• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Malaria Melalui Pemanfaatan Ikan Oreochromis niloticus Sebagai Predator Larva

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengendalian Malaria Melalui Pemanfaatan Ikan Oreochromis niloticus Sebagai Predator Larva"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

INFO ARTIKEL

Kata kunci:

Malaria,

Oreochromis niloticus, Anopheles

Article History:

Received: 12 Jan 2022 Revised: 20 July 2021 Accepted: 20 July 2021

Keywords:

Malaria,

Oreochromis niloticus, Anopheles

Pengendalian Malaria Melalui Pemanfaatan Ikan Oreochromis niloticus Sebagai Predator Larva

Malaria Control Through Utilization of Larvivorous fish Oreochromis niloticus

Oreochromis niloticus is a type of fish that is a natural enemy of Anopheles mosquito larvae, a vector for transmitting malaria. This method can be used as an alternative tools and integrated with other malaria control methods. This study aims to compare the density of Anopheles larvae before and after the sowing of O. niloticus, and to empower the community to involve in biological malaria control by utilizing O. niloticus. This research is a Mixed Methods Research. Quantitative data collection is done with a quasi- design approach before-after design experiments. Qualitative data collection is carried out with in-depth interviews with District Health and Fisheries Service Offices and group discussions on the community of fish pond owners and communities living around abandoned ponds. The data from in-depth interviews and group discussions were analyzed thematically. Observation of Anopheles larvae density decreased after sowing O. niloticus into the pond. The results showed that health workers and the public strongly support biological malaria control activities using of O. niloticus.

A B S T R A C T / A B S T R A K

© 2022 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved Ikan nila merah merupakan salah satu jenis ikan yang menjadi musuh alami bagi larva nyamuk Anopheles yang merupakan vektor penular malaria sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian malaria secara biologi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kepadatan larva Anopheles sebelum dan sesudah ditebar ikan nila merah, serta menggali informasi penerimaan masyarakat dalam pengendalian malaria dengan pemanfaatan ikan nila merah. Penelitian ini merupakan Mixed Methods Research. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan pendekatan rancangan kuasi eksperimen before-after design. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap petugas Dinas Kesehatan dan Dinas Perikanan serta diskusi kelompok terhadap masyarakat pemilik kolam ikan dan masyarakat yang tinggal di sekitar kolam yang terbengkalai. Data hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok dilakukan analisis tematik. Pengamatan kepadatan larva Anopheles menunjukkan adanya penurunan setelah penebaran ikan nila merah ke kolam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas kesehatan maupun masyarakat sangat mendukung kegiatan pengendalian malaria secara biologi dengan pemanfaatan ikan nila merah.

a a a a

Yahya* , Desy Asyati , Rahayu Hasti Komaria , Surakhmi Oktavia , Katarina Sri

a a a a a

Rahayu , Hendri Erwadi , Santoso , Lasbudi Pertama Ambarita , Milana Salim ,

a a a

Indah Margarethy , Rahman Irpan Pahlepi , Yanelza Supranelfy , Rizki

a a a b

Nurmaliani , Vivin Mahdalena , Maya Arisanti , Nungki Hapsari Suryaningtyas ,

a a a

Nur Inzana , Betriyon , dan Dheli Ofarimawan Pratomo

a Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja

Jl. Jenderal Ahmad Yani Km. 7 Kemelak Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan

b Badan Riset dan Inovasi Nasional

Jl. Jogja - Wonosari, KM 31, 5, Kecamatan Playen, 174 WNO, Gading II, Gading, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Yahya, Santoso, Lasbudi P.

Ambarita, R. Irpan Pahlepi, Indah Margarethy, Yanelza Sufranelpy, dan Milana Salim berperan sebagai kontributor utama. Penulis ke 2-6, penulis ke13-19 berperan sebagai k o n t r i b u t o r a n g g o t a .

a

Kontribusi:

*Alamat Korespondensi : email : agaabdurrahman79@gmail.com

(2)

Provinsi Sumatra Selatan merupakan salah satu wilayah endemis malaria. Sampai dengan tahun 2018, sebanyak delapan dari 17 kabupaten/kota telah mencapai program eliminasi malaria, sedangkan sembilan kabupaten/kota lainnya belum mencapai program eliminasi malaria. Jumlah kasus malaria lima kabupaten/kota tertinggi di Sumatra Selatan tahun 2018, terjadi di Kabupaten Lahat (408 kasus), Muara Enim (181 kasus), Ogan Komering Ulu Selatan (223 kasus) dan Ogan Komering Ulu Timur (70 kasus), sedangkan di Ogan Komering Ulu (15 kasus).3

Malaria merupakan penyakit menular dan masih menjadi masalah kesehatan m a s y a r a k a t d i I n d o n e s i a k a r e n a menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional. Program eliminasi malaria di 1

Indonesia telah dicanangkan Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan, tentang pelaksanaan eliminasi m a l a r i a d i I n d o n e s i a N o m o r 293/Menkes/SK/IV/2009. Program eliminasi m a l a r i a a d a l a h s u a t u u p aya u n t u k menghentikan penularan malaria setempat dalam suatu wilayah geografis tertentu, tetapi bukan berarti tidak ada kasus malaria yang berasal dari luar daerah, serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya penularan kembali. Syarat suatu wilayah untuk mencapai eliminasi malaria adalah angka Annual Parasite Incidence (API) kurang dari satu per 1.000 penduduk berisiko (setara dengan kabupaten/kota), sudah tidak ada kasus malaria indigenous selama tiga tahun berturut-turut, serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang baik. 2

Pengendalian malaria perlu terus digalakkan guna mencapai target eliminasi malaria di wilayah Sumatra Selatan. Salah satu upaya pengendalian malaria yang cukup efektif adalah dengan pengendalian nyamuk p e n u l a r m a l a r i a . B e r b a g a i u p a y a pengendalian vektor telah dilakukan baik upaya pengendalian fisik, biologi, maupun

PENDAHULUAN kimia. Namun pengendalian malaria secara k i m i a d a l a m j a n g k a p a n j a n g d a p a t menimbulkan dampak munculnya resistensi n ya m u k t e r h a d a p i n s e k t i s i d a ya n g digunakan.4

Pengendalian vektor malaria yang cukup efektif adalah dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Salah satu upaya yang dapat diterapkan di masyarakat yaitu dengan pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan predator alami dari larva nyamuk, yaitu ikan. Agar masyarakat dapat berperan aktif, maka pemilihan ikan yang digunakan dalam pengendalian vektor secara biologi adalah ikan yang dapat dikonsumsi.

Salah satu jenis ikan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan berperan sebagai musuh alami larva nyamuk adalah ikan nila merah (Oreochromis niloticus). Lebih bernilai ekonomis dibandingkan jenis ikan pemakan larva lainnya seperti ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) dan ikan sepat (Trichogaster trichopterus). Ikan mas (Cyprinus carpio) juga bernilai ekonomis, tetapi jenis ikan ini lebih bersifat 'bottom

5,6,7

feeder'. Hasil penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa ikan nila merah dapat mengurangi kepadatan larva nyamuk. 8

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ukuran ikan nila merah dan jumlah ikan merah yang efektif untuk ditebar di tiap jenis breeding places (per meter persegi) sehingga dapat menurunkan jumlah larva nyamuk Anopheles, serta mengetahui penerimaan masyarakat terhadap program pengendalian malaria dengan menggunakan ikan nila merah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilakukan pada tahun 2020. Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat dan Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU dipilih sebagai lokasi penelitian atas pertimbangan perbedaan pemanfaatan lahan pada kedua wilayah tersebut. Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat merupakan wilayah perkebunan dan tambang batubara, sedangkan Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU sebagian besar berupa perkebunan, sungai dan persawahan.

