• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PUBLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KEBIJAKAN PUBLIK"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

Salah satu asumsi dasarnya adalah bahwa teori, metodologi, dan tujuan analisis kebijakan harus dipisahkan dari disiplin ilmu yang menjadi asal analisis kebijakan. Analisis kebijakan dibangun dari ilmu politik, ekonomi dan filsafat, namun analisis kebijakan juga mentransformasikan ilmu-ilmu tersebut.

Studi Kebijakan

Karena bersifat interdisipliner, analisis kebijakan dalam pengembangan body of science-nya ditandai dengan adanya tradisi peminjaman berbagai teori, konsep, pendekatan, dan metodologi dari disiplin ilmu lain. Sebagai disiplin ilmu yang berorientasi pada masalah, analisis kebijakan dalam memberikan analisis permasalahan tidak berhenti pada tataran penjelasan deskriptif (ilmu positif) tetapi lebih jauh lagi memberikan rekomendasi kebijakan (advokasi kebijakan) untuk keperluan proses pengambilan kebijakan (ilmu normatif). ), atau dengan kata lain analisis kebijakan tidak hanya tertarik pada “apa yang ada”.

Konsep Kebijakan Publik

Analisis Kebijakan

Hasil analisis kebijakan adalah nasehat, yang lebih spesifiknya adalah nasehat menginformasikan suatu pengambilan kebijakan publik (produk dari analisis kebijakan adalah nasehat. Analisis kebijakan dalam model rasionalis mempunyai beberapa komponen yaitu pendefinisian masalah); menetapkan kriteria evaluasi (setting evaluasi kriteria);

Penelitian Kebijakan (Policy Research)

Pertanyaan penelitian yang diajukan di sini meliputi: siapa saja pemain peran yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan. Penelitian evaluasi siapa mendapat “apa” (siapa mendapat apa) sering kali menggunakan metode survei dan jarang menggunakan metode kasus.

Penelitian Evaluasi Proses Kebijakan

Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan tujuan-tujuan tertentu (misalnya peningkatan kesehatan) serta tujuan-tujuan tertentu yang telah dicapai. 2) evaluasi berkontribusi pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasionalkan tujuan dan sasaran. Namun, berbagai aktivitas yang digambarkan sebagai “Evaluasi” dalam analisis kebijakan pada dasarnya bersifat non-evaluatif, khususnya aktivitas yang menekankan produksi persyaratan determinatif (faktual) daripada persyaratan evaluatif.

Tabel 1 Kriteria Evaluasi TIPE
Tabel 1 Kriteria Evaluasi TIPE

Konsep Implementasi Kebijakan

Sunggono dalam Prihatin (2013) memulai proses pelaksanaan kebijakan negara hanya ketika tujuan dan negara serta sarana telah tercipta. Jones dalam Widodo, Joko (2013) menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses penggalangan sumber daya tambahan sehingga dapat mengukur 'apa' yang telah dilaksanakan.

Pendekatan Struktural (Struktural Approaches)

Perbedaan waktu serta perbedaan yurisdiksi pemerintah dalam kondisi sosial ekonomi dan teknologi mempengaruhi upaya mencapai tujuan yang tertuang dalam undang-undang. Berdasarkan uraian tersebut, kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi merupakan variabel kunci (eksternal) yang mempengaruhi keluaran kebijakan lembaga pelaksana, dan pada akhirnya mempengaruhi pencapaian tujuan undang-undang tersebut. Perbedaan waktu dan perbedaan yurisdiksi dalam dukungan publik terhadap tujuan undang-undang merupakan variabel kedua yang dapat mempengaruhi implementasi.

Perbedaan tertentu dalam sumber daya dan sikap kelompok masyarakat di berbagai daerah terhadap tujuan undang-undang dan hasil kebijakan lembaga pelaksana memainkan peran penting dalam proses implementasi. Pertama, keanggotaan dan sumber daya keuangan cenderung bervariasi sesuai dengan dukungan masyarakat terhadap posisi mereka dan cakupan perubahan perilaku yang diinginkan oleh tujuan undang-undang. Kesepakatan pejabat lembaga, untuk beberapa --- . fungsi kemampuan hukum untuk melembagakan pengaruh terhadap lembaga penegak hukum melalui resolusi lembaga dan pejabat seniornya.

Selain itu, kolusi pejabat juga merupakan fungsi dari semakin melembaganya norma, nilai, dan kepribadian profesional untuk tujuan hukum di antara kelompok kepentingan dan lembaga superior dalam lingkungan politik lembaga pelaksana. Kesepakatan mengenai tujuan undang-undang ini tidak akan memberikan banyak manfaat bagi upaya untuk mencapai tujuan tersebut kecuali para pejabat menunjukkan kemampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan penafsiran undang-undang yang mengatur otonomi daerah di Indonesia, ada beberapa asas yang diakui, yaitu:.

