• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Novel "Jejak Langkah" Karya Pramoedya Ananta Toer

N/A
N/A
Irwan Syamsir

Academic year: 2025

Membagikan " Kajian Novel "Jejak Langkah" Karya Pramoedya Ananta Toer"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HIDDEN TRANSCRIPT TOKOH PEREMPUAN DALAM KONTEKS RESISTENSI MINKE:

KAJIAN TERHADAP NOVEL “JEJAK LANGKAH” KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

M Irwan*

 1Prodi Magister Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Indonesia

2Yogyakarta, Indonesia

*Correspondence: E-mail: [email protected]

A B S T R A C T A R T I C L E I N

F O This research discusses the position of female characters in a

work of Indonesian literature, namely "Jejak Langkah" by Pramoedya Ananta Toer, the third novel in the Buru Quartet.

The study aims to examine the roles of Nyai Ontosoroh, Bunda Minke, Ang San Mei, and Princess Van Kasiruta in the life of Minke, the main character in the Buru Quartet.

The presence of these female characters in the novel is intriguing for analysis as they contribute to supporting the main character's resistance against various inequalities. The research employs James Scott's theory of resistance,

categorized into two forms: "public transcript" and "hidden transcript." Public transcript refers to systematic and overt resistance, while hidden transcript represents more subtle forms of resistance, maintaining the same underlying desire for resistance. The resistance of the female characters in

"Jejak Langkah" is portrayed through implicit narratives, serving as a form of silent support for Minke.

© 2021 Kantor Jurnal dan Publikasi UPI

Article History:

Submitted/Received 27 Apr 2023 First Revised 05 May 2023 Accepted 27 Jul 2023

First Available online 28 Jul 2023 Publication Date 01 Sep 2023

____________________

Keyword:

FLE, …

1. PENDAHULUAN

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 23(2) (2023) 435-444

(2)

inilah kemudian menjadi akar atau sebab dimungkinkannya sebuah resistensi dari pihak- pihak   yang   menjadi   korban    Tetralogi   Pulau   Buru,  karya  Pramodya   Ananta   Toer, menghadirkan masa kolonialisme sebagai latar belakang cerita, dan hal ini menjadi menarik untuk   mengulas   permasalahan   “relasi   kuasa”   sebagaimana   disinggung   sebelumnya.

Menurut Ratna (2008: 20) kolonialisme secara etimologis  sebenarnya  tidak mengandung arti penjajahan, melainkan hanya semacam pembukaan atau pembangunan suatu wilayah atau perkampungan tertentu, tetapi justru kemudian mempunyai konotasi negatif sesudah terjadinya interaksi yang tidak seimbang antara pendatang baru dengan penduduk lama.

Interaksi berlangsung karena ada aspek relasi kuasa dan kekuasaan yang ikut terlibat di dalamnya.

Tokoh Minke adalah representasi  dari pribumi Jawa yang masuk sekolah HBS dan menikah  dengan  gadis blesteran Belanda  Jawa bernama Annalies  Mellema. Pernikahan mereka didukung oleh ibu Annelis sendiri yang bernama Nyai Ontosoroh, perempuan yang menikah  dengan  Herman Mellema dari  Belanda.  Dalam hubungan mereka itulah, yang memunculkan berbagai ketimpangan yang mengorbankan banyak pihak terutama Minke.

Sayangnya, Annelies Mellema kemudian meninggal dalam situasi tersebut. Kejadian ini ada dalam fragmen Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Dua novel awal dari Tetralogi Buru yang menjadi semacam pengenalan atas situasi kolonial yang dialami oleh Minke. Setelah kepergian   Annelies,   Minke   berjuang   sendiri   dengan   bersekolah   lagi.   Namun,   berbagai ketimpangan muncul lagi dalam sekolah tersebut. Begitulah adegan awal yang dihadirkan dalam     Jejak   Langkah,   novel   ketiga   dari   Tetralogi   Pulau   Buru   Pramodya   Ananta   Toer.

