• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Transmisi suku bunga menggambarkan tingkat dan kecepatan penyesuaian suku bunga pasar terhadap perubahan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral. Transmisi suku bunga merupakan salah satu prasyarat untuk transmisi kebijakan moneter melalui jalur bunga. Marotta (2007) meneliti diskontinuitas struktural dalam transmisi suku bunga dari suku bunga kebijakan ke suku bunga pinjaman bank dan proses penyatuan euro.

Tahap kedua mengukur pengaruh persaingan terhadap transmisi suku bunga dari suku bunga kebijakan ke suku bunga bank dengan menggunakan metode Panel error correction model (ECM).

Tabel 4 memberikan gambaran bervariasinya tingkat pass-through simpanan dan pinjaman antar negara
Tabel 4 memberikan gambaran bervariasinya tingkat pass-through simpanan dan pinjaman antar negara

Transmisi Kebijakan Moneter Islam

Ascarya (2010) telah melakukan hal yang sama untuk kasus Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui transmisi kebijakan moneter pada saluran pembiayaan melalui perbankan syariah Indonesia hingga tujuan akhir kebijakan moneter yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai uang. , yang dirumuskan secara sederhana sebagai berikut. Dimana IPI adalah indeks produksi industri sebagai proksi pertumbuhan ekonomi atau produksi, CPI adalah indeks harga konsumen sebagai proksi inflasi, IFIN adalah pembiayaan perbankan syariah, IDEP adalah pembiayaan atau dana pihak ketiga/DPK perbankan syariah, dan PUAS adalah pembiayaan perbankan syariah. kurs semalam di pasar uang antara bank syariah dengan SBIS merupakan imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai indikator kebijakan moneter. Selain itu, Ayuniyyah, dkk. 2010) mengkaji transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, yang secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dimana IPI adalah indeks produksi industri sebagai proksi pertumbuhan ekonomi atau produksi, nFIN adalah jumlah pembiayaan perbankan syariah, nCCRD adalah jumlah pinjaman bank konvensional, iIFIN adalah imbal hasil pembiayaan perbankan syariah, iCCRD adalah suku bunga kredit bank konvensional, nIDEP adalah jumlah pembiayaan pihak ketiga atau dana nasabah orang/DPK perbankan syariah, nCDEP adalah jumlah pembiayaan bank konvensional atau DPK, iIDEP adalah pengembalian DPK perbankan syariah, iCDEP adalah pengembalian DPK perbankan konvensional, SBIS adalah imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai indikator kebijakan moneter syariah, dan SBI adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebagai indikator kebijakan moneter normal. Sementara itu, transisi suku bunga kebijakan syariah belum pernah dikaji secara teoritis maupun empiris untuk mengetahui efektivitas kebijakan moneter syariah. Dengan fakta tersebut, maka efisiensi transmisi suku bunga kebijakan syariah untuk sementara dapat menerima teori transmisi suku bunga konvensional dengan perubahan yang setara.

Untuk memulainya, model transmisi suku bunga konvensional (Egert et al., 2006) dapat dimodifikasi untuk membuat model transmisi suku bunga di bawah kebijakan Syariah. 11) Dimana ibr adalah imbal hasil (pendanaan atau pembiayaan) yang ditetapkan oleh bank syariah, γ0 adalah markup, dan imr adalah harga beli marjinal yang mendekati imbal hasil pasar.

METODOLOGI

Data dan Variabel

SBISt: Suku bunga polis syariah, bonus rate SWBI dan suku bunga SBIS (sejak April 2008) diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah BI dan DSM-BI. PLSt: Tingkat bagi hasil pembiayaan (Mudharabah + Musyarakah) bank syariah yang diperoleh dari Direktorat Perbankan Syariah BI.

Teknik Estimasi

Pertanyaan penelitian pertama adalah mengidentifikasi saluran transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia melalui saluran suku bunga konvensional dan melalui saluran bagi hasil syariah. Sims (1980) berpendapat bahwa jika ada keserempakan yang benar antara sejumlah variabel, maka variabel tersebut harus diperlakukan sama dan tidak boleh ada perbedaan apriori antara variabel endogen dan eksogen. Secara singkat model VAR secara umum menurut Achsani et al., 2005 dapat digambarkan secara matematis sebagai berikut.

