFIKASI
DENGAN ABU SEKAM PADI
Muhammad Aswin1, Widi Asti Sibuea2
1 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
E-mail : [email protected]
2 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
E-mail : [email protected] ABSTRAK
Mortar ECC merupakan material komposit yang tersusun atas semen, pasir silika, air, zat additive , material cementitious dan tidak menggunakan agregat kasar (kerikil).
Proses produksi semen portland menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang dilepas ke atmosfir sehingga dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan semen kurang dari 500 kg/m3. Untuk mendukung mortar ECC yang ramah lingkungan, maka dalam penelitian ini digunakan limbah berupa fly ash dan abu sekam padi sebagai material cementitous. Berdasarkan hasil pengujian chemical content, senyawa silika oksida (SiO2) yang terkandung dalam fly ash dan abu sekam padi secara berurutan adalah sebesar 34,88% dan 81,28%. Kandungan senyawa silika oksida (SiO2) dalam fly ash dan abu sekam padi diharapkan efektif bereaksi pada saat proses hidrasi semen.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental guna mengetahui pengaruh penambahan ASP dan persentase optimum FA sebagai bahan tambah dalam campuran mortar ECC LVFA. Variasi persentase FA dan ASP yang digunakan sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat semen total dengan jumlah benda uji untuk setiap variasinya sebanyak 3 buah. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 1 hari menggunakan benda uji berbentuk silider dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.
Dari hasil pengujian diperoleh kuat tekan optimum sebesar 59,398 MPa pada umur 28 hari yang dihasilkan oleh MD15-10. Hasil ini 109,724% lebih tinggi dari kuat tekan MA0-0 (kontrol) yang menghasilkan kuat tekan 28,322 MPa. Secara keseluruhan penggunaan FA dan ASP sampai dengan 15% memberikan hasil kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan MA0-0 (kontrol).
Kata kunci: Mortar ECC, fly ash, abu sekam padi, kuat tekan 1. Pendahuluan
Kebutuhan akan beton sebagai bahan bangunan semakin bertambah di Indonesia sejalan dengan meningkatnya perkembangan konstruksi yang terjadi. Beton dikenal sebagai material dengan kuat tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku dan ekonomis. Namun beton memiliki keterbatasan baik dalam proses produksi maupun sifat-sifat mekaniknya, sehingga beton pada umumnya hanya digunakan untuk konstruksi dengan ukuran kecil dan menengah (Pujianto, 2010). Selain itu beton juga memiliki kuat tarik dan lentur yang rendah sehingga beton mudah retak dan juga daktilitas yang rendah terutama pada struktur tahan gempa (Tuanakotta, 2018). Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pengembangan penelitian dan teknologi beton untuk meningkatkan karakteristik beton. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pengenalan, pengembangan dan penggunaan Engineered Cementitious Composite (ECC).
Dewasa ini banyak industri yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar dikarenakan terjadinya kenaikan bahan bakar minyak. Salah satu industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya adalah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Pembakaran batubara tersebut menghasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash. Apabila fly ash dibuang secara terbuka maka akan menyebabkan pencemaran udara di lingkungan sekitar karena fly ash termasuk dalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Untuk itu diperlukan penanganan untuk meminimalisir dampak negatif dari fly ash tersebut. Salah satunya adalah dengan cara memanfaatkan fly ash menjadi produk baru yang lebih bermanfaat.
Indonesia merupakan negara agraris, dimana penduduknya sebagian besar mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Salah satu tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia adalah tanaman padi. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi padi pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 2,33% dari produksi padi pada 2017 yaitu dari 81,15 ton menjadi 83,04 juta ton (https://www.pertanian.go.id/home/). Sekam padi merupakan limbah yang biasanya dihasilkan dari kilang (penggilingan) padi. Jika hasil panen padi di Indonesia semakin melimpah maka sekam padi akan semakin banyak dan mudah didapat. Namun demikian, pada kenyataannya sekam padi belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dalam Tugas Akhir ini, faktor utama yang dipertimbangkan untuk melakukan penelitian tentang mortar ECC ini yaitu bertujuan untuk meningkatkan karakteristik komposit cementitious (berdasarkan tinjauan kuat tekan) dengan menggunakan jumlah semen yang kurang dari 500 kg/m3, serta pemanfaatan limbah produksi industri (fly ash) dan limbah organik (abu sekam padi) sebagai bahan tambahan.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 ECC (Engineered Cementitious Composite)
Dalam hal bahan penyusunnya, ECC menggunakan bahan-bahan serupa dengan FRC (Fiber Reinforced Concrete) yaitu mengandung air semen, pasir, serat dan beberapa bahan kimia aditif. Agregat kasar tidak digunakan karena cenderung mempengaruhi daktilitas dari komposit tersebut. Serat yang digunakan dalam ECC tidak banyak yaitu sekitar 2% atau kurang (Li dan Kanda, 1998). ECC dapat digunakan sebagai material rehabilitasi untuk penanggulangan kerusakan akibat bencana, misalkan akibat gempa bumi atau akibat penggunaan rutin lainnya. Untuk pembebanan lentur, ECC cenderung melengkung dan melendut. ECC biasanya tetap utuh dan aman hingga tensile strain 5%
(Husein dkk, 2013).
