• Tidak ada hasil yang ditemukan

kedudukan hak waris anak dari pernikahan siri

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "kedudukan hak waris anak dari pernikahan siri"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN HAK WARIS ANAK DARI PERNIKAHAN SIRI MENURUT UU NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU

NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Skripsi

Oleh

IQBAL REFAH ERBAKAN 21601021168

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2021

(2)

i

KEDUDUKAN HAK WARIS ANAK DARI PERNIKAHAN SIRI MENURUT UU NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU

NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

HALAMAN SAMPUL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh

IQBAL REFAH ERBAKAN 21601021168

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2021

(3)

ix

RINGKASAN

KEDUDUKAN HAK WARIS ANAK DARI PERNIKAHAN SIRI MENURUT UU NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU

NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Iqbal Refah Erbakan

Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai Kedudukan Hak Waris Anak dari Pernikahan Siri Menurut UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh hak waris anak dari pernikahan siri. Perkawinan siri tidak memiliki kekuatan hukum memiliki dampak yang merugikan terhadap istri dan anak hasil perkawinan nya. Perkawinan siri merupakan bentuk permasalahan dalam pencatatan perkawinan yang terjadi pada era sekarang ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan anak dari perkawinan siri dalam prespektif Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 dan hukum Islam? 2.

Apa dampak perkawinan siri terhadap hak mewaris anak dalam prespektif Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 dan hukum Islam?

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Sedangkan metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis isi kuantitatif (quantitative content analysis).

Dalam perspektif metodologi kuantitatif, analisis ini merupakan salah satu pengukuran variable. Kemudian teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan teknik library research.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kedudukan anak dari perkawinan siri di depan hukum sangat lemah. Karena tanpa adanya pencatatan secara hukum Negara maka anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum merupakan anak sah dari ayahnya. Namun, setelah adanya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 sehingga anak luar kawin atau anak dari perkawinan siri tersebut juga mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Sedangkan kedudukan anak dari perkawinan siri menurut hukum Islam yaitu dianggap sah dalam hukum Islam dan berhak mendapat pengakuan dari ayah dan keluarga ayahnya serta mendapat hak sebagai anak termasuk hak waris dari orang tuanya.

Kata Kunci: Kedudukan Anak, Hak Waris, Perkawinan Siri, Hukum Islam.

(4)

x SUMMARY

Status of inheritance of children from self-marriage according to Law no. 16 of 2019 concerning Amendments to Law No. 1 of 1974 and Islamic Law and

Islamic Law Iqbal Refah Erbakan

Faculty of Law, Islamic University of Malang

In this thesis, the author raises the issue regarding the status of the inheritance rights of children from Siri marriages according to Law no. 16 of 2019 concerning Amendments to Law No. 1 of 1974 and Islamic Law. The choice of the theme is based on the inheritance rights of children from siri marriages. A unregistered marriage has no legal force and has an adverse impact on the wife and children resulting from her marriage. Siri marriage is a form of problem in recording marriages that occur in the current era.

Based on this background, this paper raises the following problem formulations: 1. What is the position of children from unregistered marriages in the perspective of Law Number 16 of 2019 and Islamic law? 2. What is the impact of unregistered marriage on the right to inherit children in the perspective of Law Number 16 of 2019 and Islamic law?

This research is a normative juridical legal research, namely legal research conducted by examining primary and secondary legal materials. The normative legal research or literature includes research on legal principles.

Meanwhile, the approach method used in this research is quantitative content analysis. In the perspective of quantitative methodology, this analysis is a variable measurement. Then the technique of collecting legal materials is to use the library research technique.

The results of this study indicate that the position of children from unmarried marriages before the law is very weak. Because without statutory registration, the child born from the marriage cannot be legally proven to be the legal child of the father. However, after the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 so that the child outside of marriage or the child from a unmarried marriage also has a civil relationship with his biological father if it can be proven based on scientific technology and / or other evidence according to law. Meanwhile, the position of a child from a siri marriage according to Islamic law is considered valid in Islamic law and is entitled to recognition from the father and his father's family and to receive rights as a child, including inheritance rights from his parents.

Keywords: Children status, Inheritance, Siri Marriage, Islamic Law.

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa kasih dan cintanya terhadap pasangannya, ada yang memilih mengekspresikan perasaannya dengan memberi hadiah, ada yang lebih senang dengan menuliskan kata cinta atau sekedar memberikan perhatian dan waktunya demi sang kekasih. Semua itu dilakukan demi terjaganya hubungan dan diharapkan hubungan tersebut berlanjut sampai dengan jenjang perkawinan. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Bagi umat muslim, perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Allah SWT, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan.

Tujuan perkawinan salah satunya adalah meneruskan keturunan.

Anak merupakan anugrah dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, anak dapat dianggap sebagai harta paling berharga dibandingkan harta kekayaan yang lainnya. Karenanya, sudah sepatutnya anak sebagai penerus keturunan senantiasa dilindungi dan dijaga oleh orang tuanya.

Anak merupakan penyambung garis keturunan dan sebagai penerus generasi di masa depan dari kedua orang tuanya dan anak merupakan investasi bagi masa depan orang tuanya dikala sudah berusia lanjut. Anak dianggap sebagai jalan untuk mengubah status sosial orang tua. Anak

(6)

2

dapat diartikan sebagai lambang keseimbangan keluarga, dikala orang tua masih hidup anak sebagai penenang dan sumber rejeki bagi keluarga dan di saat orang tua meninggal anak berfungsi sebagai lambang penerus dari citra keluarga dan juga berfungsi sebagai jembatan pahala bagi kedua orang tuanya. Anak mewarisi kesamaan orang tuanya, potongan daging dan aliran darah yang diturunkan kepada anak sebagai lambang kesatuan keluarga.

Ditinjau dari sisi agama, anak merupakan amanah dari Allah SWT, yang harus dirawat sepenuh hati karena dalam diri anak melekat harkat dan martabat keluarga serta anak mempunyai hak-hak sebagai manusia yang harus dipenuhi sesuai porsinya. Orang tua, keluarga, masyarakat mempunyai kewajiban untuk memelihara dan menjaga hak asasi dari anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum yang berlaku.

Sebaliknya anak juga mempunyai kewajiban terhadap orang tua nya, yaitu anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.1 Dan jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.2

Anak selalu menjadi perhatian dari tiap lapisan elemen masyarakat.

Bagaimana hak dan kedudukan nya di dalam keluarga, masyarakat dan di mata negara, bagaimana seharusnya anak diperlakukan di dalam keluarga oleh orang tua nya maupun di setiap elemen masyarakat dan negara.

1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 46, Ayat 1.

2 Ibid., Ayat 2.

(7)

3

Begitu pentingnya seorang anak dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT mensyariatkan untuk melakukan perkawinan.

Perkawinan bagi umat Islam harus dilakukan berdasarkan ketentuan hukum Islam dan perkawinan bagi umat agama lain dilakukan berdasarkan ketentuan hukum agamanya masing-masing. Perkawinan perlu dilindungi oleh hukum negara Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, supaya perkawinan yang dilakukan tersebut memiliki kekuatan hukum. Namun pada prakteknya, tidak semua umat Islam di Indonesia mematuhi ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga banyak diantara masyarakat yang beragama Islam masih melakukan perkawinan dibawah tangan atau disebut juga dengan nikah siri.

Istilah siri ini berasal dari bahasa Arab yaitu “sirr” yang artinya rahasia atau diam-diam. Perkawinan siri adalah perkawinan yang dilakukan diam-diam atau sembunyi-sembunyi dan tidak dicatatkan pada petugas pencatat perkawinan. Faktor-faktor penyebab perkawinan siri antara lain:3

1. Masih kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak menyadari dan memahami betapa pentingnya pencatatan perkawinan itu.

