SOSIOHUMANIORA, 9(1), February 2023, pp. 17-28 2579-4728 (ISSN Online) | 2443-180X (ISSN Print)
Rokat Kampong: wujud akulturasi Islam dalam budaya lokal
Uswatun Hasanah*, Rosyidi
Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien, Jl. Raya Sumenep-Pamekasan, Sumenep, Jawa Timur 69465, Indonesia Correspondance:[email protected]
Received: 29 December 2022; Reviewed: 10 January 2023; Accepted: 20 January 2023
Abstract: The people of Tojeren Pragaan Daya Pragaan Sumenep hamlet maintain the local cultural values they have received from their ancestors but they also incorporate Islamic elements or activities into their implementation. Islamic activities that exist in these local cultural traditions create a new culture called Rokat Kampong which is a form of cultural acculturation. This research was conducted to see the form of Rokat Kampong implementation in Islamic acculturation. This research is descriptive phenomenological research with data collection through interviews, observation and documentation. The results showed that the community carried out the Rokat Kampong program by incorporating Islamic activities but did not abandon the local cultures they had received from their ancestors. Through various processions of Islamic activities and the slaughtering of goats in this Rokat Kampong program and the burial of heads, kokot of goats with beliefs, certain prayer processions, is evidence of the acculturation of Islam in the local culture. Based on the results of research, it can be concluded that, in Rokat Kampong activities, there are elements of local culture and acculturation of Islamic values that are included in.
Keyword: Acculturation of culture, Islam, local culture.
.
Abstrak: Masyarakat dusun Tojeren Pragaan Daya Pragaan Sumenep menjaga nilai-nilai budaya lokal yang telah mereka terima dari nenek moyang mereka namun mereka juga memasukkan unsur-unsur atau kegiatan- kegiatan yang Islami dalam pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan Islami yang ada dalam kegiatan-kegiatan budaya lokal tersebut menciptakan sebuah kebudayaan baru yang disebut Rokat Kampong yang merupakan bentuk dari akulturasi budaya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bentuk pelaksanaan Rokat Kampong dan akulturasi Islam yang ada di dalam prosesi kegiatannya. Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologis deskriptif dengan pengumpulan data melalui interview, observasi dan dokumentasi. Tujuan dari penelitian ini, untuk melihat pelaksanaan kegiatan Rokat Kampong dan berbagai akulturasi Islam yang masuk didalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat melaksanakan kegiatan Rokat Kampong dengan memasukkan kegiatan-kegiatan yang Islami namun tidak meninggalkan budaya-budaya lokal yang telah mereka terima dari nenek moyang mereka. Melalui berbagai prosesi kegiatan yang Islami dan disembelihnya kambing dalam kegiatan Rokat Kampong ini serta dikuburkannya kepala, kokot kambing dengan keyakinan-keyakinan, prosesi doa tertentu, merupakan sebuah bukti adanya akulturasi Islam dalam budaya lokal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, dalam kegiatan Rokat Kampong terdapat unsur-unsur kebudayaan lokal dan akulturasi nilai-nilai Islam yang masuk didalamnya.
Kata kunci: akulturasi budaya, Islam, budaya lokal.
© 2023 The Authors
https://doi.org/10.30738/sosio.v9i1.13994 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
PENDAHULUAN
Setiap masyarakat memiliki kebiasaan, adat dan aturan, mereka terdiri dari berbagai pengelompokan, masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang kesemuanya ini terbentuk karena adanya interaksi antar individu, interaksi tersebut terjadi karena didasari pada adanya berbagai persamaan dan perbedaan. Berdasarkan hal tersebut terbentuklah kelompok- kelompok kecil sampai kelompok besar,(Suryadi, 2012) individu dalam sebuah masyarakat
sangat berarti, karena tidak akan tercipta sebuah masyarakat tanpa adanya individu, dan individu yang berinteraksi akan menciptakan sebuah sosial masyarakat, dari masyarakat itulah tercipta berbagai kegiatan masyarakat, yang dapat menjadi ciri khas mereka.
Antar Setiap masyarakat memiliki berbagai perbedaan, perbedaan tersebut disebabkan oleh banyak hal, sebuah perbedaan yang cukup menonjol ada pada masyarakat desa. Dalam kehidupan masyarakat di desa, ciri kehidupan mereka yang sangat menonjol ialah sikap bergotong royong. Gotong royong ini dapat menjadi salah satu faktor terciptanya hubungan yang erat, terciptanya ikatan kekeluargaan, dan solidaritas yang erat antara mereka, antar setiap anggota masyarakat yang satu dengan lainnya.(Suparmini & Wijayanti, 2015) Setiap kegiatan ditengah masyarakat, khususnya pada masyarakat madura dilakukan dengan bentuk gotong royong dalam berbagai adat, seperti Tatele’ Pelet Bettteng Lalabet dan lain sebagainya.
Hal tersebut merupakan hasil karya masyarakat yang disebut dengan kebudayaan, dalam berbagai praktek kegiatan kebudayaan, mereka memiliki kegiatan yang bermacam- macam, dan terdapat akulturasi antar berbagai budaya tersebut, karena sebagian budaya telah diadaptasikan dengan berbagai budaya-budaya yang lain, termasuk salah satu adaptasi tersebut berupa adaptasi dengan berbagai kegiatan nilai-nilai keagamaan masyarakat setempat. Akulturasi budaya bukanlah proses yang singkat. Dibutuhkan waktu panjang untuk memahami dan mengolah sebuah kebudayaan itu sendiri. Setidaknya, ada tujuh komponen kebudayaan yang dapat dijadikan sebagai objek akulturasi, diantaranya; Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 2016). Melihat dari ketujuh objek tersebut, maka berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa akulturasi yang terjadi dalam kegiatan Rokat Kampong merupakan objek keenama yaitu masuknya tradisi Islam dalam budaya lokal.
Adapun jenis-jenis akulturasi diantaranya; Blind acculturation, imposed acculturation, Democratic acculturation, adapun pada akultarsi Islam dalam budaya lokal termasuk jenis blind acculturation, yaitu akulturasi terjadi ketika orang-orang dengan budaya yang berbeda tinggal secara berdekatan satu sama lain, dan pola-pola budaya dipelajari secara tidak sengaja, tanpa unsur paksaan. Kekayaan budaya tersebut, telah dimiliki oleh masayarakat dusun Tojeren desa Pragaan Daya. Sebuah desa di Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, terletak di Provinsi Jawa Timur. Secara geografis Desa Pragaan Daya terletak pada posisi 7°21‘-7°31’
Lintang Selatan dan °11010’-111°40’ Bujur Timur. Tojeren merupakan salah satu dusun yang konon terdapat batu besar (Betoh) berbentuk kuda (Jeren) singkatan dari dua asal kata itulah dusun tersebut dinamai Tojeren. Penduduk dari dusun tersebut, etnis madura.
Madura salah satu etnik di Indonesia dan merupakan kelompok suku terbesar ketiga di Indonesia besarnya menurut sumber yaitu 5. 250 km dengan jumlah penduduk kurang lebih 20 juta jiwa. Pulau Madura terletak di ujung timur provinsi Jawa timur yang dipisahkan oleh selat secara geografis selat merupakan pemisah antara Madura dan Jawa dan itu pula yang menyebabkan perbedaan antara mereka Jawa dan Madura, baik dari segi bahasa adat istiadat maupun kebiasaan yang berlaku. Dalam kehidupan sosial masyarakat, karakter orang Madura secara sosial memegang teguh adat istiadat setempat. Masyarakat Madura selain dikenal sebagai masyarakat yang taat dan patuh terhadap ajaran agama Islam namun ia juga berpegang teguh terhadap tradisi dan adat istiadatnya (Dartiningsih, 2020). Sifat asli mereka bekerja keras memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi dan religious (Adi, 2021). Suku Madura
kaya akan kesenian dan kebudayaan, namun disamping itu, mereka juga termasuk sebagai masyarakat yang memiliki toleransi yang cukup tinggi, dan religius. Mayoritas masyarakatnya muslim. Islam dapat melakukan akulturasi dalam budaya yang saling mengadaptasikan satu sama lain (Qamariyah, 2018). Melihat kekuatan mereka dalam berpegang kepada adat, dan tingginya religius tersebut, maka sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang wujud akulturasi nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Desa ini memiliki kekayaan budaya, proses akulturasipun terjadi, berbagai kegiatan budaya lokal dan nilai-nilai keagamaan banyak yang mereka lakukan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, salah satunya tradisi Rokat Kampong yang akan menjadi objek dalam penelitian ini.
Wujud akulturasi Islam dalam budaya lokal, terjadi dalam berbagai banyak budaya, diantaranya, sebuah kajian dengan judul “Kajian Kritis Tentang Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal” yang ditulis oleh M. Arsyad AT pada tahun 2012, menunjukkan bahwa Islam mampu melakukan adaptasi dengan kebudayaan lokal dengan tidak melepaskan diri seutuhnya dari nuansa keIslaman itu sendiri, kemampuan berdialektika dan beradaptasi antara nilai-nilai keIslaman dengan nilai kenusantaraan menjadikan Islam yang ada, dapat diterima oleh masyarakat, tidak ada resistensi, namun ia dapat diterima dengan baik ditengah masyarakat (Arsyad AT, 2012). Melihat penelitian tersebut, telah menunjukkan bahawa budaya lokal, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, namun pada prakteknya, ia dapat berjalan beriringan dengan nilai-nilai yang akan ditanamkan oleh masyarakat dalam pelaksanaanya, salah satu nilainya yaitu nilai keIslaman yang merupakan cerminan dari pembuktian kesetian sebuah masyarakat sebagai penganut agama kepada agama yang telah mereka peluk.
Penelitian oleh Wahyu Ilahi dan Siti Aisah pada tahun 2015, dengan judul “Simbol KeIslaman Pada Tradisi Rokat Tase’ dalam Komunikasi pada Masyarakat Desa Nepa, Banyuates-Sampang Madura” hasil dari penelitian tersebut, memaparkan bahwa makna komunikasi yang disampaikan dengan simbol dalam pelaksanaan Rokat Tase’ baik berupa simbol non-verbal, ia mengandunng makna tersendiri. Namun demikian, hanya satu yang menjadi makna inti dari simbol tersebut, yaitu berdoa kepada Allah yang dilakukan oleh masyarakat desa Nepa yang disampaikan melalui simbol sesaji dan berbagai tindakan yang telah dilakukan pada acara Rokat tase’ tersebut (Ilaihi & Aisah, 2015). Limyah Amri dan Mohammad Haramain pada tahun 2017 melakukan penelitian dengan judul “Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal”, hasil dari penelitian yang dilakukan, memaparkan tentang keberhasilan Islam dalam berdialog dan diterima dalam lanskap budaya lokal yang telah lama tumbuh dan berkembang di Nusantara (Al-Amri & Haramain, 2017).