Untuk mengatasi kelemahan dari first-difference VAR dan memulihkan hubungan jangka panjang antar variabel, Vector Error Correction Model (VECM) dapat digunakan, selama terdapat kointegrasi antar variabel. Setelah data dasar siap, data dikonversi ke logaritma natural (ln), tidak termasuk suku bunga dan hasil bagi hasil, untuk mendapatkan hasil yang konsisten dan valid. Jika data stasioner pada turunan pertama, data diuji kointegrasi antar variabel.

Jika tidak ada kointegrasi antar variabel, VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya dan hanya dapat memperkirakan hubungan jangka pendek antar variabel. Jika terdapat kointegrasi antar variabel, VECM dapat dilakukan dengan menggunakan data level untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antar variabel. Analisis fungsi respons impuls dilakukan untuk melihat respons suatu variabel endogen terhadap guncangan dari variabel lain dalam model.

HASIL DAN ANALISIS

Granger Causality

Hasil kausalitas Granger untuk jalur transmisi kebijakan moneter ganda dengan output akhir (IPI) pada sisi konvensional menunjukkan adanya kontinuitas jalur suku bunga menurut teori dari suku bunga acuan SBI ke PUAB dan ke INT, dari PUAB ke INT dan OUTPUT, dari INT ke PINJAMAN dan kembali ke SBI dan PUAB dan dari PINJAMAN ke OUTPUT. Sementara itu, dari sisi sistem Syariah, hasil kausalitas Granger untuk jalur transmisi kebijakan moneter ganda dengan output akhir (IPI) menunjukkan bahwa tidak ada kesinambungan jalur imbal hasil dari referensi margin SBIS ke OUTPUT.

OUTPUT

SBIS

Impulse Response Function

Suku bunga dalam sistem konvensional (di sektor keuangan) memiliki dampak negatif (menghambat) terbesar terhadap output, sedangkan keuangan Islam (FINC) (di sektor riil) memiliki dampak paling positif (merangsang) terhadap output. Untuk model inflasi (IHK), hasil dari fungsi impulse response menunjukkan bahwa semua variabel biasa (kecuali suku bunga acuan kebijakan moneter SBI biasa), yaitu volume pinjaman (LOAN), suku bunga (INT) dan suku bunga biasa. pasar uang antar bank (PUAB) memberikan dampak inflasi terhadap inflasi dan bersifat permanen. Pengaruh guncangan atau guncangan variabel konvensional terhadap inflasi dimoderasi dan stabil pada periode 8-21, sedangkan pengaruh guncangan atau guncangan variabel Islam terhadap inflasi agak lebih cepat dan stabil pada periode 9-19.

Di antara semua variabel dalam sistem konvensional, suku bunga (INT) memiliki dampak negatif (mendorong dan meningkatkan) terbesar terhadap inflasi, sedangkan bagi hasil (PLS) pembiayaan syariah (di sektor riil) memiliki dampak positif terbesar (menjaga dan mengurangi) . ) pada inflasi. Perilaku suku bunga (konvensional) dan bagi hasil (Syariah) terbukti cocok dengan perilaku pinjaman konvensional (KREDIT) dan pembiayaan syariah (FINC), karena kredit dipengaruhi oleh suku bunga, sedangkan pembiayaan dipengaruhi oleh bagi hasil, jadi bahwa kredit berdampak negatif terhadap inflasi dan output, sedangkan pembiayaan berdampak positif terhadap inflasi dan output. Sementara itu, perilaku suku bunga konvensional dan bagi hasil syariah juga ditunjukkan oleh suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) konvensional dan imbal hasil pasar uang antar bank syariah (PUAS), karena suku bunga PUAB mengacu pada suku bunga bank konvensional, sedangkan imbal hasil PUAS dengan akad mudharabah berbasis kinerja di sektor riil, seperti pembiayaan bagi hasil (PLS), sehingga PUAB berdampak negatif terhadap inflasi dan output, sedangkan PUAS berdampak positif terhadap inflasi dan output.

Pengaruh SBI terhadap inflasi merupakan premis ekonomi konvensional yang menggunakan SBI sebagai instrumen moneter utama untuk mengendalikan inflasi. Namun perlu dicatat bahwa pengaruh negatif ketiga variabel konvensional lainnya (PUAB, BUNGA dan KREDIT) jauh lebih besar dibandingkan pengaruh positif SBI terhadap inflasi. Pengaruh bunga dan bagi hasil terhadap inflasi sejalan dengan penelitian empiris Ascarya (2009a dan 2009b), dimana bunga merupakan salah satu penyebab inflasi, sedangkan bagi hasil tidak menyebabkan inflasi.

Forecast Error Variance Decomposition

Selanjutnya, perilaku imbal hasil acuan moneter (SBIS) syariah juga menunjukkan perilaku yang sama dengan variabel syariah lainnya yang bersifat positif dalam menahan dan menekan inflasi serta mendorong dan meningkatkan produksi atau pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dampak volatilitas SBI (meningkat) dapat mempengaruhi (menahan) inflasi, namun pada saat yang sama juga berdampak negatif terhadap output. Pengaruh bunga dan bagi hasil terhadap output sejalan dengan kajian teoritis dan empiris Ryandono (2006) dan Ascarya et al. 2007), dimana bunga berpengaruh negatif terhadap output atau pertumbuhan ekonomi, sedangkan bagi hasil berpengaruh positif terhadap output atau pertumbuhan ekonomi.

Hasil di atas menunjukkan bahwa variabel konvensional secara umum menjadi penghambat, sedangkan variabel syariah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Secara total, variabel konvensional tersebut memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 31,29%, sedangkan variabel syariah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,62%. Sedangkan untuk mencapai stabilitas harga atau inflasi secara keseluruhan, variabel konvensional menyebabkan inflasi, sedangkan variabel syariah menjaga inflasi tetap terkendali, kecuali SBI (konvensional) yang tampaknya berkontribusi menahan inflasi sebesar 1,52 persen.

Untuk kepentingan INFLASI secara keseluruhan, variabel konvensional memicu inflasi (46,53%), sedangkan variabel syariah menghambat inflasi (6,21%). Hasil di atas secara umum menunjukkan bahwa variabel konvensional yang sebagian besar merupakan variabel sektor keuangan secara alamiah memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel syariah yang sebagian besar merupakan variabel sektor riil secara alami tidak memicu inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Perilaku SBI dalam mengendalikan inflasi sambil melakukan pengetatan uang sejalan dengan praktik kebijakan moneter yang lazim selama ini, namun memicu inflasi dengan menaikkan suku bunga kredit dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

KESIMPULAN

Di sisi lain, variabel syariah yang sebagian besar merupakan variabel sektor riil jelas berperan dalam menahan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga temuan ini mengarah pada kesimpulan empiris bahwa kebijakan moneter untuk “menurunkan inflasi” dengan pola syariah lebih efektif dibandingkan dengan pola konvensional. Kesimpulan tersebut memberikan beberapa implikasi logis, (i) bahwa dalam sistem moneter ganda dapat dilakukan pendekatan alternatif kebijakan moneter dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang tidak bertentangan dengan konvensional maupun syariah.

Hal ini sesuai dengan strategi yang dikemukakan oleh Choudhury (1997), Ascarya, et al. 2007) dan Ascarya dan Sakti (2008); (ii) pendekatan harga tetap dapat digunakan, namun menggunakan Real Rate of Return sebagai Policy Rate, sehingga dapat diterapkan baik Konvensional maupun Syariah. Hal ini juga sejalan dengan Ryandono (2006), Ascarya, dkk. 2008), Ascarya (2009) dan Ascarya dan Yumanita (2009), sehingga kebijakan moneter tidak hanya “mengendalikan inflasi” tetapi juga “memberantas inflasi”; (iii) sesuai poin (i) dan (ii), SBIS sebaiknya menggunakan akad bagi hasil (mudharabah atau musyarakah), bukan fee based (ju'alah), untuk memastikan efek ekonomi makro yang lebih berkelanjutan dan untuk mengurangi tingkat inflasi.

DAFTAR PUSTAKA

Leon.2006.≈Interest rate transmission in Greece: Did EMU cause a structural rupture?Δ Journal of Policy Modeling No.28 pp.453-466. Interest rate pass-through in the Polish banking sector and bank-specific financial disturbances.ΔΔMimeo. Interest rate pass-through in new EU member states: The case of the Czech Republic, Hungary and Poland.ΔΔWilliam Davidson Institute Working Paper No.671 May.

2002.≈Retail Bank Interest Rate Pass-Through: New Evidence at the Euro Area Level.ΔEuropean Central Bank Working Paper Series No.136 April. Transition of interest rates in Central and Eastern Europe: reborn from the ashes only to disappear? ΔΔWilliam Davidson Institute Working Paper No. 851 Nov.

Gambar

Tabel 4 memberikan gambaran bervariasinya tingkat pass-through simpanan dan pinjaman antar negara

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melipahkan rahmat dan atas izin-nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “LOESA