2.2 Material Penyusun ECC 2.2.1 Semen
Semen dalam pengertian umum adalah bahan perekat yang mempunyai sifat-sifat yang mampu mengikat agregat-agregat padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat. Semen juga mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat (Mulyono, 2004). Semen dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu semen hidraulis dan semen non hidraulis. Semen non hidraulis adalah semen yang tidak dapat mengeras dalam air atau tidak stabil dalam air.
Lincolen (2017) menyebutkan semen hidraulis adalah semen yang dapat mengeras jika bereaksi dengan air dan menghasilkan senyawa padat. Reaksi semen dengan air berlangsung secara irreversible, artinya hanya dapat terjadi satu kali dan tidak bisa kembali lagi ke kondisi semula atau stabil dalam air setelah mengeras.
2.2.2 Pasir Silika
Pasir silika merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti silika dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut. Silika banyak digunakan dalam berbagai industri seperti dalam indistri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik dan lain-lain (Rahman, 2006).
Salah satu kandungan dalam pasir yaitu mineral kuarsa yang mengandung silika ( , oleh karena itu sering disebut pasir silika. Pasir silika memiliki kekerasan 7 skala Mohs, titik lebur 1715ºC, bentuk kristal hexagonal, konduktivitas panas 12-100ºC, dan berat jenis 2,65. Pasir silika sangat efektif dalam menyaring lumpur dan material-material pengotor air lainnya (Mugiyantoro dkk., 2017).
2.2.3 Fly Ash
Material fly ash mempunyai kadar bahan semen yang tinggi. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida ( ), aluminium ( ), besi ( ), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang sedikit (Nugraha dan Antoni, 2007).
2.2.4 Superplasticizer
Superplasticizer (high range water reducer admixtures) sangat meningkatkan kelecakan. Pada prinsipnya mekanisme kerja dari setiap superplasticizer sama, yaitu dengan menghasilkan gaya tolak-menolak (dispersion) yang cukup antarpartikel semen agar tidak terjadi penggumpalan partikel semen (flocculate) yang dapat menyebabkan terjadinya rongga udara dalam campuran (Nugraha dan Antoni, 2007).
2.2.5 Air
Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan tertentu yang diperlukan untuk penuangan beton dimana jumlah penggunaannya tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan dan ketahanan beton. Secara umum air yang dapat dipakai dalam campuran adalah air yang bisa diminum dan tidak terdapat yang aneh pada rasa, bau dan warna (Nugraha dan Antoni, 2007).
2.2.6 Fiber
Penggunaan fiber sudah ada sejak dahulu, misalnya penggunaan jerami untuk memperkuat batu bata dan rambut kuda untuk memperkuat plesteran. Namun, penggunaan fiber dalam adukan beton mulai populer pada akhir 1950. Bahan yang termasuk fiber adalah baja (stell), plastik (polypropylene), polymers, asbes dan carbon.
Fiber dapat meningkatkan kinerja beton seperti peningkatan penyerapan energi, fracture toughness, pengurangan retak plastis pada umur awal, mengontrol retak dan juga mengurangi spalling ketika beton sudah retak
(Nugraha dan Antoni, 2007)
.2.3 Slump-Flow Test
Nilai slump-flow mendeskripsikan kemampuan alir campuran segar ECC.
Pengamatan visual selama pengujian dan/atau pengukuran waktu T500 dapat memberikan informasi tambahan tentang ketahanan segregasi dan keseragaman campuran.
Berdasarkan EFNARC (2005) nilai target yang lebih tinggi dari 800 mm dapat ditentukan
dalam beberapa kasus khusus tetapi harus sangat berhati-hati terkait pemisahan dan ukuran maksimum agregat biasanya harus lebih rendah dari 12 mm.
2.4 Perawatan (Curing)
Perawatan (curing) merupakan metode untuk membantu proses hidrasi yang baik sehingga tidak terjadi kesenjangan temperatur di dalam dengan di luar benda uji sehingga partikel air tidak keluar dengan segera (Husni & Hasibuan, 2019).