Penebaran ikan nila merah dilakukan di Desa

(3)

Penelitian ini terdiri atas dua tahap, tahap pertama merupakan studi pendahuluan (preliminary studi), tahap kedua merupakan pelaksanaan uji intervensi. Kegiatan studi pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi berapa ukuran dan jumlah ikan nila merah yang efektif untuk ditebarkan pada tiap jenis breeding places berdasarkan hitungan luas per meter persegi. Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nomor: LB.02.01/2/KE.220/2020 tanggal 30 Maret 2020.

Tahap preliminary study dilakukan pada area persawahan dengan sistem mina padi di Desa Tubohan, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU. Penebaran ikan nila merah dipilih pada petak sawah yang ditemukan larva Anopheles. Agar kondisi fisik lingkungan yang diamati relatif homogen (seperti suhu air, pH air, COD, BOD), maka petak-petak sawah dibatasi dengan waring ikan. Selain pengamatan kondisi fisik lingkungan, dilakukan juga pengamatan jenis tumbuhan air dan predator larva lainnya yang ada di habitat. Penangkapan larva dilakukan sebelum dan sesudah ditebarkan ikan nila merah untuk mengetahui kepadatan larva.

Rentang waktu antar penangkapan larva adalah 7-11 hari. Dilakukan penebaran ikan nila merah pada masing-masing petak sawah Tubohan dan Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, dan Desa Merapi, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat Provinsi Sumatra Selatan. Jenis penelitian adalah Mixed Methods Research, yakni pada pengumpulan dan analisis data, memadukan data kuantitatif dan data kualitatif. Metode pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan pendekatan rancangan kuasi eksperimen pre-post test/

before-after design yang bertujuan untuk mendapatkan data ukuran ikan nila merah dan kepadatan ikan yang ideal untuk ditebar dalam tiap satuan luas meter persegi. Metode pengumpulan data kualitatif yang dilakukan adalah dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan serta partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan ikan nila merah sebagai sarana pengendalian vektor malaria.

Tahap uji intervensi dilakukan di Desa Padang Bindu, Kab. OKU dan Desa Merapi, Kab. Lahat, pemilihan kedua desa tersebut berdasarkan variasi dari genangan air yang dijumpai di desa yang ditemukan larva Anopheles pada saat survei pendahuluan. Pada tahap intervensi, pada masing-masing desa dilakukan empat kali penangkapan larva. Dua kali dilaksanakan sebelum penebaran ikan nila merah, dua kali lagi dilaksanakan setelah penebaran ikan nila merah. Jarak/rentang hari untuk masing-masing pengamatan sekitar 7-10 hari. Data dianalisis dengan menghitung rata-rata kumulatif kepadatan larva Anopheles, sebelum dan sesudah ditebar ikan nila merah. Kepadatan larva dihitung berdasarkan jumlah larva Anopheles yang tertangkap pada tiap kali pencidukan pada masing-masing habitat.

Informan untuk wawancara mendalam adalah petugas malaria di Dinas Kesehatan dan Puskesmas, serta petugas penyuluh dari Dinas Perikanan yang menjadi lokasi penelitian dengan tujuan untuk menggali informasi tentang upaya yang dilakukan dalam penanggulangan malaria di wilayah kerjanya. Peserta dalam kegiatan diskusi kelompok terarah adalah masyarakat pemilik kolam yang diberi ikan nila merah serta masyarakat yang tinggal di sekitar kolam tersebut. Diskusi kelompok bertujuan untuk menggali informasi tentang penerimaan masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria melalui pemanfaatan ikan nila merah di lokasi penelitian.

dengan variasi ukuran dan kepadatan ikan sebagai berikut: ukuran 3-5 cm (umur sekitar 30 hari) dengan kepadatan tiga ekor ikan per

2 2

m dan enam ekor ikan per m , ukuran 6-8 cm (umur sekitar 45 hari) dengan kepadatan tiga

2 2

ekor ikan per m dan enam ekor ikan per m .

Pada Tabel 1 tampak bahwa rata-rata suhu air pada tiap petak sawah, terendah

0 0

adalah 28,5 C dan tertinggi 29,1 C. Nilai salinitas air adalah 0, sedangkan rata-rata pH air adalah 5. Rata-rata pengukuran intensitas cahaya adalah 1097x10 lux hingga 3340x10 Preliminary Study

HASIL

(4)

Petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 3-5 cm dengan kepadatan tiga ekor per m , rata-rata kumulatif kepadatan larva 2

Adapun pada Gambar 1, terlihat bahwa kepadatan larva sesudah intervensi mengalami penurunan di setiap petak sawah.

Penurunan yang paling banyak terjadi pada petak sawah satu, yakni sebesar 40,4%

dibandingkan penurunan larva pada petak sawah lainnya.

lux. Anopheles sebelum ditebar ikan adalah satu

ekor per dua kali cidukan (0,53), setelah ditebar ikan menjadi satu ekor per delapan kali cidukan (0,126), sedangkan petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 3-5 cm dengan kepadatan enam ekor per m2, rata- rata kumulatif kepadatan larva Anopheles sebelum ditebar ikan adalah enam ekor per 3,5 kali cidukan atau dua ekor per tujuh kali cidukan (0,285), setelah ditebar ikan menjadi satu ekor per 25 kali cidukan (0,04).

Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Air, serta Predator Larva yang Ditemukan pada Masing-Masing Petak Sawah pada Tahap Preliminary Study

Petak

Sawah Suhu Salinitas pH Lux BOD COD Tumbuhan Predator Larva

1 29,1 oC 0 5 2762 x

10 lux

1,92 mg/l

15,48 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,

Notonectidae

2 28,9 oC 0 5 1375 x

10 lux

1,92 mg/l

15,48 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,

Notonectidae

3 29,1 oC 0 5 1097 x

10 lux

1,92 mg/l

15,48 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,

Notonectidae

4 28,7 oC 0 5 2628 x

10 lux

2,04 mg/l

14,32 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,

Notonectidae

5 28,5 oC 0 5 1168 x

10 lux

1,85 mg/l

16,33 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,

Notonectidae

6 28,5 oC 0 5 3340 x

10 lux

3,96 mg/l

25,02 mg/l

padi dan rumput

nimfa capung, kutu air, keong, ikan gupi, Gerridae,Notonectidae

Gambar 1. Kepadatan Larva Tiap Petak Sawah Sebelum dan Sesudah Ditebar Ikan Nila Merah

(5)

