KEABSAHAN HUKUM SERTIFIKAT ELEKTRONIK DALAM KEPEMILIKAN TANAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL
(ATR/BPN) NOMOR 1 TAHUN 2021 TENTANG SERTIFIKAT ELEKTRONIK
Skripsi
Oleh : Rohmatun Nafisah
21801021005
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG 2022
i
KEABSAHAN HUKUM SERTIFIKAT ELEKTRONIK DALAM KEPEMILIKAN TANAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI
AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL(ATR/BPN) NOMOR 1 TAHUN 2021 TENTANG SERTIFIKAT ELEKTRONIK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum
Oleh : Rohmatun Nafisah
21801021005
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG 2022
ix
KEPEMILIKAN TANAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ATR/BPN NOMOR 1 TAHUN 2021 TENTANG SERTIFIKAT ELEKTRONIK
Rohmatun Nafisah
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Dalam skripsi ini, penulis mengusung permasalahan mengenai Keabsahan Hukum Sertifikat Tanah Elektronik dalam Kepemilikan Tanah Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Dalam pemilihan tema persoalan tersebut dilatarbelakangi oleh zaman teknologi dimana seluruh kegiatan yang berkontribusi dalam aktivitas dipermudah dengan adanya teknologi supaya efektif dan mutakhir. Dalam aspek pertanahan, berangkat dari pelayanan pertanahan berbasis elektronik sampai pada terbitnya suatu produk dokumen yang berbentuk dokumen elektronik. pada tahun 2021 merupakan realisasi dari penerbitan sertifikat elektronik yang berdasarkan kebijakan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Oleh sebab itu, penulis dalam penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan keabsahan dari sertifikat elektronik berdasarkan reforma agraria serta kekuatan pembuktian sertifikat tanah elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang melakukan penelusuran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan hingga jurnal karya ilmiah serta beberapa pendapat para ahli yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini memberikan penjelasan bahwa Pasal 15 UU ITE dalam pemberlakuannya sudah berpesan jika setiap pengadaan perlu menyelenggarakan sistemnya secara handal, bertanggung jawab dan aman. Dokumen elektronik menjadi alat bukti yang mengikat dan sah di kemudian hari. Dengan maksud, suatu sistem semakin bisa dipertanggungjawabkan akan semakin canggih nilai keotentikannya untuk menjadi alat bukti di kemudian hari.Sertifikat tanah elektronik yang menjadi alat bukti kepemilikan telah diakui oleh UU ITE utamanya dalam Pasal 6. Dari segi hukum permasalahan pembuktian sertifikat elektronik juga tidak menjadi problem. Dari sisi validitas juga tidak mendapati permasalahan yang berarti mengingat telah dikuatkan dengan Pasal 5 Permen ATR/BPN No. 1 tahun 2021.
Kata Kunci : Keabsahan Hukum, Sertifikat Elektronik, Peraturan Menteri ATR/BPN No.1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik
x SUMMARY
Legality Of Electronic Certificate In Ownership Based On The Regulation Of The Minister Of ATR/BPN Number 1 Of 2021 About Electronic Certificate
Rohmatun Nafisah
Faculty of Law, University of Islam Malang
In this thesis, the author brings up the issue of the Legality of Electronic Certificates in Ownership Based on the Regulation of the Minister of ATR/BPN No. 1 of 2021 about Electronic Certificates. In choosing the theme, the problem was motivated by the age of technology where all activities that contribute to activities are facilitated by the presence of technology to be effective and up to-date. In the land aspect, starting from electronic based land service to the publication of a document. In 2021 is the realization of the issuance of electronic certificates based on the policy of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency No. 1 of 2021 about Electronic Certificates.
Therefore, the authors in this study intend to obtain the validity of electronic certificates based on agrarian reform and the strenght of proof of electronic land certificates in land ownership based on Ministerial Regulation of ATR/BPN No. 1 of 2021 about Electronic Certificates. By using a normative juridical approach that searches several laws and regulations to scientific journals as well as some expert opinions used to analyze in this research.
The results of this study provide an explanation that Article 15 of th ITE Law in its implementation has advised that every procurement needs to carry out its system reliably, responsibly and safely. Electronic documents become binding and legal evidence in the future. With the intention, the more accountable a system will be, the moree sophisticated its authenticity value will be to become evidence in the future.
Electronic land certificates which are evidence of ownership have been recognized by the ITE Law, mainly in Article 6. From a legal perspective, the problem of proving electronic certificates is also not a problem. In terms of validity, there are no significant problems, considering that it has been strengthened by Article 5 of the Ministry of ATR/BPN No. 1 of 2021
Keywords : Legality, Electronic Certificate, Regulation of Minister ATR/BPN Number 1 of 2021 about Electronic Certificates
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sertifikat hak atas tanah merupakan alat bukti kepemilikan tentang hak atas tanah untuk pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Hal ini diartikan sebagai sertifikat atas tanah tersebut diterbitkan memang untuk kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal 31 ayat [1] PP Pendaftaran Tanah). Keterangan selanjutnya juga tercantum dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatakan bahwa sertifikat hak atas tanah sebagai tanda bukti hak yang diperuntukkan sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, selama data fisik dan data yuridis tersebut telah sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur serta buku tanah hak yang bersangkutan.
Dalam angka 1 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh Pemerintah, berkesinambungan dan teratur seperti : pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, diaplikasikan ke dalam peta dan daftar tentang bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk diberikannya surat tanda bukti hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah berpemilik dan hak milik atas satuan rumah susun serta gak-hak tertentu yang membebaninya.
Selanjutnya dalam Pasal 3 huruf a dan Pasal 4 ayat (1) dikatakan bahwa salah satu tujuan adanya pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar lebih mudah untuk membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan serta kepada pemegang yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
Sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 dikatakan bahwa sertifikar sebagai surat bukti hak atas tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian karena dalam sertifikat tercantum data tentang jenis haknya, subjeknya, maupun mengenai letak, batas, dan luasnya. Oleh karenanya sertifikat memberikan jaminan kepastian hukum data tersebut.1
Diberikannya hak atas tanah ini dilakukan di Kantor Pertanahan. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sesuai pada jenis dan luas tanah yang diajukan permintaan hak atas tanah (Pasal 3-Pasal 13 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 2 tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenagan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah (Peraturan Kepala BPN No. 2 tahun 2013)).
Dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria memberikat kekuatan pembuktian yang kuat terhadap sertifikat tanah (Pasal 19 ayat (2) huruf c). Dengan begitu berarti memberikan makna bahwa sertifikat ini memiliki kekuatan pembuktian tidak mutlak namun kuat, selama data fisik serta data yuridis sama seperti dengan Buku Tanah dan Surat Ukur lalu dapat ditafsirkan
1 Ilyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 53 Jilid XIII, April 2011, Hlm : 2.
sebagai data yang benar, melainkan ada pembenaran sebaliknya di Pengadilan.
Keterkaitannya sertifikat tanah di Indonesia masih bisa diganti jika terdapat cacat hukum dan/ atau cacat administrasi dalam penerbitannya. Alternatif tersebut dapat dilakukan sebagai bentuk pemberian perlindungan hukum terhadap orang yang mendapat/memiliki tanah dengan itikad baik (Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Zaman teknologi merupakan era dimana seluruh kegiatan yang berkontribusi dalam aktivitas dipermudah dengan adanya teknologi supaya efektif dan mutakhir.
Dalam aspek pertanahan, berangkat dari pelayanan pertanahan berbasis elektronik sebagai bentuk perwujudan modernisasi pelayanan pertanahan sebagai bentuk kemajuan teknologi yang sudah tidak bisa dicegah lagi, hingga sampai pada terbitnya suatu produk dokumen yang berbentuk dokumen elektronik. pada tahun 2021 merupakan realisasi dari penerbitan sertifikat elektronik yang berdasarkan kebijakan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, yang diteken oleh Sofyan Djalil sebagai Menteri Agraria pada tanggal 12 Januari 2021, namun hingga saat ini regulasi ini memicu pro dan kontra.
Dimulai pada tahun 1998, Korea Selatan mulai menggunakan sertifikat tanah elektronik yang dilaksanakan oleh instansi Korea Land Informastion System yang bekerja untuk mengadakan penggandaan dan ketetapan data pertanahan.2 Selain Korea
2 April 2021, Beberapa Negara Yang Berlakukan Layanan Pertanahan Elektronik Seperti di Indonesia, Diakses dari : https://www.rumah.com/berita-properti/2021/4/197764/beberapa-negara-yang- berlakukan-layanan-pertanahan-elektronik-seperti-indonesia, Diakses pada : Selasa, 05 Oktober 2021, Pukul 01:22 WIB.
Selatan juga terdapat Malaysia yang mulai menerapkan prosedur digitalisasi data pertanahan semenjak tahun 2018 dengan adanya beberapa aplikasi pertanahan, misalnya e-Tanah, e-Kadaster, serta My Geo Name. Begitu pula di negara Filipina dan Singapura yang mulai memberlakuka kebijakan sertifikat tanah elektronik sebagai pembenaran hak kepemilikan atas tanah tersebut, bisa dibilang Indonesia sedikit tertingga mengenai sertifikat tanah elektronik. sesungguhnya teknologi memberikan kemudahan untuk memotivasi pelayanan yang cepat, efisien dan fleksibel.
Sesungguhnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) selama masa pandemi Covid-19 ini sudah mempersembahkan layanan pertanahan melalui empat bidang pelayanan pertanahan yang berlandaskan elektronik, yakni layanan Hak Tanggungan Elektronik, pemeriksaan sertifikat tanah, penjelasan Zona Nilai Tanah (ZNT), dan penyusunan SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah), yang mulai dijalankan di seluruh wilayah Kantor Pertanahan di Indonesia. Tetapi bagi layanan sertifikat tanah elektronik terdapat beberapa masalah yang disebabkan oleh tanggapan pro dan kontra di masyarakat, maka program tersebut ditunda.
Oleh sebab itu, penulis dalam penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan keabsahan hukum dari sertifikat elektronik berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik serta kekuatan pembuktian sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang melakukan penelusuran terhadap beberapa peraturan perundang-undangan hingga jurnal karya ilmiah serta beberapa pendapat para ahli yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan hukum sertifikat elektronik berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik ?
2. Bagaimana kekuatan pembuktian sertifikat tanah elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keabsahan sertifikat elektronik berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik
2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan wawasan serta pengetahuan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum tentang sertifikat elektronik dan legalitas hukumnya sebagai dokumen elektronik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan penelitian ini supaya bisa dijadikan bahan masukan bagi masyarakat umum yang lebih tangkap dalam informasi sertifikat tanah elektronik dan mampu dimengerti dalam prosedural pendaftaran tanah untuk
penerbitan sertifikat elektronik serta diharapkan juga dapat memberikan pemahaman mengenai kekuatan hukum bukti kepemilikan sertifikat elektronik.
b. Bagi Kepala Badan Kantor Pertanahan
Diharapkan bisa menjadi bahan masukan untuk menerbitkan sertifikat atau mencatat suatu data fisik dan data yuridis dalam legalitas hukumnya.
E. Orisinalitas Penelitian
Berhubungn dengan penulisn skripsi ini, bahwa sebelumnya telah dilaksanakan penelitian yang sama behubungan dengan prosedur pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat elektronik dan kekuatan sertifikat elektronik sebagai bukti penguasaan hak atas tanah, berkat penelitian ini ada persamaan, perbedaan, kontribusi dan nilai kebaruan bila dibandingkan dengan eksistensi penelitian ini, yaitu :
Penelitian yang pertama berjudul “TINJAUAN YURIDIS PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK SEBAGAI BUKTI AUTENTIK PENGUASAAN HAK ATAS TANAH”, yang disusun oleh ARIF RAHMAN HAKIM, seorang mahasiswa Universitas Gunung Rinjani, mempunyai kesamaan dengan penulisan skrips ini, yakni sama-sama mengkaji mengenai Sertifikat aelektroni sebagai alat bukti penguasaan hak atas tanah, dan perbedaanya adalah keotentikan sertifikat elektronik tersebut ditinjau berdasarkan KUHPerdata dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta tinjauan yuridis penerbitan sertifikat elektronik, sedangkn pada penelitian ini penulis mengkaji mengenai keabsahahan sertifikat elektronik ditinjau dari Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Kontribusi penelitian tersebut berguna dalam menguatkan bukti otentik sertifikat elektronik dalam penguasaan hak atas tanah dalam bentuk penulisan skripsi.
Penulisan yang kedua, berjudul “PENGATURAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN DAN USAHA MENINGKATKAN INDEKS KEMUDAHAN BERUSAHA PADA MASA PANDEMI COVID-19” yang disusun oleh Muhammad Farid Alwajdi, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, mempunyai kesamaan dengan penelitian penulis, yakni sama-sama meneliti terkait bagaimana pengaturan sertifikat elektronik dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia, tetapi ada perbedaan pada penelitian yakni terkait sertifikat elektronik berguna dalam menangani indeks kemudahan berusaha di era covid-19, sedangkan penelitian penulis membahas mengenai keabsahan sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah. Kontribusi atas penelitian itu yakni bermanfaat dalam kebijakan sertifikat elektronik dalam hukum pertanahan.
Penulisan yang ketiga, yang berjudul KAJIAN YURIDIS PROGRAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH ELEKTRONIK, yang disusun oleh ENNY AGUSTINA, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pertiba, Pangkalpinang. Terdapat persamaan pada penulisan itu dengan penulisan ini, yakni berbicara mengenai pengaturan sertifikat elektronik, namun berbeda dalam kaitannya dengan pembahasan dalam penerbitan sertifikat apakah sudh patut atau belum untuk diterapkan dalam masyarakat saat ini, sedangkan peneliotian penulis membahas mengenai kevalid’an sertifikat elektronik yang digunakan sebagai alat bukti kepemilikan tanah. Kontribusi dalam penelitian ini adalah bermanfaat dalam mengkaji program penerbitan sertifikat elektronik dalam kepemilikan hak atas tanah.
Berdasarkan persamaan, perbedaan serta kontribusi yang dipunyai oleh masing-masing penelitia itu, ada kebaruan dari penelitian ini, yaitu :
No. PROFIL JUDUL 1. ARIF RAHMAN HAKIM
UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI
TINJAUAN YURIDIS PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK SEBAGAI BUKTI AUTENTIK PENGUASAAN HAK ATAS
TANAH ISU HUKUM
1. Bagaimana prosedur pendaftaran tanah untuk mendapatkan Sertifikat Elektronik ?
2. Bagaimana kekuatan sertifikat elektronik sebagai bukti penguasaan hak atas tanah?
HASIL PENELITIAN
1. Bahwa prrosedur pendaftaran tanah guna memperoleh sertifikat elektronik tidak lepas dari Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah yang bilamana bagi tanah yang belum memiliki data fisik dan data yuridis masih mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang dimana prosedur pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat antara lain adalah pengukuran dan pemetaan, pembuatan peta dasar, pendaftaran pembuatan daftar tanah, pembuatan surat ukur, pembuktian hak dan pembukuannya yang terakhir adalah penerbitan sertifikat.
2. Guna mengetahui bagaimnana kekuatan pembuktian dari sertifikat el;ektronik mka sudah dijelaskan dalam Pasal 19 UUPA yang dinyatakan, bahwa : “Surat tanda bukti hak yang dihasilkan dari kegiatan pendaftaran tanahberlaku sebagai alat bukti yang kuat.”
PERSAMAAN Membahas mengenai analisis kebijakan pendaftaran tanah dalam penerbitan sertifikat elektronik dalam kepemilikan hak atas tanah menurut UUPA dan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
PERBEDAAN Objek kajian pada analisis kebijakan yang digunakan adalah UUPA dan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
KONTRIBUSI Bermanfaat untuk memperkuat dalil pembuktian Sertifikat Elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan UUPA dan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
2. PROFIL JUDUL
MUHAMMAD FARID ALWAJDI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
PENGATURAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN DAN USAHA
MENINGKATKAN INDEKS KEMUDAHAN BERUSAHA PADA
MASA PANDEMI COVID-19 ISU HUKUM
1. Bagaimanakah pengaturan sertifikat elektronik dalam system hukum pertanahan di Indonesia?
2. Bagaimanakah pengaturan sertifikat elektronik dapat mendukung usaha menaikkan indeks kemudahan berusaha di masa pandemic covid-19
HASIL PENELITIAN
1. Pengaturan sertifikat elektronik telah sesuai dengan system hukum pertanahan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Pokok Agraria, Undang- Undang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
2. Kebijakan sertifikat elektronikl ini telah sesuai dengan RKP tahun 2021, yaitu untuk menaikkan indeks kemudahan berusaha sekaligus meminim,alisisr penyebaran covid-19. Namun kebijakan sertifikat elektronik wajib diikuti dengan perubahan regulasi pada akta peralihan hak yang dilaksankaan oleh PPAT supaya prosedur Execution of sale and purchase of Land Deed (AJB) dapat diselesaikan dengan baik.
PERSAMAAN Menganalisis tentang Sertifikat Elektronik dalam beberapa regulasi yang berakitan dengan pendaftaran tanah dan penerbitan serrtifikat
PERBEDAAN objek kajian regulasi terlalu banyak dan umum
KONTRIBUSI membantu penulis dalam mengidentifikasi bentuk dan konsep sertifikat elektronik
3. PROFIL JUDUL
ENNY AGUSTINA SEKOLAH TINGGI ILMU
HUKUM PERTIBA, PANGKALPINANG
KAJIAN YURIDIS PROGRAM PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS
TANAH ELEKTRONIK
ISU HUKUM
1. Bagaimana kajian yuridis program penerbitan sertifikat ha katas tanah elektronik?
2. Bagaimana mekanisme dalam penerbitan sertifikat ha katas tanah elektronik?
HASIL PENELITIAN
1. Sertifikat elektronik merujuk sumber hukumnya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Cipta Kerja memang tidak menjadi persoalan, karena hanya mengatur tentang sertifikat elektronik. Di sisi lain, sumber hukum utama dalam pendaftaran tanah adalah UUPA dan peratran pelaksananya. Merujuk pada dasar pertimbangan (konsideran) Peraturan Menteri mengacu pada UUPA dan peraturan pelaksananya serta peraturan perundang-undangan terkait UU ITE dan UU Cipta Kerja. Maka dapat disebut bahwa permen sertifikat elektronik dibentuk atas dasar perintah peraturan yang lebih tinggi, yang menunjukkan dasar dasar wewenang dari Menteri sebagai pembantu presiden yang memiliki wewenang tertentu dalam pemerintahan.
Kementrian ATR/BPN membidangi urusan pemerintahan dalam bidang pertanahan dan tata ruang. Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa Kementrian ATR/BPN memiliki wewenang atributif yaitu wewenang yang telah ditetapkan atau mengikuti ketentuan sebagaimana disebut dalam konsideran dan mengingat dalam peraturan Menteri sertifikat elektronik tersebut.
2. Mekanisme penerbitan sertifikat elektronik sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik diawali dengan penerbitan sertifikat untuk pertama kali dan dilanjutkan dengan penggantian sertifikat konvensional dengan sertifikat elektronik, hal ini dirasa penting untuk diterapkan guna meminimalisir pemalsuan dokumen.
PERSAMAAN Menganalisis tentang penerbitan sertifikat elektronik PERBEDAAN Tidak menganalisis mengenai kekuatan pembuktian
sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah.
KONTRIBUSI Bermanfaat dalam dasar pertimbangan penerbitan Sertifikat Elektronik berdasarkan PerMen ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang sertifikat elektronik.
Sedangkan penelitian ini adalah :
PROFIL JUDUL ROHMATUN NAFISAH
SKRIPSI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
KEABSAHAN HUKUM SERTIFIKAT ELEKTRONIK DALAM
KEPEMILIKAN TANAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ATR/BPN NOMOR 1
TAHUN 2021 ISU HUKUM
1. Bagaimana keabsahan hukum sertifikat elektronik berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik ?
2. Bagaimana kekuatan pembuktian sertifikat tanah elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik?
NILAI KEBARUAN
1. Keabsahan penerbitan sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik 2. Objek pengkajian berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No.1 tahun 2021
tentang Sertifikat Elektronik dan peraturan-peraturan pelaksana yang berkaitan 3. Kekuatan pembuktian sertifikat elektronik dalam kepemilikan tanah
F. Metode Penelitian
Agar bisa menganalisis serta mengkaji permasalahan di atas perlu adanya suatu pendekatan dengan menggunakan metode-metode tertentu yang sifatnya alamiah. Metode penelitian yang akan penulis gunakan ialah :
1. Jenis Penelitian
Berkaitan dengan judul diatas maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian hukum yang berfokus mengkaji norma hukum positif (law in book) berupa peraturan perundang-undangan sebagai penunjang yang digunakan pada suatu masalah hukum tertentu.
Penelitian hukum ini dilakukan oleh peneliti dengan cara mempelajari masalah dengan melihat segi peraturan tentang legalitas kebenaran dokumen elektronik.
2. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah berbagai undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan tentang pertanahan.
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan Konseptual merupakan pendekatan yang akan menafsirkan objek-objek baru yang menarik dari sudut pandang pengetahuan maka bisa menjelaskan makna secara tepat serta bisa dimanfaatkan dalam proses pemikiran dengan mengkaji serta mengidentifikasi terhadap prinsip, pandangan serta doktrin yang telah ada yang selanjutnya berguna untuk menumbuhkan ide/gagasan baru.3
3. Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum normatif, data yang digunakan terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang- undangan yang berlaku (hukum positif), diantaranya :
3 Mulyadi M, Januari 2012, Riset Desain Dalam Metodoologi Penelitian, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 16 No. 1, Hlm : 28.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 7 Tahun 2016 mengenai Bentuk serta Isi Sertifikat Tanah.
Peraturan Mentri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 mengenai penyelenggaraan sistem serta transaksi elektronik
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2020 tentang Kementrian Agraria dan Tata Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 mengenai Badan Pertanahan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Kesatuan Rumah Susun serta Pendaftaran Tanah.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang No. 19 tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja 2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Maksud dari peneitian ini ialah menggunakan bahan hukum sekunder diantaranya :
Buku-buku perpustakaan yang menjelaskan tentang pertanahan
Artikel
Internet
Koran harian
Hasil karya ilmiah
Pendapat ahli sarjana hukum yang berkaitan dengan penelitian
Penjelasan dari peraturan perundangan-undangan 3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan hukum yang dapat memberi penjelasan atau petunjuk mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang merupakan bahan hukum tersier ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia, Kamus Hukum, dll.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum dikumpulkan melewati studi kepustakaan; dengan melewati proses-proses pengenalan bahan hukum yang dibutuhkan dan inventarisasi bahan hukum yang dibutuhkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang berwujud karya tulis ilmiah, buku, artikel, internet dan untuk bahan hukum tersier yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia serta ensiklopedia yang berkaitan dengan sertifikat elektronik.
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis bahan hukum dengan 2 cara analisis, kesatu yakni menggunakan metode deskriptif analisis melalui model menggambarkan dan menyimpulkan terhadap fenomena kejadian beberapa peristiwa dengan bantuan kajian pustaka. Jenis penelitian hukum normatif menggunakan metode preskriptif yakni metode analisis yang menyampaikan penilaian (Justifikasi) mengenai obyek yang diteliti dan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti serta dengan analisis beberapa perspektif ilmu hukum yang relevan sesuai isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini.
6. Sistematika Penulisan
Penelitian skripsi ini terbagi menjadi yang masing-masing tercantum beberapa sub-bab secara sistematika untuk mendapatkan lukisan yang real tentang jalan pikiran penulis, supaya pembaca dapat mmemetik pokok dari tulisan ini secara tepat dan mudah. Supaya penelitian skripsi ini tidak melenceng dari garis-garis yang sudah ditentukan oleh penulis, menyampaikan beberapa definisi dalam bentuk sistematika pembahasan :
Bab I : Pendahuluan
Di dalam bab ini penulis akan menggambarkan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian dan tinjauan pustaka yang menjadi sebab judul ini menarik untuk dibahas.
Bab II : Metode Penelitian
Dalam bab ini penulis menyampaikan beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini yang diantaranya berisi : jenis penelitian, pendekatan penelitian, bahan hukum primer; sekunder;
tersier, teknik pengumpulan bahan hukum, teknik analisis bahan hukum, serta sistematika penulisan yang diharapkan penelitian hukum ini menjadi berkualitas dan sesuai dengan skema penulisan skripsi.
Bab III : Analisis Hasil Penelitian/Pembahasan
Bab ini berisi tentang uaraian hasil analisis penelitian yang berupa : a. Analisis mengenai keabsahan penerbitan sertifikat elektronik
dibandingkan dengan sertifikat konvensional
b. Analisis mengenai legalitas hukum sertifikat tanah elektronik dalam kepemilikan tanah berdasarkan. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Kesatuan Rumah Susun serta Pendaftaran Tanah.
Bab IV :Penutup
Bab ini akan menggambarkan tentang :
a. Kesimpulan tentang seluruh hasil penelitian dari berbagai sudut pandang, baik itu dari penulis ataupun beberapa pendapat para ahli dan bahan pustaka yang sudah diperoleh;
b. Saran, berisi tentang alternatif solusi yang dirasa cukup efisien dan efektif untuk mengatasi beberapa masalah dalam penelitian tersebut.
96 BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Keabsahan hukum sertifikat elektronik berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa, penyelenggaraan sistem elektronik untuk pelaksanaan pendaftaran tanah berbentuk dokumen yang dialih mediakan menjadi dokumen elektronik dan hasil cetaknya menjadi alat bukti hukum yang sah serta perluasan dari alat bukti yang sah berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan tentang Dokumen/akta elektronik, dan surat tertulis lain yang dikeluarkan/diterbitkan dalam wujud elektronik (tidak dalam wujud kertas) bahwa: “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.” Berharga untuk dipahami jika rumusan itu memfokuskan jika suatu informasi/dokumen elektronik bisa dikatakan sah sejak dalam wujud aslinya yang elektronik tanpa perlu dicetak lagi. Selanjutnya, dalam Pasal 1868 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa :“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapat pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”
2. Dalam kekuatan pembuktian sertifikat elektronik tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 tahun 2021 tentang sertifikat elektronik yakni bahwa Dokumen Elektronik dapat diakses melalui sistem elektronik. sistem elektronik dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 Tahun 2021 mengenai sertifikat elektronik menjelaskan jika sistem elektronik merupakan susunan
perangkat serta metode elektronik yang berguna dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyimpan, mempersiapkan, mengumumkan, mengirimkan, menampilkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. dokumen elektronik merupakan segala informasi elektronik yang dikerjakan, dikirim, diterima maupun disimpan dalam wujud analog, digital, elektromagnetik, optikal maupun sejenisnya, yang bisa dicermati, didengar, dan/atau ditampilkan lewat sistem elektronik atau komputer, tidak dibatasi pada wujud tulisan, gambar, suara, rancangan, peta, foto maupun sejenisnya, tanda, huruf, kode akses, angka, perforasi atau simbol, yang mempunyai arti atau bisa dimaknai oleh orang yang bisa memaknainya. Sertifikat elektronik mempunyai pangkalan data dan data sampai tanda tangan elektronik.
Data merupakan informasi tentang sesuatu yang tidak dibatasi hanya terhadap tulisan, gambar, suara, rancangan, foto, peta, data electronic interchange (EDI), surel (surat elektronik/electronic mail), telecopy, telegram, dan sejenisnya, huruf, angka, tanda, simbol, kode akses, atau perforasi.
B. Saran
Pelaksanaan sertifikat tanah elektronik dalam pelayanan pendaftaran tanah sebagai langkah yang sempurna bagi BPN guna mengembangkan pernan pelayanan publik, supaya niat yang baik ini bisa diterima di kalangan masyarakat hendaknya disosialisasikan mengenai sertifikat tanah elektronik perlu ditingkatkan supaya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat pada fungsi dan manfaat sertifikat tanah elektronik sebagai alat bukti hak kepemilikan tanah. Sebab selama ini seringkali terdapat cacat administrasi terhadap penerbitan sertifikat tanah, hendaknya kantor Pertanahan sebagai pelaksana selalu menggunakan ketelitian dan berhati-hati juga
cermat dalam pengumpulan data pendaftaran tanah, sehingga dokumen yang dihasilkan benar-benar memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah.
xv
Agung Nugraha dan Agus Mahardika, 2016, Penerapan Tanda Tangan Elektronik pada Sistem Elektronik Pemerintah Guna Mendukung E-Government, Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, Surabaya : Sesindo.
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I, Edisi Revisi, Cetakan Keduabelas, Jakarta :Djambatan.
C.H.Van Rhee & A.Uzelac, 2015, Evidence in Contemporary Civil Procedure, Fundamental issues in a Comparative Perspective, England : Cambridge Intersentia.
Edmon Makarim, 2012, Notaris & Transaksi Elektronik : Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronic Notary, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, Cetakan Kedua.
H. Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan, Jakarta : Prestasi Pustaka Jayadi Setiabudi, 2013, Panduan Lengkap Mengururs Tanah Rumah Serta Segala
Perizinannya, Yogyakarta : Buku Pintar.
M. Yamin Lubis dkk, 2010, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Cetakan edua, Bandung : CV. Mandar Maju.
Retnowulan Sutiantio dkk, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Bandung: CV. Mandar Maju.
R. Subekti, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta :Pt Intermasa.
R. Subekti, 2005, Hukum Pembuktian, Cetakan Kelimabelas, Jakarta : Pradnya.
Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cetakan Kedua, Jakarta : Prenada Media.
xvi
Urip Santoso, 2011, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Edisi I, Cetakan Kedua, Jakarta : Prenada Media Group.
Waskito, Dkk, 2019, Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta : Kencana.
Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 2 tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Karya Ilmiah, Jurnal, Thesis, :
Aulia Citra, Keabsahan Dokumen Elektronik Pengesahan Badan Hukum Yayasan oleh Kemenkumham Secara Elektronik, Fakultas Hukum Program Studi Kenotariatan: Universitas Indonesia, Tesis.
Diyan Isnaeni, Desember 2017, Kebijakan Landdreform Sebagai Penerapan Politik Pembaharuan Hukum Agraria Yang Berparadigma Pancasila, Volume 1, No.
2.
Harris Yonatan Parmahan S, 2011, Arti Penting Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali, Negara Hukum, Vol.2 No.2.
Ilyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 53 Jilid XIII, April 2011.
Leonardo Refialy, dkk, Pengamanan Sertifikat Tanah Digital Menggunakan Digital Signature SHA-512 dan RSA, Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi , Vol.1 No. 3, Desember 2015.
Mulyadi M, Januari 2012, Riset Desain Dalam Metodoologi Penelitian, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 16 No. 1.
xvii
Internet :
April 2021, Beberapa Negara Yang Berlakukan Layanan Pertanahan Elektronik Seperti di Indonesia, Diakses dari : https://www.rumah.com/berita- properti/2021/4/197764/beberapa-negara-yang-berlakukan-layanan-
pertanahan-elektronik-seperti-indonesia, Diakses pada : Selasa, 05 Oktober 2021, Pukul 01:22 WIB.
April 2021, Beberapa Negara Yang Berlakukan Layanan Pertanahan Elektronik Seperti Indonesia, Diakses dari : https://www.rumah.com/berita- properti/2021/4/197764/beberapa-negara-yang-berlakukan-layanan-
pertanahan-elektronik-seperti-indonesia, diakses pada Selasa, 28 Desember 2021, Pukul 23.22 WIB.
Azmi Rohani, Dkk, 25-29 Maret 2019, Land Registration Innovation and
Decentralised Administrative Reform
: Succes Stories From The State of Johor, Malaysia, Makalah disampaikan pada The Annual World Bank Conference on Land and Property, Washington Dc, Amerika Serikat.
Balai Sertifikasi Elektronik, Februari 2021, Jumlah Pengguna Layanan Balai Sertifkasi Elektronik, Diakses dari : https://bsre.bssn.go.ig, Diakses pada Jum’at 31 Desember 2021, Pukul 7.56 WIB
Direktorat Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementrian ATR/BPN, 2021, Sertifikaat Elektronik Menuju Pelayanan Pertanahan Modern Berstandar Dunia, Slide Outline Paparan.
Jogloabang, Februari 2021, Permen ATR BPN 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, Diakses dari : https://www.jogloabang.com/ekbis/permen-atr-bpn- 1-2021-sertipikat-elektronik?amp, Diakses pada Selasa, 28 Desember 2021, Pukul : 02.13 WIB.
Muhammad Khadafi, Februari 2021, Sertifikat Tanah Elektronik punya 6 Perbedaan,
Apa Saja?, Diakses dari :
https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20210204/9/1352109/
sertifikat-tanah-elektronik-punya-6-perbedaan-apa-saja, Diakses pada Selasa, 28 Desember 2021, Pukul : 14-20 WIB.
xviii
Sertifikat Tanah Elektronik Dijamin Aman, Pakai Sistem Sandi BSSN Hingga Sulit
Dipalsukan, Diakses dari :
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4478384/sertifikat-tanah-elektronik- dijamin-aman, Diakses pada: Jum’at 31 Desember 2021, Pukul 3.59 WIB.
World Bank Group, 2020 Economy Profile Indonesia: Doing Business 2020, Diakses
dari :
Https://www.doingbusiness.org/content/dam/doingBusiness/country/i/indones ia/IDN.pdf, Diakses pada: Jum’at 31 Desember 2021, Pukul : 8.43 WIB
Yanita Petriella, 2021, Jangan Sampai Salah, Berikut Jenis Sertifikat Tanah di
Indonesia, Diakses dari :
https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20210913/47/144179 1/jangan-sampai-salah-berikut-jenis-sertifikat-tanah-di-indonesia, diakses pada : Senin, 20 Desember 2021, Pukul : 23:54 WIB.