2. Sikap yang apatis sebagian masyarakat terhadap hukum menjadi salah satu faktor lain penyebab terjadinya perkawinan siri, sebagian

3 Ibnu Rusydi, (2019), Tinjauan Yuridis terhadap Hak Waris anak hasil Perkawinan Siri, Jurnal Universitas Galuh, Vol. 7, h. 50.

(8)

4

masyarakat tidak peduli dengan ketentuan peraturan perundang- undangan berkenaan dengan perkawinan.

3. Ketentuan pencatatan perkawinan yang tidak begitu tegas akan hukuman bagi masyarakat yang tidak melakukan pencatatan perkawinan juga menjadi faktor sebagian masyarakat tidak mencatatkan perkawinannya ke Kantor Urusan Agama, oleh karenanya sebagian masyarakat menyepelekan peraturan yang berlaku tanpa adanya sanksi. Sahnya perkawinan tercantum dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 hanya mengatur tentang pencatatan perkawinan tanpa disertai sanksi bagi mereka yang tidak mencatatkan perkawinannya.

Perkawinan siri merupakan bentuk permasalahan dalam pencatatan perkawinan yang terjadi pada era sekarang ini, akan tetapi perkawinan siri yang dilakukan tidak mengganggu sahnya suatu perkawinan yang telah dilakukan menurut aturan hukum Islam, yang berarti berdasarkaan hukum Islam perkawinan siri merupakan perkawinan yang sah. Namun berdasarkan ketentuan pasal 4 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, bahwa perkawinaan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 5 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, berbunyi agar terjamin ketertiban, perkawinan bagi masyarakat harus dicatat dan pasal 5 ayat (2) Instruksi Presiden

(9)

5

Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi pencatatan perkawinan tersebut dilakukan oleh Pegawai Pencatatan Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah.4

Suatu perkawinan harus dilakukan menurut hukum agama dan juga harus dicatat oleh pejabat yang berwenang, pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan agar melindungi masyarakat dalam membina rumah tangga, selain itu perkawinan yang dicatatkan akan menimbulkan perlindungan, kepastian dan kekuatan hukum bagi suami, isteri dan anak-anaknya, juga memberikan perlindungan dan jaminan hukum terhadap hak-hak yang timbul karena perkawinan yang diantaranya adalah hak untuk mewaris dan sebagainya. Maka dari itu perkawinaan siri yang merupakan perkawinan yang tidak dicatatkan kepada petugas pencatat perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini di Indonesia.

Sebagai salah satu faktor utama dilakukannya perkawinan, anak mempunyai berbagai hak yang perlu dipenuhi salah satunya yaitu hak untuk mendapatkan harta warisan. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya pewaris, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang, dan pemberian untuk kerabat.5

Perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum memiliki dampak yang merugikan terhadap istri dan anak hasil perkawinan nya.

4 Ibid., h. 51.

5 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171, huruf e.

(10)

6

Anak yang dilahirkan maupun istri yang melakukan perkawinan siri tidak memperoleh perlindungan hukum. Status istri dan suami dari perkawinan siri tidak tercatat dalam daftar kependudukan, maka dari itu anak yang lahir dari perkawinan siri tidak dapat memperoleh akta kelahiran, bahkan apabila ayahnya meninggal anak dari perkawinan siri tersebut tidak dapat menuntut hak warisnya.

Dari penjabaran yang sederhana di atas maka diambil judul penelitian “Kedudukan Hak Waris Anak dari Pernikahan Siri Menurut UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam”.

B. Rumusan Masalah

Merujuk kepada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan anak dari perkawinan siri dalam perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan hukum Islam?

2. Apa dampak perkawinan siri terhadap hak mewaris anak dalam perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(11)

7

1. Menguraikan kedudukan hukum anak dari pernikahan siri dalam perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan hukum Islam.

2. Menguraikan dampak perkawinan siri terhadap hak mewaris anak dalam perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan memberikan pengetahuan tentang isi bahasan didalam nya kepada siapapun yang membacanya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan ilmu dan pengetahuan umum kepada masyarakat tentang hak dan kedudukan hukum anak yang lahir dari hasil perkawinan siri.

2. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini bisa menjadi sumber ilmu dan pengetahuan, rujukan serta acuan dalam pembelajaran mengenai perkawinan siri agar pihak-pihak yang ingin melakukan atau sudah melakukan perkawinan siri memahami lebih dalam dasar hukumnya.

E. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas penelitian memiliki tujuan untuk mempermudah penulis dalam penelitian serta dijadikan sebagai acuan dalam penelitian sehingga dapat mengembangkan penelitian terdahulu. Berikut merupakan

(12)

8

beberapa hasil penelitian yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian.

Berdasarkan persamaan, perbedaan dan kontribusi yang dimiliki oleh setiap penelitian tersebut, terdapat kebaruan atas penelitian ini, yaitu:

No. PROFIL JUDUL

1. NURUL AKHWATI ABDULLAH UIN ALAUDDIN

MAKASSAR

STATUS WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN ISTRI SIRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN

HUKUM PERDATA ISU HUKUM

1. Bagaimana kedudukan anak dalam kandungan istri siri sebagai ahli waris dalam perspektif hukum Islam dan Hukum perdata?

2. Apa perbedaan dan persamaan hukum Islam dan hukum perdata terhadap hak waris anak dalam kandungan istri siri?

HASIL PENELITIAN

1. Hukum Islam yang sudah dikombinasikan dengan hukum barat dan hukum adat, mengatakan keturunan dari pernikahan siri tidak mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya. Pasal 43 UU NO. 1 Tahin 1974 menyatakan keturunan dari pernikahan siri, hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Dalam pasal 280 KUHPerdata, anak yang terlahir dari pernikahan siri dapat memperoleh hubungan keperdataan dengan ayahnya apabila terdapat pengakuan terhadap anak tersebut.

2. Fatwah Majelis Ulama Indonesia (MUI tanggal 10 Maret 2012 anak siri berhak mendapat wasiat wajibah. Anak yang masih dalam kandungan ibunya berstatus sebagai istri siri dapat memperoleh warisan baik itu dalam hukum Islam ataupun hukum perdata apabila memperoleh pengakuan dari ayah biologisnya

PERSAMAAN Mengkaji dan menganalisis persoalan mengenai hak waris anak dalam pernikahan siri

(13)

9

PERBEDAAN Objek kajian berupa hak waris terhadap anak dalam kandungan dari istri siri

KONTRIBUSI Sebagai bahan pertimbangan / petunjuk dalam hal hak waris

2. PROFIL JUDUL

SAEFI FATIKHU SURUR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

KALIJAGA YOGYAKARTA

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK WARIS ANAK

DARI PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN

ISU HUKUM

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak karisan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan?

HASIL PENELITIAN

1. Bahwa hak kewarisan anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan menurut hukum Islam, didasarkan pada nasab anak dengan orang tuanya, kemudian ditentukan oleh asal usul anak tersebut dilahirkan dari orang tuanya, karena di dalam hukum Islam perkawinan yang sah adalah apabila perkawinan yang dilakukan oleh suatu pasangan telah memenuhi rukun dan syarat. Dengan demikian pencatatan perkawinan tidak menentukan hak kewarisan anak yang tidak dicatatkan. Selain melalui waris, hak anak atas harta dari perkawinan yang tidak dicatatkan tetap bisa didapatkan dari orangtuannya, yaitu melalui hibah dan wasiat

PERSAMAAN Mengkaji dan menganalisis mengenai hak waris

PERBEDAAN Hanya dari tinjauan Hukum Islam KONTRIBUSI Sebagai bahan pertimbangan perihal hak waris dari tinjauan hukum Islam

(14)