Pada petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 6-8 cm dengan kepadatan tiga ekor per m , rata-rata kumulatif kepadatan 2

larva Anopheles sebelum ditebar ikan adalah satu ekor per empat kali cidukan (0,253), setelah ditebar ikan menjadi satu ekor per 25 kali cidukan (0,04). Meskipun rata-rata kepadatan larva terendah setelah penebaran ikan nila merah (post) terlihat pada petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 3- 5 cm dengan kepadatan enam ekor per m dan 2

ukuran 6-8 cm dengan kepadatan tiga ekor per m , yaitu satu ekor per 25 kali cidukan, namun 2

jika dibandingkan dengan rata-rata kepadatan larva sebelum (pre) ditebar ikan nila merah, justru petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 6-8 cm dengan kepadatan enam ekor per m yang memiliki rentang terjauh. 2

Pada petak sawah yang ditebar ikan nila merah ukuran 6-8 cm dengan kepadatan enam ekor per m , rata-rata kumulatif kepadatan 2

larva Anopheles sebelum ditebar ikan adalah satu ekor per 2,5 kali cidukan (0,412), setelah ditebar ikan menjadi satu ekor per 18 kali cidukan (0,055). Selengkapnya terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata Kumulatif Kepadatan Larva pada Tiap Petak Sawah Berdasarkan Panjang Ikan dan Kepadatan Ikan tiap Meter Persegi

Tahap Intervensi

Setelah dilakukan tahapan premilinary study, diperoleh data ukuran dan kepadatan ikan nila merah yang ideal untuk ditebar adalah ikan dengan ukuran 6-8 cm dengan kepadatan tiga ekor per m . Selanjutnya ikan 2

dengan ukuran 6-8 cm ditebar pada habitat yang ditemukan di desa intervensi.

Ada sembilan habitat yang ditemukan, dua di Desa Ulak Pandan, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), dan tujuh habitat di Desa Merapi, Kabupaten Lahat. Jenis habitat tempat penebaran ikan nila merah pada tahap intervensi adalah kolam dan rawa yang tidak dimanfaatkan, yang didalamnya ditemukan larva Anopheles.

Gambar 3. Habitat Tempat Penebaran Ikan Nila Merah di Desa Ulak Pandan Kec. Semidang Aji, Kab. OKU

(6)

Gambar 5 menunjukkan rata-rata kumulatif kepadatan larva Anopheles sebelum dan sesudah ditebar ikan nila merah dari dua habitat yang diamati di Desa Padang Bindu, OKU, sebelum ditebar ikan kepadatan larva Anopheles adalah satu ekor per dua kali pencidukan (0,546), setelah ditebar ikan menjadi satu ekor per tiga kali cidukan (0,3525). Rata-rata kumulatif kepadatan larva Anopheles, dari tujuh habitat yang diamati di Desa Merapi, Lahat, sebelum dan sesudah ditebar ikan nila merah mengalami penurunan antara sebelum dan sesudah intervensi. Sebelum ditebar ikan rata-rata kumulatif kepadatan larva Anopheles sebanyak empat ekor dalam 20 kali cidukan atau sekitar satu ekor dalam lima kali cidukan (0,202), sedangkan setelah ditebar ikan adalah empat ekor per 25 kali cidukan atau sekitar satu ekor dalam tiap enam kali cidukan (0,1642).

Gambar 4. Habitat Tempat Penebaran Ikan Nila Merah di Desa Merapi, Kec. Merapi Barat, Kab. Lahat

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, didapatkan informasi bahwa Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten OKU telah melakukan program perairan umum yaitu program penebaran ikan di perairan umum seperti sungai dan budidaya ikan melalui pemberian bantuan ke kelompok budidaya ikan berupa benih atau pakan ikan agar produksinya meningkat. Seperti pada pernyataan berikut:

Program Penebaran Ikan di Perairan

“ S eb e n a r nya i t u s u d a h p ro g ra m , sebenarnya di sini ada dua bidang, satu budidaya satunya perairan umum, kalau saya di sini bidang budidaya. Jadi fokusnya kalau dia penyebaran benih ikan itu untuk p e n i n g ka t a n p ro d u k s i i ka n , j a d i membantu kelompok-kelompok yang sudah ada agar produksinya bisa meningkat, nah salah satunya bantuan benih ikan atau bisa pakan” [Informan OKU A.1]

Selain itu juga ada program restocking di Kabupaten OKU yaitu kegiatan penebaran ikan khususnya di sungai dan rawa untuk pelestarian ikan agar tidak punah. Kegiatan ini tidak bertujuan untuk pengendalian malaria secara biologi, namun lebih bersifat ekonomis dan pelestarian ikan di habitat alaminya.

Berikut informasinya:

Gambar 4. Rata-rata Kepadatan Larva Sebelum dan Sesudah Penebaran Ikan Nila Merah

(7)

“Ya, Dinas perikanan, yo agak akhir. Kiro- k i r o b u l a n 1 0 - a n , u n t u k pengembangbiakan bibit ikan nila seluruhnya harus nah untuk akan ke depannyo sebetulnyo yang ado disini supayo bisa ningkat untuk budidayakan seluruh ikan itu yang ikan nila itu kan supayo dio tuh berkembang biak maksudnyo supaya gak budidaya ikan air ta wa r k i ta ta h u n i n i d a k p u t u s sebetulnya....” [Informan OKU B.1]

Kegiatan sosialisasi tentang budidaya ikan juga rutin dilakukan, seperti yang telah disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“Kelompoknya, kelompok pembudidaya ikan, salah satu kegiatannya tadi yang di Tubohan Kecamatan Semidang Aji, itu ada kegiatan dari kementerian, dana dari

“Sosialisasi kalau itu kan kami ada dua, di sini ada penyuluh, pegawainya rutin dari kementerian. Koordinasinya salah satu tadi untuk melihat sejauh mana penerapan IPTEKnya, apakah sudah diterapkan dengan baik IPTEK budidaya ini kan, nah mulai apakah mereka masih membudidayakan secara biasa saja atau intensifikasi. Penyuluhan biasanya cuma ke kelompok, penyuluhan biasa. Alat bantu kalau lagi perlu bisa juga pakai peraga, atau bisa pakai infokus. Salah satunya t e h n i k b u d i d a y a i k a n m i s a l n y a menggunakan macam-macam kan kalau sekarang, mulai dari tehnik budidaya ikan yang biasa atau pakai probiotik misalnya padat tebar, pokoknya yang terbaru tentang budidaya ikan, yang bisa memperbaiki jumlah produksinya.”

[Informan OKU A.1]

“Kalu dari kita itu pelestarian Pak ...

misalnya kalau restocking itu kan nebar di sungai diii apa, rawa itu, kan supaya….

