• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Servicescape, Perceived Service Quality, Revisit Intention

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Kata kunci: Servicescape, Perceived Service Quality, Revisit Intention"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Servicescape terhadap Revisit Intention dengan Perceived Service Quality sebagai Variabel Mediasi

(Studi Pada Ubud Hotel & Villas) Oleh:

Kardina Yudha Parwati Dosen Pembimbing:

Dimas Hendrawan S.E., MM.

Abstrak

Tujuan - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh servicescape dan perceived service quality terhadap revisit intention konsumen Ubud Hotel & Villas baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung.

Metodologi Penelitian - Penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (Path) untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel servicescape terhadap revisit intention dengan perceived service quality sebagai variabel mediasi.

Hasil Penelitian - servicescape mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap revisit intention, servicescape mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap perceived service quality, perceived service quality mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap revisit intention, dan servicescape mempunyai pengaruh tidak langsung secara signifikan terhadap revisit intention melalui perceived service quality.

Kata kunci: Servicescape, Perceived Service Quality, Revisit Intention.

1. Pendahuluan

Malang merupakan salah satu kota yang menjadi pilihan destinasi wisata bagi wisata wisatawan domestik maupun mancanegara.

Berbagai fasilitas wisata di Malang dan kota- kota di sekitar Malang meningkatkan potensi Malang untuk dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang, jumlah wisatawan di Kota Malang pada 2012 hingga 2013 meningkat sekitar 50.000 orang (Pemkot Malang Targetkan Jumlah Wisatawan Naik 5%, 2014).

Perkembangan Kota Malang sebagai Kota Industri dan Pendidikan juga menjadi latar belakang datangnya wisatawan ke Kota Malang, yang akhirnya menggunakan jasa penginapan (Hotel, Villa dan Guest House) yang ada di kota Malang. Potensi kota Malang untuk didatangi wisatawan mengakibatkan berkembangnya industri jasa penginapan seperti hotel, guest house, dan villa di Kota Malang. Sejak tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah hotel di kota malang, dengan beroperasinya 10 hotel baru pada tahun 2013,

dan 8 hotel pada tahun 2014 (Jadi Jujugan Wisatawan dan Pebisnis Hotel di Malang Makin „Seksi‟, 2014).

Persaingan bisnis antar hotel di kota Malang menjadi semakin kompetitif. Berbagai strategi diterapkan dalam rangka memperkuat daya saing salah satunya dengan menawarkan servicescape yang berbeda dengan kompetitor.

Menurut Zeithaml, Bitner, & Gremler (2013:

278), servicescape (termasuk dalam physical evidence) adalah seluruh aspek dari fasilitas fisik suatu organisasi yang merupakan bentuk komunikasi nyata. Elemen-elemen servicescape menurut Kim dan Moon (2009), antara lain: (1) facility aesthetic, (2) layout, (3) electric equipment, (4) seating comfort, (5) ambient condition. Servicescape yang unik dan berbeda dari kompetitor diharapkan dapat memberikan pengalaman yang lebih kepada pelanggan. Tjiptono (2014: 155) menyatakan sejumlah riset menunjukkan bahwa servicescape bisa mempengaruhi pilihan pelanggan, ekspektasi pelanggan, kepuasan pelanggan dan perilaku lainnya.

(2)

Pengunjung hotel dapat mempersepsikan kualitas layanan hotel dari lingkungan fisik hotel yang telah dirasakan selama waktu kunjungan. Menurut Brady dan Cronin dalam Tjiptono (2014: 299) kualitas jasa dipengaruhi oleh kualitas lingkungan fisik. Melalui persepsi kualitas layanan, servicescape dapat mempengaruhi respon dan perilaku dari pengunjung. Dalam Zeithaml, Bitner, &

Gremler (2013: 291) Psikolog lingkungan menjelaskan bahwa orang bereaksi terhadap tempat dengan dua dasar perilaku yaitu approach dan avoidance. Perilaku approach (termasuk revisit intention) dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap lingkungan itu sendiri. Menurut Zeithaml et al (2009), dalam Deasy (2012), revisit intention merupakan bentuk perilaku (behavioral intention) atau keinginan pelanggan untuk datang kembali, memberi word of mouth yang positif, tinggal lebih lama dari perikiraan, berbelanja lebih banyak dari perkiraan. Persepsi pengunjung terhadap kualitas jasa yang baik dapat menimbulkan perilaku approach (termasuk revisit intention)

Salah satu hotel di kota Malang yang menawarkan servicescape yang berbeda dari hotel yang lain adalah Ubud Hotel and Villas, yang menawarkan suasana khas Ubud Bali di tengah Kota Malang. Dari lingkungan fisik hotel yang telah dirasakan selama waktu kunjungan, pengunjung Ubud Hotel & Villas dapat mempersepsikan kualitas layanan hotel.

