• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antifungsi Peptida dari Hidrolisat Susu Kambing terhadap Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aktivitas Antifungsi Peptida dari Hidrolisat Susu Kambing terhadap Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(Antifungal Activity of Peptide from Goat Milk Hydrolysate to Candida albicans and

Trichophyton mentagrophytes)

Eni Kusumaningtyas1, Agustio A2, Gholib D1, Widiastuti R1, Kusumaningrum HD2, Suhartono MT2 1Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata 30 Bogor 16114

2Departemen Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pangan IPB Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Bogor 16002

enikusuma@yahoo.com

ABSTRACT

Goat milk protein is believed to be more easily digested and less allergenic than cow’s milk. The goat milk protein also contain peptides that will be able to be active as antimicrobial after hydrolysis process. The aim of this study was to evaluate the ability of peptide from goat milk hydrolyzed by protease of Bacillus sp. E.13 to inhibit Candida albicans and Trichophyton mentagrophytes. Hydrolysis was conducted at 55°C, pH 7 and 11 for 30 and 60 minutes. The peptic hydrolysates were screened for antifungal activities. The active peptide were then assayed for minimum inhibitory concentration (MIC) to C. albicans and T. mentagrophytes by microdilution method. Result showed that peptides from goat milk hydrolyzed at 55°C, pH 11 for 30 and 60 minutes were active to inhibit

C. albicans and T. mentagrophytes. MIC of peptide from hydrolysis 30 minutes for C. albicans

was 7.5 mg/ml and for T. mentagrophytes was 15 mg/ml. MIC of peptide from hydrolysis 60 minutes for C. albicans was 1.25 mg/ml and for T. mentagrophytes was 2.5 mg/ml. Based on the result was known that the highest inhibition showed by peptide from hydrolysis 55°C, pH 11for 60 minutes to C. albicans.

Key Words: Antifungal, Goat Milk, Hydrolysis, Peptide

ABSTRAK

Protein susu kambing dipercaya lebih mudah dicerna dan kurang menimbulkan alergi dibandingkan dengan susu sapi. Protein susu kambing mengandung peptida yang dapat aktif sebagai antimikroba setelah proses hidrolisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan peptida dari susu kambing yang dihidrolisis dengan protease Bacillus sp. E.13 untuk menghambat

Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Hidrolisis dilakukan pada suhu 55°C, pH 7 dan 11 selama 30 dan 60 menit. Hidrolisat peptida diskrining aktivitas antifunginya. Peptida aktif kemudian diuji untuk konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes dengan metode mikrodilusi. Hasil menunjukkan bahwa peptida dari susu kambing yang dihidrolisis pada suhu 55°C, pH 11 selama 30 dan 60 menit dapat menghambat

C. albicans and T. mentagrophytes. KHM peptida hasil hidrolisis 30 menit untuk C. albicans

adalah 7,5 mg/ml dan untuk T. mentagrophytes 15 mg/ml. KHM peptida dari hasil hidrolisis 60 menit untuk C. albicans adalah 1,25 mg/ml dan untuk T. mentagrophytes 2,5 mg/ml. Berdasarkan hasil tersebut penghambatan terbesar ditunjukkan oleh peptida hasil hidrolisis 55°C, pH 11 selama 60 menit terhadap C. albicans.

Kata Kunci: Antifungi, Susu Kambing, Hidrolisis, Peptida

PENDAHULUAN

C. albicans dan T. mentagrophytes merupakan khamir dan kapang yang dapat menimbulkan penyakit pada hewan dan manusia. Khamir dari genus Candida diketahui dapat menyebabkan mastitis mikotik klinis maupun subklinis (Wawron et al. 2010).