Biar ada terus ikan itu, nggak punah”

[Informan OKU A.2]

Kelompok-kelompok budidaya ikan telah terbentuk di Kabupaten OKU yang terintegrasi dengan penanaman padi, seperti disampaikan oleh informan berikut:

kementerian dan alokasi khusus. Untuk kegiatan Mina Padi, Mina itu artinya budidaya ikan yang terintegrasi dengan penanaman padi sawah” [Informan OKU A.1]

“Banyak genangan. Karena masalah dana, sehingga tidak dapat memelihara ikan” [Informan Lahat B.5]

Kendala dalam pelaksanaan program pemeliharaan ikan nila

Di Kabupaten Lahat, kegiatan pembagian ikan dilakukan setiap tahun dengan tujuan u n t u k m e n i n g k a t k a n p e re ko n o m i a n masyarakat sejak tahun 1999 oleh Dinas Perikanan dan Peternakan dengan tujuan u n t u k m e n i n g k a t k a n p e re ko n o m i a n masyarakat. Salah seorang informan mengatakan bahwa:

H a s i l d i s k u s i k e l o m p o k d e n g a n masyarakat di wilayah Kabupaten Lahat ditemukan banyak kolam/genangan air yang terbengkalai karena terbentur biaya pengelolaan, baik untuk pemeliharaan ikan maupun untuk memperbaiki saluran air yang tergenang. Upaya pernah dilakukan dengan budidaya ikan, tapi karena terbentur modal dan dirasa kurang menguntungkan, maka tidak dilanjutkan. Berikut kutipan dari hasil diskusi kelompok:

“Kalau yang namanya terlantar itu tidak ada pak namanya terlantar, kalau namanya terlantar itu tidak diusahakan, rata-rata walaupun genangan itu, perencanaan untuk penanaman padi atau untuk kolam ikan....” [Informan Lahat C.6]

“Kalau pembagian ikan itu istilahnya setiap tahun mbak ya, mungkin kalau tidak salah ya selalu ada...dari awal saya bekerja di sini sudah mulai. Di sini kita bantukan kepada kelompok-kelompok pemuda daya ikan melalui istilahnya program kerja melalui proposal dari kelompok kan. saya mulai kerja itu tahun 1999. Tujuannya ya itu cuman untuk meningkatan ekonomi masyarakat”

[Informan Lahat A.1]

(8)

“Kadangkan dia udah punya kolam, tapi masalah dananya... itu dari mulai pemasaran kadang-kadang kan... cuman dari modalnya...kadang-kadang dah nggak seimbang. Makanya banyak terbengkalai kolam-kolam ikan ini pak....

Makanya kadang-kadang saya lihat kolam itu juga banyak terbengkalai itu pak. Nah giimana untuk pemerintah itu kira-kira untuk kira-kira supaya kolam ini bisa bangkit untuk membinanya”[Informan Lahat B.5]

“Mungkin pernah teliat pak ye di pasar- pasar itu yang jualan tapi kan kami dek de kurang ngerti kapan nila..nila tuh Pak...”

[Informan OKU B.2]

“Nah yang sekarang itu kan ikan nila merah, sebenernya orang seneng lihat dari warnanya, tapi kalau dari perawatan sebenernya sama saja, tapi perbedaan karena jarang dikembangkan untuk budidaya tapi itu tetap dikembangkan.

Yang saya lihat kan beberapa tahun terakhir ini, ini yang sering dari balai-balai besar yang banyak itu kan ikan nila biasa, ikan nila merah tetap tapi karena strain nya banyak kan ada nila gip/gesit i s t i l a h n y a , k a r e n a k e c e p a t a n Masyarakat Kabupaten Lahat telah melakukan upaya agar genangan air tidak terbengkalai dengan cara memelihara ikan, tetapi karena tidak seimbang antara biaya operasional dan hasil penjualan, akhirnya kolam dibiarkan terbengkalai. Masyarakat membutuhkan pembinaan dari pemerintah terkait budidaya ikan di wilayahnya. Berikut informasi yang disampaikan oleh peserta diskusi:

Pengetahuan tentang jenis ikan nila merah Kegiatan penebaran ikan nila pernah dilakukan di wilayah OKU sekitar 10 bulan sebelum penelitian oleh Dinas Dinas Perikanan dan Peternakan. Tetapi, sebagian masyarakat di Kabupaten OKU belum mengenal jenis ikan nila merah. Masyarakat hanya mengenal jenis ikan nila yang biasa dijual di pasar. Berikut kutipan yang disampaikan oleh peserta diskusi:

Jenis ikan nila sudah cukup dikenal di Desa Merapi Kabupaten Lahat, namun spesifik ikan nila merah belum cukup dikenal oleh sebagian besar masyarakat. Salah satu peserta diskusi telah membudidayakan jenis ikan nila merah ini, namun tidak mengetahui bila jenis ikan yang dibudidayakan adalah jenis ikan nila merah, seperti disampaikan informan berikut:

“Kalo dikenal saya rasa sudah dikenal pak, cuman kalo mayoritas di sini ini mungkin belum..belum seluruh masyarakat mengenal cuman kalo itu dikenal saya rasa sudah ada yang mengenal, salah satunya contoh dari Pak ... ini kan sudah membudidayakan daripada suatu ikan merah. Sudah dikenal cuman belum merata istilah kata...” [Informan Lahat B.1]

pertumbuhannya” [Informan OKU A1].

“Kalau menurut kita dari perikanan sebenarnya bisa, kalau memberantas itu mungkin gak tapi setidaknya mengurangi Beberapa informan menyatakan jika Ikan nila merah dapat dimanfaatkan dalam program pengendalian malaria, setidaknya bisa mengurangi kepadatan larva nyamuk.

Pengetahuan tentang ikan sebagai predator larva

Menurut masyarakat, semua jenis ikan sebenarnya berpotensi pemakan larva nyamuk, tetapi untuk ikan yang sudah besar, cenderung berkurang untuk memakan larva nyamuk. Seperti pernyataan informan berikut:

“Mestinya yang pernah saya baca jenis ikan karena larva tadi hidup di air, hampir semua jenis ikan itu kalau masih kecil dia akan memakan jasad renik atau apapun yang ukurannya sangat kecil yang ada di air itu dan makhluk hidup, hewan kan biasanya”[Informan OKU A1]

“Kalau setahu saya, yang sering dipakai itukan… semua jenis ikan memakan larva... emmmm. kalau dewasa kurasa dak lagi ya” [Informan OKU A2]

(9)

apa namanya kalau nyamuk itu. Siklus hidupnya itu bisa me.... setidaknya bisa mengurangi larva nyamuk yang ini kan”

[Informan Lahat A2].

“Ya memang ikan nila merah itu sama dengan ikan betok cupang itu kan rata- rata makanannya larva nyamuk itu paling senang larva nyamuk. satu ekor atau dua ekor saja ada ikan mujair atau nila di satu lokasi itu pasti larva nyamuknya kurang itu udah pasti." [Informan Lahat C2]

Masyarakat menyatakan siap mendukung program pengendalian malaria melalui pemanfaatan ikan nila merah apabila hasil kajian penelitian maupun pihak terkait menunjukkan ada potensi desa dalam pengembangbiakan ikan. Ketika program nantinya dijalankan tentunya memerlukan komitmen seluruh warga untuk turut menjaga dan merawat ikan. Berikut pendapat dari peserta diskusi kelompok:

“keuntungan tergantung tujuannya, kalau kita buat masyarakat mau pelihara kan dia bisa jual seperti tadi untuk ketahanan pangan, dan dampaknya juga bisa untuk a p a m e r e d a p o p u l a s i n y a m u k apa...nyamuk tadi seperti itu tujuannya”

[Informan Lahat A1]

“Nahh intinya mak ini pak masyarakat di lingkungan sini siap untuk itu.. untuk perkembangan berikutnya kita liat dulu, disitukan ada penilaian dari pihak kesehatan nahh perikanan tentunya tidak mengurangi dari penelitian pak nahh kalau ada potensi untuk mengembangkan itu .. itu kelihatan nanti pak kelihatan dari begitu sudah ngasih bibit begitu sudah ini.. nah dari situ nanti kelihatan nahh ka l a u m e m u n g k i n ka n yo ja d i ka n percontohan pak dusun lima ini khususnya mengenai pemeliharaan ikan” [Informan OKU B.1]

Memelihara ikan nila merah akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat, ikan nila merah termasuk salah Pengetahuan tentang manfaat ekonomis ikan nila

satu jenis ikan yang ideal untuk ditebar dan mudah dipasarkan. Berikut kutipan hasil wawancara yang disampaikan oleh informan:

“Yo antusiaslah, sebabnye kalo cuma ado bantuan kami la merase senang seluruh yang ado kelompok yang ade dalam kelompok ini kan termasuk masyarakat lain kan jadi akan ada perkembangan untuk kedepannyo kami menyambut dengan senang hati” [Informan OKU B.3]

“ M u d a h p e m a s a r a n n y a i t u l a h . Pemasarannya mudah pemeliharaannya juga sama kayak nila. sama kan cuma sekedar beda varietas” [Informan Lahat A2]

“Kalau saya melihat, kami biasanya melihat dari segi ekonomi dan kesenangan masyarakat itu senang makan ikan apa di daerahnya di sana, kalau makan ikan mas ya kita arahkan ke ikan mas. Memenuhi s y a r a t n g g a k d i s a n a i t u u n t u k membudidayakan ikan mas, kalau Mina Padi di sawah kan itu bisa. Kalau mereka senang makan ikan nila kan nanti lebih laku dijual [Informan OKU A1]

Sebagian besar masyarakat merasa antusias dengan adanya kegiatan penebaran ikan nila merah sebagai pengendalian malaria secara biologi, karena hal ini juga memberikan keuntungan secara ekonomi kepada masyarakat, seperti kutipan berikut:

Masyarakat Kabupaten Lahat juga sangat mendukung upaya pemeliharaan ikan nila merah untuk budidaya. Menurut informan, budidaya ikan nila merah ini relatif mudah karena memang ikan ini merupakan jenis ikan yang bisa hidup di air tawar. Berikut kutipan dari pernyataan informan:

“Kalau untuk penerimaan tentu dalam hal ini aku yakin masyarakat sangat setuju, kalo penerimaanya kan...” [Informan

“Ai gampang kalo sudah besar manfaatnyo tadi untuk keluargo tadi biso di makan, na itu sasaran nyo kan...” [Informan OKU B.4]

(10)

Lahat B.2]

“Kalau untuk wilayah lahat cocok, karena dia gak butuh perairan dalam kalau dia tujuannya produksi eh dia harus pake jenis ikan yang nilanya monosex seperti itu karena jantan semua”, cocok di semua tempat, di kolam, di sawah, danau, kolam...kolam apa tadah hujan untuk daerah-daerah irigasi cocok” [Informan Lahat A1]

“Kalau dibandingkan lele lebih simple, lebih murah nila..kalau nila itu ikan yang bisa kita pelihara tanpa memberi banyak pakan. karena dia herbivora kan bisa makan daun daunan dan makan apa itu bahan tambahan. kalau lele dia fokus

“Jadi gini pak, setau kami, sepengetahuan kami ikan nila itu adalah ikan yang hidupnya di air tawar, itu sebenernya nila ini kan sangat mudah, untuk ee dikelola tidak begitu sulit gitu kan, lain halnya dengan ikan lele, perlu artinya dia harus dipisahkan dari yang kecil sampai yang besar karna ikan itu tidak termasuk ikan predator, nah jadi untuk kesimpulan saya rasa mudah untuk memelihara atau mengelola itu, ikan itu, karna ikan itu bukan jenis ikan predator itu aja...”

[Informan Lahat B.2].

Ikan nila merah merupakan ikan yang mudah dan murah dalam pemeliharaannya.

Pemeliharaan ikan nila merah sangat mudah karena cocok di semua tempat baik kolam, sawah, danau maupun daerah irigasi. Berikut kutipan hasil wawancara mendalam dengan informan:

“Sembarang tempat bisa, Kalau galian batubara..asal dia tidak ada bahan kimia yang ini beracun kan bisa…. Kalau di kolam..kalau di apa namanya….kolam cor..beton..kalau kita ngasih pakan..itukan ada kotoran, karena ada endapannya itukan harus dibersihkan kalau istilahnya ada kotoran kan dibersihkan, Cuma kalau dia di kolam tanah ..nggak perlu.. tinggal kasih pakan aja” [Informan OKU A2]

dengan bahan pakan tambahan itu karena kan dari dilihat itu ikannya ikan lele itu kan ikan predatoran butuh banyak makan makanya ikan yang rakus.kalau nila itu biasanya pemeliharaannya tidak ribetlah seribet lele kalau lele tiap minggu atau 2 minggu sekali harus ganti air, kalau nila gak usah “[Informan Lahat A.1]

PEMBAHASAN

Kegiatan eliminasi malaria di Indonesia saat ini sedang digalakkan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatra Selatan. Upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan OKU dan Lahat meliputi penemuan dan pengobatan penderita, sedangkan upaya pencegahan yang dilakukan selama ini masih terbatas pada pembagian kelambu. Kegiatan pengendalian malaria secara biologi dengan pemanfaatan ikan belum menjadi prioritas kegiatan pengendalian malaria. Keterlibatan lintas sektor serta pemberdayaan masyarakat juga belum dilakukan secara optimal. Hal ini juga ditemukan di daerah lain dalam pengendalian malaria yang masih terbatas pada sosialisasi dan belum melibatkan m a s ya ra k a t s e c a ra l a n g s u n g d a l a m

10,11

pengendalian malaria.

Partisipasi aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan suatu program, termasuk program eliminasi malaria. Beberapa model yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan Salah satu upaya pengendalian malaria yang juga memberikan dampak positif secara ekonomi terhadap masyarakat adalah dengan pengendalian secara biologi. Pengendalian malaria secara biologi salah satunya dengan memanfaatkan musuh alami larva nyamuk vektor malaria, yaitu ikan. Salah satu jenis ikan yang cukup efektif untuk pengendalian larva nyamuk malaria yaitu ikan nila merah (O.

niloticus). Ikan nila merah sangat efektif dalam menurunkan kepadatan larva nyamuk Anopheles sundaicus di kolam ikan rakyat.9

“Lebih ke apa namanya air yang mengalir b i a s a n y a . Ko l a m t a p i a i r y a n g mengalirnya ada, berbeda kan kadang ada kolam yang hanya air genangan istilahnya” [Informan Lahat A2]

(11)

partisipasi masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan diantaranya participatory action research (PAR) dan health belief model ( H B M ) ya n g te l a h d i te ra p k a n p a d a pengendalian penyakit Demam Berdarah

9,10,11

Dengue (DBD) di beberapa daerah. Salah s a t u a p l i k a s i m o d e l p e m b e rd aya a n masyarakat yang diterapkan dalam program DBD adalah Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dengan melibatkan kader juru pemantau larva (jumantik) sebagai agen perubahan. Model ini dapat diaplikasi dalam 15

pengendalian malaria dengan melibatkan masyarakat atau kelompok masyarakat yang memiliki kolam untuk berpartisipasi dalam pengendalian malaria secara biologi dengan pemanfaatan ikan nila merah.

Keberadaan genangan air sebagai breeding places nyamuk di sekitar pemukiman dapat meningkatkan faktor risiko penularan malaria di daerah endemis malaria. Hasil pengamatan lingkungan di lokasi penelitian menemukan adanya genangan air yang tidak terawat yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk sehingga perlu adanya upaya yang melibatkan masyarakat untuk mengurangi risiko penularan malaria. 16

Peran serta masyarakat dan tokoh masyarakat sangat besar dalam upaya mengatasi masalah kesehatan, khususnya masalah penyakit malaria. Pengendalian lingkungan untuk mengurangi keberadaan breeding places perlu peran serta aktif dari masyarakat dan didukung oleh tokoh masyarakat agar kegiatan pengendalian malaria secara biologi dapat dilakukan secara berkelanjutan dan dapat diterapkan di wilayah lain.17

Maraknya penggunaan insektisida kimiawi terhadap upaya pencegahan malaria memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan karena penggunaan insektisida yang tidak terkendali dan menyebabkan terjadinya resistensi insektisida pada beberapa vektor serta kerugian finansial yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan perlunya 1,4

upaya pengendalian malaria yang ramah lingkungan seperti perbaikan lingkungan, drainase, atau manajemen vektor. Salah satu upaya pengendalian malaria yang ramah lingkungan adalah dengan penebaran ikan pemakan larva pada tempat-tempat potensial perkembangbiakan malaria selain dapat

mengurangi kepadatan larva juga dapat memberi manfaat ekonomi pada masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti tahun 2018 di Kabupaten Pesawaran, menunjukkan bahwa kepadatan nyamuk di suatu daerah ditentukan oleh keberadaan ikan sebagai predator, misalnya ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan gupi (Poecilia reticulata), ikan nila (Oreochromis nilotica), ikan mujair (O. mozambica), ikan sepat (Trichogaster pectoralis), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan gabus (Ophiio striatus), ikan bandeng (Chanos chanos), ikan lele (Claricis batraus). Larva A. farauti di Doro 21

Beberapa spesies ikan dapat memakan larva nyamuk, WHO dalam dokumen k e b i j a k a n p e n g e n d a l i a n p e n y a k i t menjelaskan pengendalian malaria dengan biologi kontrol menebarkan ikan di kolam, sungai dan tempat penampungan air di dekat tempat tinggal manusia dapat mengurangi larva dan akhirnya mengurangi terjadinya penularan malaria. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencegahan malaria dengan penebaran ikan merupakan salah satu cara yang efektif dalam penanggulangan malaria di suatu daerah, seperti penelitian penggunaan ikan lavivorus/pemakan larva lokal di Kota Rudan Iran Selatan. Penebaran 19

ikan pemakan larva Gambusia di kolam-kolam yang berpotensi tempat perkembangbiakan Anopheles merupakan salah satu upaya mencapai eliminasi malaria tahun 2030 di India. 20

Sejak tahun 1970-an World Health Organization (WHO) telah mempromosikan pemanfaatan larva ikan sebagai alternatif ramah lingkungan untuk pengendalian malaria. Menurut WHO pada konferensi antar w i l a y a h t a h u n 1 9 7 4 s u d a h merekomendasikan pemanfaatan ikan sebagai pemakan larva malaria terutama spesies gambusia atau spesies ikan lokal lainnya yang sesuai untuk ditebarkan ke danau, kolam, sumur maupun sawah.

Penggunaan ikan sebagai pemakan larva malaria bukan merupakan sesuatu hal yang baru dibeberapa negara seperti Tajikistan di Asia Tengah penggunaan ikan sebagai upaya penanggulangan malaria adalah cara yang tradisional yang sudah diaplikasikan sejak lama dan masih dilakukan sampai saat ini.18

(12)

WHO mempromosikan pengendalian biologi dengan menggunakan ikan predator larva sebagai salah satu cara yang ideal untuk mengurangi populasi larva malaria dan merekomendasikan dengan menggunakan predator alami ikan yang sesuai dengan lingkungan dimana larva itu berada atau ikan

24,25

spesies lokal. Penggunaan spesies ikan lokal sangat direkomendasikan sebagai predator larva dimasing-masing wilayah karena penggunaan spesies ikan pemakan larva yang bukan dari ekosistem asli akan berdampak negatif pada fauna dan akan menjadi pengganggu keanekaragaman ikan asli dan organisme lainnya dan juga dapat mengurangi efesiensi program penanggulangan malaria.

S e p e r t i h a s i l s t u d i d i I r a n y a n g merekomendasikan spesies ikan sebagai predator larva malaria dengan menggunakan spesies lokal yang sesuai dengan kondisi

19,26

lingkungan di setiap wilayah.

Kabupaten Halmahaera Selatan mempunyai predator ikan kecil, udang, nimfa capung. 22

Selain ikan, ada beberapa jenis serangga yang dapat menjadi predator larva nyamuk yang sering ditemukan di persawahan seperti kumbang air/water bugs (Hemiptera:

Heteroptera), larva capung/dragonfly ( O d o n a t a : A n i s o p t e r a ) , c a p u n g jarum/damselfly (Odonata: Zygoptera), larva dan kumbang penyelam dewasa (Coleoptera:

Dytiscidae), larva nyamuk genus Lutzia (Diptera: Culicidae), larva lalat capung/mayfly ( I n s e c t a : E m p h e m e r o p t e ra ) , c a c i n g l u m p u r / t u b i f i c i d w o r m ( A n n e l i d a : Oligochaeta), chironomid midges/lalat daun (Diptera: Chironomidae), fresh water snail/

s i p u t a i r t a w a r ( G a s t r o p o d a : Mesogastropoda), kutu air (Cyclops), anggang- anggang (Gerridae) dan keberadaan ikan kepala timah (Panchax panchax).23

Penggunaan ikan nila merah (O. niloticus) sebagai pemakan larva di Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Kabupaten Lahat N a m u n h a s i l p e n g a m a t a n p a d a penelitian ikan nila merah ini menunjukkan bahwa sebelum ikan nila merah ditebar, pada petak sawah telah dijumpai adanya ikan gupi (P. Reticulata), anak ikan gabus (Channa striata), nimfa capung, Gerridae, Notonectidae, tetapi masih ditemukan jenik Anopheles pada masing-masing petak sawah.

merupakan bentuk pengendalian biologi dengan kearifan lokal, masyarakat di dua kabupaten tersebut sudah mengenal ikan nila merah sebagai spesies ikan yang sangat mudah perawatannya. Berdasarkan hasil review Ali Jafari dkk., pada umumnya ikan nila merah sangat cocok dikembangkan pada ekosistem pertanian di daerah tropis, seperti 26

di wilayah Kabupaten OKU dan Lahat. Perlu diperhatikan penggunaan berbagai pupuk dan pestisida dapat berbahaya bagi ikan yang ditebarkan di ladang irigasi seperti sawah.

Ikan nila merah telah menjadi sumber pangan protein yang dapat dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat khususnya di Kabupaten OKU dan Lahat b a h k a n d a p a t m e n j a d i s u m b e r pendapatan/ekonomi bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Kenya bahwa selain sebagai ikan pemakan larva, O.

niloticus telah menjadi sumber protein dan pendapatan bagi masyarakat. Hasil 2 7

p e n e l i t i a n d i E t h o p i a t e l a h merekomendasikan ikan nila merah dengan berat 3,8 sampai kurang lebih 0,9 g dan panjang 4,6 sampai kurang lebih 0,9 cm mampu memangsa larva Anopheles. Untuk itu 28

perlu penyuluhan bersamaan dengan kegiatan penebaran ikan ke masyarakat tentang keberlangsungan hidup ikan nila merah yang ditebarkan, masyarakat perlu diinformasikan tepatnya waktu panen ikan untuk konsumsi sehingga keberlangsungan hidup ikan nila merah sebagai predator larva dapat berlanjut, selain itu upaya penebaran bibit ikan juga harus rutin dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dan kepadatan ikan nila merah yang ideal untuk ditebar sebagai pemangsa larva Anopheles di suatu habitat, adalah ukuran 6-8 cm dengan kepadatan tiga ekor per m . 2

Penelitian Adnyana tahun 2014, pada skala laboratorium, menunjukkan hasil bahwa ikan nila dengan ukuran kecil sekitar 6 cm, efektif digunakan sebagai pengendali hayati vektor malaria. Semakin besar ukuran ikan nila, maka jumlah larva nyamuk yang dimangsa semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh perubahan preferensi pakan/kesukaan, seiring dengan perkembangan ikan nila tersebut. Hasil 29

penelitian Mbuya tahun 2014 menunjukkan

(13)

Masyarakat Kabupaten OKU dan Lahat s e b e n a r nya s a n ga t a n t u s i a s d e n ga n pengendalian malaria menggunakan spesies ikan nila merah, selain perawatannya mudah juga memberikan dampak pada penurunan larva dan memberikan dampak ekonomi. Oleh karena itu, pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan h a r u s l e b i h m e n g g e r a k a n k e g i a t a n p e n a n g g u l a n g a n m a l a r i a d e n g a n pengendalian biologi menebarkan ikan pemakan larva yang selama ini cenderung diabaikan. Upaya yang dilakukan untuk memfasilitasi kegiatan penebaran ikan pemakan larva dapat dilakukan dengan menyediakan bibit ikan ke masyarakat, memberikan penyuluhan, monitoring dan evaluasi kegiatan. Upaya pelaksanaan kegiatan ini perlu melibatkan lintas sektor terkait seperti Dinas Peternakan dan Perikanan. Suatu program penanggulangan malaria dapat berhasil pelaksanaannya jika melibatkan peran serta dari masyarakat, kelompok masyarakat, organisasi non pemerintah dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan. 31

KESIMPULAN

Kegiatan pengendalian malaria dengan cara biologi, khususnya penebaran ikan belum menjadi prioritas dalam pengendalian malaria di Kabupaten OKU dan Lahat.

Pe m e r i n t a h d a n m a s ya ra k a t s a n g a t mendukung upaya pengendalian malaria dengan penggunaan ikan nila merah sebagai musuh alami larva nyamuk Anopheles. Terjadi penurunan rata-rata kepadatan larva Anopheles pada kolam sebelum dan setelah ditaburi dengan ikan nila merah. Ukuran dan kepadatan ikan nila merah yang ideal untuk ditebar sebagai pemangsa larva Anopheles di bahwa ada penurunan kepadatan larva Anopheles gambiae pada kolam yang ditebar O.

niloticus remaja. Hasil percobaan Abebe tahun 2 0 1 8 m e n u n j u k k a n b a h w a a d a n y a penurunan yang signifikan (92%) jumlah larva Anopheles pada tangki aquarium yang ditebar O. niloticus dengan panjang 4,6±0,9 cm.28 Hasil penelitian Mohamed tahun 2021, menunjukkan bahwa O. niloticus yang banyak memangsa larva nyamuk Culex pipiens, adalah yang berukuran lebih dari 2,5 cm. 30

UCAPAN TERIMA KASIH SARAN

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Litbang Kesehatan Baturaja selaku penyandang dana penelitian ini, serta Bapak Yulian Taviv, S.K.M,. M.Si selaku Kepala Balai Litbang Kesehatan Baturaja. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Panitia Pembina Ilmiah dari Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat (Dra. Shinta, M.Si dan Jusniar Ariati, S.Si,. M.Si) yang telah membimbing pembuatan proposal hingga laporan penelitian.

suatu habitat, adalah panjang 6-8 cm dengan kepadatan 3 ekor per m .2

Perlu adanya sosialiasi yang lebih luas ke wilayah lain tentang manfaat ikan nila merah sebagai pengendali malaria secara biologi.

Perlu dibentuk kelompok masyarakat yang memiliki kolam ikan sehingga mempermudah masyarakat pemilik kolam dalam mengelola kolam ikan, termasuk pada saat akan menjual ikan hasil panen dari kolamnya, sehingga budi daya ikan nila dapat berkelanjutan dalam pengendalian malaria secara biologi.

4. Nwane P, Etang J, Chouabou M, et al. Multiple insecticide resistance mechanisms in Anopheles gambiae s.l. populations from Cameroon, Central Africa. Parasites and Vectors. 2013;6(1):1-14. doi:10.1186/1756- 3305-6-41

DAFTAR PUSTAKA

5. Sahtout F, Boualleg C, Kaouachi N, Khelifi N.

Feeding Habits of Cyprinus carpio in Foum El- Khanga Dam, Souk-Ahras, Algeria. AACL B i o f l u x . 2 0 1 8 ; 1 1 ( 2 ) : 5 5 4 - 5 6 4 . http://www.bioflux.com.ro/aacl.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009.

2009:1-36.

6. Naik G, Rashid M. Food and Feeding Habits of Cyprinus carpio Var. communis: A Reason that 3. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.

Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2017. Palembang; 2017.

1. Sutarto, Cania E. Faktor Lingkungan, Perilaku dan Penyakit Malaria. Agromed Unila.

2 0 1 7 ; 4 ( 1 ) : 2 7 1 - 2 7 8 . doi:10.1002/jsfa.2740630211

(14)

10. Astuti EP, Ipa M, Ginanjar A, Wahono T. Upaya Pengendalian Malaria Dalam Rangka Pre- Eliminasi di Kabupaten Garut: Sebuah studi ku a l i t a t i f . B u l Pe n e l i t S i s t Ke s e h a t . 2 0 2 0 ; 2 2 ( 4 ) : 2 5 5 - 2 6 4 . doi:10.22435/hsr.v22i4.1761

9. Nurisa I. Peranan Ikan Nila Sebagai- Pengendali Nyamuk Vektor Malaria. Media Libangkes. 1994;IV(2):15-17.

7. Dadebo E, Eyayu A, Sorsa S, Tilahun G. Food and Feeding Habits of the Common Carp ( Cyprinus carpio L . 1758 ) ( Pisces : Cyprinidae ) in Lake Koka , Ethiopia. Momona Ethiop J Sci.

2 0 1 5 ; 7 ( 1 ) : 1 6 - 3 1 . doi:10.4314/mejs.v7i1.117233

8. Ghosh A, Chandra G. Functional response and density dependent feeding interaction of Oreochromis niloticus against immatures of Culex quinquefasciatus. J Vector Borne Dis.

