• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akulturasi Budaya Islam di Indonesia

N/A
N/A
DezzNutz Gaming

Academic year: 2024

Membagikan " Akulturasi Budaya Islam di Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

E. Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Akulturasi kebudayaan Islam adalah sebuah perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya. Contohnya, sebuah proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga dapat saling memengaruhi. Berikut wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam.

1. Seni Arsitektur dan Bangunan

Arsitektur bangunan bercorak Islam yang ada di Indonesia banyak dipengaruhi kebudayaan di India.

Masyarakat Gujarat pada awalnya beragama Hindu. Namun, sejak Islam masuk ke India sebagian dari mereka memeluk Islam. Gaya arsitektur bangunan di Gujarat merupakan akulturasi antara Hindu dan Islam sehingga bentuknya berbeda dengan bangunan yang berada di Arab. Dengan demikian, masuknya Islam ke Indonesia melalui Gujarat tidak memengaruhi bentuk bangunan Indonesia yang masih melekat dengan budaya Hindu-Buddha. Berikut bentuk akulturasi dalam bidang seni arsitektur dan bangunan.

a. Masjid

Dalam seni bangunan Islam, terdapat perpaduan antara unsur Islam dengan budaya pra-Islam. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid, sebab fungsi

utama masjid adalah sebagai tempat ibadah umat muslim. Masjid juga berfungsi untuk pusat penyelenggaraan keagamaan Islam, pusat mempraktikkan persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Sehingga masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan orang-orang Muslim. Di Indonesia sebutan masjid serta bangunan tempat peribadatan lain, sesuai masyarakat dan bahasa setempat. Masjid disebut mesjid di Jawa masigit dalam bahasa Sunda, meuseugit dalam bahasa Aceh, dan masigi dalam bahasa Makassar dan Bugis. Ciri-ciri masjid kuno yang terdapat di Indonesia sebagai berikut.

1) Atap berupa tumpang atau bersusun. Semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk limas, jumlah tumpang selalu ganjil (gasal) tiga atau lima. Atap demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi puncak (kemuncak) yang disebut mustaka.

2) Masjid umumnya dibangun di ibu kota atau dekat Istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dianggap keramat yang dibangun di atas bukit atau dekat makam. Contoh: masjid-masjid zaman Wali Sanga yang dibangun berdekatan makam.

Masjid Agung Demak merupakan salah satu bentuk akulturasi dalam seni bangunan

(2)

3) Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan, berbeda dengan masjid-masjid di luar Indonesia. Untuk menandai datangnya waktu salat, dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan. Contoh: Masjid Kudus dan Masjid Banten.

4) Biasanya terdapat ukiran bermotif hewan atau tumbuhan.

5) Memiliki pintu gerbang seperti gapura.

6) Mimbarnya berbentuk teratai.

7) Sekitar bangunan masjid terdapat kolam.

b. Makam

Makam bagi sebagian umat Islam di Indonesia dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Makam-makam Islam pada umumnya terletak di dekat masjid agung atau bekas kota pusat kasultanan. Makam Islam tertua di Indonesia yang bertahun 475 H (1082 M) adalah makam Fatimah binti Maimun yang ditemukan di Leran, Gresik, Jawa Timur. Beberapa contoh makam yang terletak di dekat masjid agung atau bekas kota pusat kesultanan sebagai berikut

1) Makam raja-raja Mataram Islam di Kota Gede, D.I. Yogyakarta.

2) Makam sultan-sultan Demak di samping Masjid Agung Demak, Jawa Tengah.

3) Makam sultan-sultan di Nanggroe Aceh Darussalam, seperti kompleks makam di Samudra Pasai, makam sultan-sultan Aceh di Kandang XII, Gunongan, dan di tempat

lain.

4) Makam sultan-sultan Palembang.

Makam-makam yang ditempatkan di daerah tinggi atau bukit menunjukkan akulturasi dengan tradisi yang percaya pada roh-roh nenek moyang yang sebelumnya sudah dikenal dalam pengejawantahan

(3)

pendirian punden-punden berundak Megalitik. Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha yang diwujudkan dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.

2. Aksara dan Seni Sastra

Perkembangan Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab. Bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul, yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu, tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab.

Pendidikan Antikorupsi

Usaha yang dilakukan terus-menerus untuk mencapai tujuan merupakan wujud kerja keras seseorang untuk men dapatkan apa yang diinginkannya

Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu-Buddha dan sastra Islam. Wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang digunakan, yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada zaman Hindu.

Berikut ini karya-karya seni sastra.

a. Babad

Babad adalah karya sastra berupa cerita berlatar belakang sejarah, Karya ini biasanya berupa cerita semata tentang uraian sejarah yang disertai bukti-bukti dan fakta. Contohnya Babad Cirebon, Babad Tanah Jawi, dan Babad Giyanti.

b. Hikayat

Hikayat adalah karya sastra berupa centa atau dongeng yang dibuat sebagai pelipur lara atau pembangkit semangat. Contohnya Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Raja-Raja Pasai.

c. Suluk

Suluk adalah kitab-kitab yang berisi masalah gaib, ramalan tentang hari baik atau buruk, dan makna atau simbol tertentu yang dihadapi manusia. Suluk-suluk tersebut merupakan bagian dari ajaran tasawuf. Suluk merupakan karya sastra tertua peninggalan kasultanan Islam di Indonesia. Contohnya Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, dan Suluk Sukarsa

d. Syair

(4)

Syair adalah puisi lama yang setiap baitnya terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contohnya Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai karya Hamzah Fansuri.

3. Sistem Kalender

Bukti akulturasi budaya Islam di sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. la melakukan perubahan nama-nama bulan pada tahun Saka. Bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender ini dimulai pada 1 Muharram 1043 Hijriah. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan 1 Sura 1555 Jawa atau 8 Agustus 1633 M. Melansir Keraton Jogja, Sultan Agung adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka yang berasal dari India. Kalender Saka didasarkan pergerakan matahari (solar), berbeda dengan kalender Islam yang berdasarkan pada pergerakan bulan (lunar), yaitu kalender Hijriyah.

Maka dari itu, perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh keraton tidak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam. Sultan Agung menginginkan agar perayaan-perayaan tersebut dapat bersamaan waktu. Untuk itulah, ia menciptakan sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan kalender Saka dan kalender Hijriah. Sistem penanggalan ini kemudian dikenal dengan kalender Jawa atau kalender Sultan Agung Kalender ini meneruskan tahun Saka, namun melepaskan sistem perhitungan yang lama dan menggantikannya dengan perhitungan berdasar pergerakan bulan.

4. Kesenian

Kedatangan Islam di Indonesia telah menghasilkan kesenian bernapas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Adapun kesenian tersebut sebagai berikut.

a. Debus

Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Dalam kesenian ini, pemain menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Kesenian Debus berawal pada abad ke-16 M, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Debus pernah digunakan sebagai sarana untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan Belanda pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

b. Tari Seudati

Seudati adalah sebuah tarian berasal dari Aceh. Seudati berasal dari kata syaidati yang artinya permainan orang besar. Seudati dimainkan oleh delapan orang dan melantunkan selawat nabi.

c. Wayang

(5)

Wayang diperkirakan sudah ada sejak 1500 SM yang berfungsi sebagai medium untuk mendatangkan arwah leluhur yang disebut hyang atau dahyang. Ketika agama Hindu dari India masuk ke Nusantara, wayang berkembang mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Pada perkembangan budaya Islam di Jawa, wayang digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Pada 1443 M. Sunan Kalijaga mengusulkan pada para wali untuk menciptakan wayang purwa dengan bahan kulit kambing yang kemudian dikenal sebagai wayang kulit.

5. Seni Ukir

Pada masa Islam, seni patung kurang mengalami perkembangan. Namun, seni ukir atau seni pahat yang berkembang pesat. Bentuk seni yang berkembang sebagai bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam sebagai berikut.

a. Seni hias berupa seni ukir atau seni pahat: para seniman mengembangkan dengan motif daun- daunan dan bunga-bungaan, seperti yang telah dikembangkan sebelumnya.

b. Seni hias dengan huruf Arab yang disebut kaligrafi.

c. Kreasi baru, yaitu bila ingin melukiskan makhluk hidup dilakukan dengan menyamarkan wujud makhluk hidup (binatang atau manusia) dengan berbagai hiasan.

Di Indonesia terdapat banyak bangunan-bangunan Islam berhiaskan berbagai motif ukir-ukiran yang terletak pada pintu atau tiang di bangunan keraton, masjid, gapura atau pintu gerbang. Pada masa ini juga dikembangkan seni ukir yang memadukan unsur-unsur Islam dengan Hindu-Buddha.

Pada zaman kerajaan-kerajaan Islam yang pertama di Jawa yang berpusat di Demak, Jepara merupakan kota pelabuhan terkemuka. Latar belakang tradisi ukir di Jepara terlihat dari salah satu peninggalan sejarah bernilai arkeologis, yaitu masjid dan pemakaman Mantingan.

Masjid Mantingan didirikan pada masa kejayaan Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat yang memerintah Jepara. Berdirinya Masjid Mantingan kemungkinan bersamaan dengan tumbuhnya seni ukir di Jepara. Faktor pendorong tumbuhnya seni ukir dan seni bangunan Islam di Jepara adalah akulturasi kebudayaan pra-Islam dan budaya Islam.

Masjid Mantingan Jepara dibangun pada 1481 Saka atau 1559 Masehi. Kompleks Masjid Mantingan mempunyai luas sekitar 7 hektare yang terdiri atas bangunan masjid, makam, dan museum. Di bangunan tersebut ditemukan banyak hiasan-hiasan dinding berupa ukiran batu putih yang sangat halus dan indah. Terdapat peninggalan seni ukir di Masjid Mantingan yang bernilai cukup tinggi.

Masjid Mantingan Jepara menjadi bukti akulturasi antara budaya pra-Islam (Hindu-Buddha dan Tiongkok) dengan budaya Islam, karena mempunyai:

a. seni pahat berupa relief-relief yang menempel di dinding masjid berjumlah 114 relief. Menjadikan Masjid Mantingan sebagai satu-satunya masjid yang mempunyai relief, seperti bangunan candi

b. bentuk mustaka dan atap tumpang masjid merupakan corak Hindu Majapahit;

(6)

c. bentuk barongsai pada relief yang digayakan (stilisasi) menunjukkan pengaruh Tiongkok.

6. Konsep Kekuasaan dan Sistem Keperc

Bentuk akulturasi tidak terjadi hanya dalam wilayah kesenian dan sosial kemasyarakatan tetapi juga merambah ke dalam dunia politik dan kekuasaan. Raja pada masa kerajaan- kerajaan Islam

menggunakan gelar sultan atau susuhunan. Sultan adalah istilah dalam bahasa Arab yang jika diindonesiakan sama dengan raja, yakni penguasa kerajaan. Susuhunan dari kata suhun yang artinya terhormat, disembah/dipuji. Jika pada masa Hindu-Buddha para brahmana berperan sebagai penasihat raja, pada masa Islam yang menjadi penasihat raja ialah pada wali/sunan atau kiai. Raja pada masa Islam juga memiliki kekuasaan yang besar seperti pada masa kerajaan-kerajaan Hindu- Buddha. Raja atau sultan dipandang sebagai wali atau wakil Tuhan di muka bumi agar kehidupan bermasyarakat terjamin. Bahkan, untuk raja-raja Jawa umumnya dan Mataram Islam khususnya, muncul konsep keagungbinatharaan. Dalam dunia pewayangan kekuasaan yang besar itu bisa digambarkan sebagai gung binathara bau dhendha nyakrawati (sebesar kekuasaan dewa, pemelihara hukum dan penguasa dunia). Raja tidak hanya berkuasa di bidang politik, tetapi juga di bidang agama sehingga muncul gelar Sayidin Panatagama.

Raja yang dikatakan baik adalah raja yang menjalankan kekuasaannya dalam keseimbangan antara kewenangannya yang besar dan kewajibannya yang besar juga. Konsep itulah yang disebut

keagungbinatharaan, yakni berbudi bawa leksana, ambeg adill para marta (meluap budi luhur mulia dan sikap adilnya terhadap sesama). Selain itu, tugas raja adalah anjaga tata titi tentreming praja (menjaga keteraturan dan ketenteraman hidup rakyat) supaya tercapai suasana karta tuwin raharja (aman dan sejahtera). Jika diibaratkan sama dengan konsep Hindu-Buddha berupa Asta Brata.

Selanjutnya, untuk pembinaan kekuasaan dilakukan dengan menyusun silsilah (silsilah politik) sebagai garis keturunan yang berhak menggantikan takhta kerajaan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bangunan Masjid Keraton Kanoman merupakan masjid kuno yang mengalami proses akulturasi budaya yaitu pengaruh budaya

B. Akulturasi Agama dan Budaya dalam Masyarakat Bugis Kehadiran Islam dalam masyarakat Bugis merupakan bentuk penerimaan nilai yang sama sekali baru ke dalam budaya yang

Berdasarkan hasil analisis terkait penelitian yang dilakukan tentang akulturasi Islam dan budaya lokal pada prosesi kegiatan Rokat Kampong maka dapat disimpulkan

Akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Indonesia, antara lain tampak pada seni arsitektur bangunan masjid kuno.. Arsitektur masjid kuno di Indonesia itu menunjukkan

Bentuk-bentuk bangunan di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah

MEMAHAMI KESADARAN SEJARAH MELALUI MATERI AKULTURASI BUDAYA PADA BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dengan demikian, etika dan manajemen dalam akulturasi Islam dan budaya lokal dapat menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan profesionalisme dan mengurangi korupsi dalam berbagai

Dokumen ini membahas konsep dasar asimilasi dan akulturasi dalam pembelajaran budaya, menjelaskan perbedaan dan persamaan kedua istilah