• Tidak ada hasil yang ditemukan

kearifan lokal dalam memanfaatkan - Admin Digital Library

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "kearifan lokal dalam memanfaatkan - Admin Digital Library"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

KEBIJAKSANAAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN DI WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT TANGSA DESA BARINGIN KABUPATEN BARINGIN. Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya hutan di Kawasan Masyarakat Adat Tangsa, Desa Baringin, Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Enrekang.

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada pada masyarakat adat dalam pemanfaatan hutan di kawasan Hutan Adat Tangsa Desa Baringin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Untuk mengetahui bagaimana masyarakat adat menjaga dan menjaga kearifan lokal dalam pemanfaatan hutan adat Tangsa Desa Baringin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Pengertian Hutan Adat
  • Masyarakat Hutan adat
  • Kearifan Lokal
  • Bentuk – Bentuk Kearifan Lokal
  • Profil Hutan Adat Baringin
  • Kerangka Pikir

Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dipelihara dalam struktur sosial masyarakat itu sendiri dan mempunyai fungsi sebagai pedoman, pengendali dan penunjuk perilaku dalam berbagai dimensi kehidupan, baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan alam (Santoso, 2009). Kearifan lokal dapat diartikan sebagai budaya yang diciptakan oleh aktor lokal melalui proses internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang berulang-ulang, yang disosialisasikan dalam bentuk norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam arti luas ini, “kearifan lokal” diterjemahkan ke dalam seluruh warisan budaya, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible).

Wujud kearifan lokal adalah kerukunan beragama yang berupa praktik sosial yang berlandaskan kearifan budaya. Kearifan lokal nonbendawi adalah kearifan lokal yang diwariskan secara lisan dan diwariskan secara turun-temurun, yang dapat berupa lagu-lagu yang mengandung nilai-nilai ajaran adat. secara lisan. generasi demi generasi. generasi misalnya 1).

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan

Masyarakat adat Baringin pada umumnya meyakini bahwa kearifan lokal merupakan adat istiadat yang ada dalam masyarakat. Berkaitan dengan bentuk-bentuk karakter berupa kearifan lokal yang ada pada masyarakat Adat Baringin dapat diuraikan sebagai berikut. Pengambilan keputusan sebagai kelanjutan penyelesaian masalah mempunyai fungsi bagi Masyarakat Adat Baringin.

Masyarakat adat Baringin tetap menjaga nilai-nilai budaya agar tetap eksis di lingkungannya serta berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Menurut masyarakat adat Baringin, sebelum melakukan pembukaan lahan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Tudang Sipulung (Musyarakat Mufakat) untuk menentukan hari pembukaan lahan. Bagi masyarakat asli Baringin, hutan tidak hanya merupakan sumber daya ekonomi, namun juga terkait dengan kehidupan mereka.

Hutan bagi masyarakat adat Baringin tidak hanya menjadi sumber ekonomi tetapi juga berkaitan dengan kehidupan mereka. Hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat adat Baringin antara lain bambu, kayu bakar, lebah madu, buah-buahan dan lain-lain. Bentuk kearifan lokal yang ada pada masyarakat adat Baringin adalah: Ritual sebelum dan sesudah tanam, Mappemali, dilarang menebang pohon sembarangan.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan
Tabel 3. Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan

Objek dan Alat Penelitian

Metode Penelitian

Jenis dan sumber Data

Teknik Pengumpulan Data

Penelusuran dokumen merupakan sumber informasi yang stabil dalam arti dapat secara akurat mencerminkan situasi yang terjadi di masa lalu dan dapat dianalisis ulang tanpa mengubah isinya.

Metode Analisis Data Data

Geografis dan Demografi

  • Geografis
  • Iklim

Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya

  • Penduduk
  • Tingkat Pendidikan
  • Mata Pencaharian
  • Pola Penggunaan Tanah
  • Kepemilikan Ternak
  • Agama dan Kondisi Sosial Masyarakat
  • Sarana dan Prasarana Desa

Desa Baringin terletak di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang yang berpenduduk ± 1.178 jiwa, terdiri dari 562 laki-laki dan 561 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 224 kepala keluarga. Berdasarkan data sekunder, masyarakat Desa Baringin mayoritas mempunyai tingkat pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar (SD), hanya sedikit yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan masih banyak lagi yang tidak tamat sekolah. Jenis mata pencaharian masyarakat Desa Baringin antara lain petani, pedagang, PNS, buruh, wiraswasta, pegawai swasta, buruh honorer.

Masyarakat memanfaatkan lahan yang ada untuk menanam lada, kopi terutama padi dan lain sebagainya. Dimana masyarakat lebih banyak beternak ayam dibandingkan yang lain karena masyarakat lebih muda dalam beternak ayam dibandingkan dengan yang lain.

Pembagian Wilayah Desa

Tujuh belas kegiatan diadakan setiap tahunnya untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia dengan jenis perlombaan yang berbeda-beda. Desa Pekalobe mempunyai sarana dan prasarana umum yaitu kantor desa, balai desa, masjid dan sekolah, dan dibidang kesehatan Desa Pekalobe mempunyai fasilitas berupa puskesmas.

Sejarah perkembangan Masyarakat Adat dan Hutan Adat Baringin….19

Sebelum masyarakat Baringin menetap di Kampong Baringin (Desa Baringin), masyarakat Baringin pada awalnya merupakan masyarakat yang hidup nomaden di Pegunungan Latimojong dengan pola perkampungan yang mengikuti lokasi pertanian yang dibangun oleh masyarakat. Keberadaan masyarakat Baringin di Desa Baringin merupakan akibat dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menyatukan masyarakat nomaden tersebut untuk menetap di satu tempat, yang kemudian disebut Kampong Baringin (Desa Baringin). Pemerintah Kolonial Belanda tetap memberikan akses kepada masyarakat Baringin untuk mengelola (wilayah pengelolaan) dengan perjanjian tidak akan merusak keberadaan hutan.

Batas-batas wilayah pengelolaan Masyarakat Baringin pada masa pemerintahan Belanda ditandai dengan patok/monumen atau berupa tumpukan batu yang ditata rapi, dan juga terdapat jalan setapak. Bagi Masyarakat Baringin, pembatasan wilayah kelola yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda telah membatasi/mengurangi wilayah kelola Masyarakat Baringin, namun kebijakan yang diberikan dinilai jauh lebih baik dibandingkan kebijakan saat ini yang tidak memberikan pengakuan apapun terhadap wilayah kelolaan. . Kawasan Komunitas Baringin.

Pola Pertanian Masyarakat Adat Baringin

22 menentukan hari tanam, kemudian mereka melakukan Sipulung Wanua (pesta pra tanam), yaitu menyembelih ayam sebelum turun ke sawah. Setelah itu, Dulung terlebih dahulu turun ke sawah untuk melepaskan ayam-ayam tersebut, kemudian masyarakat diperbolehkan mengikutinya. Menurut kepercayaan masyarakat adat Baringin, membawa ayam ke sawah sebelum ditanam berarti meminta izin kepada nenek moyang dan Tuhan Yang Maha Esa agar hasil pertanian masyarakat adat Baringin sejahtera dan melimpah.

Keberadaan dan Fungsi Kelembagaan Adat

Timbulnya perasaan benci dan takut terhadap tantangan alam yang dihadapi mendorong masyarakat untuk mencari dan menemukan rahasia di balik tantangan alam tersebut. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk mempercayai adanya kekuatan alam, sehingga muncullah sistem kepercayaan di masyarakat. Masyarakat adat sebagai modal budaya pendukung merupakan salah satu faktor penentu keberlangsungan budaya, untuk itu peran lembaga adat dalam memanfaatkan kekuatan masyarakat tersebut sangat penting untuk meminimalisir penggunaan budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. karena dapat mengancam budaya lokal.

Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Adat Baringin

Kearifan lokal merupakan suatu pengalaman panjang yang dilestarikan dan dilestarikan secara turun temurun sebagai pedoman berperilaku, biasanya melalui tradisi lisan. Kearifan lokal tampil sebagai pelindung atau penyaring di era globalisasi dan modernisasi saat ini. Penjelasan – bahwa pada hakikatnya kearifan lokal menitikberatkan pada: (1) Menyeimbangkan dan menyelaraskan manusia, alam, dan budaya; (2) Konservasi dan keanekaragaman alam dan kuburan; (3) konservasi sumber daya alam dan warisan budaya;

Penguasa adat Nakua tu (Uwa Sakka), ede adat mai baringin lattu toto mai ke meloki no lako galung mattanang. Dan jika ada pelanggaran terhadap aturan tersebut, akan dikenakan sanksi yang biasa dikenal dengan Na Ceccuko Lontara.

Nilai-Nilai Yang Terkandung di dalam Masyarakat Adat Baringin

Prinsip-Prinsip Masyarakat Adat Baringin

Cara Masyarakat Adat Baringin Mempertahankan Kearifan Lokal

Dalam tradisi Baringin terdapat yang disebut dengan Appa Alirinna Wanua atau empat tiang penyangga kehidupan yang merupakan hal paling sentral dalam masyarakat adat. Biasanya para tetua harus merupakan keturunan langsung dari pendiri masyarakat adat atau setidaknya memiliki garis keturunan dari para pendahulunya. Faktor eksternal yang memperkuat keberlangsungan nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Baringin di era globalisasi dan modernisasi untuk menjaga dan melestarikan kawasan adat yang telah ada sejak lama.

Misalnya saja kebijakan pengembangan masyarakat adat Baringin sebagai wisata budaya. Dengan menjadi kawasan wisata budaya maka sarana dan prasarana akan ditingkatkan, adat istiadat budaya akan terlindungi, sehingga eksistensi masyarakat adat akan tetap terjaga dan lestari. sebagai salah satu pilar peradaban bangsa.

Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Adat Baringin

Keputusan yang melalui peringkat musyawarah (Sipulung wanua) untuk mendapat kata sepakat adalah kebenaran yang hakiki. Keputusan itu sebulat suara dan disokong penuh oleh semua individu yang mengambil bahagian dalam perbincangan.

Peran dan Fungsi Pemangku Adat

Ada Aturan Khusus di Hukum Adat yang Membatasi Kegiatan yang

Peran Pemerintah Dalam Lembaga Adat

Cara Pembukaan Lahan bagi Masyarakat Adat

Kesadaran akan pentingnya hutan bagi kehidupan sehari-hari membuat masyarakat adat Baringin tidak menjadikan hutan sebagai objek eksplorasi untuk memenuhi kebutuhannya. Tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat adat Baringin masih bergantung pada hutan untuk penghidupan mereka, dimana masyarakat banyak memanfaatkan hasil hutan dari hutan, seperti kayu dan hasil hutan non-kayu (bambu, madu, aren, coklat). , durian, langesat, rambutan, kemiri dan lada putih Hal ini membuat masyarakat adat Baringin sangat bergantung pada hasil hutan non kayu untuk memenuhi kebutuhannya dalam mengembangkan pertanian dan meningkatkan hasil panennya.

Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat adat Baringin sudah dilakukan secara turun temurun, bahkan jika dibandingkan dengan pemanfaatan sebelumnya sudah sangat berkurang. Selain itu, pepangkat tradisional Baringin "Malilu SipakaingE, Rabba Si Patokkong, Mali' SiParappe, Tassikojo-kojo Lembong" masih dilestarikan. Kabo Lolo dan Kabo Laki (hutan sekunder) merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat adat Baringin untuk keperluan masyarakat atau tanah terlantar dan disebut pinoles.

Pasangan pep yang dimiliki masyarakat adat Baringin yaitu Malilu SipakaingE, Rabba Si Pakatokkong, Buta Sipakita, Mali' Sipakatappe, Tassikojo-kojo Lembong merupakan kebudayaan yang bernilai tinggi dan menjadi landasan bagi pengaturan kehidupan masyarakat.

Tabel  1,  menunjukkan  bahwa  masyarakat  Adat  Baringin  masih  menggantungkan  hidupnya  terhadap  hutan,  dimana  masyarakat  sangat  memanfaatkan  hasil  hutan  dari  hutan  seperti  kayu,  dan  hasil  hutan  non  kayu  (bambu, madu, aren, coklat, dur
Tabel 1, menunjukkan bahwa masyarakat Adat Baringin masih menggantungkan hidupnya terhadap hutan, dimana masyarakat sangat memanfaatkan hasil hutan dari hutan seperti kayu, dan hasil hutan non kayu (bambu, madu, aren, coklat, dur

Peran Lenbaga Adat dalam Pengelolaan Lingkungan

Pandangan Masyarakat Adat Marena Terhadap Hutan Adat

Hasil Pertanian dari Masyarakat Adat ( Kayu dan Kayu )

Ketergantunan Masyarakat Adat Terhadap Hutan Adat

Mengingat jarak desa ini sangat dekat dengan hutan, yakni hanya sekitar 500 meter, maka masyarakat yang tinggal dan tinggal di sekitar hutan mempunyai ketergantungan yang lebih besar terhadap kehidupannya. Menggunakan bambu yang sebagian digunakan untuk membangun taman rumah dan pagar rumah, kayu bakar digunakan masyarakat Marena untuk keperluan memasak sehari-hari. Kayu bakar diperoleh dengan beberapa cara yaitu dengan memotong bagian tertentu dari pohon seperti ranting atau dahan. Mereka mendapatkan kayu bakar yang cukup pada musim kemarau untuk dikumpulkan pada musim hujan.

Buah-buahan seperti rambutan, langesat dan durian merupakan buah-buahan bermusim yang juga boleh digunakan oleh penduduk setempat sebagai sumber pendapatan untuk meningkatkan taraf ekonomi dan menyokong kelangsungan hidup mereka. Buah pala dan lada putih merupakan rempah ratus yang boleh digunakan oleh masyarakat setempat sebagai rempah ratus bahan makanan sihat dan jika lebih masyarakat setempat boleh menggunakannya sebagai sumber pendapatan tambahan.

Kesimpulan

39 Hutan Adat Tangsa mengingat di era modern ini, hutan semakin rentan sehingga berpotensi untuk dieksploitasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan menyebabkan hilangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat. Desa Adat Baringin mempunyai 2 kategori hutan 1. Kabo Tua (hutan primer), yaitu kawasan hutan yang belum tersentuh atau belum ditebang pada kawasan tersebut, tempat hidup flora dan fauna yang dilindungi. 2). Hal ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah di bidang kehutanan yang menetapkan kawasan (hutan) masyarakat Baringin sebagai kawasan Hutan Lindung (HL) sejak tahun 1980an.

Di Mappemali, masyarakat dilarang melakukan penebangan baik di kawasan hutan terlarang maupun kawasan hutan kelola selama empat bulan dalam setahun. Dalam mengelola sumber daya, masyarakat Baringin memiliki kearifan lokal yang dikenal dengan pep put, atau dalam artian pesan leluhur yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. oleh anggota komunitas. Artinya, pep Pasang Inda Wading dilanggar, makanya masyarakat Baringin apalagi Pool Saliang Na Melo Tama Kampong mengenal Baringin. Peran hukum dalam pengelolaan dan perlindungan hutan di Desa Sesaot, Nusa Tenggara Barat dan Desa Setulang, Kalimantan Timur.

Kajian Kearifan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Seminar Nasional Penelitian, Edukasi dan Penerapan MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009.

Saran

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3. Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan
Tabel  1,  menunjukkan  bahwa  masyarakat  Adat  Baringin  masih  menggantungkan  hidupnya  terhadap  hutan,  dimana  masyarakat  sangat  memanfaatkan  hasil  hutan  dari  hutan  seperti  kayu,  dan  hasil  hutan  non  kayu  (bambu, madu, aren, coklat, dur

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ACORN Board of Directors Rebecca East President Trent Batchelor Director Standards Committee Chair Patricia Flood Director Journal Committee Chair, Acting Journal Editor and