2017;54(4):366-368. doi:10.4103/0972- 9062.225843

11. Lestari TRP. Pengendalian Malaria dalam Upaya Percepatan Pencapaian Target Millennium Development Goals. Kesmas Natl P u b l i c H e a l J . 2 0 1 2 ; 7 ( 1 ) : 2 2 . doi:10.21109/kesmas.v7i1.72

12. Attamimy HB, Qomaruddin MB. Aplikasi Health Belief Model Pada Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue. J PROMKES.

2 0 1 8 ; 5 ( 2 ) : 2 4 5 . doi:10.20473/jpk.v5.i2.2017.245-255

13. Susanti. Penerapan Health Belief Model Terhadap Keputusan Keluarga untuk Melakukan Kunjungan ke Puskesmas dalam Penanganan Dini Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). Encycl Heal Commun. 2014;4(2):124- 141. doi:10.4135/9781483346427.n211 14. Trapsilowati W, Mardihusodo SJ, Prabandari

YS, Mardikanto T. Pengembangan Metode P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t d a l a m Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang Provinsi Jawa Te n g a h . B u l P e n e l i t S i s t K e s e h a t . 2 0 1 5 ; 1 8 ( 1 ) : 9 5 - 1 0 3 . doi:10.22435/hsr.v18i1.4275.95-103

Decline Schizothoracine Fish Production from Dal Lake of Kashmir Valley. Fish Aquaqulture J.

2 0 1 5 ; 6 ( 4 ) .

https://www.researchgate.net/journal/Fishe ries-and-Aquaculture-Journal-2150-3508.

15. Yuliasih Y, Fuadiyah MEA, Nurindra RW, Dinata A, Prasetyowati H, Ipa M. Persepsi Kader Terhadap Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik ( G1R1J ) Dalam Pengendalian Demam Berdarah Kota Tangerang Selatan. Bul

16. Ruliansyah A, Pradani FY. Penulara Malaria di Pangandaran Social Behaviors Causing the Increased Risk of Malaria Transmission in Pangandaran. Bul Penelit Si. 2020;23(2):115- 125.

Penelit Sist Kesehat. 2020;23(4):237-245.

doi:https://doi.org/10.22435/hsr.v23i4.333 8

18. Dp W, Garner P, Aa A, et al. Larvivorous Fish for Preventing Malaria Transmission ( Review ).

(Group CID, ed.). Australia: John Wiley & Sons, Ltd. on behalf of The Cochrane Collaboration;

2 0 1 7 .

doi:10.1002/14651858.CD008090.pub3.ww w.cochranelibrary.com

19. Shahi M, Kamrani E, Salehi M, Habibi R, Ali A.

Native Larvivorous Fish in an Endemic Malarious Area of Southern Iran, a Biological Alternative Factor for Chemical Larvicides in Malaria Control Program. Iran J Public Heal.

2015;44(11):1544-1549.

20. Lal AA, Rajvanshi H, Jayswar H, Das A, Bharti PK.

Malaria elimination: Using past and present experience to make malaria-free India by 2030. J Vector Borne Dis. 2019;56:60-65.

25. Kendie FA. Potential biological control agents against mosquito vector in the case of larvae stage : A review. World News Nat Sci.

2020;28(2020):34-50.

21. Sugiarti S. Karakteristik Tempat Perindukan Nyamuk Anopheles sp. yang Potensial Sebagai Vektor Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran. 2018.

24. Gachelin G, Garner P, Ferroni E, Verhave JP, Opinel A. Evidence and strategies for malaria prevention and control: a historical analysis.

M a l a r J . 2 0 1 8 ; 1 7 ( 9 6 ) : 1 - 1 8 . doi:10.1186/s12936-018-2244-2

22. Mulyadi. Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp.

serta Perannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. 2010.

17. Pawitaningtyas I, Puspasari HW. Peran Serta Masyarakat Dalam Meningkatkan Status Kesehatan Ibu Di Kabupaten Timor Tengah S e l a t a n . B u l P e n e l i t S i s t K e s e h a t . 2 0 1 8 ; 2 1 ( 1 ) : 4 1 - 4 7 . doi:10.22435/hsr.v21i1.94

23. Kundu M, Sharma D, Brahma S, Pramanik S, Saha GK, Aditya G. Insect Predators of Mosquitoes of Rice Fields: Portrayal of Indirect Interactions with Alternative Prey. J Entomol Zool Stud. 2014;2(5):97-103.

(15)

26. Jafari A, Enayati A, Jafari F, et al. A Narrative review of the control of mosquitoes by Larvivorous fish in Iran and the world. Iran J H e a l S c i . 2 0 1 9 ; 7 ( 2 ) : 4 9 - 6 0 . doi:10.18502/jhs.v7i2.1064

29. Adnyana NWD, Lobo V, Mapada MA, Triana E.

Predasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 28. Abebe A, Natarajan P, Getahun A. Efficacy of tilapia , Oreochromis niloticus and Tilapia zilli for the control of mosquito larvae around Fincha Valley , Oromia region , Ethiopia. Int J Mosq Res. 2018;5(3):35-41.

27. Howard AF V, Zhou G, Omlin FX. Malaria mosquito control using edible fish in Western Kenya: preliminary finding of a controlled s t u d y. B i o M e d C e n t P u b l i c H e a l . 2007;7(199):1-8. doi:10.1186/1471-2458-7- 199

30. Ibrahim A. Mohamed MF, Farghal AIA, Temerak SAH, Alaa El-Din H. Sayed. Efficacy of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) juveniles and spinosyns bioinsecticides against aquatic stages of Culex pipiens: An experimental study.

J Asia Pac Entomol. 2021;24(1):190-194.

doi:https://doi.org/10.1016/j.aspen.2020.12 .005.

Terhadap Larva Anopheles sp. di Insektarium Loka Litbang P2B2 Waikabubak Tahun 2014. J Penyakit Bersumber Binatang. 2015;3(1):10-

1 7 .

doi:http://dx.doi.org/10.22435/jpbb.v3i1.89 25.10-17

31. Mutero CM, Mbogo C, Mwangangi J, et al. An Assessment of Participatory Integrated Vector Management for Malaria. Environ Health Perspect. 2015;123(11):1145-1151.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya

Dari Tabel 3 menunjukkan 5 persoalan dalam pengujian aplikasi dengan P1, P2, P3, P4, P5 dan diperoleh hasil pengujian kuesioner tersebut dinyatakan dalam diagram pengujian

Di Indonesia Kesmavet didefinisikan sebagai segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung

Menurut Balitbang Kemendikbud (2013) dalam Mulyasa (2014:81- 2), pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memerhatikan dan

Untuk mengetahui kondisi optimum rasio molar reaktan pada esterifikasi asam lemak dari sludge oil menggunakan katalis tawas, dilakukan reaksi dengan variasi rasio molar sludge oil :

a) Memahami bagaimana struktur geologi dalam suatu batuan terbentuk dan hal ini dapat membantu untuk mengetahui sejarah yang pernah terjadi pada batuan tersebut. Selain dari

Organisasi Lini dan Fungsional adalah organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi Komite lebih