Menariknya, dalam situasi tersebut muncul tokoh-tokoh perempuan baru yang menjadi partner Minke dalam menghadapi ketimpangan di sekitarnya. Lalu, peran para perempuan tersebut bagi Minke? Apakah mereka turut melakukan resistensi? Hal inilah yang mendasari penelitian ini untuk dimungkinkan dalam membaca posisi tokoh perempuan  melalui novel Jejak Langkah karya Pramodya Ananta Toer. Penelitian ini menggunakan kajian resistensi James Scott  yang  membaginya jadi dua  bentuk perlawanan.  Yakni perlawanan terbuka (public transcript) dan hidden transcript (perlawanan tersembunyi.

Penelitin   ini   akan   menggunakan   teori   resistensi   James   Scott,   antropolog   asal Amerika, yang berspesialisasi dalam studi komparatif. Menurut Scott (2000: 385- 386) resistensi  secara   umum  melihat  situasi  sebenarnya   di masyarakat.  Resistensi  diartikan sebagai sesuatu yang bersifat (1) organik, sistematik dan kooperatif, (2) berprinsip tidak mementingkan diri sendiri, (3) berkonsekuensi revolusioner, dan (3) mencakup gagasan atau maksudmaksud yang meniadakan basis belakang seputar kehidupan keluarga. James Scott   membagi   dua   bentuk   perlawanan,   yang   pertama   adalah   public   transcript (perlawanan terbuka) dan kedua hidden transcript (perlawanan tersembunyi).

Perlawanan   terbuka   bisa   diartikan   dengan   perlawanan   yang   secara   langsung, konrkrit, atau terjadi interaksi antara penindas dan yang tertindas, pelaku dan korban, atau

(3)

437 | Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 23 Issue 2, October 2023, 1-10

mengungkapkan bahwa ada empat karakteristik yang menunjukkan perlawanan terbuka, diantaranya sebagai berikut. 

(1) Perlawanan yang berwujud sesuai sistem yang berlaku, terorganisir antara satu pihak dengan pihak lain, dan saling bekerja sama. 

(2) Terdapat dampak perubahan (konsekuensi revolusioner) dalam pergerakan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup. 

(3) Bersifat rasional dengan berfokus pada kepentingan banyak orang.

(4)   Bertujuan   menghapuskan   tindakan   dominasi   dan   penindasan   dari   kaum penguasa.

Perlawanan tersembunyi atau hidden transcript adalah hal sebaliknya dari public transcript. Perlawanan ini terkesan simbolik atau kurang sistematis atau hanya semacam penolakan dari subjek terhadap sesuatu yang membuatnya tertindas artinya ada semacam ambisi untuk melakukan perlawanan namun tidak melakukannya secara langsung.

Scott (2000: 17) menjelaskan bahwa ada empat karakteristik perlawanan tertutup, diantaranya sebagai berikut.

 (1) Terjadi secara tidak teratur. 

(2) Tidak terorganisir.

 (3) Bersifat individual (bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berfokus pada kepentingan individu).

 (4) Tidak mengandung dampak perubahan. 

Berdasarkan pembacaan terhadap novel Jejak Langkah, penelitian ini akan berfokus pada hidden transcript atau perlawanan tersembunyi oleh para tokoh perempuan dalam novel tersebut. 

2. METODE

Penelitian  ini  menggunakan metode diskursif atau analisis wacana dalam sebuah teks. Karya Sastra dalam hal in novel Jejak Langkah menjadi objek yang akan digunakan untuk membaca hidden transcript atau  perlawanan tersembunyi yang dimungkinkan oleh tokoh dalam novel yang dihadirkan. Pembacaan akan dianalisis menggunakan bukti teks semisal   kutipan   dari   tokoh   cerita   yang   kemudian   dianlisis   melalui   perspektif   hidden transcript yang dikemukakan James Scott. 

(4)

1. Sinopsis Jejak Langkah

Jejak Langkah adalah novel ketiga dari Tetralogi Pulau Buru Pramodya Ananta Toer yang terbit pada tahun 1985 oleh penerbit Hasta Mitra.  Novel ini terus mengalami cetak ulang hingga tahun 2016 dan masih tersebar hari ini. Jejak langkah mengisahkan tokoh utama Minke yang dimulai dengan cerita kedatanganya di Tanah Betawi. Tujuannya tidak lain adalah untuk melanjutkan sekolah S.T.O.V.I.A (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen, Sekolah untuk Pendidikan Dokter Pribumi).  Tetapi Minke sudah mendapat perlakuan yang buruk   dari   dari   pihak   sekolah.  Minke   yang   memasuki   asrama   dengan   tujuan   belajar kedokteran dan berkenalan dengan orang pribumi lainnya semakin ditekan dengan adegan ketika kopernya ditendang oleh seorang peranakan Eropa. 