2.5 Capping
Nugraha dan Antoni (2007) mengatakan bahwa permukaan spesimen silinder (diameter 100 mm atau 150 mm dengan tinggi 200 mm atau 300 mm) perlu diratakan agar tidak terjadi konsentrasi tegangan yang mengakibatkan pencapaian kekuatan yang lebih kecil.
2.6 Pengujian Kuat Tekan
Berdasarkan SNI 1974:2011 pengujian kuat tekan pada benda uji silinder dilakukan dengan pembebanan sampai benda uji hancur dan catat beban maksimum yang diterima benda uji selama pembebanan. Kuat tekan benda uji dihitung dengan membagi beban maksimum yang diterima oleh benda uji dengan luas penampang melintang rata.
Kuat Tekan Beton, f’c = dengan pengertian:
Kuat tekan beton, f’c dengan benda uji silinder, dinyatakan dalam MPa atau N/mm2; P adalah gaya tekan aksial, dinyatakan dalam Newton (N)
A adalah luas penampang melintang benda uji, dinyatakan dalam mm2 2.7 Bentuk Kehancuran
Berdasarkan SNI 1974:2011, ada 5 bentuk kehancuran benda uji yaitu:
Gambar 2.1: Sketsa Gambar Tipe/Bentuk Kehancuran pada Benda Uji Keterangan:
1. Bentuk kehancuran kerucut
2. Bentuk kehancuran kerucut dan belah 3. Bentuk kehancuran kerucut dan geser 4. Bentuk kehancuran geser
5. Bentuk kehancuran sejajar bumbu tegak (kolumnar) 2.8 Abu Sekam Padi
Komoditas utama pertanian yang sangat potensial di Indonesia adalah tanaman padi.
Tanaman padi akan diolah menjadi beras dan dijadikan sebagai bahan pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah produksi beras di Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan surplus sebanyak 2,85 juta ton (https://databoks.katadata.co.id/).
Untuk wilayah Sumatera utara berdasarkan data Kementerian Pertanian (2018) menghasilkan padi sebanyak 5,423 juta ton pada tahun 2018. Hasil ini mengalami peningkatan sebesar 5,59% dari tahun sebelumnya yang menghasilkan padi sebanyak 5,136 juta ton (https://www.pertanian.go.id/home/).
Proses pengolahan padi menjadi beras menghasilkan limbah organik berupa sekam atau biasa disebut sekam padi. Semakin banyak padi yang diolah menjadi beras maka semakin banyak sekam padi yang dihasilkan. Sekam padi tersebut akan dibakar untuk menghasilkan abu sekam padi yang merupakan salah satu material cementitious.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Rekayasa Beton Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini dilakukan kajian eksperimental.
3.1 Mix Design
Mix Design dilakukan agar perbandingan material penyusun mortar ECC mencapai kualitas yang diharapkan, dengan cara merancang dan memilih bahan yang sesuai serta menentukan proporsi relatif dari material-material yang akan digunakan dalam campuran mortar ECC.
Dalam penelitian ini, vasiasi persentase penggunaan fly ash dan abu sekam padi masing-masing adalah 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat semen awal.
3.2 Penyediaan Material yang akan Digunakan 3.2.1 Semen
Semen yang digunakan adalah semen Portland Tipe I/Ordinary Portland Cement (OPC) dengan kemasan 1 zak 50 kg yang merupakan produk dari PT. Semen Padang.
3.2.2 Pasir Silika
Pasir Silika yang digunakan berdiameter sekitar 100 µm (0,1 mm).
3.2.3 Fly Ash (FA)
Fly ash yang digunakan dalam campuran ECC didapat dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Pangkalan Susu, Sumatera Utara. Untuk mengetahui komposisi kimia dari fly ash yang digunakan, dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
3.2.4 Superplasticizer (SP)
Superplasticizer yang pakai adalah ViscoCrete-3115 N yang diperoleh dari PT.
SIKA (Sika, 2016). Superplasticizer ini tidak mengandung bahan kimia klorida yang dapat mengakibatkan korosi.
3.2.5 Air
Air yang digunakan berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan dan Rekayasa Beton, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sumatera Utara.
Secara visual, air harus jernih dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti zat-zat organik ataupun minyak, serta masuk syarat untuk air minum.
3.2.6 Abu Sekam Padi
Abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pembakaran limbah sekam padi. Sebelum digunakan, dilakukan pemeriksaan terhadap abu sekam padi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam abu sekam padi tersebut.
Berikut adalah proses pembuatan abu sekam padi:
a) Pengumpulan Limbah Sekam Padi
Limbah sekam padi diambil dari kilang penggilingan padi yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar Deli Serdang, Sumatera Utara dan sekitarnya. Limbah sekam padi dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.
b) Pembuatan Tungku Pembakaran Sekam Padi
Tungku pembakaran sekam padi terbuat dari limbah beton kubus berukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm yang disusun sebagai tembok dan seng sebagai alas bagian bawah.
Beton kubus disusun memanjang 12 buah, lebar 6 buah dan tinggi sebanyak 5 buah tumpukan.
c) Pembakaran Sekam Padi
Limbah sekam padi dibakar dalam tungku yang telah dipersiapkan. Pembakaran dilakukan dengan cara membakar sedikit jerami pada dasar tungku kemudian limbah sekam padi dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam tungku pembakaran dan diaduk menggunakan batang besi secara berkala agar sekam padi terbakar secara merata.
d) Penyimpanan Abu Sekam Padi
Setelah seluruh sekam padi terbakar secara merata, hasil pembakaran tersebut didiamkan sampai tidak terdapat bara api dan suhunya dalam keadaan normal.
Kemudian abu sekam padi dikumpulkan dan disimpan dalam wadah plastik agar abu sekam padi tetap dalam kondisi baik sampai waktunya digunakan.
3.3 Pemeriksaan ketersediaan peralatan yang akan digunakan Alat-alat yang akan digunakan antara lain:
1. Mixer Bor Pengaduk Campuran ECC, 2. Kerucut Abrams,
3. Alat uji flowability,
4. Cetakan silinder, kuas, oli, dsb, 5. Ember,
6. Mistar/Penggaris, 7. Timbangan
8. Compression Test Machine atau mesin uji tekan dengan ELE INTERNASIONAL yang berkapasitas 2000 kN.
9. Alat untuk capping dan kompor 3.4 Trial Mix
Trial mix dilaksanakan untuk meninjau komposisi material-material yang sudah ditetapkan dalam mix design. Dalam trial mix perlu diperhatikan dan dipertimbangkan workability ECC segar dan kuat tekan umur 1 hari apakah sudah terpenuhi atau tidak.
Untuk mengetahui workability ECC dan kuat tekan umur 1 hari terpenuhi atau tidak maka dilakukan slump-flow test pada ECC segar dan diuji kuat tekannya setelah 1 hari. Benda uji yang digunakan dalam trial mix berjumlah 3 sampel dengan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm. Kuat tekan mortar ECC kontrol yang ditargetkan adalah <21 MPa.
3.5 Pembuatan Benda Uji
Benda uji yang akan dibuat berbentuk silinder berdiameter 100 mm dan tinggi 200 mm. Adapun variasi persentase fly ash dan abu sekam padi yang digunakan dalam campuran ECC adalah 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen awal. Jumlah benda uji dari setiap variasi berjumlah 3 buah, yang masing-masing ditujukan untuk uji tekan pada umur 1 hari dan 28 hari. Jumlah keseluruhan benda uji adalah 96 buah.
3.6 Pengujian-Pengujian yang Dilakukan 3.6.1 Slump-Flow Test
Pengujian slump-flow pada mortar ECC segar dilakukan berdasarkan EFNARC 2005.
3.6.2 Pengujian Berat Volume
Pengujian berat volume benda uji dilakukan sebelum pengujian kuat tekan. Pada penelitian ini, pengujian berat volume beton dilakukan pada benda uji yang kering udara dan sudah dilakukan perendaman.
Pengujian berat volume menggunakan persamaan:
Keterangan:
Berat volume adalah berat volume benda uji, dinyatakan dalam kg/m3 M adalah berat benda uji silinder, dinyatakan dalam kg
V adalah volume benda uji, dinyatakan dalam m3 3.6.3 Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan mortar ECC yang dilakukan mengacu pada SNI 1974:2011.
Pengujian dilakukan pada umur 1 dan 28 hari dengan benda uji sebanyak 3 buah dari masing-masing variasi. Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman pada umur 22 hari dan dikeringkan dalam ruangan tertutup. Sebelum pengujian kuat tekan, dilakukan c pada bagian atas benda uji dengan menggunakan belerang.
3.7 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengkaji efek penggunaan fly ash dan abu sekam padi terhadap kuat tekan mortar ECC. Data-data yang diperoleh dibuat dalam bentuk:
a. Tabel
b. Diagram garis dan diagram batang
Potensial penggunaan fly ash dan abu sekam padi dapat diperhitungkan dengan cara membandingkan kuat tekan mortar ECC untuk setiap variasi. Selain itu akan dikaji persentase optimum dari penggunaan fly ash dan abu sekam padi yaitu yang dapat memberikan nilai kuat tekan mortar ECC yang paling besar, baik untuk umur 1 hari maupun 28 hari.