Pemekaran wilayah diatur sebagai berikut dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, BAB II Pemekaran Daerah, Pasal 2.

Tabel 2. Tehnik Evaluasi dengan Tiga Pendekatan
Tabel 2. Tehnik Evaluasi dengan Tiga Pendekatan

Pendekatan-Pendekatan Prosedural dan Manajerial

Pendekatan-Pendekatan Keperilakuan

Pendekatan behavioral dimulai dengan kesadaran bahwa pada kenyataannya seringkali terdapat penolakan terhadap perubahan (resistance 10 to change), alternatif yang tersedia jarang yang sederhana, seperti penerimaan atau penolakan, dan pada kenyataannya terdapat spektrum kemungkinan reaksi relasional yang dimulai dengan penerimaan aktif. , penerimaan pasif, ketidakpedulian, serta penolakan pasif terhadap penolakan aktif. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa beberapa penyebab resistensi terhadap perubahan berkaitan dengan implementasi kebijakan, yaitu perasaan cemas terhadap perubahan itu sendiri, karena perubahan berarti ketidakpastian dan sebagian masyarakat memiliki toleransi yang rendah terhadap situasi yang tidak pasti. Ancaman terhadap rasa aman pribadi tidak selalu bersifat ekonomi, seringkali masyarakat mengalami kesulitan dalam mempelajari keterampilan baru, tanggung jawab baru, memenuhi standar kerja yang tinggi atau bekerja dengan rekan kerja di lingkungan yang asing.

Konteks perubahan ini seringkali memainkan peran yang besar, terutama jika perubahan tersebut melibatkan kesalahan atau kekurangan dalam cara kerja saat ini. Jika terdapat kebingungan mengenai sifat kebijakan yang diambil dan tujuan yang ingin dicapai, maka mudah untuk menciptakan suasana saling curiga. OD adalah proses untuk mencapai perubahan yang diinginkan dalam suatu organisasi dengan menggunakan ilmu perilaku.

Pendekatan Politik (Political Approaches)

Pemerintah daerah dan instansi lain pada dasarnya juga mengeluarkan kebijakan yang memerlukan persetujuan/persetujuan dari organisasi lain. Dengan mempertimbangkan aspek umum dan keragaman lembaga yang berhubungan dengan sektor publik, departemen pemerintah pusat, pemerintah daerah/desa, dan berbagai jenis organisasi semi-swasta, maka tampaknya generalisasi yang berlebihan mengenai hubungan antar lembaga pemerintah harus dihindari. Meskipun suatu badan/lembaga pemerintah secara formal berada di bawah komando lembaga lain, namun seringkali saling bergantung, misalnya di tingkat desa dan kelurahan, atau di tingkat kecamatan dan kabupaten. sebagai pemerintahan daerah pada tingkat kabupaten dan pemerintahan daerah pada tingkat provinsi.

Namun hampir semua teknik tersebut dapat digunakan bersama dengan metode analisis kebijakan lainnya, termasuk untuk perumusan masalah, peramalan dan pemantauan. Analisis survei pengguna (User - Survey - Analysis) adalah serangkaian prosedur untuk mengumpulkan informasi tentang evaluasi suatu kebijakan atau. Studi pengguna sangat penting untuk dapat melakukan penilaian evaluabilitas dan bentuk evaluasi teori keputusan lainnya.

Aplikasi dalam Pendekatan Evaluasi Formal

Sedangkan variabel hasil atau dampak adalah hasil atau dampak dari variabel kebijakan dan juga variabel situasional, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan (hasil atau keluaran atau kebijakan tertentu, ada yang disengaja, ada pula yang tidak dimaksudkan). Dalam konteks analisis penelitian kebijakan ini, hubungan ketiga variabel tersebut secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengembangan Kerangka Implementasi

Namun pendekatan ini juga mempunyai kelemahan, seperti yang dikritisi oleh Lester et al., 1987), menurut Sabatier (1986): pertama, pengambil kebijakan (pusat) merupakan aktor kunci, sedangkan pihak lain justru menjadi penghambat, yang pada akhirnya berujung pada kegagalan. pengabaian inisiatif strategis yang dilakukan oleh 'birokrat jalanan' atau pejabat eksekutif lokal, dan subsistem kebijakan lainnya; kedua, asumsi tersebut juga mengabaikan fakta bahwa implementasi dilakukan dalam kerangka multi-organisasi dimana arah (tujuan) para pejabat tidak jelas, bahwa masing-masing aktor bertanggung jawab atas sejumlah program bisa saling bertentangan, dan bahwa mereka mempunyai arah yang berbeda. . -berbeda; Modus ketiga, top-down, sulit digunakan dalam situasi dimana tidak ada kebijakan atau institusi yang dominan. Untuk pendekatan Bottom-Up, yang sering dianggap sebagai lahan harapan (tanah yang dijanjikan), pendekatan ini dimulai dengan mengidentifikasi kerangka aktor yang terlibat dalam 'pemberian layanan' di satu atau lebih wilayah lokal dan menanyakan arahan, strategi, aktivitas, dan kontak mereka. . Selain itu, model ini menggunakan metode 'kontak' untuk mengembangkan teknik jaringan untuk mengidentifikasi aktor lokal, regional dan nasional yang terlibat dalam perencanaan, pendanaan dan pelaksanaan program pemerintah dan non-pemerintah yang relevan.

Oleh karena itu, setidaknya menurut pola perilaku pejabat di bawahnya, program tersebut harus sesuai dengan kemauan dan keinginan. Pendekatan bottom-up terbukti lemah karena mengasumsikan bahwa implementasi terjadi dalam lingkungan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi, sehingga pendekatan ini membuat kesalahan dalam memahami permasalahan empiris sebagai pernyataan normatif dan satu-satunya dasar untuk menganalisis kompleksitas. permasalahan organisasi dan politik. Oleh karena itu, rentan untuk menerima kenyataan deskriptif yang menunjukkan bahwa birokrat lapangan merumuskan kebijakan dan mengubahnya menjadi peraturan untuk bertindak.

Aplikasi Kerangka Implementasi

Sejumlah artikel baru-baru ini menyajikan sintesis dan kritik terhadap pendekatan top-down dan bottom-up serta menunjukkan tiga upaya untuk menggabungkan aspek terbaik dari kedua pendekatan tersebut. Ketiga, mensintesis unsur-unsur pendekatan top-down dan bottom-up yang dikembangkan oleh Goggin dkk. 1990). Oleh karena itu, pendekatan ini mengasumsikan bahwa pelaksanaan program pusat di tingkat daerah pada akhirnya bergantung pada serangkaian variabel top-down dan bottom-up.

Oleh karena itu, implikasi utama yang dapat digunakan untuk merancang model implementasi kebijakan atau program adalah: (a) menggabungkan aspek terbaik dari pendekatan top-down dan bottom-up secara internal. Dukungan dari elit politik atau penolakan oleh birokrasi nasional, regional, atau lokal mempengaruhi kemungkinan keberhasilan suatu program. Inti dari konsep Grindle yang disebutkan di atas adalah bahwa suatu program yang sama “isinya” dapat memperoleh hasil yang berbeda jika dilaksanakan dalam “konteks” yang berbeda.

Gambar 2. Kerangka Konseptual Perubahan Kebijakan Sumber: Sabatier (1987)
Gambar 2. Kerangka Konseptual Perubahan Kebijakan Sumber: Sabatier (1987)

Model Transaksional oleh Donald P. Warwick

Di sisi lain, undang-undang yang dirancang dengan baik dapat membekali para pejabat tersebut dengan arahan politik dan sarana hukum yang memadai untuk menghadapi perubahan opini publik yang tiba-tiba. Namun secara umum, konsensus para pejabat badan tersebut mengenai tujuan undang-undang tersebut berarti bahwa peluang keberhasilan implementasi lebih besar jika badan baru tersebut dibentuk setelah kampanye politik yang intensif. Undang-undang/peraturan tersebut memuat teori kausalitas yang dapat diandalkan tentang hubungan antara perubahan perilaku kelompok sasaran dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Pemerintahan daerah mempunyai otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang ditentukan oleh undang-undang menjadi urusan Pemerintah Pusat.” Hubungan keuangan, pelayanan publik, pemanfaatan sumber daya alam dan lain-lain antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan kepulauan yang wilayahnya batas-batas dan hak-haknya ditentukan dengan undang-undang.”

Hakikat otonomi daerah adalah menerapkan asas otonomi seluas-luasnya, yang berarti daerah diberi kekuasaan untuk mengurus dan mengatur segala urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang ditetapkan dengan undang-undang. Berikut dinamika pembagian wilayah laut pasca reformasi tahun 1998, mulai dari UU Nomor 22 Tahun 1999 hingga UU Nomor 23 Tahun 2014.

Gambar 5 Variabel-variabel proses Implementasi Kebijakan Sumber: (P. Sabatier & Mazmanian, 1980)
Gambar 5 Variabel-variabel proses Implementasi Kebijakan Sumber: (P. Sabatier & Mazmanian, 1980)

Gambar

Tabel 1 Kriteria Evaluasi TIPE
Tabel 2. Tehnik Evaluasi dengan Tiga Pendekatan
Tabel 3. Pedoman wawancara untuk suatu Analisis  Survei Pemakai
Gambar 1. Analisis policy research
+7

Referensi

Dokumen terkait

Trong đó, một số chỉ tiêu nhằm đánh giá và mô tả sự phát triển về việc ứng dụng Airbnb trong kinh doanh dịch vụ lưu trú homestay tại thành phố Huế bao gồm: 1 Danh sách hoạt động của các