(2)

Beberapa kasus aborsi pada hewan yang dilaporkan juga disebabkan oleh genus Candida, di antaranya yang terjadi pada sapi. Tanda patologis menunjukkan adanya lesi pada plasenta dengan jumlah Candida yang cukup banyak pada trophoblast. Infeksi fetal sekunder terjadi pada kasus dengan lesi atau terisolasinya Candida pada paru-paru, hati, usus, abomasum dan jantung (Foley & Schlafer 1987). Lesi histologi pada kasus aborsi mikotik yang disebabkan oleh Candida pada kuda Arab menunjukkan adanya necrotizing

placentitis dengan pneumonia fetal (Stefanetti et al. 2014).

T. mentagrophytes merupakan kapang dermatofit yang bersifat zoonosis yang dapat menyebabkan onychomycosis, tinea corporis dan tinea pedis pada manusia dan masalah dermatologi pada hewan liar maupun domestik (Weitzman & Summerbell 1995; Zhang et al. 2014). Sebesar 10% kasus dermatofitosis yang pernah dilaporkan disebabkan oleh T. mentagrophytes (Vena et al. 2012).

Mortalitas dan morbiditas yang disebabkan oleh mikosis invasif telah berkembang seiring dengan perkembangan resitensi terhadap antifungi tertentu. Sebagai contoh Amphotericin B yang biasa digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi khamir, tetapi saat ini telah terjadi resistensi terhadap Amphotericin B pada beberapa spesies Candida (Perea et al. 2002). Oleh karena itu diperlukan strategi pengobatan dan antifungi baru. Salah satu yang menjadi perhatian adalah peptida antifungi yang biasa terdapat pada hewan, tanaman maupun produk-produknya. Peptida tersebut mempunyai target spesifik yang juga memungkinkan multifungsi dalam cara kerjanya (Matejuk et al. 2010).

Salah satu produk hewan yang diduga mengandung peptida antifungi adalah susu, antara lain ada di dalam susu kambing. Susu kambing mengandung nutrisi yang tinggi karena kandungan proteinnya dan dipercaya lebih mudah dicerna dan kurang menimbulkan alergi dibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing juga mengandung peptida yang akan menjadi aktif setelah dihidrolisis dari protein alamiahnya dan dikenal sebagai peptida bioaktif. Peptida bioaktif adalah fragmen spesifik protein yang mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan (Atanasova & Ivanova 2010). Peptida bioaktif yang terkandung dalam susu sapi telah dilaporkan dapat berfungsi sebagai antihipertensi (Seppo et al. 2003), antibakteri (Atanasova & Ivanova 2010) antitrombotik, opioid (Jauhiainen & Korpela 2007), antioksidan dan imunomodulator (Qian et al. 2011), sedangkan peptida bioaktif dari susu kambing terutama sebagai antifungi belum banyak dieksplorasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan peptida dari susu kambing yang dihidrolisis dengan protease Bacillus sp. E.13 untuk menghambat C. albicans dan T. mentagrophytes.

MATERI DAN METODE

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah susu kambing segar peranakan Etawah (PE) diperoleh dari peternakan kambing, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Protein susu dipisahkan dari lemak dengan sentrifugasi 6000 ×g (Hybrid Refrigerated Centrifuge, CAX-371, Tomy Seiko, Japan) pada suhu 4°C selama 15 menit. Susu bebas lemak selanjutnya dihidrolisis atau disimpan pada -20°C sampai digunakan. C. albicans diperoleh dari hasil isolasi sampel klinis dari bagian Diagnostik Balai Besar Penelitian Veteriner dan T. mentagrophytes (BCC F0217) yang diperoleh dari BBalitvet Culture Collection.

Penentuan kadar protein

(3)

dengan mereaksikan 5 μl larutan standar BSA dengan berbagai konsentrasi dengan 95 μl larutan Bradford. Perlakuan yang sama dilakukan pada sampel susu dan hidrolisat dengan akuades sebagai blanko. Larutan didiamkan selama 5 menit dan diukur absorbansinya pada λ= 600 nm dengan microplate reader (Labsystems, original Multiscan Ex, Champaign, USA).

Produksi protease Bacillus sp. E.13

Bacillus sp. E.13. ditumbuhkan dalam media Luria-Bertani broth yang mengandung 0,05% susu skim (Difco, USA) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Sel bakteri dipisahkan dengan sentrifugasi 3500 g selama 15 menit. Ekstraksi enzim dilakukan menggunakan presipitasi ammonium sulfat menurut Rowan et al. (1990). Supernatan dipisahkan, ditambah dengan amonium sulfat 50% kemudian diinkubasi pada suhu 4°C. Setelah inkubasi selama 18 jam, larutan disentrifugasi pada 10.000 ×g selama 15 menit. Pellet diambil, dikering anginkan dan disimpan pada suhu -20°C sebelum digunakan atau dilarutkan dalam PBS pH 7,4 dengan perbandingan 1:2 apabila langsung digunakan untuk menghidrolisis protein susu.

Penentuan aktivitas enzim

Aktivitas enzim diukur dengan mereaksikan 250 μl kasein (Oxoid, UK), konsentrasi 2% (w/v) dengan 50 μl enzim dan 250 μl PBS 0,05 M pH 7. Campuran diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit dan ditambah dengan 500 μl TCA 0,2 M (Sigma-Aldrich, USA). Larutan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 10 menit, disentrifugasi 2000 ×g (centrifuge MRX-152, Tomy Seiko, Japan) selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan diambil sebanyak 375 μl kemudian ditambah dengan 1250 μl Na2CO3 0,4 M (Sigma-Aldrich, USA) dan 250 μl pereaksi Folin ciolcateau (Merck, Darmstadt, Germany) dengan pengenceran 1:2 dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer (LKB-Novaspec II, Pharmacia-Biotech) pada λ 578 nm. Akuades digunakan sebagai blanko dan tirosin 5 mM digunakan sebagai standar. Satu unit aktivitas didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu μmol tirosin permenit pada kondisi pengujian.

Hidrolisis protein susu

Hidrolisis dilakukan pada suhu 55oC pada pH 7 (Josephine et al. 2012) dan pH 11 (Patel et al. 2006) selama 30 dan 60 menit dengan aktivitas enzim 0,67 unit/ml dan perbandingan enzim:substrat 1:20. Selanjutnya masing-masing hidrolisat disentrifugasi pada 14.000 ×g selama 15 menit sehingga terbentuk tiga lapisan dan diambil bagian tengah yang bening. Hidrolisat difilter menggunakan membran (Acrodisc LC 13 mm, 0,45 µm, PVDF, Pall Life Sciences, USA). Hasil filtrasi disimpan dalam -20°C sampai digunakan untuk pengujian antifungi.

Uji antifungi

Skrining dilakukan dengan mencampurkan 50 μl peptida dengan 50 μl kapang dan khamir uji 106 cfu/ml dalam microplate kemudian diambil 10 µl dan diteteskan pada media Sabouraud dextrose agar (SDA) (Difco, USA) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

(4)

jam untuk C. albicans dan 48-72 jam untuk T. mentagrophytes. Perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan.

Uji antifungi mencampurkan 50 μl peptida dengan 50 μl kapang dan khamir uji 106 cfu/ml dalam microplate. Selanjutnya campuran tersebut dibuat seri pengenceran dan ditumbuhkan pada medium SDA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam untuk C. albicans dan 48-72 jam untuk T. mentagrophytes. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung. Perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Ketakonazol 10 mg/ml digunakan sebagai kontrol positif dan phosphate buffer saline (PBS).

Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dilakukan dengan mereaksikan 50 µl peptida dalam berbagai konsentrasi dengan 50 µl C. albicans atau T. mentagrophytes 106 cfu/ml, kemudian ditumbuhkan pada media SDA. KHM ditentukan berdasarkan konsentrasi terkecil yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan. Semakin kecil nilai KHM menandakan semakin tinggi aktivitas antifungi peptida.

HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining dan uji antifungi

Skrining aktivitas antifungi terhadap hidrolisat menunjukkan bahwa peptida yang diperoleh dari hasil hidrolisis susu kambing pada pH 7 pada waktu hidrolisis 30 maupun 60 menit tidak menunjukkan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan C. albicans dan T. mentagrophytes (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil skrining pengujian antifungi peptida hasil hidrolisis susu kambing dengan protease Bacillus sp. E.13 pada pH yang berbeda

Peptida hasil hidrolisis pada pH 11 menunjukkan adanya penghambatan yang baik terhadap pertumbuhan C. albicans dan T. mentagrophytes. Selanjutnya hasil hidrolisis pH 11 ini diuji kembali untuk mengetahui besarnya penghambatan dengan menghitung jumlah koloni. Seperti terlihat pada Gambar 2 peptida lebih aktif terhadap C. albicans dibandingkan dengan terhadap T. mentagrophytes.

Pada penelitian ini digunakan 2 pH yaitu 7 dan 11 karena Bacillus sp. yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil isolasi pertama kali dari susu kuda Bogor dan belum teridentifikasi hingga spesies. Beberapa protease dari genus Bacillus dapat aktif atau mempunyai pH optimum 7 (Josephine et al. 2012) atau 11 (Patel et al. 2006), sehingga pada penelitian ini digunakan variasi pH 7 dan 11. Seperti terlihat pada Gambar 1 peptida yang aktif dihasilkan pada proses hidrolisis dengan pH 11 yang menandakan bahwa protease yang dihasilkan oleh Bacillus sp. E.13 termasuk protease alkali yang aktif pada kondisi basa.

(5)

(1,25 mg/ml). Pada hidrolisis 60 menit, ketika digunakan konsentrasi 2,5 mg/ml masih menunjukkan penghambatan yang baik hingga tidak ada koloni C. albicans maupun T. mentagrophytes yang tumbuh.

Gambar 2. Hasil penghitungan koloni C. albicans dan T. mentagrophytes setelah diberi perlakuan peptida hasil hidrolisis pH 11 dengan waktu hidrolisis 30 menit (7,5 mg protein/ml dan 60 menit (1,25 mg protein/ml)

Hasil tersebut menandakan bahwa peningkatan waktu hidrolisis akan meningkatkan aktivitas antifungi. Beberapa peptida meningkat aktivitasnya seiring dengan bertambahnya waktu hidrolisis tetapi sebagian lain justru aktivitasnya menjadi menurun. Seperti yang dilaporkan oleh Amza et al. (2013) yang menyatakan bahwa aktivitas antioksidan menurun dengan bertambahnya waktu hidrolisis. Lin et al. (2010) menyatakan bahwa peptida bioaktif hasil hidrolisis kolagen dengan enzim neutrase, alcalase dan papain menunjukkan bahwa bioaktivitasnya meningkat sampai waktu hidrolisis 3 jam. Hidrolisis lebih lanjut justru mengakibatkan penurunan bioaktivitas peptida yang dihasilkan. Dengan meningkatnya waktu hidrolisis menyebabkan peptida akan mengalami pemotongan dan hidrolisis lebih lanjut sehingga dihasilkan peptida yang berukuran lebih kecil. Meskipun demikian, aktivitas antimikroba termasuk di dalamnya antifungi suatu peptida tidak hanya tergantung pada panjang peptida tetapi juga sekuen asam amino peptida tersebut. Panjang dan urutan asam amino dalam suatu peptida sangat tergantung pada sumber protein, spesifitas enzim dan kondisi hidrolisis seperti pH, suhu dan waktu hidrolisis (Sarmadi & Ismail 2010).

Konsentrasi hambat minimum (KHM)

KHM adalah konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan fungi dan menjadi penentu atau parameter aktivitas suatu antifungi. Hasil uji peptida terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes pada konsentrasi yang sama menunjukkan penghambatan yang sangat baik pada C. albicans dengan tidak adanya pertumbuhan (Gambar 2). Meskipun demikian belum dapat ditentukan seberapa kuat peptida dapat menghambat C. albicans tersebut, sehingga dilakukan pengukuran KHM dengan menurunkan konsentrasi peptida sampai konsentrasi yang tidak dapat menghambat pertumbuhan. Konsentrasi terkecil yang masih menunjukan adanya penghambatan terhadap fungi uji ditetapkan sebagai nilai KHM.

KHM peptida hasil hidrolisis pada pH 11, selama 30 dan 60 menit seperti pada Tabel 1. Semakin kecil nilai KHM semakin kuat aktivitas antifungi suatu peptida, sehingga aktivitas tertinggi adalah peptida hasil hidrolisis 60 menit terhadap C. albicans dan aktivitas terendah adalah peptida hasil hidrolisis 30 menit terhadap T. mentagrophytes.

Ju m lah k o lo n i Ju m lah k o lo n i

(6)

Tabel 1. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) (mg/ml) peptida hasil hidrolisis

Kapang/khamir uji 30 menit 60 menit

C. albicans 7,50 1,25

T. mentagrophytes 15,00 2,50

Pada penelitian ini C. albicans lebih rentan terhadap peptida dari hasil hidrolisis 30 menit maupun 60 menit, dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Pada umumnya khamir lebih rentan terhadap peptida antifungi dibandingkan dengan kapang. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Fritsche et al. (2008) yang melaporkan bahwa KHM untuk Candida spp. adalah 0,256 mg/ml sedangkan untuk kapang dari genus Aspergillus adalah 1,024 mg/ml.

C. albicans maupun T. mentagrophytes mengalami hambatan pertumbuhan oleh peptida hasil hidrolisis pH 11, dengan waktu 30 dan 60 menit. Peptida tersebut terbukti mampu membunuh semua atau sebagian koloni khamir atau kapang uji dan kemampuannya tergantung pada konsentrasi peptida maupun khamir atau kapang. Beberapa peptida antifungi diketahui bermuatan positif (kationik) dan mempunyai sifat amphipatic, yaitu terdapat daerah hidrofobik dan hidrofilik dalam satu struktur peptida. Muatan positif dan amphipatisitas merupakan faktor penting bagi peptida untuk berinteraksi dengan dinding sel fungi. Muatan positif berguna untuk proses interaksi dengan sel target atau sel fungi. Interaksi terjadi antara muatan positif pada peptida dengan muatan negatif pada dinding sel fungi, yang kemudian diikuti dengan kerusakan dinding sel dan sitoplasma sel target yang pada akhirnya menimbulkan kematian sel target (Bleackley et al. 2014). Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Jiang et al. (2008a) yaitu jumlah residu asam amino yang bermuatan positif pada sisi polar dan net charge berperan penting dalam aktivitas antimikroba dan aktivitas hemolisis. Selain muatan, hidrofobisitas peptida juga menentukan aktivitas dan spesisifisitas peptida. Studi yang dilakukan Jiang et al. (2008b) menunjukkan bahwa aktivitas antifungal untuk Zygomycota menurun dengan meningkatnya hidrofobisitas, sebaliknya aktivitas antifungi terhadap Ascomycota meningkat seiring dengan meningkatnya hidrofobisitas.

Beberapa peptida juga bekerja dengan cara mengganggu sintesis dinding sel atau komponen seluler lain yang penting seperti glukan dan kitin. Dinding sel C. albicans mengandung glukan dan kitin sehingga apabila sintesis kedua komponen tersebut terganggu akan mengakibatkan kematian sel (De Lucca & Wals 1999). Penelitian mengenai aktivitas antifungi peptida atau hidrolisat protein masih sangat jarang dilaporkan. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah aplikasi agen antifungi baru. Penelitian juga masih perlu dilanjutkan untuk mendapatkan peptida antifungi yang lebih potensial atau melakukan modifikasi terhadap peptida yang telah diperoleh untuk memaksimalkan aktivitas atau daya hambatnya.

KESIMPULAN

Peptida hasil hidrolisis susu kambing dengan protease Bacillus sp. E.13 pada suhu 55°C, pH 11 selama 30 dan 60 menit dapat berfungsi sebagai antifungi terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes. Konsentrasi hambat minimum (KHM) terbaik adalah peptida hasil hidrolisis selama 60 menit yang dapat menghambat C. albicans pada konsentrasi 1,25 mg protein/ml.

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini terlaksana atas biaya penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian APBN 2013 No 18023D.

DAFTAR PUSTAKA

Atanasova J, Ivanova I 2010. Antibacterial peptides from goat and sheep milk proteins. Biotechnol Equip.24:1799-1803.

Amza T, Balla A, Tounkara F, Man L, Zhou HM. 2013. Effect of hydrolysis time on nutritional, functional and antioxidant properties of protein hydrolysates prepared from gingerbread plum (Neocarya macrophylla) seeds. Int Food Res. 20:2081-2090.

Bergmeyer HU, Grassel M. 1983. Reagents for enzymatic analysis: enzymes-α-amylase, 3rd ed. In: Bergmeyer HU, editor. Methods of Enzymatic Analysis, vol. 2. Weinhiem (Germany): Verlag Chemie. p. 151–152.

Bleackley MR, Wiltshire JL, Perrine-Walker F, Vasa S, Burns RL, Nicole L, Marilyn AA. 2014. Agp2p, the plasma membrane transregulator of polyamine uptake, regulates the antfungal activities of the plant defensin NaDi and other cationic peptides. Antimicrob Agent Chemother. 58:2688-2698.

De Lucca AJ, Wals TJ. 1999. Antifungal peptides: Novel therapeutic compounds against emerging pathogens. Antimicrob Agents Chemother. 43:1-11.

Foley GL, Schlafer DH. 1987. Candida abortion in cattle. Vet Pathol. 24:532-536.

Fritsche TR, Rhomberg P, Sader HS, Jones RN. 2008. Antimicrobial activity of omiganan pentahydrochloride against contemporary fungal pathogens responsible for catheter-associated infection. Antimicrob Agent Chemother. 52:1187-1189.

Jauhiainen T, Korpella R. 2007. Milk peptide and blood pressure. J Nutr. 137:825S-829S.

Jiang Z, Vasil AI, Hale JD, Hancock RE, Vasil ML, Hodges RS. 2008a. Effect of netcharge and the number of positively charged residue on the biological activity of amphipathic alpha-helical cationic antimicrobial peptides. Biopolymer. 90:369-383.

Jiang Z, Kullberg BJ, Van der Lee H, Vasil AI, Hale JD, Mant CT, Hancock RE, Vasil ML, Netea MG, Hodges RS. 2008b. Effect of hydrophobicity on the antifungal activity of alpha-helical antimicrobial peptide. Chem Boil Drug Des. 72:483-495.

Josephine FS, Ramya VS, Devy N, Ganapa SB, Siddalingeswara KG, Venugopal N, Vishnawatha T. 2012. Isolation, production and characterization of protease from Bacillus sp isolated from soil sample. J Microbiol Biotech Res. 2:163-168.

Lin YJ, Le GW, Wang JY, Li YX, Shi YH, Sun J. 2011. Antioxidative peptides derived from enzyme hydrolysis of bone collagen after microwave assisted acid pre-treatment and nitrogen protection. Int J Mol. 11:4297-4308.

Matejuk A, Leng Q, Begum MD, Woodle M, Scaria P, Chou ST, Mixson AJ. 2011. Peptide-based antifungal therapies against emerging infection. Drug Future. 35:197.

Perea S, Patterson TF. 2002. Antifungal resistance in pathogenic fungi. Clin Infect Dis. 35:1073-1080.

Patel RK, Dodia MS, Joshi RH, Singh SP. 2006. Purification and characterization of alkaline protease from a newly isolated haloalkaliphilic Bacillus sp. Process Biochemistry. 41:2002-2009.

(8)

Qian B, Xing M, Cui L, Deng Y, Xu Y, Huang M, Zhang S. 2011. Antioxidant, antihypertensive, and immunomodulatory activities of peptide fractions from fermented skim milk with

Lactobacillus delbrueckii spp. bulgaricus LB340. J Dairy Res. 78:72-79.

Rowan AD, Buttle DJ, Barrett AJ. 1990. The cysteine proteinases of the pineapple plant. Biochem J.266:869-875.

Sarmadi BH, Ismail A. 2010. Antioxidative peptides from food proteins: a review. Peptides. 31:1949-1956.

Seppo L, Jauhiainen T, Poussa T, Korpela R. 2003. A fermented milk high in bioactive peptides has a blood pressure-lowering effect in hypertensive subjects. Am J Clin Nutr. 77:326-330.

Stefanetti V, Marenzoni ML, Lepri E, Coletti M, Proietti CP, Agnetti F Crotti S, Pitzurra L, Del

Sero A, Passamonti F. 2014. A case Candida guilliermondii abortion in an Arab mare. Med

Mycol Case Report. 199-22.

Vena GA, Chieco P, Posa F. 2012. Epidemiology of dermatophytesoses: retrospective analysis from 2005-2010 and comparison with previous data from 1975. New Microbiol. 35:207-213 Wawron W, Bochniarz M, Piech T. 2010 Yeast mastitis in dairy cows in the middle-eastern part of

Poland. Bull Vet Inst Pulawy. 54:201-204.

Weitzman I, Summerbell RC. 1995. The dermatophytes. Clin Microbiol Rev. 8:240-259.

Zhang X, Wang Y, Chi W, Shi Y, Chen S, Lin D, Jin Y. 2014. Metalloprotease geness of

Gambar

Gambar 1.  Hasil  skrining  pengujian  antifungi  peptida  hasil  hidrolisis  susu  kambing  dengan  protease Bacillus sp
Gambar 2.  Hasil penghitungan koloni C. albicans dan T. mentagrophytes setelah diberi perlakuan  peptida  hasil  hidrolisis  pH  11  dengan  waktu  hidrolisis  30  menit  (7,5  mg  protein/ml  dan 60 menit (1,25 mg protein/ml)
Tabel 1. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) (mg/ml) peptida hasil hidrolisis

Referensi

Dokumen terkait

Tahap konstruksi adalah tahap untuk menetukan lingkungan imple mentasi yang bertujuan untuk menfasilitasi pengembangan sistem dengan menggunakan perangkat keras serta

Dari data Tabel 6 dapat dilihat persentase anak yang menderita campak dengan status gizi kurang dan ada komplikasi sebanyak 23,4% lebih banyak dibandingkan, anak yang menderita

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan asas

Mahasiswa jurusan arsitektur merupakan cikal bakal pendorong perkembangan industri kreatif pada bidang arsitektur. Dalam pengerjaan tugas akhir, mahasiswa arsitektur

Karakterisasi sifat feroelektrik lapisan BST 1M dan BNST 1M dilakukan dengan menggunakan alat Radiant Technology 66A ( Charge Version 2.2) dengan tujuan untuk mendapatkan

Dari hasil analisis biplot yang dilakukan terhadap variabel demografi responden dapat diketahui responden dari latar belakang mana yang merasa puas terhadap indikator tertentu,

kakimu? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?. Tujuan dari pertanyaan ini adalah menunjukkan bahwa gelombang membawa energi. Siswa diajak menyampaikan pemahamannya mengenai materi

Selain untuk mengatasi permasalahan beban yang tidak sama sepanjang hari, maka kombinasi antara PLTS, PLTB dan PLTD atau disebut Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid