• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of KAJIAN SUBTITUSI TEPUNG KECAMBAH KACANG TUNGGAK DAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM PADA PEMBUATAN TIWUL INSTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of KAJIAN SUBTITUSI TEPUNG KECAMBAH KACANG TUNGGAK DAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM PADA PEMBUATAN TIWUL INSTAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

125

KAJIAN SUBTITUSI TEPUNG KECAMBAH KACANG TUNGGAK DAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM PADA PEMBUATAN TIWUL INSTAN

Study Of Cowpea Sprout Flour Subtitution and Addition of Xanthan Gum In The Production Of Instan Tiwul

Diky Efendi, Ulya Sarofa*, Dedin Finatsiyatull Rosida

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur

Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar, Surabaya, 60294 Jawa Timur Indonesia

*Penulis Korespondensi, Email: Ulyasarofa@yahoo.co.id ABSTRAK

Tiwul semakin sulit ditemui karena proses pembuatan dan memasak membutuhkan waktu yang lama, serta kandungan gizi tiwul dinilai masih rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh sifat fisikokimia dan nutrisi substitusi tepung kecambah kacang tunggak dengan penambahan xanthan gum pada tiwul instan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor I adalah subtitusi tepung kecambah kacang tunggak, sedangkan faktor II adalah penambahan xanthan gum. Perlakuan terbaik diperoleh pada subtitusi tepung kecambah kacang tunggak 20% dengan penambahan xanthan gum 1.5%, diketahui karakteristik tiwul instan sebagai berikut: air 9.00%, abu 1.84%, protein 6.75%, pati 73.45%, amilosa 25.54%, volume kembang 126.06%, daya rehidrasi 115.22%, serat pangan 10.19%, daya cerna protein 22.43%. Sifat fisikokimia tiwul instan dapat dipengaruhi oleh formulasi subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum.

Kata kunci: Kecambah kacang tunggak, Tiwul instan, Xanthan gum ABSTRACT

The aim of this study are to determine the effect of substitution of cowpea sprout flour with the addition of xanthan gum on instant tiwul. The experimental design used was completely randomized design with first factor was cowpea sprout flour substitution (15%, 20%, 25%), while second factor was the addition of xanthan gum (1%, 1.5%, 2%). The best treatment was obtained by substitution of cowpea sprout flour by 20% and the addition of xanthan gum by 1.5% which produced instant tiwul with the characteristics: 9.00% water content, 1.84% ash content, 6.75% protein content, 73.45% starch content, amylose content 25.54%, swelling volume 126.06%, rehydration power 115.22%, dietary fiber 10.19%, protein digestibility 22.43%.The physicochemical properties of instant tiwul can be influenced by the substitution formulation of cowpea sprout flour and the addition of xanthan gum.

Keywords: Cowpea sprout, Tiwul instant, Xanthan gum PENDAHULUAN

Tiwul adalah makanan berbahan baku gaplek atau singkong yang telah dikeringkan dan dihaluskan menjadi tepung, kemudian dibentuk butiran untuk selanjutnya dimasak dengan cara dikukus.Tepung gaplek memiliki kadar karbohidrat sekitar 88.22% serta kandungan serat yang cukup tinggi (Cahyo, 2019). Kandungan karbohidrat dan serat yang tinggi pada tiwul memiliki efek mengenyangkan lebih lama (Santoso, 2011). Hal ini dikarenakan, kandungan

(2)

126 karbohidrat yang masih memiliki ikatan kompleks serta sifat serat yang mampu menahan air dan membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan mengakibatkan tiwul menjadi relative lama untuk dicerna oleh lambung. Oleh karena hal tersebut, tiwul dapat dijadikan makanan alternatif yang sehat penganti nasi. Namun, semakin kesini tiwul kurang diminati oleh konsumennya dikarenakan proses pembuatan dan memasaknya yang membutuhkan waktu 20-30 menit, nilai gizi tiwul yang masih dianggap rendah, serta umur simpan yang pendek.

Peningkatan nilai tawar tiwul sebagai makanan pokok penganti nasi yang lebih sehat dapat dilakukan dengan beberapa upaya diantaranya perbaikan karakteristik tiwul dan kandungan gizi didalamnya.

Tiwul instan yang beredar dipasaran sudah dalam bentuk kering, namun dalam pemasakannya masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menanaknya serta kandungan nutrisinya yang masih rendah. Tiwul instan merupakan hasil pengembangan tiwul konvensional yang telah matang, dikeringkan kembali guna menurunkan kadar air didalamnya.