S.T.O.V.I.A punya aturan bahwa siswa harus berpakaian adat Jawa: destar, baju tutup, kain   batin   dan   tak   boleh   beralas   kaki.     Meski   bagi   Minke,   itu   buruk,   tetapi   ia   harus mematuhinya. Minke berkenalan dengan seorang teman baru yang bernama Partotonojo.

Hanya orang inilah yang bisa sejalan dengan Minke di asrama.   Terlebih, ketika Minke menghadapi   rentetan   konflik,   seperti   perkelahian   dengan   anak   anak   lain   serta   otoritas sekolah yang kadang tak bisa diterima oleh Minke.   Pada suatu waktu di asrama, lukisan milik Minke dibobol oleh orang orang di asrama dan dilempar dari satu tangan ke tangan lain. Lukisan itu adalah gambar Annelies Mellema, mantan istri Minke. Gambar tersebut tertera   keterangan   Bunga   Akhir   Abad.   Minke   mengeluarkan   belati   dengan   emosi,   dan mengancam   mereka   bila   tak   meletakkan   lukisan   itu.     Tindakan   Minke   atas   perlakuan tersebut   bisa   dikategorikan   sebagai   resitensi   public   transcript   yang   berarti   perlawanan terbuka. Inilah resistensi pertama yang ditunjukan dalam Jejak Langkah.

2. Kehadiran Tokoh Perempuan

Pasca kematian Annelies, Minke tidak lagi tinggal di tempat Nyai Ontosoroh. Ia memulai hidup   baru   dengan   pergi   ke   Betawi   dan   bersekolah   di   STOVIA,   untuk   mempeljari   ilmu kedokteran. Namun, hal tersebut tidak lantas memisahkan hubungan Minke dengan tokoh perempuan yang penting dalam hidup Minke. Mulai dari Annelies, Nyai Ontosoroh, ibu kandung Minke sendiri hingga tokoh perempuan berikutnya seperti Ang San Mei dan Prinses Van Kasiruta. Kehadiran tokoh perempuan dalam Jejak Langkah, dilihat cukup penting dalam mendukung langkah dan sikap Minke, karena masih punya visi yang sama, meski para tokoh tersebut   tidak   melakukan   tindakan   yang   sama   dengan   Minke.   Inilah   yang   mendasari penelitian ini untuk melihat hidden transcript atau perlawanan tersembunyi, sebagai satu bentuk resistensi dalam Jejak Langkah.

3. Jejak Annelies

Annelies Mellema adalah gadis blesteran Belanda dan Jawa yang lahir dari pernikahan

(5)

439 | Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 23 Issue 2, October 2023, 1-10

dan   menemani   Minke   dalam   berjuang.   Namun,   Annelies   tidak   berumur   panjang.   Ia mengalami sakit hebat dalam suasana perselisihan keluarga Mellema yang membuat Minke dan Nyai Ontosoroh kewalahan. Puncaknya adalah ketika Annelies dibawa oleh keluarga Mellema ke Belanda dan wafat di sana. 

Kematian   Annelies   cukup   menyakitkan   bagi   Minke,   sebagai   suami   dan   Nyai Ontosoroh,   sebagai   ibunya.   Annelieslah   yang   paling   sabar   menghadapi   tekanan   dalam keluarga Mellema dan tetap setia menemani Minke jauh sebelum ia wafat. Hal itulah yang membuat Minke masih tetap mempertahankan jejak Annelies sampai ia pindah ke Betawi untuk   sekolah   sebagaimana   digambarkan   dalam   awal   Jejak   Langkah.   Lihat   dua   kutipan berikut:

“Bawaanku tak banyak: kopor tua, cekung dan cambung di banyak tempat, tas dan sebuah lukisan wanita dalam sampul beledu merah anggur, dibugkus lagi dengan kain blacu” (Jejak Langkah: Hlm 2)

“Bunga Akhir Abad, orang membaca keterangan bawahnya. Darahku tersirap melihat lukisan tercinta itu terjamah orang tanpa seijinku. Aku ambil belati pemberian itu dari lemari, aku lepas sarungnya, berseru..” (Jejak Langkah: Hlm 21/22)

Posisi Annelies, pada bagian ini meski tidak hadir secara langsung, tetapi sesungguhnya jejaknya   masih   membekas   pada   Minke.   Lukisan   Bunga   Akhir   Abad   yang   dibawa   Minke sebagai bekal  adalah gambar Annelies yang dilukis oleh Jean Marais. Secara tidak langsung, bayang-bayang Annelies, sebagai istri Minke yang menemaninya selama berjuang , sehingga jejak lukisan tersebut tetap disimpannya meski telah meninggal, itu bisa saja berarti, putri kesayangan Nyai Ontosoroh tersebut, masih bagian dari hidupnya, bagian dari resistensinya, yang belum tuntas sehingga gambar tersebut menjadi penyemangat.

4. Kedatangan Bunda

Bunda adalah ibu kandung dari Minke, seorang istri bupati yang sabar dan penyang. Ibu kandung Minkelah yang paling mendengar  Minke meski Minke hanya sesekali bertemu dengannya. Dalam Jejak Langkah, tokoh Bunda hadir dalam suatu waktu saat menjenguk Minke yang sekolah di Betawi. Tokoh ini penting dilihat sikap resistennya melalui penggalan berikut ini:

“Apa yang menarik dari Jawa, bunda” Tanya Minke. 

“Sekarang aku mengerti, mengapa hidupmu tidak begitu berbahagia, Nak. Kesalahanmu sendiri, didikan Belanda sudah lupakan asal. Kau tidak senang pada pakaianmu itu, kau tidak senang pada ibumu karena dia bukan Belanda”

(6)

“Kalau kau dengar semua kataku, bangunlah. Kalau tidak, tetaplah bersujud di bawah kakiku, biar kuulangi”

(Jejak Langkah: hlm 74/75)

“Apa guna ajaran Revolusi Prancis kemudian, kau bilang untuk pembebasan manusia dari beban yang dibikin oleh manusia lainnya. Kau masih ingat, Nak?, itu bukan sekadar menjalani. Perintah-perintah datang dari Tuhan, dari Dewa dari Raja

(Jejak Langkah: hlm 84)

Kutipan   pertama   menunjukkan   kekalahan   Minke   di   depan   ibunya.   Ia   menurut sebagai   anak   yang   merasa   bersalah   pada   ibunya.   Ibu   Minke   menunjukan   empatinya terhadap   sang   anak   yang   larut   dalam   kehidupan   Belanda   dan   melupakan   identitasnya sebagai   seorang   Jawa.   Minke   hanya   bisa   mengulang   kata   ampun   karena   menyadari kesalahannya. Kutipan kedua, ibu Minke menyebut dan mengeluhkan revolusi Prancis yang dianggap   sebagai   pembebasan   manusia,   hal   yang   diimani   Minke,   namun   toh   tetap membuatnya menderita. Tokoh ibu melihat Minke tidak bisa apa-apa.

Dua   kitipan   di   atas   menunjukan   bentuk   resistensi   dalam   hal   ini   perlawanan tersembunyi,   yang   sebenarnya   dimiliki   oleh   ibu   Minke,   utamanya   terhadap   konteks kehidupan   kolonial   Belanda   yang   membuat   anaknya   larut.     Sikap   tokoh   bunda memperlihatkan keberanian sebagai seorang perempuan pribumi, juga sebagai ibu. Kata- kata yang keluar dari mulutnnya menjadi sugesti untuk Minke dalam menyadari bahwa ia masih korban yang menderita sebagai manusia yang berada dalam lingkup Belanda.

5. Bertemu dengan Mei

Dalam menjalani sekolah, Minke bertemu dengan Ang San Mei. Wanita Tionghoa yang seorang aktivis pergerakan revolusi China yang melarikan diri ke Hindia Belanda.

Kehadiran tokoh Mei cukup penting  dalam kehidupan Minke.  Terlebih,  ketika Minke mempersunting Mei menjadi istrinya. Di isnilah dilihat sikap resistensi Mei yang bisa cermati lewat kutipan berikut ini. 

Jangan salah artikan kebebasan dalam semboyan Revolusi Prancis itu. Orang Prancis sendiri juga banyak menyalah tafsirkan jadi bebas merampok, danbebas tak berkewajiban pada siapaun, walhasil sewenang wenang tanpa batas. Kebesaran hanya untuk diri sendiri

(7)

441 | Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 23 Issue 2, October 2023, 1-10

di negeri sendiri. Semua terpelejar Pribumi Asia dalam kebebasannya mempunyai kewajiban kewajiban tak terbatas buat kebangkitan bangsanya masing masing”

(Jejak Langkah : hlm 102)

“Apabila sahabat mendapatkan kebebasan”, Mei   memulai,  “apakah yang akan sahabat lakukan?”

“Ia mengatakan yang ada di sekelilingnya adalah penderitaan karena kebodohan, ketidaktahuan, di atasnya kepandaian ilmu pengetahuan, kekuasaan berlebihan, yang justru membikin dan mempertahankan penderitaan.”

(Jejak Langkah: hlm 147)

Kehadiran tokoh Mei sebagaimana diperkenalan di awal ia adalah seorang aktivis pergerakan revolusi China, telah menunjukan ia adalah seorang yang resisten. Resisten yang terbuka atau public transcript tentu saja. Namun, dalam Jejak Langkah, Mei hadir dalam situasi  yang  kurang  berdaya. Ia sakit  sakitan. Namun, ambisinya  untuk  melawan masih membara. Hal tersebut berdasarkan kutipan kutipan di atas sehingga melihatnya dari apa yang disebut hidden transcript atau perlawanan tersembunyi.

  Kutipan pertama jelas menunjukan sikap resisten seorang Mei, yang mengeluhkan soal Revolusi Prancis, yang diimani oleh Minke, suaminya. Bahwa bangsa Prancis juga justru sewenang wenang dalam kebebesannya. Mei mempertegas bahwa terpelajar pribumi Asia mempunyai kewajiban tak terbatas buat kebangkitan bangsanya masing masing. Hal ini sangat jelas sikap keberanian atau resisten seorang Mei untuk mensugesti Minke, suaminya yang adalah seorang terpelajar pribumi.

Kutipan   kedua   menunjukan   kesadarn   Mei   akan   persoalan   di   sekitar   yang   justru memanfaatkan kepandaian dan kekuasaan untuk melanggengkan penderitaan. Kesadaran inilah yang membuat Mei bergairah dengan beberapa kalimat sebelumnya yang ia ucapkan terhadap Minke. Ini adalah bentuk hidden transcript dari tokoh Ang San Mei.

6. Surat dari Mama

(8)

Annelies Mellema yang punya kepribadian tangguh. Dalam Jejak Langkah, Nyai Ontosoroh kembali dihadirkan dengan surat yang dikirim ke Minke.

Pekerjaan jadi lebih banyak? pertanda baik. Ambil tenaga lagi. Layani semua gugatan yang membutuhkan keadilan. Hanya pada kau mereka berani mempercayakan perkaranya. Kehormatan untukmu, Nyo”

(Jejak Langkah: hlm 300)

Beberapa waktu kemudian, Minke bertemu dengan Mama.

“Begini, sudah lama aku dengar dan aku baca ada sebuah negeri di mana semua sama di depan hukum. Tidak seperti di Hindia ini. Kata dongeng itu juga: negeri itu memahsyurkan, menjunjung dan memuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan.

Kau tahu juga itu. Aku ingin melihat negeri dongeng itu dalam kenyataan. Apakah benar ada di atas bumi manusia keindahan seperti itu?”

“Tentu Mama tahu imprealisme Prancis sama jahatnya dengan imprealisme manapun. Prancis juga suka terus menghkhianati revolusinya sendiri. Tetapi aku tak ingin merusak suasana”

(Jejak Langkah:309)

Kutipan   pertama   menunjukan   sifat   Nyai   Ontosoroh   yang   sejak   awal   sudah mempercayai Minke bahwa ia bisa mengatasi seluruh persoalan yang dialami bangsanya.

Pernyataan   tersebut   tentu   berdasar   pengalaman   bersama   Minke   saat   berjuang.   Nyai sesungguhnya masih punya hasrat melawan namun kehidupannya sudah berubah bahkan sudah jauh dari Minke. Jadi, pernyataaannya hanyalah hidden transcript atau perlawanan tersembunyi

Begitupun dengan kutipan berikutnya, menunjukan lagi perjuangan Nyai Ontosoroh yang selalu   mengharapkan   sebuah   negara   yang   memahsyurkan,     menjunjung   dan   emuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan, masa yang ingin dicapai namun masih musykil atau   hanyalah   dongeng.   Ia   bahkan   ikut   mengeluhkan   revolusi   Prancis   yang   dikhianati bangsanya sendiri. Artinya, bagi Nyai,imprealisme akan selalu ada bila tak dilawan dengan sungguh. Nyai menunjukan resistensinya sebagai sugesti untuk Minke, yang telah dianggap anak kandungnya.

(9)

443 | Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 23 Issue 2, October 2023, 1-10

7. Menikah dengan Princes

Tokoh   perempuan   berikutnya   dalam   Jejak   Langkah   adalah   Prinses   Van   Kasiruta, merupakan putri raja Maluku yang terusir dari kerjaannya. Prinses dan ayahnya awalnya menghubungi   Minke   untuk   membantunya   dalam   hal   advokasi,   karena   kemahirannya menulis,   namun   tak   berselang   lama   berkenalan,   Minke   jatuh   cinta   pada   Prinses   dan melamarnya.   Kehadiran   Prinses   setelah   ditinggalkan   oleh   Ang   San   Mei,   cukup membahagiakan baginya. Mereka bisa saling bertukar pikiran dan Ontosoroh menunjukan resistensinya   dengan   sikap   yang   berani   sebagai   perempuan,   sebagai   ibu   yang   masih menganggap Minke anak dengan nasehat politisnya sebagai sugesti untuk Minke. Kedua, adalah ibu kandung Minke sendiri yang hanya ditemuinya sesekali waktu. Namun, ibu Minke adalah pribadi Jawa yang konsisten, setia terhadap kebudayaannya, hal itu sebagai kekuatan untuk tidak larut dalam kehidupan Belanda, satu cara resisten yang terus diajarkan terhadap Minke. Ketiga adalah Ang San Mei, putri Tionghoa yang seorang aktivis, namun terbuang dari   negaranya.   Pertemuannya   dengan   Minke   memberinya   ruang   untuk   berbicara, mengajukan pemikiran, dan itu diserap oleh Minke dalam menjalani hidup di tengah kondisi yang serba timpang. Keempat adalah Prinses, seorang putri kerajaan Maluku, yang sama kuatnya, ia ikut membantu Minke dalam banyak hal, untuk sekian pekerjaannya. Pikirannya juga maju sehingga turut mendukug Minke.

Kehadiran tokoh tokoh ini menjadi sugesti buat Minke. Mereka hadir dengan posisi hidden   transcript   atau   perlawanan   tersembunyi.   Lewat   gagasan,   pemikiran,   dan kesetiaanaya dengan minke, ia menunjukan resistensi yang dimaskud. Melawan dengan pelan   tetapi   terus   siaga   dengan   situasi   yang   menimpa.   Perlawanan   inilah   yang dimungkinkan dalam Jejak Langkah.

4. SIMPULAN

Karya sastra selalu menjadi arena untuk memuat wacana ideologis yang ditampilkan oleh pengarang melalui tokoh –tokoh dalam cerita. Perempuan, acapkalimenjadi korban kuasa negara dan budaya. Kuasa tersebut mendiskriminasi perempuan untuk tidak ikut ambil peran. Mereka seringkali jadi objek untuk laki –laki. Konstruksi ini yang terus diimani sebagian besar masyarakat Indonesia.

Karya sastra hadir untuk membaca atau mengkritik situasi ini. Situasi yang dalam masyarakat   kita   disebut   dengan   patriarki.   Budaya   partiarki   (Arivia:   2004).   merupakan perwujudan   dari   perbedaan   gender   yang   melahirkan   ketidakadilan   gender   baik   melalui mitos-mitos, sosialisasi, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak   adil   bagi   perempuan.   Dipertegas   oleh   Nawal   El   Saadawi     (2001)   bahwa   budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial (Saadawi, 2001).

(10)

yang punya arena resisten atau dalam perlawanan. Meski, masih terhitung hidden transcript atau perlawanan tersembunyi menurut Scott, namun setidaknya mereka punya posisi, tidak berada pada posisi yang tertindas. Mereka bisa meluapkan pilihan dan ikut andil dalam resistensi yang dilakukan oleh laki laki.

Jejak Langkah sebagai novel ketiga dari Tetralogi Pulau Buru menghadirkan empat tokoh   perempuan   yang     punya   daya   resisten   dalam   mendukung   tokoh   Minke.   Mereka adalah Nyai Ontosoroh, Ibu Minke, Angsan Mei dan Prinses Van Kasiruta. Nyai   Ontosoroh adalah   ibu   kandung   Annelis   Mellema   ,   bekas   istri   Minke   yang   menemaninya   dalam perjuangan. Nyai Ontosoroh menunjukan resistensinya dengan sikap yang berani sebagai perempuan, sebagai ibu yang masih menganggap Minke anak dengan nasehat politisnya sebagai   sugesti   untuk   Minke.   Kedua,   adalah   ibu   kandung   Minke   sendiri   yang   hanya ditemuinya sesekali waktu. Namun, ibu Minke adalah pribadi Jawa yang konsisten, setia terhadap   kebudayaannya,   hal   itu   sebagai   kekuatan   untuk   tidak   larut   dalam   kehidupan Belanda, satu cara resisten yang terus diajarkan terhadap Minke. Ketiga adalah Ang San Mei, putri   Tionghoa   yang   seorang   aktivis,   namun   terbuang   dari   negaranya.   Pertemuannya dengan Minke memberinya ruang untuk berbicara, mengajukan pemikiran, dan itu diserap oleh Minke dalam menjalani hidup di tengah kondisi yang serba timpang. Keempat adalah Prinses, seorang putri kerajaan Maluku, yang sama kuatnya, ia ikut membantu Minke dalam banyak hal, untuk sekian pekerjaannya. Pikirannya juga maju sehingga turut mendukug Minke.

5. CATATATAN PENULIS

Penulisan ini murni disusun dengan baik untuk mengkaji salah satu karya Pramoedya Ananta Toer dan tanpa ada usaha yang lain untuk melakukan plagiat.

6. REFERENSI

Arivia, G. 2004. Filsafat Bersperskpektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan Ratna, Nyoman Kutha.  2008. POSTKOLONIALISME INDONESIA; Relevansi 

SastraYogyakarta: Pustaka Pelajar

  Scott, James C. 2000.  Senjatanya Orang- Orang Yang Kalah. Jakarta: Yayasan Obor  Indonesia.

Sutrisno, Mudji,  Putranto. 2005. Teori-Teori Kebudayaan . Yogyakarta: 

Kanisius

Toer, Prameodya Ananta. 2006. Jejak Langkah. Jakarta. Lentera Dipantara       Saadawi, N. (2001). Perempuan Dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis novel MSMBE karya Pramoedya Ananta Toer adalah pendekatan sosiologi sastra, yaitu pendekatan yang menitikberatkan

Tesis berjudul “ KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL AROK DEDES KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER" ini adalah karya penelitian saya sendiri

Skripsi yang berjudul Kajian Sosial dalam Novel Bumi Manusia karya.. Pramoedya Ananta Toer terdiri dari 4 (empat)

Skripsi yang berjudul Kajian Sosial dalam Novel Bumi Manusia karya.. Pramoedya Ananta Toer terdiri dari 4 (empat)

Reza Alpha Christyanjaya. “Kritik Sosial dalam novel Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer: Pendekatan Sosiologi Sastra”. Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa

“Citra Perempuan dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Feminisme)”.. Jurnal DEIKSIS Vol

Hal ini yang melatarbelakangi peneliti memilih topik analisis novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan menggunakan kajian sosiologi sastra dengan penerapan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh yang terdapat pada novel “Midah si Manis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta