• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PERNIKAHAN ONLINE PADA MASA DARURAT PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PERNIKAHAN ONLINE PADA MASA DARURAT PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

PERNIKAHAN ONLINE PADA MASADARURAT PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Alvi Aprian

UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Alvi.aprian@uinbanten.ac.id

Ade Mulyana

UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten ade.mulyana@uinbanten.ac.id

ABSTRAK

Pandemi global COVID-19 melahirkan problematika baru bagi negara dan bangsa khususnya mengenai bagaimana upaya negara untuk mencegah dan menghentikan penyebaran virus ini agar tidak semakin meluas. Vaksin sosial seperti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lockdown pun dilakukan oleh negara-negara sebagai respon dari situasi darurat ini. Vaksin sosial ini berdampak terhadap banyak hal baik pekerjaan maupun kegiatan sehari-hari, tidak terkecuali berdampak terhadap akad pernikahan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah adalah: 1.

Bagaimana hukum ijab qobul di masa darurat pandemic COVID-19? 2. Bagaimana saksi pernikahan melaui media online menurut pandangan hukum Islam dimasa pandemi COVID- 19? 3. Bagaimana proses pernikahan melalui media online tanpa Pegawai Pencatat Nikah (P2N)?

Kata Kunci :Pernikahan ,Online, Hukum Islam A. Pendahuluan

Pernikahan merupakan sunatullah, manusia adalah makhluk paling dimuliakan oleh Allah SWT dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, Allah telah menetapkan adanya aturan tentang pernikahan bagi manusia dengan tidak melanggar aturanNya. Aturan tersebut dibuat agar manusia tidak berbuat dengan semaunya seoerti binatang, yang tak tau akan aturan.

Pernikahan mempunyai fungsi dan makna yang kompleks, dari kompleksitas fungsi dan makna itulah, maka perkawinan sering dianggap sebagai hal yang sakral (suci) tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan.

(2)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

Para ulama mazhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab qobul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau para pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad.1

Pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Baiknya pergaulan antara istri dan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindah kepada semua keluarga kedua belah pihak, sehingga mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan, seseorang akan, terpelihara dari godaan hawa nafsunya.

Menurut syariat Islam, sahnya suatu perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur yaitu rukun dan syarat. Rukun adalah unsur pokok, sedangkan syarat merupakan pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Perkawinan sebagai suatu perbuatan hukum tentunya harus memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan.2

Disebutkan dalam bukunya Hasbi Indra yang mengambil dari matan Fathul Al Qorib bahwa rukun nikah ada empat yaitu:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan;

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya;

c. Adanya dua orang saksi. Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut;

d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucap oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.3

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat- syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban suami istri.

1 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta : Lentera, 2011), h.337

2 Jamal Jamil, Korelasi Hukum Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Inpres No. 1 Tahun 1991. Tentang Kompilasi Hukum Islam, h.30

3 Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Pena Madani, 2005), h.89

(3)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

1. Syarat-syarat Kedua Mempelai:

a. Syarat-syarat pengantin pria:

1) Calon suami beragam Islam.

2) Terang (jelas) bahwa calon suami betul laki-laki.

3) Orangnya diketahui.

4) Calon mempelai laki-laki tahu kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.

5) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu 6) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri 7) Tidak mempunyai istri empat

8) Tidak sedang melakukan ihram4

b. Syarat-syarat calon pengantin perempuan:

1) Beragama Islam atau ahli kitab 2) Terang bahwa ia wanita, bukan banci 3) Wanita itu tentu orangnya

4) Halal bagi calon suami

5) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam iddah 6) Tidak dipaksa

7) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah5 2. Syarat-syarat Ijab Qabul

Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu seperkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan qabul oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.6

3. Syarat-syarat wali nikah

4 Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan, h. 23

5 Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan, h. 23.

6 Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , Terjm. Imam Ghazaly Said, dkk (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 405

(4)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baik, sehat dan adil (tidak fasik).7

4. Syarat-syarat saksi pernikahan

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, balik, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akad maksud akad nikah. Tetapi menurut Hanafi dan Hambali, boleh juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.8

Adapun tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.

B. Pembahsan

a. Implikasi Darurat Pandemi COVID-19 Terhadap Pernikahan

Penyebaran COVID-19 yang sangat cepat menyebabkan perkembangan kasus COVID- 19 mengalami peningkatan kasus yang signifikan. Terkait perkembangan tersebut, pemerintah mengantisipasinya dengan memberikan anjuran untuk melakukan karantina kewilayahan atau lock down. Peraturan pemerintah mengenai penerapan lock down, PSBB dan social distancing menyebabkan banyak berdampak pada perubahan aturan disetiap lini pekerjaan dan kegiatan tak terkecuali pernikahan. Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam memodifikasi peraturan soal ijab kabul di tengah pandemi COVID-19 lewat surat edaran Nomor: P-002/DJ.III/hk.00.7/3/2020 tertanggal 19 maret 2020.

Protokol akad dibagi ke dua kelompok: yang gelar di KUA dan diluar KUA.

Adapun ketentuan dalam Surat Edaran tersebut, antara lain:

a. Layanan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal mengikuti ketentuan sistem kerja yang telah ditetapkan;

7 Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , h. 415.

8 Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , h. 417.

(5)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

b. Pendaftaran nikah dapat dilakukan secara online antara lain melalui website simkah.kemenag.go.id, telepon, e- mail atau secara langsung ke KUA Kecamatan;

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dan/atau terkait proses pendaftaran nikah, pemeriksaan nikah dan pelaksaan akad nikah dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan semaksimal mungkin mengurangi kontak fisik dengan petugas KUA Kecamatan;

d. Pelaksanaan nikah dapat diselenggarakan di KUA atau di luar KUA;

e. Peserta prosesi akad nikah yang dilaksanakan di KUA atau di rumah diikuti sebanyak- banyaknya 10 (sepuluh) orang;

f. Peserta prosesi akad nikah yang dilaksankan di Masjid atau gedung pertemuan diikuti sebanyak-banyaknya 20% dari kapasitas ruangan dan tidak boleh lebih dari 30 (tiga puluh) orang;

g. KUA Kecamatan wajib mengatur hal-hal yang berhubungan dengan petugas, pihak Catin, waktu dan tempat dan agar pelaksanaan akad nikah dan protokol kesehatan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya;

h. Dalam hal pelaksanaan akad nikah di luar KUA, Kepala KUA Kecamatan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak terkait dan/atau aparat keamanan untuk pengendalian pelaksanaan pelayanan akad nikah dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat;

i. Dalam hal protokol kesehatan dan/atau ketentuan pada angka 5 dan angka 6 tidak dapat terpenuhi oleh aparat keamanan sebagaimana form terlampir;

j. Kepala KUA Kecamatan melakukan koordinasi tentang rencana penerapan tatanan normal baru pelayanan nikah kepada Ketua Gugus Kecamatban; dan

k. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan tatanan normal baru pelayanan nikah diwilayahnya masing- masing.9

b. Pernikahan Melalui Media Online

Seiring dengan semakin pesatnya kemajuan zaman, masalah yang dihadapi umat

9 Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam, Surat Edaran Nomor: P-002/DJ.III/hk.00.7/3/2020 tertanggal 19 Maret 2020

(6)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

manusia juga semakin dinamis, dikarenakan persentuhan dengan teknologi tidak lagi dapat terelakkan oleh umat manusia, bahkan bisa dikatakan memudahkan hidup manusia zaman modern ini. Hal ini menyebabkan banyaknya problematika kontemporer yang dihadapi oleh umat terlebih di masa pandemi corona. Diantara problematika umat saat ini yang berkaitan dengan teknologi adalah penggunaan media online dalam prosesi akad nikah. Tentu saja jika dicari dalam kitab-kitab terdahulu karya imam-imam mazhab pasti tidak akan ditemukan keterangan yang jelas tentang status hukum permasalahan ini. Hal itu wajar karena pada zaman itu belum ada teknologi yang namanya media online seperti zoom, whatsapp, dll. Yang menjadi pertanyaan apakah sah jika prosesi akad nikah atau ijab kabul dilakukan dengan media online dengan menggunakan zoom dan aplikasi lainnya?

Inti dari masalah ini sebenarnya ialah salah satu rukun nikah adalah ijab dan kabul sedangkan syarat sah akad nikah atau ijab kabul adalah ittihad Al-Majlis atau bersatunya majelis. Baik akad nikah yang dilakukan dengan surat, perwalaian, atau media online terdapat illat yang sama yaitu akad nikah dengan cara seperti ini tidak dilakukan di dalam satu majelis yang mana beberapa ulama‟ menganggapnya tidak sah.10

Dalam hukum Islam termasuk ketentuan dalam kompilasi hukum Islam, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur mengenai perkawinan akad nikah melalui media online seperti telekonfrensi atau video call. Dalam kompilasi hukum islam perkawinan tersebut sah bila dilakukan menurut hukum islam, selain itu perkawinan tersebut harus memenuhi semua rukun nikah yang diatur pada pasal 14 KHI, seperti adanya calon suami dan calon istri, wali nikah, dua orang saksi dan ijab kabul. Sedangkan sah pelaksanaan perkawinan itu sendiri bergantung sesuai atau tidaknya dengan dasar hukum yang ada dalam tuntutan al- Qur’an dan hadist mampu dijabarkan menjadi dasar hukum fiqh yang lebih rinci dan sifatnya praktis, terlebih dalam menghadapi perubahan zaman. Permasalahan yang muncul apabila membicarakan keabsahan akad nikah melalui media online, tidak lain karena menurut hukum Islam dan beberapa syarat dalam melaksanakan akad nikah dipenuhi yaitu: pertama, akad dimulai dengan ijab lalu diikuti dengan Kabul. Kedua, materi ijab dan kabul tidak boleh berbeda dan ijab kabul harus diucapkan secara berkesinambungan tanpa ada jeda, ijab dan Kabul terucap dengan lafazh yang jelas, ijab dan Kabul antara calon pengantin pria dengan wali

10 Abdurrahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Madzaahibil Arba‟ah, (Lebanon: Dar Kutub Ilmiyah, 2002), h. 27

(7)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

nikah harus diucapkan dalam satu majelis.11

Ulama mazhab sepakat bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan dengan akad yang mencakup ijab dan kabul antara calon mempelai perempuan (yang dilaksanakan oleh walinya) dengan calon mempelai lelaki atau wakilnya. Menurut ulama mazhab, perkawinan adalah sah jika dilakukan dengan pengucapan kata-kata “aku nikahkan” dari pihak perempuan yang dilakukan oleh wali nikahnya, dan kata- kata “aku menerimanya” dari pihak calon mempelai laki atau orang yang mewakilinya. Dalam hal beruntun dan tidak berselang waktu yaitu saat wali calon mempelai perempuan selesai mengucapkan ijab kemudian pada saat itu juga langsung dilanjutkan kalimat kabul oleh mempelai pria. Antara proses ijab dan kabul tidak boleh diselingi oleh aktivitas lain yang nantinya akan merusak kesinambungan waktu dan menghilangkan makna satu majelis pada proses ijab kabul jadi perihal satu majelis bukan hanya terkait bertemu secara fisik tapi kesinambungan waktu antara ijab dan kabul yang harus dijaga tidak boleh diselingi oleh aktivitas lain.12

Terjadinya perubahan dan perkembangan kemajuan teknologi sedangkan norma hukum belum memiliki dalil secara khusus sehingga Nabi Muhammad pernah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

ِهيِبَأ ْنَع ُثِ دَحُي ِ هاللَّ ِدْيَبُع ِنْب َةَحْلَط َنْب ى َسوُم َعِمَس ُههنَأ ٍكاَمِس ْنَع َليِئا َرْسِإ ْنَع ىَسوُم ُنْب ِ هاللَّ ُدْيَبُع اَنَثهدَح ٍدهمَحُم ُنْب ُّيِلَع اَنَثهدَح ِرَكهذلا ْنِم َنوُذُخْأَي اوُلاَق ِء َلَُؤَه ُعَنْصَي اَم َلاَقَف َلْخهنلا َنوُحِ قَلُي اًم ْوَق ىَأ َرَف ٍلْخَن يِف َمهلَس َو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ىهلَص ِ هاللَّ ِلوُس َر َعَم ُت ْرَرَم َلاَق ُّنهظلا َوُه اَمهنِإ َلاَقَف َمهلَس َو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ى هلَص هيِبهنلا َغَلَبَف اَهْنَع اوُل َزَنَف ُهوُك َرَتَف ْمُهَغَلَبَف اًئْيَش يِنْغُي َكِلَذ ُّنُظَأ اَم َلاَق ىَثْنُ ْلْا يِف ُهَنوُلَعْجَيَف

ِهاللَّ ىَلَع َبِذْكَأ ْنَلَف ُ هاللَّ َلاَق ْمُكَل ُتْلُق اَم ْنِكَل َو ُبي ِصُي َو ُئِطْخُي هنهظلا هنِإ َو ْمُكُلْثِم ٌرَشَب اَنَأ اَمهنِإَف ُهوُعَنْصاَف اًئْيَش يِنْغُي َناَك ْنِإ Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad (yang berkata), telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Isra’il dari Simak bahwasanya ia mendengar Musa bin Thalhah bin Ubaidullah menceritakan dari Bapaknya (yang) ia berkata, Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati kebun kurma, beliau melihat orang-orang mengawinkan kurma. Lalu beliau bersabda: “Apa yang mereka lakukan?” Para sahabat menjawab, “Mereka mengambil yang jantan untuk digabungkan dengan yang betina.” Beliau bersabda: “Aku melihat bahwa perbuatan mereka tidak ada gunanya.” Perkataan beliau itu sampai ke telinga mereka (pekebun kurma) hingga mereka meninggalkannya (tidak

11Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkwinan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), h. 52.

12 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: U11 Press, 2004), h. 14.

(8)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

mengawinkan kurma) sehingga hasil panen mereka pun gagal. Kejadian tersebut akhirnya juga sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu bersabda: “Ucapan itu hanya perkiraan, jika memang pengawinan itu bermanfaat hendaklah mereka melakukannya.

Aku hanyalah manusia biasa sebagaimana kalian, perkiraan itu bisa benar dan bisa salah.

Tetapi jika yang aku katakan kepada kalian adalah firman Allah, maka sekali-kali aku tidak akan berdusta kepada Allah.” (HR Muslim)13

Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa terkait dengan perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan bahwa dunia modern akan memunculkan peristiwa hukum yang tidak diatur secara tegas dalam norma hukum sebelumnya sehingga diperlukan kreativitas para hakim dan para ulama untuk menemukan hukum baru guna mengatasi persoalan baru tersebut.

Demikian halnya dengan hukum Islam yang memiliki karakter yang bersifat elastic dan hukum statis.

Dari kaidah ini dapat disimpulkan bahwa perubahan zaman bisa mempengaruhi perubahan hukum. Adanya perubahan zaman dan perkembangan sains dan teknologi selain dapat mempermudah manusia dalam kehidupan tidak dapat dipungkiri menimbulkan beberapa permasalahan baru yang masih belum bisa diselesaikan seperti dalam kasus COVID-19 yang berdampak kepada perubahan hukum agama dan positif.

Dalam kasus penggunaan media online atau media telekonferensi seperti zoom, google meet, webex dan media telekonfrensi lainnya dalam akad nikah ini, memang syarat ittihad Al-Majlis tidak terpenuhi yaitu kesatuan tempat secara fisik, namun kemungkinan untuk berbohong dan tidak saling bersahutan dalam akad nikah dengan cara ini sangat kecil sekali, karena kedua belah pihak dapat melihat secara jelas pihak lainnya dan dapat mendengar secara jelas juga apa yang dikatakan oleh pihak lainnya secara real time atau saat itu juga. Sehingga jika ada kebohongan tentu akan langsung disadari oleh pihak lainnya.

Proses perkawinan yang dilakukan melalui telephone dan video call atau teleconfrence harus tetap mematuhi peraturan perundang- undangan. Menurut Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, bahwa:

a. Harus tetap wajib memenuhui syarat-syarat perkawinan yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku, sehingga segala hal yang berkaitan dengan data-data diri para pihak yang bersangkutan dapat diketahui secara jelas.

13 Abu Husain Muslim, Shahih Muslim, (Bandung: Diponegoro, 2006), jilid 3, h.141

(9)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

b. Baik keluarga maupun mempelai, benar-benar saling mengenal sebelumnya, sehingga ijab kabul yang dilaksanakan pada tempat yang berbeda tetap seperti dalam satu majlis, artinya situasi saling mengenal sebelumnya berguna untuk menghindari terjadinya penipuan.

c. Dilaksanakan perkawinan jarak jauh ini haruslah disebabkan adanya penghalang untuk dilangsungkannya perkawinan dalam satu majlis.14

Dari uraian tersebut penulis lebih cenderung kepada pendapat yang memperbolehkan akad nikah yang dilakukan secara telekonfrensi atau video call melalui media online terlebih ketika terjadi pandemic COVID-19. pernikahaan secara online dapat menjadi suatu alternatif untuk pencegahan COVID-19 dan menjadi solusi bagi pernikahan yang tertunda disebabkan COVID-19.

3. Proses Pernikahan Melalui Media Online

Proses perkawinan melalui media online atau teleconfrence, harus tetap memenuhi syarat dan rukunnya perkawinan, hanya saja tidak dilakukan dalam satu tempat. Apabila hal itu terjadi, maka pertama-tama yang dilakukan adalah di tempat A (pihak wanitanya misalnya), maka yang harus dipersiapkan adalah wali, saksi dan pegawai pencatat perkawinan yang bertugas mencatat perkawinan melalui telekonfrensi tersebut. Kemudian dipihak laki-laki atau di tempat B yang harus dipersiapkan adalah saksi, guna menyaksikan bahwa benar yang akan mengucapkan akad nikah itu adalah calon suami (bukan orang lain). Kemudian dari mempelai wanita harus meyakini dan mempercayai benar yang akan mengucapkan akad nikah tersebut adalah mempelai pria. Dalam pelaksanaan akad nikah yang dilakukan melalui media online meskipun tempatnya terpisah, namun dalam mengucapkan akad nikah tetap dilaksanakan berkesinambungan ucapan antara wali (mempelai wanita) dengan mempelai pria.

Lebih rinci dapat dikemukakan bahwa, untuk memastikan kebenaran gambar dan suara dari calon mempelai (perkawinan melalui teleconference), sehingga tidak terjadi keraguan keabsahan perkawinan yang tidak dilaksanakan dalam satu majelis, maka dalam hal ini diperlukan:

a. Kedua belah pihak sudah mengenal sebelumnya dalam kurun waktu yang lama, guna

14 Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer,(Jakarta:PT. Pustaka Firdaus,1996), H.85-94

(10)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

memastikan kebenaran suara dan gambar.

b. Diadakan pengujian, Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji apakah suara atau gambar yang ada di telepon/televisi merupakan sebuah rekaman atau langsung.

pengujian ini bisa dilakukan dengan cara melakukan percakapan berupa dialog dari kedua pihak yang berjauhan. Apabila terjadi dialog yang tidak saling bersambung maka patut untuk dicurigai kebenaran/keaslian bahwa suara ataupun gambarnya tidak langsung. Atau ada orang yang mengaku sebagai pasangan dari mempelai.15

Perkawinan melalui media online seperti teleconfrence pada praktiknya jarang dilakukan meskipun ada juga yang melakukan perkawinan demikian, hal itu semata-mata hanya karena keadaan yang sifatnya terpaksa harus dilakukan dengan cara demikian misal pada kondisi pandemi COVID-19 dimana kedua mempelai tidak dapat melangsungkan pernikahan dikarenakan jarak yang jauh (misal: Indonesia-Cina) dan aturan yang ketat dari masing-masing negara. Meskipun undang-undang tidak melarang perkawinan melalui media online teleconfrence, namun pelaksanaannya banyak menemui kendala-kendala, terutama tentang tata cara atau prosedur pelaksanaan perkawinannya dimana kehendak akan menikah harus lebih dulu diberitahukan kepada Pegawai Pencatat di tempat Perkawinan tersebut akan dilangsungkan, kemudian kehendak tersebut diumumkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan hingga 10 hari setelah pengumuman tersebut barulah perkawinan dapat dilaksanakan (Pasal 10 dan Pasal 11 PP No. 9 tahun 1975). Perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Tetapi akan timbul kendala apabila perkawinan tersebut dilakukan secara online atau melalui teleconfrence.

Dalam hal melakukan perkawinan melalui teleconfrence selain pengucapan akad nikah melalui telepon juga harus adanya saksi baik yang di Indonesia maupun yang di luar Indonesia serta penandatangan Akta Nikah yang berdasarkan Pasal 11 dikemukakan “sesaat setelah dilangsungkan perkawinan, kedua mempelai, wali dan para saksi menandatangani Akta Nikah yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan”. Penandatangan inilah yang menjadi kendala karena kedudukan kedua mempelai dan saksi yang terpisah satu sama lain. Maka hal

15 Idha Aprilyana, Keabsahan Suatu Perkawinan Melalui Pemanfaatan Media Telekomunikasi Dihubungkan Dengan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1751/P/1989 Tanggal 20 April 1990 Mengenai Sahnya Perkawinan Melalui Telepon, Skripsi, 1997., h. 74.

(11)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

inilah yang akan dapat menghambat kepastian hukum bagi kedua mempelai, karena dengan belum adanya salah satu tandatangan dari mempelai, Akta Nikah tersebut belum dapat dikatakan sempuna atau mempunyai kekuatan hukum. Meskipun perkawinannya sendiri dapat dikatakan sah menurut agama dan kepercayaannya.

Oleh karena itu perkawinan (melalui teleconfrench) telah dicatat terlebih dahulu oleh Pegawai Pencatat Nikah (P2N) sebelum dilangsungkan akad pernikahan dan pada saat berlangsungnya pernikahan P2N bisa turut hadir atau tidak hadir pada waktu pelaksanaan ijab qabul atau akad nikah. Namun hanya dalam hal penandatanganan, akta nikah belum dapat dilaksanakan. Penandatanganan akta nikah oleh mempelai pria dan wanita dilakukan dikemudian hari. Agar dapat dijadikan bukti yang sah menurut hukum positif, meskipun akta nikah tersebut hanya sebagai bukti administratif.

C. Kesimpulan

Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, sama seperti manusia, Apabila makhluk lain tidak membutuhkan prosedur dan aturan tertentu untuk memilih pasangan, maka manusia tidak seperti itu. Dalam diri manusia, baik itu norma agama, adat istiadat, atau sosial masyarakat. Perkawinan bisa dikatakan sah menurut hukum apabila sudah memenuhi syarat- syarat sah dan rukun pernikahan, Adapun terkait permasalahan perkawinan yang dilakukan melaui media online (telepon dan teleconference) di masa pandemic COVID-19, adalah sebagai berikut :

1. Ijab dan qobul di masa darurat pandemic COVID-19 dapat dilakukan dengan menggunakan media online sebagai alternatif pencegahan penularan COVID-19 dan perkawinan melalui media online merupakan perkawinan yang sah menurut hukum islam.

2. Kesaksian para saksi dalam perkawinan melalui media online tanpa berhadapan dengan dua orang yang melakukan akad pernikahan, maka kesaksiannya dipandang sah menurut hukum islam.

3. Pegawai Pencatat Nikah (P2N) setelah melakukan registrasi administrasi bagi calon mempelai pria dan mempelai wanita, maka pernikahan dapat dilakukan secara online dengan P2N hadir atau tidak hadir, hanya saja penandatanganan surat akta nikah dilaksanakan dikemudian hari.

(12)

Alvi Aprian, Ade Mulyana

D. Daftar Pustaka

Abdurrahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „ala Madzaahibil Arba‟ah, (Lebanon: Dar Kutub Ilmiyah, 2002)

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: U11 Press, 2004)

Abu Husain Muslim, Shahih Muslim, (Bandung: Diponegoro, 2006)

Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer,(Jakarta:PT. Pustaka Firdaus,1996)

Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Pena Madani, 2005) Idha Aprilyana, Keabsahan Suatu Perkawinan Melalui Pemanfaatan Media Telekomunikasi Dihubungkan Dengan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1751/P/1989 Tanggal 20 April 1990 Mengenai Sahnya Perkawinan Melalui Telepon, Skripsi, 1997

Jamal Jamil, Korelasi Hukum Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Inpres No. 1 Tahun 1991. Tentang Kompilasi Hukum Islam

Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam, Surat Edaran Nomor: P-002/DJ.III/hk.00.7/3/2020 tertanggal 19 Maret 2020

Moh Idris Ramulyo, Hukum Perkwinan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996)

Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , Terjm. Imam Ghazaly Said, dkk (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta : Lentera, 2011)

Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan, (Makassar: Alauddin University Press, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Rencana Kerja yang disingkat Renja mempunyai fungsi penting dalam sistem perencanaan daerah, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

Berdasarkan standardized regression weights dapat diketahui bahwa indikator disiplin merupakan indikator dari profesional yang paling berpengaruh dalam meningkatkan

Oleh karena itu penulis tertarik untuk merancang sistem informasi dengan judul “ Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Pada Puskesmas Gisting Berbasis Web ”

Berdasarkan penelitian dan perhitungan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diperoleh simpulan hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan sikap siswa pada

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 dan SPKN menyebutkan, audit adalah proses identifikasi masalah, analisis,

Skrining aktivitas antifungi terhadap hidrolisat menunjukkan bahwa peptida yang diperoleh dari hasil hidrolisis susu kambing pada pH 7 pada waktu hidrolisis 30 maupun