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Slump-Flow Test
Pengujian slump-flow dilakukan untuk mengetahui kelecakan (workability) campuran mortar ECC segar. Hasil pengujian slump-flow mortar ECC LVFA dengan variasi ASP dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1: Hasil Pengujian Slump-Flow
No. Benda Uji Fly Ash Diameter Maksimum (cm)
0 % ASP 5 % ASP 10 % ASP 15 % ASP
1 MA 0% 87,50 86,50 85,00 83,00
2 MB 5% 89,00 87,50 86,50 84,50
3 MC 10% 92,00 89,00 87,50 86,00
4 MD 15% 95,50 92,50 91,00 88,50
Gambar 4.1: Nilai Diameter Maksimum Campuran Mortar ECC
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1, dapat diketahui bahwa semakin tinggi persentase penambahan FA maka semakin tinggi nilai slump-flow campuran mortar ECC segar, ini berarti penggunaan FA sampai dengan 15% dalam campuran mortar ECC LVFA dapat meningkatkan workability campuran. Sebaliknya penambahan ASP menyebabkan nilai slump-flow semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh jumlah butiran ASP lebih banyak daripada jumlah butiran semen maupun FA pada kondisi berat yang sama, sehingga ASP menyerap lebih banyak air dibandingkan semen maupun FA dan menghasilkan nilai slump-flow yang lebih rendah. Berdasarkan data hasil pengujian diperoleh nilai slump-flow maksimum sebesar 95,5 cm yang dihasilkan oleh MD15-0 (15% FA + 0% ASP).
4.2 Berat Volume Mortar ECC
Pada penelitian ini dilakukan pengujian berat volume untuk mengetahui perbandingan berat volume dari setiap variasi persentase penggunaan FA dan ASP.
Pengujian berat volume dilakukan pada umur 1 dan 28 hari. Hasil pengujian berat volume berdasarkan umur pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2, Gambar 4.2, Tabel 4.3 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.2: Berat Volume Mortar ECC pada Umur 1 Hari No. Benda Uji Fly Ash Berat Volume Mortar ECC (kg/mᶟ)
0 % ASP 5 % ASP 10 % ASP 15 % ASP
1 MA 0% 2098,603 2084,727 2077,478 2067,723
2 MB 5% 2107,212 2093,000 2086,830 2080,697
3 MC 10% 2114,093 2103,179 2097,013 2092,261
4 MD 15% 2121,601 2114,041 2106,907 2101,914
76,00 80,00 84,00 88,00 92,00 96,00 100,00
0% 5% 10% 15%
Diameter (cm)
Fly Ash
Diameter Maksimum (cm)
0 % RHA 5 % RHA 10 % RHA 15 % RHA
Gambar 4.2: Berat Volume Mortar ECC pada Umur 1 Hari Tabel 4.3: Berat Volume Mortar ECC pada Umur 28 Hari No. Benda Uji Fly Ash BERAT VOLUME ECC (kg/mᶟ)
0 % ASP 5 % ASP 10 % ASP 15 % ASP
1 MA 0% 2069,595 2055,155 2047,088 2038,721
2 MB 5% 2078,365 2063,342 2058,204 2051,280
3 MC 10% 2085,177 2074,132 2069,592 2062,073
4 MD 15% 2091,914 2083,854 2077,839 2072,284
Gambar 4.3: Berat Volume Mortar ECC pada Umur 28 Hari
Berdasarkan data hasil pengujian berat volume yang disajikan oleh Tabel 4.2-4.3 dan Gambar 4.2-4.3, semakin besar persentase penggunaan FA maka semakin tinggi berat volume mortar ECC yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh ukuran butiran FA yang
2040,000 2050,000 2060,000 2070,000 2080,000 2090,000 2100,000 2110,000 2120,000 2130,000
0% 5% 10% 15%
Berat Volume (kg/mᶟ)
Fly Ash
BERAT VOLUME MORTAR ECC UMUR 1 HARI
0 % RHA 5 % RHA 10 % RHA 15 % RHA
2020,000 2030,000 2040,000 2050,000 2060,000 2070,000 2080,000 2090,000 2100,000
0% 5% 10% 15%
Berat Volume (kg/mᶟ)
Fly Ash
BERAT VOLUME MORTAR ECC UMUR 28 HARI
0 % RHA 5 % RHA 10 % RHA 15 % RHA
digunakan cukup halus. Selain membantu proses hidrasi semen, penggunaan FA yang halus pada penelitian ini juga berperan dalam mengisi ruang-ruang kosong dalam benda uji sehingga menghasilkan benda uji semakin padat. Sedangkan penambahan ASP menyebabkan berat volume benda uji semakin berkurang. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya bahwa pada berat yang sama, volume ASP lebih banyak daripada semen.
Namun pada saat proses hidrasi semen, kemungkinan beberapa butiran ASP tidak bereaksi menghasilkan CSH dan menjadi material lepas sehingga menyebabkan benda uji lebih berpori dan menghasilkan berat volume yang lebih rendah.
4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar ECC
Pengujian kuat tekan silinder mortar ECC dilakukan pada umur 1 dan 28 hari. Pada mortar ECC umur 28 hari dilakukan perawatan (curing) sampai umur 22 hari dan dibiarkan kering udara dalam ruangan tertutup sampai umur pengujian.
4.3.1 Kuat Tekan Mortar ECC
Hasil pengujian seluruh variasi mortar ECC LVFA akan dibandingkan hasilnya satu sama lain untuk memperoleh persentase optimum penggunaan FA dan ASP. Hasil pengujian kuat tekan mortar ECC LVFA umur 1 hari dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4. Sedangkan hasil pengujian tekan mortar ECC LVFA umur 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5.
Tabel 4.4: Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC Umur 1 Hari No. Benda Uji Fly Ash Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC (MPa)
0 % ASP 5 % ASP 10 % ASP 15 % ASP
1 MA 0% 25,185 16,870 15,019 24,815
2 MB 5% 29,367 23,601 19,529 28,875
3 MC 10% 30,505 28,318 21,467 29,983
4 MD 15% 32,093 29,652 23,656 31,159
Gambar 4.4: Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC Umur 1 Hari
0,000
10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
0% 5% 10% 15%
Kuat Tekan (MPa)
Fly Ash
KUAT TEKAN RATA-RATA MORTAR ECC LVFA UMUR 1 HARI
0 % RHA 5 % RHA 10 % RHA 15 % RHA
Tabel 4.5: Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC Umur 28 Hari No. Benda Uji Fly Ash Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC (MPa)
0 % ASP 5 % ASP 10 % ASP 15 % ASP
1 MA 0% 28,417 38,307 42,942 39,186
2 MB 5% 35,417 44,583 50,932 46,868
3 MC 10% 38,269 48,277 57,012 50,552
4 MD 15% 40,123 53,328 59,300 55,797
Gambar 4.5: Kuat Tekan Rata-Rata Mortar ECC Umur 28 Hari
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 diketahui bahwa kuat tekan mortar ECC pada umur 1 hari mengalami peningkatan dengan penambahan FA sampai dengan 15%
dan mengalami penurunan saat ditambahkan ASP sampai dengan 10% dan kembali meningkat saat ditambahkan 15% ASP. Pada umur 1 hari, kuat tekan optimum dihasilkan oleh mortar ECC dengan penggunaan 15% FA dan 0% ASP.
Hasil kuat tekan pada umur 28 hari seperti pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa kuat tekan mortar ECC LVFA meningkat seiring dengan penambahan FA sampai 15% dan ASP sampai dengan 10%. Sehingga diperoleh persentase optimum FA sebesar 15% dan ASP sebesar 10% (MD15-10) dengan kuat tekan 59,398 MPa. Namun penggunaan 15% ASP memberikan hasil kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan mortar ECC dengan variasi 0% dan 5% ASP. Hal ini berarti bahwa mortar ECC LVFA dengan penambahan ASP sampai dengan 15% dapat digunakan karna memberikan pengaruh yang baik terhadap kuat tekan.
Kandungan silika oksida (SiO2) pada FA dan ASP yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 34,88% dan 81,28%. Kandungan senyawa silika tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya senyawa CSH dan fase pengikatan pada proses hidrasi semen. Pada umur 1 hari penambahan ASP 5% dan 10% mengalami penurunan kuat tekan. Hal ini terjadi karna proses hidrasi semen umur 1 hari pada penambahan 5% dan 10% ASP tidak berlangsung maksimal. Berdasarkan umur pengujian 28 hari, penggunaan FA dan ASP dengan persentase 5-15% memberikan hasil kuat tekan yang lebih besar dibandingkan penggunaan 0% FA maupun 0% ASP. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa SiO2 yang terkandung dalam FA dan ASP membantu proses hidrasi semen selama masa perawatan (curing) terutama pada penggunaan 5% dan 10% ASP.
0,000 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
0% 5% 10% 15%
Kuat Tekan (MPa)
Fly Ash
KUAT TEKAN RATA-RATA MORTAR ECC LVFA UMUR 28 HARI
0 % RHA 5 % RHA 10 % RHA 15 % RHA
4.3.2 Kondisi Keruntuhan Mortar ECC
Pada pengujian kuat tekan mortar ECC diperoleh kondisi keruntuhan pada benda uji dengan mengacu pada bentuk kondisi keruntuhan aktual masing-masing variasi mortar ECC.
a. Kondisi Keruntuhan MA
Kondisi keruntuhan mortar ECC variasi MA saat uji tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.6.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.64: Kondisi Keruntuhan Benda Uji: (a) MA0-0 (b) MA0-5 (c) MA0-10 dan (d) MA0-15
Berdasarkan hasil kondisi keruntuhan pada Gambar 4.6, diketahui bahwa kondisi keruntuhan MA0-0 memiliki pola retak yang lebih banyak dan agak kasar dibandingkan dengan MA0-5, MA0-10 dan MA0-15. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ASP sampai dengan 15% dapat memberikan efek pengikatan agregat yang lebih baik dibandingkan dengan benda uji tanpa penambahan ASP.
b. Kondisi Keruntuhan MB
Kondisi keruntuhan mortar ECC variasi MB saat uji tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.7.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.75: Kondisi Keruntuhan Benda Uji: (a) MB5-0 (b) MB5-5 (c) MB5-10 dan (d) MB5-15
Berdasarkan Gambar 4.7 di atas, diketahui bahwa kondisi keruntuhan M5-0 memiliki pola retak yang lebih banyak dan agak kasar dibandingkan dengan MB5-5, MB5-10 dan MB5-15. Namun MA5-0 lebih mampu menahan beban aksial dibandingkan dengan MA0-0. Secara keseluruhan kondisi keruntuhan yang dihasilkan oleh MB menunjukkan pola retak yang lebih sedikit dibandingkan dengan MA, yang artinya penambahan FA dalam campuran membantu pengikatan agregat.
c. Kondisi Keruntuhan MC
Kondisi keruntuhan mortar ECC variasi MC saat uji tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.8.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.86: Kondisi Keruntuhan Benda Uji: (a) MC10-0 (b) MC10-5 (c) MC10-10 dan (d) MC10-15
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 4.8, diketahui bahwa kondisi keruntuhan MC10-5 dan MC10-10 memiliki pola retak hampir sama yaitu berbentuk kerucut dan searah sumbu longitudinal benda uji. Sedangkan MC10-0 dan MC10-15 memiliki pola retak yang lebih sedikit daripada MC10-5 dan MC10-10. Hal ini berarti bahwa pada penambahan FA sebanyak 10%, persentase penambahan ASP sebanyak 0%
dan 15% memberikan efek yang baik pada pola retak.
d. Kondisi Keruntuhan MD
Kondisi keruntuhan mortar ECC variasi MD saat uji tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.9.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.97: Kondisi Keruntuhan Benda Uji: (a) MD15-0 (b) MD15-5 (c) MD15-10 dan (d) MD15-15
Berdasarkan hasil pada Gambar 4.9, diperoleh kondisi keruntuhan MD15-0, MD15-5, MD15-10 dan MD15-15 memiliki pola retak yang tidak jauh berbeda. Pola retak benda uji mengarah pada sumbu longtudinal. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan ASP sampai dengan 15% pada persentase FA sebanyak 15% tidak memberikan pengaruh banyak terhadap kondisi keruntuhan. Selain itu, jika dibandingkan dengan kondisi keruntuhan MA0-0, MD15-0 menunjukkan pola retak yang lebih sedikit dan kuat tekan lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa penambahan FA sampai dengan 15%
dapat memberikan efek yang baik terhadap fase pengikatan dan cukup efektif bereaksi pada proses hidrasi semen.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian “Kajian Kuat Tekan Mortar ECC Berbasis Low Volume Fly Ash (LVFA) Yang Dimodifikasi Dengan Abu Sekam Padi” yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian komposisi kimia fly ash dan abu sekam padi yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), diketahui senyawa silika (SiO2) yang terkandung dalam fly ash dan abu sekam padi sebanyak 34,88% dan 81,28%, sehingga fly ash dan abu sekam padi dapat digunakan sebagai material tambahan dalam campuran mortar ECC.
2. Penggunaan fly ash sebagai material tambahan dalam campuran mortar ECC memberikan pengaruh terhadap nilai slump-flow dan berat volume. Dimana nilai slump-flow dan berat volume yang dihasilkan semakin tinggi seiring dengan penambahan persentase penggunaan fly ash.
3. Penggunaan abu sekam padi sebagai material tambahan dalam campuran mortar ECC memberikan pengaruh terhadap nilai slump-flow dan berat volume. Dimana semakin tinggi persentase penggunaan abu sekam padi maka nilai slump-flow dan berat volume semakin rendah. Hal ini dikarenakan jumlah partikel abu sekam padi lebih banyak dibandingkan semen maupun fly ash dan dan juga lebih banyak menyerap air.
4. Penggunaan fly ash sebagai material tambahan dalam campuran mortar ECC sampai dengan 15% memberikan hasil kuat tekan pada umur 28 hari lebih besar dibandingkan dengan mortar ECC tanpa penambahan fly ash.
5. Penggunaan abu sekam padi sebagai material tambahan dalam campuran mortar ECC dengan persentase 10% menghasilkan kuat tekan lebih besar dibandingkan dengan persentase penambahan 0%, 5%, dan 15% pada umur 28 hari. Namun hasil kuat tekan yang dihasilkan oleh penambahan abu sekam padi 5% dan 15% lebih besar daripada kuat tekan mortar ECC tanpa penambahan abu sekam padi.
6. Nilai kuat tekan optimum dihasilkan oleh mortar ECC dengan persentase penambahan FA sebanyak 15% dan ASP sebanyak 10% yaitu sebesar 59,300 MPa.
7. Fly Ash dan Abu Sekam Padi dapat diajukan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan kuat tekan mortar ECC.
5.2 Saran
Untuk penelitian lebih lanjut dalam peningkatan pemanfaatan fly ash dan abu sekam padi sebagai bahan tambahan dalam campuran mortar ECC, diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Menggunakan tempat pembakaran khusus abu sekam padi yang ada pengaturan suhu pembakaran karena berpengaruh terhadap kuat tekan yang dihasilkan.
2. Melakukan pengayakan ataupun
treatment ASP pada penelitian selanjutnyayang dapat menghasilkan abu yang lebih halus agar memberikan perbandingan hasil nilai kuat tekan.
3. Melakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan persentase
FA agardiperoleh persentase optimum penggunaan FA.
4. Menambahkan variasi umur pengujian kuat tekan.
5. Melakukan uji durabilitas mortar ECC.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. https://databoks.katadata.co.id/
EFNARC. (2005). The European Guidelines for Self-Compacting Concrete. The European Guidelines for Self Compacting Concrete, (May), 63. Retrieved from http://www.efnarc.org/pdf/SCCGuidelinesMay2005.pdf
Husein, I., Jaya, J., Sipil, J. T., Teknik, F., Teknologi, I., Nopember, S., … Hakim, R.
(2013). Pemanfaatan Lumpur Sidoarjo Sebagai Subtitusi Semen Dalam Pembuatan Self Healing Concrete. 1(1), 1–6.
Husni, M., & Hasibuan, M. (2019). Pengaruh Cara Dan Lama Perawatan Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Buletin Utama Teknik, 14(2).
Li, V. C., & Kanda, T. (1998). Engineered Cementitious Composites for Structural What is ECC? ASCE J. Materials in Civil Engineering, 10(2), 66–69.
Lincolen, Kevin. (2017). “Pengaruh Fly ash Sebagai Bahan Pengganti Semen Pada Beton Beragregat Halus Bottom Ash.” Universitas Lampung.
Mugiyantoro, A., Husna Rekinagara, I., Dian Primaristi, C., & Soesilo, J. (2017).
Penggunaan Bahan Alam Zeolit, Pasir Silika, Dan Arang Aktif Dengan Kombinasi Teknik Shower Dalam Filterisasi Fe, Mn, Dan Mg Pada Air Tanah Di Upn
“Veteran” Yogyakarta. Seminar Nasional Kebumian Ke-10, (492), 1127–1137.
Mulyono, Tri. (2004). Teknologi Beton. Yogyakarta. ANDI.
Nugraha, P., & Antoni. (2007). Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi.
Pujianto, A. (2010). Beton Mutu Tinggi dengan Bahan Tambah Superplastisizer dan Fly Ash. Ilmiah Semesta Teknika, 13(2), 171–180.
Rahman, F. (2006). Pengaruh Kehalusan Serbuk Pasir Silika Terhadap Kekuatan Tekan Mortar. Info Teknik, 7(2), 56–66. Retrieved from www.tekmira.esdm.go.id/kp/informasiPertamb index.asp.
SNI 1974-2011. (2011). Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 20.
Tuanakotta, A. (2018). Mix Desain Engineered Cementitious Composite ( Ecc ) Dengan Menggunakan Artificial Neural Network ( Ann ).