KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles vagus PADA PERSAWAHAN DI DESA RANTAU NIPIS KABUPATEN OKU
SELATAN
Nungki Hapsari Suryaningtyas*, Maya Arisanti, Yahya
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan Jenderal Ahmad Yani KM. 7 Kemelak Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
*Email: [email protected]
Abstrak
Anopheles vagus merupakan spesies yang masuk dalam daftar penting vektor malaria di Indonesia. Spesies ini telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (Plasmodium falciparum) di Kokap Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Larva An. vagus dapat ditemukan baik di habitat alami maupun buatan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat larva An. vagus di persawahan terkait parameter lingkungan fisik dan biologinya. Larva An.
vagus dapat ditemukan pada suhu air 23,8 – 33,9 ̊C dengan derajat keasaman (pH) 6-8,4. Predator yang ditemukan adalah Gerridae, larva capung, Gambusia affinis, Notonectidae dan Dytiscidae. Vegetasi air yang ditemukan antara lain padi, rumput liar, genjer, kangkung dan Myriophyllum aquaticum. Habitat sawah di Desa Rantau Nipis Kabupaten OKU Selatan mendukung perkembangan larva An. vagus. Keberadaan An. vagus pada lahan persawahan dapat menjadi potensi vektor malaria.
Kata Kunci: Anopheles vagus, predator, vegetasi, persawahan
1. PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit re-emerging yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif.(Astuti et al., 2016) Ada lebih dari 400 spesies nyamuk Anopheles di dunia dan sekitar 40 diantaranya adalah vektor malaria yang sangat penting.(World Health Oraganization, 2021) Saat ini di Indonesia, ada 25 spesies Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria, yang tersebar dan terbagi menjadi dua zona penyebaran secara geografik yaitu zona Australia dan zona Oriental (Asia). Zona Australia terdiri atas An.
punctulatus, An. koliensis, An. farauti meliputi wilayah Papua, Maluku dan Maluku Utara.
Zona oriental terdiri atas An. aconitus, An. barbirostris, An. balabacensis, An. subpictus, An.
sundaicus, An. vagus meliputi wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Bagian Barat.(Kementerian Kesehatan RI, 2014) Berbagai spesies Anopheles memiliki habitat air pilihan sendiri. Beberapa spesies lebih menyukai habitat seperti air tawar yang dangkal berupa genangan air dan cetakan kaki hewan, sedangkan yang lainnya lebih suka badan air terbuka yang besar seperti danau, rawa dan sawah.
Anopheles vagus merupakan spesies yang masuk dalam daftar penting vektor malaria di Indonesia. Spesies ini tersebar luas di seluruh pulau utama di kepulauan Indonesia khususnya di Sumatera dan Jawa.(Elyazar et al., 2013) (Wahyuni et al., 2018). Spesies ini telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (Plasmodium falciparum) di Kokap Kabupaten Kulon Progo (Wigati, R.A; Mardiana; Mujiyono; Alfiah, 2010) dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.(Budiyanto et al., 2017) Di daerah dengan ternak di sekitar pemukiman, An.
vagus biasanya ditemukan dalam proporsi yang jauh lebih tinggi beristirahat di tempat penampungan ternak daripada di dalam ruangan. Hasil penangkapan An. vagus di luar ruangan lebih tinggi dibandingkan di dalam ruangan. Spesies ini sering ditemukan dengan kepadatan sangat tinggi dibandingkan dengan Anopheles lokal lainnya.(Roy et al., 2019)
Habitat An. vagus biasanya diterangi sinar matahari, mengandung air tawar, tergenang dan dangkal. Habitat alami meliputi tepi sungai yang tenang, kolam dan mata air. Larva An. vagus juga bisa ditemukan di habitat buatan seperti sawah, parit irigasi, bekas roda dan berbagai wadah buatan. Keberadaan larva An. vagus sebagian besar ditemukan di dataran rendah dan dekat dengan pemukiman yang mengandung air dengan salinitas rendah dan suhu rendah.
Spesies ini juga sering ditemukan dalam jumlah besar di sawah lereng bukit dengan ketinggian kurang dari 140 meter.(Elyazar et al., 2013)
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat larva An. vagus di persawahan terkait parameter lingkungan fisik dan biologinya. Data ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi pengendalian larva terutama pada wilayah dengan persawahan yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakkan vektor penular malaria.
2. METODE PENELITIAN
Studi ini telah disetujui oleh Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan referensi nomor : No.
LB.02.01/2/KE.079/2021 tanggal 12 Maret 2021. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian situasi dan program pengendalian malaria menuju tahap eliminasi di Kabupaten OKU Selatan.
Survei habitat dilakukan di persawahan yang ditemukan di Desa Rantau Nipis. Pengukuran parameter lingkungan (pH, suhu, predator dan vegetasi air) dilakukan di setiap habitat persawahan. Larva diambil dari cidukan dengan menggunakan pipet kemudian dipindahkan ke dalam botol kecil. Larva Anopheles tertangkap dipelihara di laboratorium entomologi Balai Litbang Kesehatan Baturaja sampai menjadi dewasa untuk kemudian di identifikasi spesiesnya.
Data yang di dapat kemudian di analisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil
Hasil penelitian diperoleh 18 dari 23 titik persawahan ditemukan larva Anopheles vagus di Desa Rantau Nipis Kabupaten OKU Selatan. Jenis sawah yang ditemukan larva meliputi sawah pra tanam, masa tanam dan pasca panen. Persawahan terletak dekat dengan pemukiman penduduk. Pengelolaan lahan persawahan di Desa Rantau Nipis memanfaatkan irigasi Sungai Selabung yang berasal dari Danau Ranau. Aliran sungai ini memiliki potensi ketersediaan air yang cukup untuk sepanjang tahun.
Gambar 1. Dokumentasi drone pemanfaatan lahan persawahan di Desa rantau Nipis Kabupaten OKU Selatan tahun 2021
Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran parameter lingkungan fisik dan biologi persawahan. Suhu air berkisar antara 22,4 – 33,9 ̊C dan derajat keasaman (pH) air berkisar antara 6-8,4. Predator yang ditemukan adalah Gerridae, larva capung, Gambusia affinis, Notonectidae dan Dytiscidae. Vegetasi air yang ditemukan antara lain padi, rumput liar, genjer, kangkung dan Myriophyllum aquaticum.
Tabel 1. Pengukuran parameter lingkungan habitat persawahan larva Anopheles vagus di Desa Rantau Nipis Kabupaten OKU Selatan
No koleksi
Suhu air pH Predator Vegetasi air Keberadaan
An. vagus
1 33.9 6.0 Gerridae Padi, rumput liar +
2 25.2 7.1 Larva capung, Gerridae Padi, rumput liar +
3 25.9 7.2 Larva capung, Gerridae Padi +
4 29.3 7.1 - Padi -
5 25.8 7.6 Gerridae Padi +
6 26.9 7.5 Gerridae Padi +
7 25.7 7.5 - Padi, Rumput liar +
8 26.9 7.0 - Padi, Rumput liar -
9 29.9 7.2 - Padi, Rumput liar +
10 30.0 6.8 - Padi, Rumput liar +
11 28.2 8.4 Larva capung, berudu Rumput liar +
12 29.7 8.3 Gerridae, Gambusia affinis, berudu Rumput liar +
13 23.3 6.9 Notonectidae Padi, Rumput liar, Genjer,
Kangkung
-
14 23.9 6.4 Gerridae Padi, Rumput liar +
15 23.8 6.8 Gerridae, Dytiscidae Padi, Rumput liar +
16 24.9 7.4 Gerridae, larva capung, berudu Padi, Rumput liar + 17 24.6 6.8 Larva capung, berudu Padi, Rumput liar, Genjer,
Myriophyllum aquaticum +
18 22.4 8.4 Gerridae Padi, Rumput liar -
19 24.0 7.0 Gambusia affinis, Gerridae Padi, Genjer +
20 25.0 7.0 Gambusia affinis, Gerridae, larva capung
Padi, Genjer +
21 23.0 6.0 Gerridae, larva capung, Dytiscidae Padi, Rumput liar + 22 24.5 6.0 Gambusia affinis, larva capung,
Gerridae, berudu
Padi, Rumput liar -
23 27.2 7.5 Larva capung Padi, Genjer +
3.2. Pembahasan
Pemanfaatan tanah di Desa Rantau Nipis pada umumnya digunakan sebagai lahan pertanian padi. Sawah merupakan tempat ideal untuk berkembang biak berbagai spesies nyamuk yang terkait dengan penularan penyakit yang menyerang manusia dan hewan peliharaan. Studi di seluruh dunia menunjukkan bahwa berbagai spesies Anopheles dan Culex mendominasi habitat persawahan dengan produktivitas pupa yang bervariasi dengan pola budidaya padi sawah.(Alfiah S, 2014) Hasil penelitian mendapatkan adanya larva Anopheles vagus di 18 titik persawahan di Desa Rantau Nipis. Habitat An. vagus diketahui bervariasi, baik di dataran tinggi (air tawar) maupun rendah (pantai) bahkan di perairan payau.(Ruliansyah et al., 2019) Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Andri dkk menemukan An. vagus di sawah, aliran sungai dan lagun.
Kualitas air perariran habitat merupakan penentu penting dari oviposisi nyamuk betina dan perkembangbiakan larva. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar matahari pada habitat. Suhu sawah dimana An. vagus ditemukan berkisar antara 22,4 – 33,9°C (rerata 26,6°C). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian (Kengluecha et al., 2003) yang melaporkan bahwa larva An. vagus di Thailand Barat Laut dapat ditemukan di air dengan suhu 25,4 - 32°C.(Minakawa et al., 2005) Sawah merupakan daerah tanpa naungan sehingga sinar matahari dapat menembus air dan memberikan nilai suhu yang lebih tinggi dibanding area yang dinaungi pepohonan. Air hangat di habitat yang diterangi matahari dapat menjadi faktor penting untuk perkembangan larva karena akan mempercepat perkembangannya. Selain itu, suhu hangat memungkinkan lebih banyak mikroba untuk mengembangkan mikroorganisme yang menyediakan sumber makanan bagi jentik nyamuk.(Rahman, 2011) Derajat suhu juga
mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air yang penting bagi kelangsungan hidup larva.
Semakin tinggi suhu, semakin rendah kelarutan oksigen sehingga larva Anopheles tidak dapat berkembang biak dengan baik bahkan mengalami kematian.(Stoops et al., 2007)
Nilai pH air sawah tempat ditemukan An. vagus adalah 6 – 8,4 dengan rerata 7,1. Penelitian di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat oleh (Stoops et al., 2007) menunjukkan nilai pH habitat An. vagus berkisar antara 5 – 9.8 Hasil analisis melaporkan An. vagus diketahui lebih menyukai pH yang lebih tinggi (p < 0,001, R2 = 0,122) untuk di sawah.(Minakawa et al., 2005) Derajat keasaman (pH) dan salinitas dapat mempengaruhi kepadatan larva Anopheles spp.(Ishak et al., 2014) Faktor pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena dapat mempengaruhi jasad renik. Perairan yang bersifat asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme.(Mading & Kazwaini, 2014)
Predator larva yang ditemukan di habitat persawahan adalah Gerridae, larva capung, Gambusia affinis, Notonectidae dan Dytiscidae. Larva nyamuk dan predator hidup berdampingan di habitat perairan. Kehadiran predator dapat mempengaruhi perkembangan dan kepadatan larva Anopheles. Predator dilaporkan sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan kematian tinggi pada nyamuk stadium pradewasa.(Muiruri et al., 2013) Predator seperti Notonectids, kumbang dytiscid, krustasea, Copepode, Odonata, laba-laba serigala (Araneae: Lycosidae), Gambusia affinis dan berudu telah terbukti menjadi agen pengendali hayati yang potensial terhadap berbagai spesies nyamuk di habitat seperti drainase pertanian dan sawah.(Kweka et al., 2011)(Minakawa et al., 2005). Predator dapat digunakan sebagai pengendalian vektor secara hayati. Sampai dengan saat ini, pengendalian hayati dengan menggunakan ikan pemakan larva telah banyak digunakan. Spesies ikan yang berhasil untuk pengendalian jentik nyamuk adalah ikan Guppy (Poecilia reticulata) dan ikan cere (Gambusia affinis). Gambusia affinis lebih cocok digunakan pada air bersih, sementara Poecilia lebih efisien untuk air tercemar secara organik dan air dengan suhu tinggi seperti sawah. Jenis ikan Cynolebias, Nothobranchius dan Aphyosemion berguna untuk habitat larva yang mengering seperti sawah irigasi. Untuk area dengan vegetasi melimpah, pemanfaatan ikan yang lebih besar dapat digunakan misalnya ikan mas (Cyprinus carpio), gurami (Osphronemus goramy) dan ikan nila (Tilapia atau Oreochromis).(World Health Organization, 2013)
Vegetasi yang ditemukan adalah padi, rumput liar, genjer, kangkung dan Myriophyllum aquaticum. Keberadaan vegetasi dapat menyebabkan peningkatan kepadatan larva karena menyediakan tempat bersembunyi dan makanan sehingga larva dapat bertahan hidup. Adanya vegetasi juga dapat berfungsi untuk menaungi habitat agar tidak terkena sinar matahari secara langsung, selain itu juga dapat melindungi larva dari gangguan predator.(Suryadi, Iwan; Ishak, 2018) Vegetasi air juga menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk oviposisi. Hasil penelitian di Sulawesi Tengah karakteristik habitat tempat ditemukannya An. vagus didominasi dengan tumbuhan padi, rumput-rumputan (Paspalum spp.), paku air (Salvinia natans), alang- alang (Imperata cylindrical), lumut/ganggang (Sprogyra sp.) dan enceng gondok (Eichornia crasspes).(Maksud, 2016) Adanya vegetasi air akan menyumbangkan detritus bagi bakteri untuk menyusun makanan bagi larva nyamuk. Sumber makanan larva tidak terdistribusi secara homogen di seluruh kolom air. Lapisan mikro permukaan mengandung unsur hara dalam jumlah yang relative tinggi, bahan organic baik partikulat maupun terlarut serta berbagai mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan preferensi larva Anopheles untuk mencari sumber makanan di lapisan permukaan.(Rejmankova, E; Grieco, J; Achee, N; Roberts, 2013)
4. SIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI
Habitat sawah di Desa Rantau Nipis Kabupaten OKU Selatan mendukung perkembangan larva An. vagus. Pengelolaan padi irigasi dapat memperpanjang nyamuk untuk berkembangbiak sehingga meningkatkan kepadatan nyamuk dewasa. Keberadaan An. vagus pada lahan persawahan dapat menjadi potensi vektor malaria. Pengelolaan sawah dengan
konsep minapadi dapat menjadi alternatif pengendalian hayati dengan mengintegrasikan budidaya ikan dan tanaman padi.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alfiah S, M. (2014). Variasi Morfologi Anopheles Vagus Donitz dari habitat Air Tawar dan Air Payau. 6(September), 61–68.
Astuti, E. P., Ipa, M., Prasetyowati, H., Fuadzy, H., & Dhewantara, P. W. (2016). Kapasitas vektor dan laju inokulasi entomologis Anopheles vagus dari wilayah endemis malaria di Provinsi Banten. Vektora, 8(1), 23–30. https://doi.org/10.22435/vk.v8i1.5089.23-30 Budiyanto, A., Ambarita, L. P., & Salim, M. (2017). Konfirmasi Anopheles sinensis dan
Anopheles vagus sebagai Vektor Malaria di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. ASPIRATOR - Journal of Vector-Borne Disease Studies, 9(2), 51–60.
https://doi.org/10.22435/aspirator.v9i2.5998.51-60
Elyazar, I. R. F., Sinka, M. E., Gething, P. W., Tarmidzi, S. N., Surya, A., & Kusriastuti, R.
(2013). The distribution and bionomics of Anopheles malaria vector mosquitoes in Indonesia. Advances in Parasitology, 83, 173–266. https://doi.org/10.1016/B978-0-12- 4077058.00003-3
Ishak, H., Tawaddud, B. I., & Amiruddin, R. (2014). Effects of environmental and nutritional factors to the density of larvae Anopheles Spp. in Coastal Endemic Bulukumba, Indonesia.
International Journal of Current Research and Academic Review, 2(9), 6–13.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman manajemen malaria. In Dirjen PP dan PL.
https://doi.org/10.5005/jp/books/12172_38
Kengluecha, A., Sithiprasasna, R., Tiensuwan, M., & Jones, J. W. (2003). Water quality and larval habitats of malaria mosquito in north-western Thailand. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 69(3 Supplement), 456–457.
Kweka, E. J., Zhou, G., Gilbreath, T. M., Afrane, Y., Nyindo, M., Githeko, A. K., & Yan, G.
(2011). Predation efficiency of Anopheles gambiae larvae by aquatic predators in western Kenya highlands. Parasites and Vectors, 4(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/1756-3305-4- 128
Mading, M., & Kazwaini, M. (2014). Ekologi Anopheles spp. di Kabupaten Lombok Tengah.
ASPIRATOR - Journal of Vector-Borne Disease Studies, 6(1), 13–20.
https://doi.org/10.22435/aspirator.v6i1.3518.13-20
Maksud, M. (2016). Aspek perilaku penting Anopheles vagus dan potensinya sebagai vektor malaria di Sulawesi Tengah : suatu telaah kepustakaan. Jurnal Vektor Penyakit, 10(2), 33–
38.
Minakawa, N., Munga, S., Atieli, F., Mushinzimana, E., Zhou, G., Githeko, A. K., & Yan, G.
(2005). Spatial distribution of anopheline larval habitats in Western Kenyan highlands:
Effects of land cover types and topography. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 73(1), 157–165. https://doi.org/10.4269/ajtmh.2005.73.157
Muiruri, S. K., Mwangangi, J. M., Carlson, J., Kabiru, E. W., Kokwaro, E., Githure, J., Mbogo, C. M., & Beier, J. C. (2013). Effect of predation on Anopheles larvae by five sympatric insect families in coastal Kenya. Journal of Vector Borne Diseases, 50(1), 45–50.
Rahman, R. R. (2011). Hubungan karakteristik lingkungan breeding site dengan densitas larva Anopheles di wilayah kerja Puskesmas Durikumba Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Rejmankova, E; Grieco, J; Achee, N; Roberts, D. . (2013). Ecology of larval habitats. In Anopheles mosquitoes: New insights into malaria vectors (pp. 397–446). InTech.
https://doi.org/10.1093/nq/s1-VI.143.73
Roy, M., Kundu, M., Chatterjee, S., & Aditya, G. (2019). Distribution of mosquito larvae in rice field habitats: A spatial scale analysis in semi-field condition. European Journal of Ecology, 5(1), 38–48. https://doi.org/10.2478/eje-2019-0006
Ruliansyah, A., Ridwan, W., & Kusnandar, A. J. (2019). Pemetaan habitat jentik nyamuk di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Vektor Penyakit, 13(2), 115–124. https://doi.org/10.22435/vektorp.v13i2.946
Stoops, C. A., Gionar, Y. R., Shinta, Sismadi, P., Elyazar, I. R. F., Bangs, M. J., & Sukowati, S. (2007). Environmental factors associated with spatial and temporal distribution of Anopheles (Diptera: Culicidae) larvae in Sukabumi, West Java, Indonesia. Journal of Medical Entomology, 44(4), 543–553. https://doi.org/10.1603/0022- 2585(2007)44[543:EFAWSA]2.0.CO;2
Suryadi, Iwan; Ishak, H. (2018). Spatial distribution and characteristics of Anopheles larvae breeding places and their relation to larval density in Bulukumba. Proceedings of the 3rd International Conference on Environmental Risk and Public Health, 54.
Wahyuni, I., Senjarini, K., Oktarianti, R., Wathon, S., & Nur Uswatul Hasanah, L. (2018).
Identifikasi morfologi spesies sibling Anopheles vagus vagus dan Anopheles vagus limosus asal Desa Bangsring, Banyuwangi. BIOSFER : Jurnal Biologi Dan Pendidikan Biologi, 3(1), 27–31. https://doi.org/10.23969/biosfer.v3i1.1585
Wigati, R.A; Mardiana; Mujiyono; Alfiah, S. (2010). Deteksi protein circum sporozoite pada spesies nyamuk anopheles vagus tersangka vektor malaria di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Media Litbang Kesehatan, XX(3), 118–123.
World Health Oraganization. (2021). WHO Guidelines for Malaria (Issue July).
World Health Organization. (2013). Larval source management: a supplementary measure for malaria control. In World Health Organization (Vol. 25, Issue 1). WHO Press.
https://doi.org/10.1564/v25_feb_13