Islam dalam budaya lokal dapat hidup secara beriringan, sebagaimana dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Arifai, pada tahun 2019 dengan tema, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal” ia memperoleh sebuah hasil penelitian, bahwa Islam dan budaya lokal merupakan dua hal yang berdampingan yang dapat hidup bersama, karena Islam datang bukan sebagai penghancur atau pemusnah suatu kebudayaan, melainkan sebagai akulturasi budaya dalam konsep yang Islami (Arifai, 2019).
Melihat penelitian-penelitian tersebut, dari segi objek penelitiannya, memiliki kedekatan objek yaitu berupa penelitian akulturasi budaya, namun akan memiliki perbedaan yang cukup signifikan apabila akulturasi tersebut dianalisis dalam praktek Rokat Kampong pada dusun Tojeren Desa Pragaan Daya, pragaan Sumenep, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik kebaruan dalam penelitian ini, bagaimana Akulturasi budaya
tersebut, dilihat dari aspek Islam dalam tradisi Rokat Kampong. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan berbagai akulturasi yang terjadi pada berbagai kegiatan-kegiatan kebudayaan, namun yang membedakan dengan penelitian ini, kebudayaan Rokat Kampong khususnya yang belum dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Penelitian ini perlu dilakukan untuk menunjukkan dan membuka wawasan serta membuktikan bahwa nilai-nilai Islam bukanlah sesuatu yang kaku, yang terbentur dengan kegiatan tradisi-tradisi lokal, namun nilai-nilai Islam merupakan suatu hal yang dinamis yang dapat diakulturasikan dengan budaya-budaya lokal. Tujuan penelitian ini, untuk mengungkapkan bentuk akulturasi Islam yang terdapat dalam kegiatan Rokat Kampong dusun Tojeren Pragaan Daya Pragaan Sumenep.
METODE
Pendekatan dapat dikategorikan dengan dua hal; pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Awaabiin, 2021). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif field research, ia merupakan pendekatan yang mendeskripsikan kejadian yang diteliti secara deskriptif dan naratif (Awaabiin, 2021). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengamati fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat dusun Tojeren Pragaan Daya Pragaan sumenep yang saling berkaitan. Dalam penelitian ini, akan menggunakan fenominologis dalam ilmu sosial, masyarakat Tojeren. Peneliti akan melakukan penelitian dan membuat laporan secara deskriptif kualitatif.
Peneliti merupakan instrumen utama sekaligus pengumpul data dalam rangka mendapatkan asas data yang diperlukan. Peneliti melakukan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara dengan observasi non partisipan karena peneliti tidak ikut terlibat langsung ke dalam kegiatan Rokat Kampong tersebut. Penelitian ini dilakukan di Dusun Tojeren, salah satu dusun di Desa Pragaan Daya, kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep, provinsi Jawa timur Indonesia. Lokasi ini dipilih, dikarenakan pada lokasi penelitian ini, kaya akan berbagai budaya lokal, dengan kondisi masyarakat yang memiliki kegiatan-kegiatan keagamaan yang cukup padat.
Dalam sebuah penelitian, sumber data merupakan subjek asal data tersebut diperoleh yang didalamnya mencakup bagaimana mengambil dan mengolah data tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto dalam Angky bahwa sumber data merupakan subjek dari mana data tersebut diperoleh (Febriansyah, 2017). Sumber data merupakan subjek asal data tersebut diperoleh yang didalamnya mencakup bagaimana mengambil dan mengolah data tersebut.
Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data wawancara yakni wawancara kepada ketua RT, tokoh agama, ketua panitia pelaksana, dan kepada para tokoh-tokoh masyarakat, serta kepada masyarakat-masyarakat pada umumnya. Sumber skundernya berupa dokumentasi-dokumentasi kegiatan dan hasil wawancara dari warga setempat sebagai penguat, dari sumber data primer. Teknik atau prosedur pengumpulan data yang peneliti gunakan untuk memperoleh data yang obyektif yaitu dengan memanfaatkan metode wawancara (Interview), observasi dan dokumentasi.
Dalam pemerikasaan data terdapat triangulasi metode, triangulasi teknik atau data, dan triangulasi teori. (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi teknik untuk menguji kelengkapan data yang dilakukan dengan cara pengecekan data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Adapun cara yang peneliti tempuh yaitu
dengan memperoleh data melalui wawancara, lalu membandingkan dengan data observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan mengorganisir data, menjabarkannya dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih data penting, yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dan menjabarkan dalam bentuk kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitatif sebagai sebuah istilah “payung” mencakup teknik interpretasi yang berupaya menjelaskan, mendeskripsikan, memaparkan dan memamahami makna dari berbagai fenomena yang secara alami ada, dalam kehidupan sosial (Suwarsono, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akulturasi merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu dari kata acculturation yang berarti penyesuaian diri (Echols & Shadily, 1984). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akulturasi dimaknai sebuah proses percampuran dua budaya atau lebih saling bertemu dan saling mempengaruhi (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), proses tersebut masuk dan mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat, sebagian masyarakat atau kebudayaan tersebut menyerap secara selektif ataupun sedikit unsur, dan ada juga yang banyak unsur kebudayaan masuk di dalamnya.
Membahas tentang Rokat Kampong, dalam berbagai literatur dan artikel penelitian, dapat ditemukan kalimat yang sepadan dalam istilah jawa dan dalam istilah bahasa Indonesa, yaitu sedekah bumi, atau sedekah laut, namun Rokat Kampong merupakan sedekah bersama antar penduduk kampung, untuk mendapatkan barokah, Rokat diambil dari kata barokah dalam bahasa arab baRokat, sehingga pada saat dibuat dua huruf depan maka akan didapati sebuah kata Rokat. Sedekah bumi sendiri adalah salah tradisi yang dianut oleh masyarakat Jawa Tengah terutama di Pesisir Utara Pulau Jawa yaitu di daerah Rembang. Tradisi sedekah bumi di Jawa dilakukan pada bulan panen hasil bumi seperti panen jagung, padi dan lainnya yang dilakukan secara serentak. Pelaksanaan sedekah bumi, merupakan sebuah budaya yang banyak dilakukan di berbagai tempat.
Tradisi Rokat merupakan kegiatan yang berawal dari kepercayaan tradisi lokal dengan berbagai kegiatan yang sangat sederhana kemudian dimasuki unsur-unsur kepercayaan agama Hindu namun setelah masuknya agama Islam ke Indonesia bahkan mendominasi penduduk Indonesia maka tradisi ini pun dengan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang Islam dengan tetap melestarikannya tetapi tata cara dan kegiatan-kegiatannya diadaptasikan dengan berbagai kegiatan yang mengandung nilai-nilai Islam (Munip Akbar, 2020). Adapun Rokat Kampong merupakan kegiatan pelestarian tradisi, dan penguatan nilai-nilai keislaman ditengah masyarakat, yang dilakukan disuatu kampung secara bersama dengan berharap berkah dan keselamatan dari segala macam marabahaya.
Pelaksanaan Rokat kampung di dalamnya termuat akulturasi Islam dalam budaya lokal, karena masyarakat dalam pelaksanaannya, mempraktekkan kegiatan-kegiatan keagamaan Islam dan menjaga tradisi-tradisi lokal, rentetan kegiatan Rokat Kampong dimulai dengan penyembelihan hewan kambing di pertigaan jalan raya dusun. Penyembelihan ini dimaksudkan agar dapat menjaga dusun tersebut dari berbagai bahaya, pada pertigaan tersebut, disebut senytral atau posisi tengah dari jalan dusun tersebut.
Pemilihan kambing tersebut dengan ukuran yang diperkirakan dagingnya bisa dimakan 75 orang, dan kambing tersebut berwarna hitam, karena kambing hitam dianggap memiliki kekuatan daripada kambing-kambing warna lainnya. Mengubur kepala kambing di tempat
penyembelihan karena kepala kambing tersebut akan menjelma menjadi ratu jin, dari jin-jin alam ghaib yang hendak melakukan keburukan atau kejahatan kepada dusun dan penduduk setempat, kepala kambing tersebut, sebagai raja bungkam dialam ghaib, atas semua kekuatan mistis yang buruk, yang ditujukan kepada dusun dan masyarakat setempat. Mengubur kaki- kaki kambingnya di perbatasan dusun, sebagai pagar dari orang-orang yang akan melakukan kejahatan atau keburukan terhadap dusun tersebut.
Memasak daging kambing di sekitar lokasi penyembelihan, untuk dibagikan kepada masyarakat setelah dilakukan kegiatan keagamaan dimalam hari, seperti khatmul Qur’an, istighasah, meniupkan air ke air-air yang telah disediakan, pembacaan Sholawat, majlis Ta’lim dan diakhiri deng kegiatan membagikan air-air yang telah ditiupkan do’a-do’a istighasah ke rumah-rumah masyarakat dusun.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat maha guru Antropolog bahwa akulturasi terbentuk melalui beberapa proses, keadaan masyarakat penerima sebelum masuknya akulturasi, individu-individu yang membawa kebudayaan asing, bentuk kegiatan yang dilalui masuknya budaya asing tersebut, dan masyarakat penerima serta individu- individu yang terkena kebudayaan asing (Kahmad, 2011). Dalam hal ini nilai-nilai Islam dan berbagai program keagamaan telah masuk sebagai kebudayaan asing, kedalam budaya Rokat Kampong sebagai budaya penerima, masyarakat dusun Tojeren sebagai masyarakat penerima kebudayaan baru yang datang.
Dalam pelaksanaan Rokat Kampong ini, terdiri dari dua unsur yang saling mempengaruhi dan saling masuk didalamnya, unsur-unsur kegiatan keagamaan dan unsur- unsur budaya lokal yang dipandang sebagai nilai luhur di daerah tertentu dilaksanakan sesuai dengan ciri dan kebiasaan masyarakatnya (Jalil, 2021). Sebagaimana tradisi-penyembelihan kambing pada acara Rokat Kampong tersebut.
Dalam tradisi Rokat Kampong berbagai tradisi-tradisi Islam yang masuk dalam kegiatannya, pada kegiatan tersebut, mengandung berbagai tradisi lokal yang tetap mereka jaga eksistensinya, tradisi lokal dengan berbagai keyakinan-keyakinan yang terkandung didalamnya. Sebagaimana gerakan yang dilakukan oleh para pengembang ajaran agama Islam berupa gerakan pembaharuan dan pemurnian, gerakan yang berusaha mewarnai budaya dan ajaran masyarakat Jawa dengan mengubah tradisi Jawa yang prinsip menjadi tradisi Islam misalnya tradisi sesaji menjadi tradisi sedekah dan ritual acara perkawinan merubah dengan cara mengadakan tradisi walimatul urs dan lain-lainnya (Roibin, 2009).
Kehadiran Islam di Indonesia tentu dapat dipastikan pada kenyataannya bersentuhan langsung dengan tradisi-tradisi setempat yang telah lama berkembang dan dijaga eksistensinya sebelum hadirnya Islam (Nor Hasan, 2018). Masuknya Islam di Indonesia termasuk di Jawa tidak lepas dari peran Wali Songo dalam mendakwahkan agama Islam.
Sebelum masuknya Islam di tanah Jawa mereka memiliki berbagai adat atau tradisi yang telah lama mereka lakukan sejak nenek moyang mereka, masuknya Islam di daerah Jawa melalui para wali dengan berbagai cara agar masyarakat tidak mengalami penolakan terhadap ajaran Islam, sebagaimana penerapan akulturasi antara agama dan budaya yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam proses penyebaran Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga, ketika melihat keruntuhan feodalisme kerajaan Majapahit dan digantikan oleh egelitarianisme Islam, ia mendorong percepatan proses transformasi itu, jusru dengan menggunakan unsur-unsur lokal guna menopang efektifitas segi teknis dan operasionalnya. Salah satu yang digunakan
adalah wayang dan gamelan yang dalam gabungannya dengan unsur-unsur upacara Islam populer adalah menghasilkan tradisi sakatenan di pusat-pusat kekuasaan Islam, seperti Cirebon, Demak, Yogyakarta, dan Surakarta (Roszi & Mutia, 2018). Para wali tetap mempertahankan berbagai tradisi adat budaya yang ada ditengah masyarakat namun mengisi di dalamnya dengan berbagai kandungan keagamaan. Berikut sebuah hasil wawancara, Zakki sebagai seorang tokoh agama pada dusun tersebut (interview, 28 Desember 2022) mengatakan sebagaimana contoh tradisi yang dilakukan oleh perempuan hamil pada usia 7 bulan, konon sebelum masuknya Islam acara tersebut diadakan dengan berbagai ritualnya, sejak masuknya Islam ritual tersebut tetap dijalankan namun di dalamnya diisi berbagai kegiatan keagamaan yang sampai saat ini dilakukan oleh masyarakat, seperti pembacaan sholawat dan doa-doa lainnya.
Hal ini terjadi pada acara rapat kampung, di dalam bentuk acara tersebut telah mengalami berbagai pengembangan kegiatan, masuknya nilai-nilai dan kegiatan-kegiatan keagamaan Islam di dalamnya. Seorang tokoh agama dusun Tojeren mengatakan bahwa Rokat yang murni ialah penyembelihan hewan, baik ayam ataupun kambing, pada Rokat Kampong ini karena merupakan Rokat kubro Rokat besar seluruh masyarakat dusun, maka hewan yang disembelih adalah hewan kambing namun pada Rokat-Rokat keluarga yang terjadi di dusun Tojeren, berupa penyembelihan ayam. Dalam kegiatan Rokat ini tentu memiliki banyak perbedaan, ada sebuah perbedaan khusus dari penyembelihan- penyembelihan pada umumnya. Mereka memiliki keyakinan dengan kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka pada Rokat ayam. beberapa anggota tubuh dari ayam tersebut dikubur di pekarangan (sekitar) rumah (Syamsul Arifin, interview, 29 Desember 2022).
Dalam Rokat Kampong penyembelihan kambing dilakukan oleh masyarakat dengan swadaya masyarakat dan telah ditentukan proses ritual yang dilakukannya. Penyembelihan kambing dilakukan di pertigaan dusun dengan ketentuan dikuburkannya kepala dan kaki kambing bagian bawah sebagai bentuk sedekah, menurut pendapat sebagian masyarakat bahwa dikuburkannya kepala dan kokot (bagian kaki paling bawah) merupakan bentuk sedekah bumi dikorelasikan dengan sebuah pemahaman tentang kegiatan sedekah bumi yang banyak dilakukan diberbagai daerah, Tradisi sedekah bumi menjadi ekspresi terima kasih masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala karunia yang diberikan. Tradisi sedekah bumi merupakan salah satu adat berupa prosesi seserahan hasil bumi dari masyarakat kepada alam (Susanto, Rosidah, Setyowati, & Wijaya, 2021). Bumi diyakini bahwa ia memiliki penjagaan dan masyarakat berharap bahwa dengan penjagaan tersebut, dapat terhindar dari berbagai marabahaya yang akan terjadi.
Persiapan kegiatan Rokat Kampong
Sebelum ditentukan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan, rentetan kegiatan, dan panitia yang bertanggung jawab, dilakukan sebuah rapat, yang terdiri beberapa masyarakat setempat, dan tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh agama yang ada di dusun tersebut. Hal tersebut tentu dilakukan sesuai perintah agama didalam Al-Qur’an:
ََنْي ِذ َّ
لا َو
َ ا ْوُبا َجَت ْسا
َْم ِهِ ب َرِل َ
َ او ُما ق َ َ
ا َو
َ َةو ٰ َ ل َّ صلا
َ
َْم ُه ُر ْم َ ا َو
َ ى ٰر ْو ُش
َ ْم ُهَنْيَب َ
َ اَِّمِ َو
َ
َْم ُهٰن ق َز َر ْ
ََ
َ َ ن ْو ُ
ق ِف ْنُي
ۚ
Artinya: dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. As-Syura: Ayat 38).
Prosesi pelaksanaan Rokat Kampong
Dalam pelaksanaan Rokat Kampong, masyarakat antusias dalam mengikuti rentetannya, dimulai dari persiapan, sampai dengan pelaksanaan dan hingga acara tersebut berakhir, dalam persiapan acara Rokat Kampong, mereka mengadakan rapat untuk penentuan panitia dan menarik iuran dengan nominal yang telah disepakati forum. Dalam proses penyembelihan hewan Rokat telah mengikuti tata cara penyembelihan hewan yang sesuai dengan syari’at Islam, tentang penyembelihan hewan pada umumnya. Islam mensyari’atkan penyembelihan hewan sebagaimana berikut; Beragama Islam, baligh dan berakal, melakukan penyembelihan dengan sengaja, dan membaca basmalah serta disunahkan membaca sholawat dan takbir sebanyak tiga kali (Fadli, 2019).
Syarat-syarat seperti yang telah disyari’atkan tersebut, telah dipenuhi dalam proses pnyembelihan Rokat Kampong tersebut. Dalam penyembelihan kambing mereka telah mengikuti sebagaimana yang diperintahkan oleh Islam, sebagaimana yang telah disebutkan, dan terdapat ayat dalam Al-Quran:
ا ْو ُ ل ُ
ك ف َ
َ اَِّمِ
ََر ِكُذ َ
َ
َُم ْسا
َ
َِ ٰ للّا
َ
َِهْي َ لَع
َ
َ ْ ن ِا
َ
َْمُت ن ْ ُ ك
َ هِتٰي ٰ َ اِب
ََنْيِن ِم ْؤ ُم َ
ََ
َ
Artinya: Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An’am: Ayat 118).
Setelah melalui proses penyembelihan secara syari’at, masyarakat dusun Tojeren melakukan prosesi budaya lokal berupa penyembelihan kambing, hewan kambing disembelih untuk budaya Rokat Kegiatan Rokat pada umumnya melakukan penyembelihan ayam untuk Rokat individu atau satu keluarga. Pada kegiatan Rokat Kampong, merupakan Rokat kubro (Rokat besar), Rokat yang dilaksanakan oleh warga dusun setempat secara kolektif, oleh karenanya, dilakukan penyembelihan kambing, hewan yang lebih besar daripada Rokat personal atau keluarga.
Penyembelihan ini dilakukan dengan berbagai prosesi yang didalamnya mengandung wujud kegiatan ke-Islam-an dan budaya lokal. Lenturnya budaya keagamaan dan budaya lokal, sehingga menyebabkan terjadinya akulturasi budaya antar keduanya, Setelah proses penyembelihan, maka proses berikutnya, prosesi budaya lokal mereka lakukan, menguburkan kepala kambing di jalan pertigaan dusun, yang dianggap ada penjaga ghaib yang menungguinya, dari sebagian pendapat lain mengatakan hal tersebut dilakukan sebagai bentuk sedekah bumi, memberikan sedekah kepada bumi, dengan harapan kepada Allah agar dihindarkan dari berbagai marabahaya, dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Nya.
Penguburan kepala tersebut, akan menjadi penangkal dari mara bahaya, ia akan menjadi raja bungkam dari jin-jin yang akan berbuat dhalim kepada penduduk setempat, kepala kambing akan menjadi ratu bungkam dari kejahatan mistis-mistis di alam ghaib, ia akan menjelma menjadi ratu jin, karena kekuatan jin mistis, atau orang-orang yang dianggap akan melakukan kejahatan melalui cara-cara mistik kepada masyarakat, dapat dikalahkan dengan hal mistis tersebut, berupa jelmaan dari kepala kambing tersebut. Mistis ialah pengetahuan
yang tidak dapat dipahami rasio, Hal-hal yang mistis dapat terangkum menjadi sebuah kebenaran karena adanya keyakinan dari pihak-pihak yang meyakini (Hambali, 2011). Senada dengan hal tersebut, dikatakan bahwa terdapat jin pengawal memberikan kekuatan kepada jin sehingga mereka bisa berubah wujud, menjelma dalam bentuk manusia, hewan, atau pun apa saja (Izzan, 2021).
Setelah penguburan anggota tersebut dilakukan, maka kegiatan berikutnya, melakukan penguburan kaki kambing yang diletakkan diberbagai perbatasan dusun, proses ritual ini, dilakukan dengan berbagai ritual tertentu, yang hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, yang dianggap kompeten dalam melakukan hal tersebut. Ritual ini dilakukan untuk menangkal marabahaya yang masuk kedalam warga dusun setempat, baik marabahaya yang datangnya dari manusia, atau dari makhluk selain manusia.
Pelaksanaan proses ritual murni Rokat ini berupa penguburan anggota-anggota badan kambing tersebut, namun pada akhirnya, masuklah nilai-nilai Islam didalamnya, dan berbagai kegiatan masyarakat lainnya, seperti kerja sama untuk memasak daging tersebut di sekitar lokasi penyembelihan dan persiapan akomodasi dan konsumsi-konsumsi lainnya untuk rentetan acara tersebut. Proses berikutnya adalah melakukan kegiatan-kegiatan ke-Islam-an lainnya, dengan memulai dari istighasah bersama masyarakat, didalam istighasah mengandung makna pembacaan doa-doa kepada Allah, hal itu senada dengan harapan yang terdapat dalam penguburan kepala dan kokot (kaki kambing), harapan ritual itu didialektikakan dengan budaya Islam berupa pembacaan do’a-do’a melalui istighasah, Do’a didalam Islam merupakan wujud pemasrahan segala urusan dan permasalahan hidup kepada Allah, predikat sombong bagi hamba yang enggan berdo’a karena dianggap ia merasa mampu mengatasi segala permasalahan hidupnya (Fakhruddin & Romadan, n.d.).
Setelah melakukan istighasah setiap anggota, meniupkan ke air botol yang telah disiapkan, tentu air botol tersebut, berjumlah cukup banyak, karena botol tersebut, akan dibagikan kepada suluruh masyarakat dusun, melalui pembagian oleh panitia kerumah masing-masing warga, dengan mengharap berkah dari doa-doa yang telah dipanjatkan secara berjema’ah. Pembacaan do’a istighasah diikuti dengan pembacaan sholawat baik dengan cara tradisional, cukup dengan pembacaan sholawat secara bersama, atau diiringi senandung musik albanjari, dalam pembacaan sholawat, mengandung tiga fungsi; Tabaruk (memohon berkah), memenuhi sebagian hak rosul sebagaimana beliau sebagai perantara antara Allah SWT dan hamba-hambanya, memenuhi perintah Allah SWT (Afifuddin, 2014).
Setelah pembacaan sholawat diikuti dengan kegiatan penutup, kegiatan majlis ta’lim, atau ceramah agama, dalam kegiatan ini, ceramah tausiah sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan tujuan dari kegiatan ini, sebagai bentuk wa tawaashaw bilhaqqi watawaashaw bissobri. Penceramah mengundang kiai dari luar dusun, yang disebut dengan kiai, seseorang yang ahli dalam ilmu agama, dan terpancar dalam dirinya, denga akhlakul karimah (Ramlah, 2015). Selama kegiatan Rokat Kampong ini, kiai sebagai penceramah diundang dari penceramah lokal, yaitu penceramah yang datangnya dari wilayah madura.
Akulturasi Islam dalam budaya lokal banyak terdapat di berbagai tempat, sebagaimana yang telah terwujud pada kegiatan Rokat Kampong dusun Tojeren tersebut.
Terdapat penelitian akulturasi budaya terhadap budaya, hasil penelitian menunjukkan, bahwa tradisi mangaji kamatian yang hidup di masyarakat Lareh Nan Panjang merupakan akulturasi antara ajaran Islam yang memiliki dalil yang jelas dalam Al-Qur’an dan hadist
dengan adat dan budaya yang ada di daerah tersebut. Secara historis, tradisi mangaji kamatian merupakan bentuk interpretasi Syaikh Burhanuddin, seorang ulama yang menyebarkan Islam di Padang Pariaman pada abad 16-17 terhadap ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan takziyah. Masyarakat yang saat itu meratap di saat tertimpa musibah kematian, perlahan-lahan diubah oleh Syaikh Burhanuddin dengan prosesi pembacaan ayat Al-Qur’an, selawat, zikir, tahlil dan doa (Zulfadli, Hakim, Wendry, &
Saputra, 2021).
Akulturasi Islampun terjadi pada budaya nusantara, Akulturasi Islam dan budaya di Nusantara terjadi dalam proses cukup panjang dengan menggunakan kaidah al-‘adah muhakkamah (adat kebiasaan bisa dijadikan sumber hukum) sehingga lahirlah perpaduan antara budaya lokal dengan nilai-nilai Islam di Nusantara pada aspek politik, sosial, pendidikan, sastra dan bahasa serta arsitek dan seni (Muasmara & Ajmain, 2020), adanya jalinan harmoni antara Islam dan budaya lokal yang sama-sama melahirkan sebuah ciri Islam yang berintegrasi dan beradaptasi sehingga melahirkan sebuah ciri lokal yang bisa disebut dengan local wisdom (Roszi & Mutia, 2018). Dapat dipastikan bahwa akulturasi keberagamaan juga dapat terjadi pada semua agama, bukan hanya Islam sebagaimana sebuah Analisa membuktikan bahwa Gereja Pniel Blimbingsari merupakan sebuah produk desain yang telah terakulturasi antara Budaya Bali dan Budaya Barat (Indrianto, 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terkait penelitian yang dilakukan tentang akulturasi Islam dan budaya lokal pada prosesi kegiatan Rokat Kampong maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi Islam dan budaya lokal terwujud dalam pelaksanaan Rokat Kampong dusun Tojeren Pragaan Daya, Pragaan Sumenep, disebabkan oleh adanya dialektika antar kedua kebudayaan tersebut, masuknya Islam dalam kebudayaan lokal tersebut, sehingga membentuk sebuah kebudayaan baru., dengan tidak menghilangkan unsur-unsur keduanya, yaitu unsur Rokat sebagai peninggalan nenek moyang dan tradisi keIslaman. Tradisi-tradisi lokal yang terdapat dalam kegiatan tersebut, berupa penguburan kepala dan kokot (kaki kambing) dengan segala tujuannya, serta segala kekuatan mistisnya, menjadi cermin dari kebudayaan lokal, adapun rentetan proses pelaksanaannya menjadi cermin dari wujud akulturasi Islam dalam kegiatan Rokat tersebut, karena termuat didalamnya, khatmul Qur’an, istighasyah, doa bersama dan lain-lainnya.
Kepada para peneliti berikutnya, hendaknya dilakukan berbagai penelitian berkaitan dengan kebudayaan-kebudayaan yang dilestarikan oleh masyarakat Indonesia khususnya, untuk menambah kesadaran masyarakat dan para pembaca umumnya, bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang kaku, akan tetapi ia bersifat dinamis dan dapat diakulturasikan dengan berbagai nilai-nilai kegamaan ataupun dengan berbagai budaya-budaya asing lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. S. (2021). Pemahaman Lintas Budaya. Malang: Media Nusantara Creative.
Afifuddin, A. A. (2014). Kekuatan Shalawat. Jakarta Selatan: Al-Mawardi Prima.
Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS: Media
Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 10(2), 87–100.
https://doi.org/10.35905/kur.v10i2.594
Arifai, A. (2019). Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal. As-Shuffah, 1(2), 1–17. Retrieved from http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/As-Shuffah/article/view/4855
Arsyad AT, M. (2012). KAJIAN KRITIS TENTANG AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL. Lentera Pendidikan, 15(2), 211–220.
Awaabiin, S. (2021). Pendekatan Penelitian: Pengertian, Jenis-jenis dan Contoh Lengkapnya.
deepublish. Retrieved from https://penerbitdeepublish.com/pendekatan-penelitian/
Dartiningsih, B. E. (2020). Budaya dan Masyarakat Madura. Jawa Barat: Penerbit Adab.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1989). Jakarta: Balai Pustaka.
Echols, J. M., & Shadily, H. (1984). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Fadli, M. N. (2019). Penyembelihan hewan dalam Syari’at Islam. Klaten: Cempaka Putih.
Fakhruddin, Z., & Romadan, R. M. (n.d.). Doa dan Dzikir untuk Kesuksesan. Jawa Barat: Al Maghfiroh.
Febriansyah, A. (2017). Tinjauan Atas Proses Penyusunan Laporan Keuangan Pada Young Enterpreneur Academy Indonesia Bandung. Jurnal Riset Akuntansi, 8(2).
https://doi.org/10.34010/jra.v8i2.525
Hambali. (2011). Pengetahuan Mistis dalam konteks Islam dan Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Substantia, 13(2), 211–219. Google scholar
Ilaihi, W., & Aisah, S. (2015). Simbol Keislaman pada Tradisi Rokat Tase’ dalam Komunikasi pada Masyarakat Desa Nepa, Banyuates-Sampang Madura. Jurnal Indo-Islamika, 2(1), 45–58. https://doi.org/10.15408/idi.v2i1.1651
Indrianto, E. P. (2013). Akulturasi pada Gereja Kristen Pniel. Jurnal Intra, 1(1), 1–10. Google scholar
Izzan, A. (2021). Mengintip Kehidupan Jin dan Syetan. Bandung: Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Gunung Djati.
Jalil, A. (2021). Appaddekko; Tradisi Budaya Lokal Berbasis Karakter Abbulo Sibatang. Jakarta Pusat: Perpusnas Press.
Kahmad, D. (2011). Sosilogi Agama (Potret Agama Dalam Dinamika Konflik, Pluralisme dan Modernitas). Bandung: Pustaka Setia.
Koentjaraningrat. (2016). Manusia dan Kebudayaan Indonesia (22nd ed.). Jakarta: Penerbit Djambatan.
Muasmara, R., & Ajmain, N. (2020). Akulturasi Islam Dan Budaya Nusantara. TANJAK: Journal of Education and Teaching, 1(2), 111–125. https://doi.org/10.35961/tanjak.v1i2.150 Munip Akbar, M. (2020). Makna simbolik tradisi Rokat dalam masyarakat Masalima Kecamatan
Masalembu, Sumenep Madura. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Nor, Hasan. (2018). Persentuhan Islam dan Budaya Lokal. Pamekasan: Duta Media Publishing.
Qamariyah, N. (2018). Solidaritas sosial dalam tradisi Lalabet jenazah pada masyarakat Desa Gapura Tengah, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep-Madura. Universittas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Ramlah. (2015). Meretas Dakwah di Kota paloppo. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Roibin. (2009). Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer. Malang: Uin Malang Press.
Roszi, J. P., & Mutia. (2018). Akulturasi Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Keagamaan dan Pengaruhnya terhadap Perilaku-Perilaku Sosial. FOKUS Jurnal Kajian Keislaman Dan Kemasyarakatan, 3(2), 171. https://doi.org/10.29240/jf.v3i2.667
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparmini, & Wijayanti, A. T. (2015). Masyarakat Desa dan Kota (Tinjauan Geografis, Sosiologis, dan Historis). Buku Ajar, 2–5.
Suryadi, B. (2012). Pengantar antropologi. Banjarmasin: Nusa Media Bandung.
Susanto, D., Rosidah, A., Setyowati, D. N., & Wijaya, G. S. (2021). Tradisi Keagamaan Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Masyarakat Jawa Pada Masa Pandemi. SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 2(2), 107–118. https://doi.org/10.15642/suluk.2020.2.2.107-118 Suwarsono, S. (2016). Pengantar Penelitian Kualitatif, Hasil Studi Dosen Program Studi
Pendidikan Matematika.
Zulfadli, M., Hakim, L., Wendry, N., & Saputra, E. (2021). Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Mangaji Kamatian Pada Masyarakat Lareh Nan Panjang Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, Dan Tradisi), 7(01), 103–114.
https://doi.org/10.18784/smart.v7i01.1257