Produk instan memiliki karakateristik daya rehidrasi yang baik serta kondisi produk seperti sebelum dilakukan pengeringan, sehingga menurut Opara et al., (2013) dalam Rukmini &

Naufalin, (2015) bahwa sifat instan suatu produk bertumpu pada proses gelatinisasi, pengeringan, dan rehidrasi. Sifat instan dan kematangan suatu produk akan cepat tercapai jika memiliki daya serap air yang tinggi(Herawati, 2018). Xanthan gum merupakan hidrokoloid yang memiliki sifat khas yaitu daya ikat air yang kuat pada konsentrasi yang rendah. Pada konsentrasi 1% xanthan gum mampu meningkatkan daya serap air pada produk sebesar 249%

(Rahmi et al., 2018). Penambahan xanthan gum dapat menghasilkan tekstur yang lebih kenyal pada produk mie kering (Lubis et al., 2018)

Pengingkatan nilai pada gizi tiwul, perlu dilakukan terutama protein pada tiwul instan dengan penambahan protein dari tepung kacang hijau, kedelai dan tepung kacang-kacangan lainnya (Markus & Oematan, 2019). Kacang tunggak adalah jenis kacang-kacangan yang banyak ditemui di Indonesia. Kandungan protein kacang tunggak cukup tinggi dan relatif lebih murah dibandingkan kedelai. Kandungan protein tepung kacang tunggak sebesar 26.41%, sedangkan jika dilakukan proses perkecambahan kandungan proteinnya meningkat menjadi 28.18% (Elvira et al., 2019)

Berdasarkan uraian diatas, maka kajian subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum pada pembuatan tiwul instan perlu dilakukan. Hal ini bertujuan mengetahui pemanfaatan tepung kecambah kacang tunggak dan xanthan gum pada tiwul instan selain dapat meningkatkan karakteristik dan nilai gizi pada tiwul, diharapkan juga dapat meningkatkan nilai tawar tiwul sebagai makanan pokok alternatif penganti nasi.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain singkong dan kacang tunggak yang diperoleh dari pasar Sopoyono, Surabaya. Xanthan gum dari toko bahan kimia Tri Star Surabaya, aquades, H2SO4, NaOH, HCl, Asam Borat, Buffer Walphole, enzim pepsin, dan Trichloroacetic Acid.

Etanol 95%, etanol 78%, aseton, pospat buffer 0.08 M, termamyl, protease (P-3910), amyloglucosidase (A-9913, sigma), NaOH 0.275N, HCL 0.325N, celite c-211.

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain: nampan, kompor panci, pengering kabinet, dandang, baskom, kain lap, alat penyaring, blender. Alat yang digunakan pada uji daya kembang menggunakan gelas ukur, timbangan, oven. Pada uji kadar protein menggunakan labu kjeldahl. Alat yang digunakan pada uji daya cerna protein menggunakan shake waterbath, sentrifuse, kertas saring whatman no.41. Pada uji kadar air menggunakan oven, botol timbang, neraca analitik, desikator. Pada uji kadar abu menggunakan cawan porselin, tanur.

(3)

127 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancang acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x3 dengan 2 faktor yaitu subtitusi tepung kecambah Kacang Tunggak yang digunakan (A) sebanyak 3 taraf (15%, 20%, 25%) dan penambahan Xanthan Gum (B) sebanyak 3 taraf (1%, 1.5%, 2%) dari total tepung.

A1B1= tepung kecambah kacang tunggak 15%: tepung gaplek 85% dan Xantan Gum 1%

A1B2= tepung kecambah kacang tunggak 15%: tepung gaplek 85% dan Xantan Gum 1.5%

A1B3= tepung kecambah kacang tunggak 15%: tepung gaplek 85% dan Xantan Gum 2%

A2B1= tepung kecambah kacang tunggak 20%: tepung gaplek 80% dan Xantan Gum 1%

A2B2= tepung kecambah kacang tunggak 20%: tepung gaplek 80% dan Xantan Gum 1,5%

A2B3= tepung kecambah kacang tunggak 20%: tepung gaplek 80% dan Xantan Gum 2%

A3B1= tepung kecambah kacang tunggak 25%: tepung gaplek 75% dan Xantan Gum 1%

A3B2= tepung kecambah kacang tunggak 25%: tepung gaplek 75% dan Xantan Gum 1,5%

A3B3= tepung kecambah kacang tunggak 25%: tepung gaplek 75% dan Xantan Gum 2%

Guna memastikan adanya interaksi dan dampak antara masing-masing perlakuan, maka data yang diperoleh dilakukan analisis dengan ANOVA dan uji lanjut dilakukan dengan DMRT dengan signifikansi 0.05.

Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Gaplek

Penelitian ini meliputi pembuatan tepung gaplek yaitu singkong segar dibersihkan dari kulitnya kemudian dilakukan pencucian, pemotongan/ pengecilan ukuran, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan untuk mendapatkan tepung halus menggunakan ayakan 80 mesh.

2. Pembuatan Tepung Kecambah Kacang Tunggak

Pembuatan tepung kecambah kacang tunggak dilakukan dengan tahapan sortasi kacang tunggak, perendaman selama ±8 jam dan penirisan. Kacang tunggak yang telah ditiriskan kemudian disimpan pada wadah yang lembab dan tanpa cahaya selama 24 jam.

Kacang tunggak yang telah disimpan akan berubah menjadi kecambah setelah 24 jam, kemudian dilakukan pengeringan pada suhu 50 ̊C selama 24 jam pada kabinet dryer.

Kecambah kacang tunggak yang telah kering selanjutnya digiling dan dilakukan pengayakan dengan ukuran 60 mesh.

3. Pembuatan Tiwul Instan

Pembuatan tiwul instan dengan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum dengan formulasi sesuai perlakuan dicampur rata dan ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai adonan berbentuk granula seragam. Granula yang telah terbentuk selanjutnya dilakukan steam blanching selama± 20 menit. Tiwul yang telah matang kemudian didiamkan selama ±24 jam disuhu ruang. Tiwul yang telah dinging selanjutnya dikeringkan pada cabinet dryer pada suhu 55-60 0C selama 2 jam atau kering patah, maka diperoleh tiwul instan mentah.

Metode

Analisis Fisik meliputi: volume pengembangan (Bahnessy, 1998 dalam Gumilar, 2012) dan daya rehidrasi (Ramlah, 1997 dalam Tuhumury et al., 2020). Analisis kimia meliputi:

Analisis kimia meliputi kadar air menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar abu menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar protein menggunakan metode Kjeldahl (AOAC, 2001), kadar pati menggunakan metode hidrolisis asam (AOAC, 2005), kadar amilosa (AOAC, 2005), dan pada sampel dengan perlakuan terbaik dilakukan uji serat pangan dengan metode enzimatis (AOAC, 1995), daya cerna protein dengan menggunakan metode enzimatis (AOAC, 2005).

(4)

128 Prosedur Analisis

Volume Pengembangan (Bahnessy, 1998 dalam Gumilar, 2012)

Uji volume pengembangan dilakukan dengan mengukur volume awal sampel mentah dan volume sampel setelah mengalami pemasakan. Sampel tiwul mentah ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukan dalam gelas ukur. Sampel tiwul matang ditimbang sebanyak 10g, kemudian dimasukan dalam gelas ukur. Perhitungan volume pengembangan antara lain:

Volume Pengembangan (%) = Volume Akhir -Volume Awal X 100%

Volume Awal Daya Rehidrasi (Ramlah, 1997)

Uji daya rehidrasi dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 10g, kemudian dilakukan pengukusan sampai matang ±3-5 menit. Sampel tiwul yang telah matang kemudian ditiriskan. Kemudian sampel dilakukan penimbangan. Perhitungan daya rehidrasi antara lain:

Daya Rehidrasi (%) = Berat Akhir - Berat Awal X 100%

Berat Awal Kadar Air (AOAC, 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan memasukan sampel sebanyak 2 g pada botol timbang, kemudian dipanaskan pada oven dengan suhu 105 0C selama 5 jam dengan tutup botol timbang dibuka saat masuk oven. Botol timbang ditutup dan diletakan kedalam desikator selama 15 menit, kemudian lakukan penimbangan. Botol timbang selanjutnya dikeringkan kembali sampai berat konstan. Perhitungan kadar air antara lain:

Kadar Air (%) = Berat Awal - Berat Akhir X 100%

Berat Awal Kadar Abu (AOAC, 2005)

Analisis kadar abu dilakukan dengan memasukan sampel sebanyak 2 g pada cawan porselin yang telah dikeringkan. Sampel kemudian dimasukan kedalam tanur bersuhu 500- 600 0C selama 5 jam atau sampai pengabuan sempurna sehingga diperoleh abu berwarna putih. Perhitungan kadar abu antara lain:

Kadar Abu (%) = Berat Sampel awal- (Berat Sampel Akhir- Berat cawan kosong) X 100%

Berat Sampel Awal

Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 2001)

Analisis kadar protein dilakukan dengan memasukan sampel 2 g ke labu kjeldhal.

Tambahkan 20 ml H2SO4 dan 1 tablet kjeldhal. Larutan kemudian didekstruksi pada suhu 300

0C. Larutan kemudian ditambahkan NaOh 40% pada labu kjeldhal dan dibilas dengan akuades. Larutan ditambahkan asam borat 4% kemudian lakukan titrasi dengan HCL 0,1N.

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam (AOAC, 2005)

Analisis kadar pati dilakukan dengan memasukan 1 g sampel kedalam erlenmayer dan ditambahkan 200 ml HCL. Sampel kemudian dilarutkan dengan 100 ml akuades. Kemudian lakukan penyaringan dengan kertas saring dan cuci filtrat sampai volume 250 ml. Residu yang tersaring kemudian dicuci dengan 200 ml akuades ditambah 20 ml HCL kedalam erlenmayer.

Tutup erlenmayer dan panaskan dipenangas air selama 2.5 jam, kemudian dinginkan pada Kadar Protein (%) = Volume HCL x N HCL x 14.007 x 6,25 X 100%

Berat Sampel (mg)

(5)

129 suhu kamar. Sampel dinetralkan dengan NaOH 1 N dan diencerkan hingga 250ml. Saring kembali sampel dengan kertas saring, kadar gula dihitung sebagai glukosa ditentukan dari filtrat yang diperoleh. Berat glukosa dikalikan dengan fakktor konversi 0,9.

Kadar pati (%) = X x Fp x 0,9

X 100%

mg Keterangan:

X = absorbansi sampel yang telah distandarisasi oleh kurva standar Fp = faktor pengenceran

Mg = berat sampel

Kadar Amilosa (AOAC, 2005)

Analisis kadar amilosa dilakukan dengan memasukan sampel sebanyak 100mg kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N lalu dikocok dengan menggunakan vortex. Larutan selanjutnya di panaskan selama 10 menit dan kemudian diencerkan hingga 100ml. Larutan yang telah diencerkan diambil 5ml dan ditambahkan 1ml larutan asam asetan 1 N dan 2 ml larutan iod 0.01N dan akuades untuk pengenceran 100ml.

Larutan kemudian dipanaskan kembali pada suhu 300C selama 20 menit. Kemudian di ukur absorbansinya pada spektrofotometer pada panjang gelombang 620nm.

Kadar Amilosa (%) = A x Fp X V X 100%

Berat Awal (mg) Keterangan :

A = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml) Fp = faktor pengenceran

V = volume awal (ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Bahan Baku

Analisis bahan baku ditujukan untuk mengetahui pengaruh komposisi bahan baku terhadap produk. Hasil analisis bahan baku tiwul instan disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis Bahan Baku

Parameter

Tepung Gaplek Tepung Kecambah kacang tunggak Hasil

analisis Literatur*) Hasil

Analisis Literatur*) Kadar Air (%) 10.75±0.07 Maks. 13* 4.99±0.11 2.60***

Kadar Abu (%) 1.61±0.06 Maks. 3* 3.39±0.15 4.15***

Kadar Pati (%) 82.72±0.18 Min. 70 * 41.38±0.03 41.25****

Kadar Amilosa (%) 31.26±0.29 27.42** - -

Kadar Protein (%) 3.38±0.24 Min. 1.20* 28.16±0.30 28.18***

Daya Cerna Protein (%) - - 47.06±0.12 48.45***

Sumber: *(BSN, 1996)**(Astuti et al., 2019), *** (Elvira et al., 2019), **** (Ramdhani, 2014) Berdasarkan hasil analisis bahan baku berupa tepung gaplek dan tepung kecambah kacang tunggak pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan pada tepung gaplek dan tepung kecambah tidak jauh berbeda dengan hasil pada literatur, hal ini dikarenakan tidak terdapat perlakuan khusus pada masing-masing bahan baku. Hasil analisis tepung gaplek meliputi kadar air 10.75%, kadar abu 1.61%, kadar pati 82.72%, kadar amilosa 31.26%, kadar protein 3.38% hal ini telah sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional (1996). Hasil analisis

(6)

130 tepung kecambah kacang tunggak meliputi kadar air 4.99%, kadar abu 3.39%, kadar pati 41.38%, kadar protein 28.16%, dan daya cerna protein sebesar 47.06%.

2. Analisis Fisik Produk Tiwul instan

Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap tiwul instan, diketahui pada perlakuan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum terdapat pengaruh yang nyata terhadap tiwul instan. Hasil analisis fisik tiwul instan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Fisik Tiwul Instan.

Perlakuan Parameter

Volume Pengembangan (%) Daya Rehidrasi (%) A1B1

A1B2 A1B3

135.86±0.03e 138.89±0.23f 140.28±0.47g

117.32±0.06f 117.56±0.11f 118.07±0.29g A2B1

A2B2 A2B3

125.59±0.06b 126.06±0.17bc 127.02±0.10d

114.82±0.08c 115.22±0.33d 116.44±0.07e A3B1

A3B2 A3B3

124.03±0.20a 124.44±0.49a 126.94±0.47cd

113.88±0.01a 114.30±0.22b 114.57±0.01bc

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama, berbeda signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Volume Pengembangan.

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa semakin kecil subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan semakin besar xanthan gum yang ditambahkan, diduga mampu meningkatkan nilai volume pengembangan tiwul instan. Peningkatan volume kembang tiwul instan disebabkan karena adanya air yang terperangkap oleh pati yang tergelatinisasi, sehingga semakin tinggi kadar pati pada tepung komposit, maka volume pengembanganya semakin meningkat. Peningkatan volume kembang juga dipengaruhi oleh penambahan xanthan gum, yang memiliki sifat mengikat air secara kuat. Penambahan xanthan gum dengan nilai yang lebih tinggi menyebabkan volume kembangnya juga meningkat. Hal ini dikarenakan air yang terserap saat rehidrasi, serta uap air saat pemasakan diikat kuat oleh ikatan hidrogren dari gugus hidroksil xanthan gum. Sehingga air terperangkap dan membentuk gel yang menyebabkan volume kembang tiwul instan meningkat dan menjadi kenyal. Sesuai dengan pernyataan Akbar, (2017) bahwa xanthan gum yang bersifat hidrofilik akan mengembang saat didispersikan kedalam air sehingga terjadi gaya tarik menarik antar gugus hidrogen dengan gugus fungsional pada tiwul instan, sebagai akibat terbentuknya ikatan hidrogen. Air yang terserap kemudian terperangkap dalam matriks kompleks antar gugus hidroksil dengan pati maupun protein sehingga produk mengalami pengembangan.

Uji Daya Rehidrasi

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa semakin kecil subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan semakin besar xanthan gum yang ditambahkan menunjukkan peningkatan daya rehidrasi tiwul instan. Hal ini diduga kadar pati pada tepung komposit tiwul instan mempengaruhi daya rehidrasi produk. Menurut Septyani et al., (2021) daya rehidrasi produk dipengaruhi oleh kadar pati pada bahan baku terutama kandungan amilosanya. Selain pati, kandungan protein pada tepung komposit tiwul instan juga mempengaruhi rehidrasi produk.

Hal ini dikarenakan protein juga bersifat hidrofilik, sehingga air dapat dengan cepat diserap dan diikat pada proses pemasakan. Menurut Rukmini & Naufalin, (2015) bahwa daya rehidrasi dipengaruhi oleh senyawa kimia bahan baku produk yang berikatan dengan molekul air.

(7)

131 Peningkatan daya rehidrasi tiwul instan juga dipengaruhi oleh penambahan hidrokoloid berupa xanthan gum, dimana semakin banyak penambahan xanthan gum maka diperoleh daya rehidrasi yang meningkat. Menurut Srikaeo et al.,(2018) kemampuan mengikat air yang tinggi pada xanthan gum dapat meningkatkan sifat instan suatu produk. Penelitian Septyani et al., (2021) penambahan konsentrasi xanthan gum dapat meningkatkan daya rehidrasi pada makaroni berbasis tepung cassava dan tepung biji Nangka sebesar 99.26% hingga 111.56%.

3. Analisis Kimia Produk Tiwul instan

Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap tiwul instan, diketahui pada perlakuan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum terdapat pengaruh yang nyata terhadap tiwul instan. Hasil analisis kimia tiwul instan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kimia tiwul instan.

Perlakua n

Parameter Kadar Air

(%)

Kadar Abu (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Pati (%)

Kadar Amilosa (%) A1B1

A1B2 A1B3

8.60±0.02b 8.27±0.07a 9.54±0.04d

1.68±0.01a 1.57±0.49a 1.73±0.34a

6.45±0.01a 6.48±0.01ab 6.51±0.03b

74.74±0.11d 75.47±0.11e 75.83±0.41e

26.91±0.43e 27.82±0.14f 28.72±0.29g A2B1

A2B2 A2B3

8.40±0.05ab 9.00±0.04c 9.81±0.22e

1.82±0.47a 1.84±0.01a 1.69±0.40a

6.72±0.02c 6.75±0.02cd 6.78±0.01d

72.33±0.44b 73.45±0.03c 74.78±0.05d

24.37±0.14bc 25.54±0.29d 27.42±0.288ef A3B1

A3B2 A3B3

9.03±0.01c 9.37±0.02d 10.16±0.19f

1.79±0.28a 1.92±0.39a 1.97±0.22a

6.93±0.01e 6.97±0.01f 7.04±0.01g

71.22±0.10a 72.25±0.49b 72.66±0.02b

23.12±0.00a 23.90±0.14b 24.68±0.14c Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama, berbeda signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Kadar Air

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa semakin besar subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum, diketahui bahwa kadar air pada tiwul instan semakin tinggi. Hal ini diduga, bahan baku pembuatan tiwul instan banyak mengandung komponen pati dan protein yang bersifat hidrofilik. Kadar pati pada bahan baku meliputi tepung gaplek sebesar 82.72%, tepung kecambah kacang tunggak sebesar 41.38% serta kandungan protein didalamnya sebesar 28.16% dan juga penambahan xanthan gum yang merupakan polisakarida memiliki gugus polar ikut membantu dalam menyerap air pada tiwul instan. Sifat hidrofilik pati dan protein inilah yang berperan dalam menyerap air selama proses pembuatan dan pemasakan tiwul instan. Menurut Ramadhan et al., (2015) bahwa proses penyerapan air terjadi sebagai bentuk interkasi gugus hidroksil dengan gugus polar pada xanthan gum yang membentuk ikatan hidrogen. Banyaknya air terikat oleh xanthan gum akan memperkecil jumlah air yang dapat diuapkan selama proses pengeringan. Kadar air pada tiwul instan hasil penelitian berkisar 8.27%- 10.16%, hal ini menunjukkan bahwa kadar air tiwul instan hasl penelitan telah sesuai dengan komposisi dan nilai gizi tiwul instan menurut data Kementrian Kesehatan mengenai tabel komposisi pangan Indonesia yakni sebesar 9.1%.

Kadar Abu

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa kadar abu pada tiwul instan dengan perlakuan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak tidak terdapat pengaruh yang nyata dimasing- masing perlakuan. Kadar abu tiwul instan dipengaruhi oleh kandungan mineral pada masing- masing bahan baku pembuatan tiwul instan yakni pada tepung gaplek sebesar 1.61% dan tepung kecambah kacang tunggak sebesar 3.39%. Diduga, selisih subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan xanthan gum yang digunakan masih terlalu kecil. Menurut Damartika et

(8)

132 al., (2018) bahwa subtitusi tepung kecambah kacang tunggak sebesar 10%, 20%, dan 30%

tidak berbeda nyata terhadap kadar abu pada nasi kecambah sorgum. Penambahan xanthan gum pada tiwul instan tidak berbeda signifikan terhadap kadar abu, diduga xanthan gum merupakan hidrokoloid yang tersusun dari rantai glukosa dan bukan sumber mineral. Menurut penelitian Septyani et al., (2021) penambahan xanthan gum pada produk makroni kering tidak berbeda nyata pada konsentrasi 1.5%-2%. Kadar abu tiwul instan yang diperoleh pada hasil penelitian lebih rendah dibanding standar kadar abu tiwul instan menurut Kementrian Kesehatan mengenai tabel komposisi pangan Indonesia yakni sebesar 2.7%.

Kadar Protein

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa semakin besar subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum pada tiwul instan maka kadar proteinnya semakin meningkat. Hal ini diduga pengaruh penggunaan bahan baku tepung kecambah kacang tunggak yang kandungan proteinnya berkisar 28.16%, sehingga kadar protein didalam tepung komposit tiwul instan semakin besar dibandingkan tiwul tanpa subtitusi.

Menurut Rukmini & Naufalin, (2015) tiwul instan berbahan baku tepung gaplek 100%

tanpa subtitusi bahan lain, memiliki kadar protein sebesar 1.2%. Hal ini juga didukung pendapat Zainuddin et al., (2020) bahwa xanthan gum merupakan polisakarida dengan gugus polar yang banyak, sehingga penggunaan xanthan gum yang tinggi akan mengikat atom N pada struktur polipetida. Kadar protein yang diperoleh pada hasil penelitian lebih tinggi dibanding standar protein tiwul instan menurut Kementrian Kesehatan mengenai tabel komposisi pangan Indonesia yakni sebesar 3.2%.

Kadar Pati

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa semakin rendah subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan semakin tinggi xanthan gum yang ditambahkan, diketahui kadar pati tiwul instan semakin meningkat. Diduga subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dapat mengurangi total kadar pati pada tepung komposit tiwul instan, mengingat kadar pati tepung kecambah kacang tunggak sebesar 41.38% sedangkan tepung gaplek sebesar 82.72%.

Sesuai dengan pernyataan Febrianty et al., (2015) bahwa setiap bahan baku yang digunakan memiliki kadar pati yang berbeda-beda. Hal ini didukung oleh pernyataan Sibuea, (2001) bahwa semakin besar xanthan gum yang ditambahkan, semakin bertambah juga jumlah patinya. Hal ini dikarenakan xanthan gum memiliki gugus glukosa melalui ikatan glikosidik β 1- 4, serta mampu mengikat pati selama proses perendaman dan pengukusan sehingga pati yang terlarut dan hilang semakin berkurang.

Kadar Amilosa

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa semakin kecil subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan semakin besar xanthan gum yang ditambahkan, kadar amilosa pada tiwul instan semakin meningkat. Diduga subtitusi tepung kecambah kacang tunggak mampu mengurangi kadar amilosa pada tepung komposit tiwul instan. Kadar amilosa tepung komposit tiwul instan yang semakin menurun menunjukkan semakin rendahnya kadar amilosa pada bahan baku.

Menurut Rakhmawati et al., (2014) bahwa komposisi kimia suatu produk dipengaruhi oleh komposisi bahan baku pembuatannya. Penambahan xanthan gum dengan konsentrasi yang lebih tinggi menunjukkan adanya peningkatan kadar amilosa. Hal ini didukung oleh Ratnawati

& Afifah, (2018) bahwa ikatan antara amilosa dan hidrokoloid dapat mengurangi terjadinya pelepasan amilosa dari pati, sehingga senyawa terlarut yang hilang saat pemasakan tiwul instan lebih kecil.

4. Analisis Perlakuan Terbaik

Sampel dengan perlakuan terbaik ditentukan menggunakan uji pembobotan Multiple Attribute Utility Theory yang didasarkan pada hasil analisis fisik dan kimia. Perlakuan terbaik diperoleh pada sampel A2B2 yakni subtitusi tepung kecambah kacang tunggak 20% dan

(9)

133 penambahan xanthan gum 1.5%. Sampel selanjutnya dilakukan analisis total serat pangan serta daya cerna protein. Hasil analisis total serat pangan dan daya cerna protein disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis total serat pangan dan daya cerna protein.

Berdasarkan Tabel 4. Diketahui bahwa sampel dengan perlakuan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak 20% dan penambahan xanthan gum 1.5% diperoleh kadar serat pangan total dan daya cerna protein masing-masing sebesar 10.19% dan 22.43%. Kandungan serat pangan total dan daya cerna protein pada tiwul instan berasal dari tepung gaplek dan tepung kecambah kacang tunggak yang digunakan serta proses pembuatan tiwul instan. Hal ini sesuai dengan pernyatan Agustina et al., (2013) bahwa kadar pati berbanding lurus dengan kadar serat dimana semakin besar kadar pati suatu produk, maka kandungan serat didalamnya juga semakin tinggi. Menurut Hidayat & Akmal, (2015) bahwa tingginya pati resisten yang terbentuk pada beras siger, terjadi akibat retrogradasi pati saat proses pengeringan. Peningkatan kadar serat pangan dan daya cerna protein pada tiwul instan menurut Ambarsari et al., (2022) dikarenakan adanya bahan tambahan lain sebagai sumber serat pangan dan protein dari kacang-kacangan yang dapat meningkatkan kadar serat pangan total serta daya cerna protein pada produk akhir. Didukung juga oleh Gustiani et al., (2018) xanthan gum merupakan polisakarida yang juga termasuk tipe serat terlarut. Hasil analisis serat pangan total dan daya cerna protein yang diperoleh pada sampel dengan perlakuan terbaik yakni 10.16% dan 22.43%, menunjukkan tiwul instan hasil penelitian telah sesuai dengan komposisi dan nilai gizi tiwul instan menurut data Kementrian Kesehatan mengenai tabel komposisi pangan Indonesia yakni sebesar 4.2% serat dan 3.2% protein dari total 100gr dari Bagian yang Dapat Dimakan (BDD).

SIMPULAN

Subtitusi tepung kecambah kacang tunggak dan penambahan xanthan gum pada tiwul instan berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan, daya rehidrasi, kadar air, kadar protein, kadar pati, kadar amilosa. Berdasarkan hasil analisis perlakuan terbaik diketahui bahwa sampel dengan subtitusi tepung kecambah kacang tunggak 20% dan penambahan xanthan gum 1.5% merupakan sampel dengan perlakuan terbaik dengan karakteristik meliputi:

kadar air 9.00%, kadar abu 1.84%, kadar protein 6.75%, kadar pati 73.45%, kadar amilosa 25.54%, volume pengembangan 126.06%, daya rehidrasi 115.22%, serat pangan 10.19%, daya cerna protein 22.43%

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N., Waluyo, S., Warji, & Tamrin. (2013). Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Koefisien Difusi Dan Sifat Fisik Kacang Merah ( Phaseolus vulgaris L .). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 2(1), 35–42.

Akbar, A. (2017). Pengaruh Konsentrasi Karagenan Dan Asam Sitrat Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sensori Selai Lembaran Jambu Biji Merah (Psidium Guajava Linn).

(Skripsi Sarjana, Universitas Brawijaya) http://repository.ub.ac.id/id/eprint/1308/7/Argha Akbar.pdf.

Ambarsari, I., Endrasari, R., & Anomsari, S. D. (2022). Nutritional and sensory characteristics Perlakuan

Serat pangan total (%)

Daya cerna protein (%) Proporsi subtitusi tepung

kecambah kacang tunggak (TKKT:TG)

Penambahan xanthan gum

(%)

20: 80 1.5 10.19 22.43

(10)

134 of tiwul made from different fortified tuber flours. E3S Web of Conferences, 361.

https://doi.org/10.1051/e3sconf/202236104008.

Astuti, S., S., S. A., & Anayuka, S. A. (2019). Sifat Fisik dan Sensori Flakes Pati Garut dan Kacang Merah dengan Penambahan Tiwul Singkong. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 19(3), 232. https://doi.org/10.25181/jppt.v19i3.1440.

BSN. (1996). SNI 01-2997-1996 Tepung singkong. Badan Standardisasi Nasional, 1–10.

Cahyo, D. D. (2019). Karakteristik Fisikokimia Dan Sifat Fungsional Tepung Gaplek Terfermentasi. Digital Repository Universitas Jember.

Elvira, N., Wisaniyasa, N. W., & A, N. M. I. H. (2019). Studi Sifat Kimia , Fungsional , Dan Daya Cerna Protein Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata L. Walp).

Scientific Journal of Food Technology, 6(1), 43–53.

Febrianty, K., Widyaningsih, T. D., Wijayanti, S. D., Panca, N. I., Maligan, J. M., Korespondensi, P., Tunggak, K., & Jalar, U. (2015). Pengaruh Proporsi Tepung ( Ubi Jalar Terfermentasi : Kecambah Kacang Tunggak ) Dan Lama Perkecambahan Terhadap Kualitas Fisik Dan Kimia Flake. Jurnal Pangan Dan Argoindustri, 3(3), 824–834.

Gustiani, S., Helmy, Q., Kasipah, C., & Novarini, E. (2018). Produksi Dan Karakterisasi Gum Xanthan Dari Ampas Tahu Sebagai Pengental Pada Proses Tekstil. Arena Tekstil, 32(2), 1–8. https://doi.org/10.31266/at.v32i2.3528.

Herawati, H. (2018). Potensi Hidrokoloid Sebagai Bahan Tambahan Pada Produk Pangan Dan Nonpangan Bermutu. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 37(1), 17.

https://doi.org/10.21082/jp3.v37n1.2018.p17-25.

Hidayat, B., & Akmal, S. (2015). Kajian Potensi Beras Siger (Tiwul Instan) Fortifikasi Sebagai Pangan Fungsional. Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan, 2(April), 473–

479.

Lubis, Y. M., Sulaiman, M. I., & Hayati, M. (2018). Karakteristik Mi Jagung Dengan Penambahan Jenis Hidrokoloid (Guar Gum Dan Xanthan Gum) Pada Berbagai Konsentrasi. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian, 10(02), 1–5.

https://doi.org//10.17969/jtipi.v10i2.11937.

Markus, J. E. R., & Oematan, S. S. (2019). Sifat Kimia Dan Uji Preferensi Tiwul Instan. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, August.

Opara, C. C., Agueze, C. C., & Abraham, A. (2013). Dehygration and Rehydration of Fufu.

Greener Journal of Science, Engineering and Technology Research, 3(2), 68–75.

Rahmi, S., Aisyah, Y., & Arpi, N. (2018). Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Hidrokoloid Terhadap Kadar Air dan Daya Serap Air Mi Kering Ubi Jalar ( Ipomoea batatas L .). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 3(1), 367–370.

Rakhmawati, N., Amanto, B. S., & Danar, P. (2014). Formulasi Dan Evaluasi Sifat Sensoris Dan Fisikokimia Produk Flakes Komposit Berbahan Dasar Tepung Tapioka, Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Dan Tepung Konjac (Amorphophallus oncophillus). Jurnal Teknosains Pangan, 3(1), 63–73.

Ramadhan, K., Atmaka, W., & Widowati, E. (2015). Kajian Pengaruh Variasi Penambahan Xanthan Gum Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Serta Organoleptik Fruit Leather Kulit Buah Naga Daging Super Merah (Hylocereus Costaricensis). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, VIII(2), 115–122.

Ramdhani, A. F. (2014). Pengaruh Penambahan Karaginan Terhadap Karakteristik Pasta Campuran Tepung Garut (Maranta arundinaceae L.) Dan Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) Serta Potensinya Sebagai Bahan Baku Bihun. (Skripsi Sarjana, Universitas Brawijaya).

Ratnawati, L., & Afifah, N. (2018). Pengaruh Penggunaan Guar Gum, Carboxymethylcellulose (CMC) dan Karagenan terhadap Kualitas Mi yang Terbuat dari Campuran Mocaf, Tepung Beras dan Tepung Jagung. PANGAN, 27(1), 43–54.

Rukmini, H. S., & Naufalin, R. (2015). Formulation of High Protein-Instant Tiwul by Cereal Germs And Soy Protein. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 25(3), 190–197.

Santoso, A. (2011). Serat pangan dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Magistra, 75, 35–40.

(11)

135 Septyani, W. H., Sarofa, U., & Winarti, S. (2021). Karakteristik Makaroni Cassava dan Biji Nangka yang Diperkaya Ekstrak Kelor dengan Penambahan Gum Xanthan. Jurnal Ilmu Pangan Dan Hasil Pertanian, 5(1), 59–74. https://doi.org/10.26877/Jiphp.V5i1.8133.

Sibuea, P. (2001). Penggunaan Gum Xanthan Pada Subtitusi Parsial Terigu Dengan Tepung Jagung Dalam Pembuatan Roti. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 12(2), 108–116.

Srikaeo, K., Laothongsan, P., & Lerdluksamee, C. (2018). International Journal of Biological Macromolecules Effects of gums on physical properties , microstructure and starch digestibility of dried-natural fermented rice noodles. International Journal of Biological Macromolecules, 109, 517–523. https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2017.12.121.

Zainuddin, A., Mansyur, M. H., & Moha, C. D. (2020). Aplikasi Xanthan Gum pada Pengolahan Susu Tempe. Gorontalo Agriculture Technology Journal. P-ISSN : 2614-1140; E-ISSN:

2614-2848, 3(2), 63–71.

Referensi

Dokumen terkait

4.2 People outside of the target policy According to data obtained from BPMPK about achieving PBL policy is more emphasis on infrastructure development of the environment and the