Persepsi kualitas layanan yang baik dapat menimbulkan revisit intention pada pengunjung. Mengingat Ubud Hotel & Villas baru mulai beroperasi sejak tahun 2012, dapat dikatakan sebagai hotel yang relatif baru di kota Malang, Ubud Hotel & Villas memerlukan revisit intention dalam rangka meningkatkan kunjungan pelanggan dan meningkatkan marketshare nya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh servicescape dan perceived service quality terhadap revisit intention konsumen Ubud Hotel & Villas baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan penelitian ini secara lebih spesifik adalah:

 Untuk mengetahui pengaruh servicescape terhadap revisit intention pada Ubud Hotel and Villas.

 Untuk mengetahui pengaruh servicescape terhadap perceived service quality pada Ubud Hotel and Villas.

 Untuk mengetahui pengaruh perceived service quality terhadap revisit intention pada Ubud Hotel and Villas.

 Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung servicescape terhadap revisit intention melalui perceived service quality pada Ubud Hotel and Villas.

2. Tinjauan Pustaka 2.1 Physical Evidence

Salah satu aspek dalam bauran pemasaran jasa adalah bukti fisik (physical evidence).

Menurut Zeithaml, Bitner & Gemler (2013:

26) physical evidence adalah lingkungan dimana layanan (service) di sampaikan dan dimana perusahaan dan pelanggan berinteraksi, baik itu setiap komponen yang berwujud yang memfasilitasi kinerja atau kegiatan komunikasi dari jasa. Physical evidence dapat menjadi sarana bagi perusahaan untuk menyampaikan pesan yang konsisten dan kuat mengenai tujuan organisasi, segmen pasar yang dituju, dan sifat dari jasa. Menurut Hoffman dan Bateson (2011:199) physical evidence termasuk semua hal yang berwujud, baik fasilitas fisik perusahaan, hingga brosur, business card, dan karyawan perusahaan. Berdasarkan pengertian tersebut physical evidence merupakan semua aspek yang berwujud (tangible), yang dapat menyampaikan tujuan, nilai, dan kualitas dari suatu jasa kepada konsumen. Zeithaml, Bitner

& Gemler (2013: 278) menyebutkan elemen- elemen umum dari physical evidence antaralain: (1) facility exterior, (2) facility interior, (3) other tangibles. Zeithaml, Bitner

& Gemler (2013: 278) menyebutkan bahwa physical evidence dapat mempengaruhi aliran pengalaman, kepuasan pelanggan, hubungan emosional pelanggan dengan perusahaan, penyampaian pengalaman, interaksi sosial dan personal dengan pengalaman menggunakan jasa yang lain.

(3)

2.2 Servicescape

Physical evidence mempunyai elemen yang disebut dengan istilah servicescape atau service environtment. Zeithaml, Bitner &

Gemler (2013: 282) mendefinisikan servicescape sebagai semua fasilitas fisik organisasi yang dapat menjadi bentuk lain dari tangible communication. Menurut Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2011: 4) servicescape merupakan gaya dan tampilan fisik dari elemen pengalaman lain yang ditemui oleh pelanggan di tempat penghantaran jasa.

Sedangkan Hoffman dan Bateson (2011:14) mendefinisikan servicescape sebagai lingkungan terdekat dimana aktivitas jasa berlangsung. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa servicescape adalah semua lingkungan fisik dimana proses penghantaran jasa berlangsung. Penelitian ini mengadaptasi dimensi servicescape yang digunakan pada penelitian Kim dan Moon (2009) dan Heung Gu (2012) yaitu, fascility aesthetics, layout, electric equipment, ambient conditions, dan employee factors. Fasicilty aesthetic berkenaan dengan desain arsitektur dengan desain interior dan dekorasi, serta semua yang berkontribusi pada kemenarikan dari lingkungan layanan (Ryu &Jang, 2007;

Wakefield & Bloggett, 1994). Menurut Zeithaml, Bitner & Gemler (2013: 297), spatial layout merupakan tata letak perlengkapan, peralatan, dan furniture; ukuran dan bentuk item tersebut; dan spatial relation antara item-item tersebut. Deasy (2012) menyatakan bahwa dalam jurnal Kim & Moon (2008), electric equipment (peralatan elektronik) merupakan peralatan audio/ video yang dapat digunakan untuk menambah kegembiraan/ketertarikan dan hiburan pada lingkungan layanan. Adapun Deasy (2012) menyatakan bahwa dalam jurnal Kim dan Moon (2008), ambient conditions berhubungan dengan bentuk karakter yang cenderung mempengaruhi indera non-visual yang terdiri dari tingkat pencahayaan, suhu, aroma, dan musik. Karyawan yang dimaksud oleh Ryu & Jang (2007) tersebut adalah penampilan karyawan (professional appearance and attractiveness) dan jumlah dari karyawan.

2.3 Perceived Service Quality

Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:137) persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia dapat juga dijelaskan sebagai proses “Bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita”. Kim dan Moon (2009) menyatakan bahwa menurut Steenkamp (1989) perceived service quality merupakan semua “judgment” yang berdasarkan pada persepsi dari sebuah objek atau produk dalam atribut-atribut kualitas. Adapun pengertian lain dari perceived service quality yaitu evaluasi dari perusahaan jasa spesifik yang merupakan hasil dari perbandingan antara tindakan perusahaan terhadap konsumen dengan ekspektasi umum konsumen tentang bagaimana perusahaan dalam industri tersebut harus bertindak (Kim dan Moon, 2009;

Parasuraman et al. 1985). Kim dan Moon (2009) juga menyebutkan bahwa menurut Wakefield and Blodgett, (1999) perceived service quality mencerminkan evaluasi kognitif pada aspek tak berwujud dari penyampaian layanan seperti reabilitas, empati, jaminan, dan responsiveness. Sciffman dan Kanuk (2008: 162) menyatakan bahwa konsumen sering kali menilai kualitas produk atau jasa tertentu atas dasar berbagai macam isyarat informasi yang mereka hubungkan dengan produk. Isyarat tersebut merupakan sifat intrinsik (warna, rasa, atau aroma) atau ekstrinsik (harga, kemasan, atau iklan) suatu produk atau jasa. Kualitas jasa lebih sulit dinilai dibandingkan dengan produk karena jasa mempunyai sifat tidak dapat dirasakan, bervariasi, tidak tahan lama, dan dihasilkan dan dipakai secara serentak.

2.4 Revisit Intention

Menurut Zeithaml et al (2009), dalam Deasy (2012) revisit intention merupakan bentuk perilaku (behavioral intention) atau keinginan pelanggan untuk datang kembali, memberi word of mouth yang positif, tinggal lebih lama dari perikiraan, berbelanja lebih banyak dari perkiraan. Dalam Zeithaml, Bitner, & Gremler (2013: 291) Psikolog lingkungan menjelaskan bahwa orang bereaksi

(4)

terhadap tempat dengan dua dasar perilaku yaitu approach dan avoidance. Perilaku approach termasuk semua perilaku positif yang dapat diarahkan pada tempat tertentu, seperti keinginan untuk tinggal, menjelajah, bekerja, dan afiliasi. Perilaku avoidance atau menghindar mencerminkan hal yang sebaliknya seperti keinginan untuk tidak tinggal, tidak menjelajah, tidak bekerja, dan tidak berafiliasi. Perilaku approach (termasuk revisit intention) dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap lingkungan itu sendiri.

Persepsi pengunjung terhadap kualitas jasa yang baik dapat menimbulkan perilaku approach (termasuk revisit intention)

2.5 Hubungan Antar Variabel

Lingkungan fisik (servicescape) dapat mendatangkan respon kognitif (perceived service quality), mempengaruhi evaluasi orang terhadap suatu tempat, produk, dan seseorang yang di temukan dalam suatu tempat. (Kim dan Moon, 2009; Bitner, 1992; Kaplan dan Kaplan, 1989). Menurut Kim dan Moon (2009), isyarat fisik mungkin dapat mendatangkan respon persepsi, mempengaruhi evaluasi dan pendapat orang pada kualitas dari suatu produk atau jasa. Jasa bersifat intangible dan mensyaratkan pelanggan untuk hadir selama proses jasa, sehingga tangible factors dapat mempunyai pengaruh yang signifikan pada persepsi kualitas jasa. Kim dan Moon (2009) menyebutkan bahwa Zheithaml et al.

(1996) menemukan bahwa hubungan antara persepsi kualitas layanan dan niat perilaku pelanggan (behavioral intention) sangat erat dan perceived service quality adalah penentu kecenderungan pelanggan untuk mengatakan hal-hal positif (word-of-mouth), merekomendasikan dan tetap setia pada suatu perusahaan.

2.6 Hipotesis

Gambar 1: Model Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:

H1 :Servicescape (X) berpengaruh terhadap Revisit Intention (Y).

H2 : Servicescape (X) berpengaruh terhadap Perceived Service Quality (Z).

H3 : Perceived Service Quality (Z) berpengaruh terhadap Revisit Intention (Y).

H4 : Servicescape (X) berpengaruh tidak langsung terhadap Revisit Intention (Y) melalui Perceived Service Quality (Z)

3. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Ubud Hotel & Villas, dimana tidak semua populasi dijadikan sampel pada penelitian ini. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 110 responden.

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan karakteristik sampel yang dipilih yaitu, minimal responden berusia 17 tahun dan minimal pernah 1 kali mengunjungi Ubud Hotel & Villas. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner.

Item pertanyaan dalam kuesioner diukur menggunakan skala Likert. Untuk menguji instrumen penelitian dilakukan uji validitas, uji reliabilitas, dan uji asumsi klasik. Teknik analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis) untuk mengetahui dan menganalisis

H

4 Servicescape

(X)

Revisit Intention

(Y)

Perceived Service Quality

(Z) H

2

H

3

H

1

(5)

pengaruh langsung yang ditimbulkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat dan juga pengaruh tidak langsungnya melalui variabel intervening. Uji hipotesis untuk pengaruh langsung dilakukan menggunakan uji t, sedangkan untuk pengaruh tidak langsung menggunakan sobel test.

4. Hasil Penelitian

Dari pengumpulan data, diperoleh bahwa dari 110 responden terdapat 63,6% perempuan dan 36,3% laki-laki dengan rentang usia responden paling banyak adalah 17- 25 tahun yaitu, 74,5%. Responden paling banyak mempunyai penghasilan perbulan kurang dari Rp 5.000.000. Kuesioner yang disebarkan telah memenuhi uji validitas dan uji reliabilias.

Data yang diperoleh juga memenuhi uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji heterokedastisitas dan uji linearitas. Karena data sudah memenuhi asumsi-asumsi klasik maka data memenuhi syarat untuk analisis regresi. Hasil dari analisis regresi akan menghasilkan koefisien path dan nilai thitung

untuk pengujian hipotesis.

Persamaan jalur pada penelitian ini adalah:

Z = b1X + e1

(Sebagai persamaan substruktur 1) Y = b2X + b3Z + e2

(Sebagai persamaan substruktur 2) Keterangan:

X : servicescape

Z : perceived service quality Y : revisit intention

e1 : Variabel residu atau variabel yang mempengaruhi Z namun tidak dibahas dalam penelitian

e2 : Varibel residu atau variabel yang mempengaruhi Y namun tidak dibahas dalam penelitian

Penerapan persamaan tersebut pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Z = b1X + e1

Persamaan pertama dilakukan dengan melakukan regresi servicescape (X) sebagai variabel bebas dan perceived service quality (Z) sebagai variabel terikat. Hasil dari regresi persamaan pertama tersebut adalah:

Tabel 1: Hasil Analisis Jalur Pengaruh Variabel X terhadap Z

Dari hasil regresi di atas maka diperoleh koefisien path untuk servicescape terhadap perceived service quality adalah sebesar 0,678.

Hubungan antara kedua variabel ini signifikan karena dari tabel diatas diperoleh nilai signifikansi 0.000 atau kurang dari α, yaitu 0,005. Hipotesis yang menguji pengaruh langsung antara servicescape terhadap perceived service quality dapat diterima karena nilai thitung adalah 9,579 dimana nilai tersebut lebih besar dari ttabel yang digunakan dalam penelitian ini 1,98217. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh langsung yang siginifikan antara servicescape terhadap perceived service quality, sehingga H2 diterima.

(2) Y = b2X + b3Z + e2

Persamaan kedua dilakukan dengan melakukan regresi dengan servicescape (X) dan perceived service quality (Z) sebagai variabel bebas dan revisit intention (Y) sebagai variabel terikat. Hasil dari regresi persamaan ini adalah:

Variabel

Unstandardized Coefficients

Beta

Standardized Coefficients

Beta

t hitung Sig t

X 0,126 0,678 9,579 0,000

Variabel terikat = Z R = 0,678 R Square = 0,459 Adjusted R Square = 0,454

(6)

Tabel 2: Hasil Analisis Jalur Pengaruh Variabel X dan Z terhadap Y

Dari hasil regresi di atas maka diperoleh koefisien path untuk servicescape terhadap revisit intention sebesar 0,362. Hubungan antara kedua variabel ini signifikan karena dari tabel diatas diperoleh nilai signifikansi 0.000 atau kurang dari α yang dipakai dalam penelitian ini yaitu 0,005. Hipotesis yang menguji pengaruh langsung antara servicescape terhadap revisit intention dapat diterima karena nilai thitung adalah 3,881 dimana nilai tersebut lebih besar dari ttabel

yang digunakan dalam penelitian ini 1,98217.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh langsung yang siginifikan antara servicescape terhadap revisit intention, sehingga H1 diterima.

Koefisien path untuk perceived service quality terhadap revisit intention adalah sebesar 0,408. Hubungan antara kedua variabel ini signifikan karena dari tabel diatas diperoleh nilai signifikansi 0.000 atau lebih kecil dari α 0,005. Hipotesis yang menguji pengaruh langsung antara perceived service quality terhadap revisit intention dapat diterima karena nilai thitung adalah 4,375 dimana nilai tersebut lebih dari ttabel yang digunakan dalam penelitian ini 1,98217.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh langsung yang siginifikan perceived service quality terhadap revisit intention, sehingg H3 diterima.

Untuk mengetahui besarnya koefisien path dari pengaruh servicescape terhadap revisit intention melalui perceived service quality, dilakukan dengan rumus:

Y = b1X x b3Z

= 0,678X x 0,408Z

= 0,277

Keterangan:

Y : Koefisien jalur X ke Y melalui Z b1X : Koefisien jalur X ke Z

b3Z : Koefisien jalur Z ke Y

Maka dari rumus di atas dapat dihitung besarnya pengaruh tidak langsung servicescape terhadap revisit intention melalui perceived service quality yaitu sebesar 0,277.

Untuk menguji H4 yang menduga bahwa Servicescape (X) berpengaruh tidak langsung terhadap Revisit Intention (Y) melalui Perceived Service Quality (Z) maka dilakukan perhitungan menggunakan rumus Sobel untuk menghitung z-value. Dengan rumus:

Se12 =

Keterangan:

Se12 : Standard Error pengaruh tidak langsung servicescape (X) terhadap revisit intention (Y) melalui perceived service quality (Z)

P1 : Koefisien Path pengaruh langsung servicescape (X) terhadap perceived service quality (Z)

Se1 : Standard Error pengaruh langsung servicescape (X) terhadap perceived service quality (Z)

P2 : Koefisien Path pengaruh langsung perceived service quality (Z) terhadap revisit intention (Y)

Se2 : Standard Error pengaruh langsung perceived service quality (Z) terhadap revisit intention (Y)

Berdasarkan rumus Sobel di atas, maka diperoleh besarnya Standard error untuk Se12 sebesar 0,0842531. Setelah Standard Error untuk pengaruh tidak langsung dihitung, maka nilai thitung adalah:

z- value =

=

= 3,28771 Keterangan:

P12 : Koefisien Path pengaruh pengaruh tidak langsung servicescape (X) terhadap revisit intention (Y) melalui perceived service quality (Z)

Variabel

Unstandardized Coefficients

Beta

Standardized Coefficients

Beta

t hitung

Sig t

X Z

0,089 0,541

0,362 0,408

3,881 4,375

0,000 0,000 Variabel terikat = Y

R = 0,705 R Square = 0,497 Adjusted R Square = 0,488

(7)

Dengan bantuan aplikasi perhitungan Sobel Test oleh Preacher dan Leonardelli (Calculation for the Sobel test: An interactive calculation tool for Mediation tests, 2010), maka juga di dapatkan p-value sebesar 0.0010242. Berdasarkan sobel test nilai z- value sebesar 3,28771 dan p-value sebesar 0.001. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa z-value > daripada 1,96 dan p-value <

dari 0,05. sehingga H4 yang menduga, bahwa terdapat pengaruh tidak langsung secara signifikan dari variabel servicescape terhadap revisit intention melalui perceived service quality, diterima.

Gambar 3: Diagram Jalur

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah servicescape mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap revisit intention, servicescape mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap perceived service quality, perceived service quality mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap revisit intention, servicescape mempunyai pengaruh tidak langsung secara signifikan terhadap revisit intention melalui perceived service quality.

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan beberapa saran. Ubud Hotel & Villas sebaiknya terus meningkatkan servicescape dengan mengurangi tingkat kebisingan,

menjaga kesegaran, kebersihan dan keindahan lingkungan hotel, menambah fasilitas baru yang belum ada di hotel, serta terus berinovasi dalam hal dekorasi hotel. Penting bagi Ubud Hotel & Villas untuk memperhatikan perceived service quality konsumen, dengan cara meningkatkan reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan, tangible.

Servicescape yang baik akan meningkatkan perceived service quality konsumen, dan akhirnya dapat meningkatkan minat konsumen untuk mengunjungi kembali Ubud Hotel &

Villas. Ubud Hotel & Villas juga dapat menerapkan strategi pemasaran lain selain untuk meningkatkan minat konsumen untuk berkunjung kembali antara lain, strategi harga, program loyalitas konsumen, dan strategi diversifikasi produk jasa. Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk menambah variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi revisit intention selain servicescape dan perceived service quality, seperti harga, promosi, dan kualitas layanan.

Daftar Pustaka

Antara. 2014. Pemkot Malang Targetkan Jumlah Wisatawan Naik 5%, Diakses

tanggal 5 Desember

2014,<http://www.beritasatu.com/food- travel/205682-pemkot-malang-targetkan- jumlah-wisatawan-naik-5.html>

Galeri Foto. 2015. Diakses tanggal 10 Januari 2015. <http://www.hotelubud- malang.com/?prm=galeri&title=8>.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivarite dengan SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Heung, Vincent & Gu, Tianming. 2012.

Influence of Restaurant Atmospherics on Patron Satisfaction and Behavioral Intentions. International Journal of Hospitality Management 31, pp 1167-1177 Hoffman , Douglass & Bateson John. 2011.

Services Marketing Concept, Strategies, &

Cases, fourth edition. Cengage Learning, South Western.

Jang Soo Cheon & Namkung Young. 2009.

Perceived Quality, Emotions, and Behavioral Intention: Application of an Extended Mehrabian- Russel Model

X Z Y

0,678 0,408

0,362

e1 e2

0,277

(8)

Restaurants. Journal of Business Research 6, pp 451-460.

Jujugan Wisatawan dan Pebisnis Hotel di Malang Makin „Seksi‟. 2014. Diakses tanggal 5 Desember 2014,

<http://halomalang.com/news/-jadi- jujugan-wisatawan-dan-pebisnis-hotel-di- malang-makin-seksi>

Kementrian Pariwisata. 2014. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Bulanan Tahun 2013 – 2014. Diakses tanggal 5 Desember 2014,

<http://www.parekraf.go.id/image/contentt ransaction/2545.jpg>.

Kementrian Pariwisata. 2014. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk Dan Kebangsaan Bulan Oktober 2014, Diakses tanggal 5

Desember 2014,

<http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/L apbul%20Wisman%20Okt14.pdf>.

Kenny, David & Baron, Reuben. 1986. The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychological Research:

Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations?. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.51, No. 6, 1173-1182.

Kenny, David A. 2014. Mediation. Diakses

tanggal 8 Mei 2015.

<http://davidakenny.net/cm/mediate.htm>

Kim, Woo Gon & Moon Yu Ji. 2009.

Customer‟scognitive, Emotional, And Actionable, Response To The Servicescape: A Test Of The Moderating Effect Of The Restaurant Type.

International Journal of Hospitality Management 28, pp 144-156

Kolter, Philip & Armstrong, Gary. 2012.

Principles of Marketing, 14th Edition.

Pearson Education, London.

Kotler, Philip & Keller, Kevin L. 2009.

Manajemen Pemasaran, edisi 13 Jilid I.

Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip & Keller, Kevin L. 2009.

Manajemen Pemasaran, edisi 13 Jilid II.

Erlangga, Jakarta.

Lovelock, Christopher. Wirtz, Jochen &

Mussry, Jacky. 2011. Pemasaran Jasa Edisi 7 Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Lovelock, Christopher. Wirtz, Jochen &

Mussry, Jacky. 2011. Pemasaran Jasa Edisi 7 Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Lupiyoadi, Rambat. 2013. Manajemen Pemasaran Jasa Berbasis Kompetensi.

Salemba Empat, Jakarta.

Pariwisata Indonesia Lampaui Pertumbuhan Ekonomi. 2014. Diakses tanggal 5

Desember 2014.

<http://www.tempo.co/read/news/2014/03/

06/202559869/Pariwisata-Indonesia- Lampaui-Pertumbuhan-Ekonomi>.

Pemerintah Kota Malang. 2011. Fasilitas Hotel. Diakses tanggal 5 Desember 2014.

<http://www.malangkota.go.id/mlg_detail.

php?own=hotel&id=27>

Pemerintah Kota Malang. 2011. Fasilitas Hotel. Diakses tanggal 5 Desember 2014,

<http://www.malangkota.go.id/mlg_detail.

php? own=hotel&id=27>

Pemkot Malang Targetkan Jumlah Wisatawan Naik 5%.2014. Diakses tanggal 5

Desember 2014.

<http://ww.beritasatu.com/food-

travel/205682-pemkot-malang-targetkan- jumlah-wisatawan-naik-5.html>

Preacher, Kristopher J. Leonardelly, Geoffrey J. 2015. Calculation for the Sobel test: An interactive calculation tool for Mediation tests. Diakses tanggal 8 Mei 2015. <

http://quantpsy.org/sobel/sobel.htm>

Ryu, Kisang & Jang Soo Cheon, 2007, The Effect of Environmental Perceptions on Behavioral Intentions Through Emotions:

The Case of Upscale Restaurants. Journal of Hospitality & Tourism Research, pp 31:

56.

Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis jalur untuk riset bisnis dengan SPSS. Andi Offset, Yogyakarta.

Schiffman, Kanuk, & Lazar. 2008. Consumer Behaviour 7th Edition. (Perilaku Konsumen). PT. Indeks, Jakarta.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis Edisi 4 Buku 2. Salemba Empat, Jakarta.

(9)

Sekaran, Uma. 2007. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis Edisi 4 Buku 1. Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung Sugiyono. 2014. Metode Penelitian kuantitatif

kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung Tjiptono, Fandy. 2014. Pemasaran Jasa,

Prinsip, Penerapan, dan Penelitian. Andy Offset, Yogayakarta.

Ubud Hotel& Villas. 2014. Diakses tanggal 5

Desember 2014.

<http://www.tripadvisor.com/Hotel_Revie w-g297710-d3222415-Reviews-

Ubud_Hotel_Villas-

Malang_East_Java_Java.html>

Venty, Deasy. 2012. Analisis Pengaruh Servicescape terhadap Revisit Intention pada Theme Restaurantdan Non-Theme Restaurant, Studi Kasus: Nanny‟s Pavillion dan Solaria. Skripsi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Zeithaml, Bitner, & Gremler. 2013. Services Marketing: Integrating Customer Focus Across The Firm, Sixth Edition.

McGrawhill

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah variabel brand personality mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap variabel brand trust pada produk running shoes merek Nike