10 F. Metode Penelitian

Agar penelitian ini menjadi penelitian yang sistematis serta akurat, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis data. Menganalisis data disini maksudnya adalah menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap suatu masalah.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam menyusun penelitian ini penulis menggunakan dua macam pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan yang dikaji, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan perundang-undangan

Pada penelitian yuridis normatif harus menggunakan pendekatan undang-undang dikarenakan yang diteliti ialah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral di dalam penelitian.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini merupakan pandangan-pandangan serta doktrin- doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, dengan cara mempelajari pandangan atau doktrin di dalam ilmu hukum. Peneliti akan menemukan ide yang melahirkan pengertian-pengertian

(15)

11

hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang bersangkutan yang sedang diteliti.

3. Jenis Bahan Hukum

Penelitian yang bersifat studi kepustakaan ialah analisis laporan atau data tertulis tentang hukum yang berasal dari banyak sumber yang kemudian disebarluaskan dan serta diperlukan di dalam penelitian yang bersifat hukum normatif yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan yang mempunyai kekuatan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan persoalan yang akan diteliti yaitu:

1) Tafsir Al-Qur’an 2) Al-Hadits

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

5) Kitab Undang-Undang Perdata 6) Kompilasi Hukum Islam

7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

8) Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010

(16)

12 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan pengertian terkait bahan hukum primer. Seperti buku, jurnal, majalah, karya ilmiah, peraturan pemerintah maupun artikel-artikel yang lain yang berhubungan dengan objek.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang menyampaikan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan sekunder melalui kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang datanya diolah dengan menelusuri bahan-bahan pustaka baik ditemukan dalam majalah, buku-buku, serta sumber bacaan yang lain ketika menelaah materi di perpustakaan.

Beberapa tahapan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini:

a. Mengumpulkan bahan-bahan data kemudian mengkajinya, aspek validitas dan kelengkapan serta relevasinya dengan objek penelitian.

b. Mengklasifikasikan, mensistematiskan, dan memformulasikan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.

c. Melakukan telaah lebih lanjut tentang data yang sudah disistematiskan dengan menyesuaikan jenis sumber data.

(17)

13 5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah semua bahan hukum terkumpul lalu dilakukan analisis kepada bahan hukum tersebut. Di dalam melakukan analisis penelitian ini penulis memakai cara deskriptif analisis, yaitu melakukan analisa dengan penjelasan atau pemaparan peraturan yang terkait.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan memberikan gambaran umum penelitian ini serta untuk memberikan pengetahuan umum perihal isi dari penelitian ini.

Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian tulisan ini dibuat, yang terbagi menjadi dua bagian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis dan juga berisi mengenai metode penelitian, yang salah satunya yaitu bentuk dari penelitian ini digunakan seperti apa, dan teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang bagaimana. Itu adalah cara penulis untuk mendapatkan temuan jawaban sehingga dapat memberikan sebuah isi dari penelitian yang akan diteliti ini. Dan yang terakhir ada sistematika penulisan.

BAB II

Pada bab ini berisikan tentang tinjauan pustaka yaitu mengupas berkaitan dengan teori dan konsep yang didasari oleh objek penelitian. Isi dari tinjauan pustaka ialah berupa teori-teori yang berkaitan dengan hak

(18)

14

waris anak dari perkawinan yang tidak tercatat atau disebut juga perkawinan siri. Serta berisi teori-teori yang mendukung penelitian ini dilakukan, hipotesa, dan kerangka berfikir menjadi bagian dari isi BAB II ini.

BAB III

Pada bab ini berisikan tentang penjabaran hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Serta pengaplikasian dari teori-teori yang dibahas.

BAB IV

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan, saran dan penguraian data-data yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan. Juga berisi tentang saran-saran yang direkomendasikan oleh penulis untuk penelitian yang selanjutnya dan diperuntukan kepada instansi terkait

(19)

80 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan teori-teori atau penjabaran yang telah dituangkan pada bagian sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dari keseluruhan bab-bab yang telah dibahas, yakni sebagai berikut:

1. Suatu perkawinan harus dilakukan menurut hukum agama dan juga harus dicatat oleh penjabat yang berwenang, pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting. Tujuannya agar melindungi masyarakat dalam membina rumah tangga, juga memberikan perlindungan dan jaminan hukum terhadap hak-hak yang timbul karena perkawinan yang diantaranya adalah hak untuk mewaris dan sebagainya. Menurut UU No.

16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974, kedudukan anak dari perkawinan siri sangat lemah di depan hukum negara. Tanpa adanya pencatatan secara hukum negara maka anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum merupakan anak sah dari ayahnya. Namun, setelah adanya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 sehingga anak luar kawin atau anak dari perkawinan siri tersebut juga mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum, namun kedudukan anak dari perkawinan siri ini tetap berstatus sebagai anak luar kawin.

(20)

81

Hubungan keperdataan anak semacam ini hanya meliputi pemenuhan hak keperdataan secara terbatas, seperti nafkah hidup dan biaya pendidikan anak tersebut tetapi tidak termasuk hak untuk mewaris sekalipun tes DNA menunjukan bahwa anak tersebut adalah anak biologis sang ayah.

Kedudukan anak dari perkawinan siri menurut hukum Islam yaitu anak yang dilahirkan dari perkawinan siri dianggap sah dalam hukum Islam karena perkawinan siri dikatakan sah karena syarat dan rukunnya terpenuhi dan berhak mendapat pengakuan dari ayah dan keluarga ayahnya serta mendapatkan hak sebagai anak termasuk hak waris dari orang tuanya.

2. Dampak perkawinan siri terhadap hak mewaris anak menurut UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 yaitu anak dari perkawinan siri atau disebut juga anak luar kawin tidak mempunyai hak mewaris dari ayah biologisnya sekalipun tes DNA menunjukan bahwa anak tersebut adalah anak biologis sang ayah. Anak tersebut baru dapat mewarisi jika mempunyai hubungan hukum dengan pewaris, hubungan hukum itu timbul dengan dilakukannya pengakuan. Sedangkan menurut hukum Islam status anak dari perkawinan siri seimbang dengan anak sah, karena perkawinan siri merupakan perkawinan yang disahkan secara Islam dan telah memenuhi rukun maupun syarat sah diberlakukannya suatu perkawinan. Oleh sebab itu, anak dari perkawinan siri berhak memperoleh bagian harta warisan dari pihak ibu maupun ayahnya sesuai ketentuan yang berlaku.

(21)

82 B. Saran

1. Indonesia adalah negara hukum, maka semua subjek hukum harus mematuhi hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maka sebagai warga negara yang taat pada aturan wajib untuk mencatatkan perkawinannya, agar mempunyai kekuatan hukum.

Perkawinan yang tidak dicatatkan disarankan melakukan itsbat nikah agar perkawinan yang dilakukan mempunyai kekuatan hukum, dengan demikian implikasi yang timbul di kemudian hari tidak ada permasalahan berkaitan dengan anak serta kewarisan bagi anak tersebut.

2. Mengingat dampak perkawinan siri begitu luas maka harus ada upaya preventif dari berbagai pihak (pemerintah, legislative, praktisi dan penegak hukum, tokoh agama dan adat, organisasi perempuan, LSM, perangkat desa, aparat KUA, dan lain-lain) mensosialisasikan arti penting perkawinan yang sah secara agama dan diakui oleh negara agar mendapatkan kepastian hukum.

3. Pemerintah dengan memperhatikan usulan kalangan akademik, praktisi hukum, ahli hukum, MUI, organisasi peremuan, LSM, organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat, dan lain-lain mengamandemen beberapa peraturan yang berkaitan dengan hukum perkawinan di Indonesia disesuaikan dengan kondisi riil masyarakaat yang mengakomodir berbagai kepentingan, mengadopsi dan memadukan hukum yang berkembang di masyarakat (hukum agama dan hukum adat).

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Afandi, Ali. 1997, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Cet. IV, Jakarta: Rineka Cipta.

Faturrahman. 1975, Ilmu Waris, Bandung: Al-Ma’arif.

Husein, Abdul, Razak. 1992, Hak Anak dalam Islam, Jakarta: Fikahati Aneska.

Kartohadiprodjo, Soediman. 1984, Pengantar Tata Hukum Di Indonesia, Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Kuzari, Achmad. 1996, Sistem Asabah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Manan, Abdul. 2008, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Muhammad, Abdulkadir. 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Muhibbin, Mohammad dan Wahid, Abdul. 2017, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia), Jakarta: Sinar Grafika.

Nasution, Amin, Husein. 2012, Hukum Kewarisan: Suatu Analisis Komparatif Pemikiran Mujahid dan KHI, Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Nugroho, Sigit, Sapto. 2016, Hukum Waris Adat Di Indonesia, Cet. 1, Solo:

Pustaka Iltizam.

Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari, Akmal. 2004, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada.

Perangin, Effendi. 1997, Hukum Waris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Pitlo, A. 1979, Hukum Waris, Jakarta: Inter Masa.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo. 1988, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga University Press.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Safioedin, Asis. 1986, Hukum Orang dan Keluarga, Cet. 5, Bandung.

(23)

Prodjodikoro, Wirjono. 1983, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung.

Ramulyo, M. Idris. 1994, Perbandingan Plaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata (BW), Jakarta: Sinar Grafika.

Ramulyo, Idris. 1996, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 4.

Ramulyo, Mohd., Idris. 2000, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika.

Saleh K. Wantjik. 2000, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sarmadi, A. Sukris. 1997, Transendendi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Satrio, J. 1990, Hukum Waris, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Satrio, J. 2000. Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang- Undang, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Shomad, Abd. 2010, Hukum Islam (Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Siddik, Abdullah. 1983, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Tintamas Indonesia.

Sjarif, Surini, Ahlan dan Elmiyah, Nurul. (2005), Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan Menurut Undang-Undang, Jakarta: Kencana.

Soemyati. 1982, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty.

Sudarsono. 1991, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta.

Subekti. 1994, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 26, Jakarta: Intermasa.

Syahrani, Riduan. 2006, Seluk beluk Asas-asas hukum perdata, Banjarmasin: PT.

Alumni.

Syakir, Muhammad, Fuad. 2002 Perkawinan Terlarang, Jakarta: Cendikia Muslim.

(24)

Syarifudin, Amir. 2004, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana Pranada Media.

Syarifuddin, Amir. 2007, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media Group.

Thalib, Sayuti. 2007, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Depok: UI Press.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Jurnal

Bastomi, Ahmad. 2010, Tinjauan Kompilasi Hukum Islam Dan PP. No. 9 Tahun 1975 Terhadap Pelaksanaan Pencatatan Perceraian Di KUA Kecamatan Gurah Kab. Kediri, Skripsi Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Faizah, Siti. 2014, Dualisme Hukum Islam di Indonesia tentang Nikah Siri, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No.1.

Gombo, Hongko, T. 2014, Hak Waris Anak Diluar Nikah Ditinjau Menurut UU No. 1 Tahubn 1974 tentang Perkawinan, Lex Privatum, Vol. 2, No. 1.

Maimun. 2017, Kedudukan Anak Luar Nikah Perspektf Hukum Islam, Jurnal Syari’ah IAIN Langsa, Vol. IX, No.2.

Rusydi, Ibnu. 2019, Tinjaun Yuridis terhadap Hak Waris anak hasil Perkawinan Siri, Jurnal Universitas Galuh, Vol. 7.

Referensi

Dokumen terkait

Stage 6 Board Endorsed VET Course Description Endorsed by BOSTES NSW for cohort commencing 2014 June 2014 Marine Mechanical Technology - Certificate III Page 1 of 6 Marine