84 BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN INSTRUMEN PASAR MODAL KONVESIONAL DAN INSTRUMEN PASAR MODAL SYARIAH
A. Kelebihan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrumen pasar modal konvensional dapat menjadi sumber pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki kendala perihal pendanaan dalam tujuan untuk mengembangkan usahanya, biasanya akan menawarkan diri untuk bergabung ke dalam pasar modal agar bisa memperoleh sumber dana yang bisa dikembangkan untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Selain itu, instrumen pasar modal juga dapat mengembangkan perekonomian suatu negara dan sarana investasi bagi masyarakat. Pasar modal dapat memperbaiki ekonomi masyarakat yang pada akhirnya akan diperhitungkan sehingga bisa membuat perekonomian negara pun menjadi baik.
Sementara itu kelebihan instrumen pasar modal syariah yaitu lebih pasti.
Maksudnya, karena mengikuti syariat, investasi di pasar modal syariah tidak gharar.
Artinya, terhindar dari ketidakpastian dan dampak selanjutnya, terasa lebih aman.
Selain itu, instrumen pasar modal syariah juga bebas dari riba dan diperkuat payung hukum yang terdiri atas antara lain 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait pasar modal syariah, Undang Undang Sukuk Negara (SBSN), dan Undang Undang 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
B. Kekurangan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrumen pasar modal baru dikenal oleh masyarakat menengah ke atas. Bagi masyarakat menengah ke bawah, masih belum cukup mengenal pasar modal sehingga
banyak dari mereka yang belum bisa berinvestasi untuk memperoleh keuntungan. Hal ini dapat menyebabkan adanya kualitas hidup yang belum seluruhnya baik di balik perekonomian negara yang sudah terlihat baik karena masyarakat menengah ke atas yang memajukan perekonomian. Selain itu, segala bentuk investasi pasti memiliki risiko, begitu pula dengan berinvestasi di instrumen pasar modal. Di dalam investasi tidak hanya mendapat keuntungan, tetapi bisa juga mendapatkan kerugian. Maka dari itu, jika akan melakukan investasi harus siap juga untuk menerima segala risiko yang ada di dalamnya.
Sementara itu kekurangan berinvestasi pada instrumen pasar modal syariah ialah masih terbatasnya instrumen pasar modal .syariah tersebut. Perusahaan- perusahaan sekuritas yang ada pun belum sebanyak perusahaan sekuritas yang bergerak di sektor pasar modal konvensional. Hal tersebut merupakan konsekuensi karena hanya perusahaan tertentu saja yang dapat masuk dalam pasar modal syariah.
Selain itu risiko yang dihadai adalah kehilangan modal yang dipengaruhi oleh ketidakpastian di masa depan membuat pendapatan investasi bisa untung juga bisa rugi.
Jika menguntungkan, maka harta yang diinvestasikan otomatis akan bertambah, namun jika sebaliknya yang terjadi, maka nilai harta yang diinvestasikan akan menurun.
Begitu pun dalam investasi syariah, bisa saja investor mengalami kerugian jika nilai turun. Risiko investasi syariah selanjutnya adalah adanya ketidakpastian pada keuntungan dari berbagai sarana investasi yang ada. Resiko ini masih menyangkut pada risiko kehilangan modal, namun lebih terfokus pada keuntungan yang akan diperoleh dari investasi berbeda-beda.
C. Analisis Perbandingan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen Pasar Modal Syariah
Persamaan intrumen pasar modal konvensional adalah sama-sama bagian dari pasar finansial (pasar pendanaan), dan menjalankan fungsi yang sama yaitu menjembatani pihak yang surplus dan defisit yang memiliki banyak peluang investasi.
Adapun perbedaan instrumen pasar modal konvensional dan syariah terlihat pada mekanisme transaksinya. Mekanisme transaksi di pasar modal konvensional tidak menetapkan batasan apapun. Arah perputaran uang juga dibuka secara bebas. Sehingga konsep bunga pada pasar modal konvensional adalah hal yang pasti ada. Transaksi yang tidak jelas, spekulatif, manipulatif, dan judi juga diizinkan dalam pasar modal konvensional. Serta saham yang dimiliki dapat bergerak di bidang apapun secara bebas selama mampu memberikan keuntungan.
Sedangkan pada pasar modal syariah, hal-hal tersebut diatur secara ketat. Dana yang Anda tanam tidak akan digunakan untuk menggerakkan bidang yang tidak sesuai dengan prinsip syariat. Misalnya seperti rokok, alkohol, makanan yang diharamkan dan lain sebagainya.Selain itu, pasar modal syariah juga bebas dari transaksi ribawi, gharar atau meragukan, manipulatif, dan juga judi.
Selain perbandingan di atas, berikut ini perbandingan instrumen pasar modal konvensional dan syariah:
1. Analisis Perbandingan Saham Konvensional dan Saham Syariah
Saham syariah dasarnya sama dengan saham konvensional tetapi yang membedakan adalah saham syariah harus sesuai dengan prinsip syariah Saham syariah mengacu pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang semuanya terdaftar di
Daftar Efek Syariah (DES). Dalam tabel 4.1 akan diuraikan perbandingan saham syariah dan saham konvensional.
Tabel 4.1 Perbandingan Saham Syariah dan Konvensional
No. Saham
Syariah Konvensional
1. Investasi pada perusahaan yang berkegiatan usaha sesuai prinsip syariah (bukan jasa keuangan riba, minuman keras, rokok, dll).
Investasi pada perusahaan untuk semua kegiatan usaha.
2. Mekanisme transaksi sesuai syariah (bebas bunga/riba, gambling, dan spekulatif).
Mekanisme transaksi konvensional (terdapat bunga/riba, dapat mengandung transaksi tidak jelas, dan spekulatif).
3. Prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa.
Perangkat suku bunga.
4. Orientasi keuntungan baik untuk dunia maupun akhirat.
Orientasi keuntungan secara general.
5. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur.
6. Ada Dewan Pengawas Syariah Tidak ada pengawas syariah.
Sumber: www.imronsyah.com (data diolah)
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa saham syariah merupakan investasi pada perusahaan yang berkegiatan usaha yang sesuai dengan prinsip syariah
yaitu prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Sedangkan saham konvensional merupakan investasi pada perushaan untuk semua kegiatan dengan perangkat suku bunga. Selain perbandingan tersebut, ada beberapa perbandingan lain antara saham biasa (konvensional) dengan saham syariah di pasar modal, antara lain:99
a. Saham dapat diperdagangkan kapan saja di pasar sekunder tanpa memerlukan persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham. Sedangkan saham syariah dengan kontrak mudharabah dan musyarakah ditetapkan berdasarkan persetujuan rabbul maal (investor) dan perusahaan sebagai mudharib untuk suatu periode tertentu.
b. Saham syariah seringkali dianggap tidak liquid karena batasan periode kontrak yang mengikat. Sedangkan saham konvensional lebih liquid dan atraktif karena dapat dijual kapan saja.
Pemerintah melalui OJK selalu mengevalusi saham-saham yang sesuai dengan prinsip syariah secara berkala setiap 6 bulan sekali. Adapun tahapan dari screening saham syariah tersebut terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu:
a. Business screening, yaitu:
1) Tidak termasuk dalam bisnis perjudian, perdagangan yang dilarang, jasa keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar ) dan atau/ judi (maysir ).
2) Tidak memproduksi atau mendistribusikan barang haram, merusak moral atau mudharat.
3) Tidak termasuk transaksi suap.
b. Financial screening, yaitu:
99Choirunnisak, Saham Syariah Teori dan Implementasi, Islamic Banking Vol. 4 No. 2 Februari 2019, h. 73.
a) Total utang berbasis bunga disbanding total aset tidak lebih dari 45%.
b) Pendapatan non-halal disbanding total pendapatan tidak lebih dari 10%.
2. Analisis Perbandingan Obligasi dan Sukuk
Secara prinsipil perbedaan antara obligasi dan sukuk adalah prinsip-prinsip syariah menjadi acuan dasar yang harus diikuti. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang mempunyai komponen bunga (interest-bearing instruments) keluar dari daftar investasi halal.
Berbeda dengan konsep obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga, sukuk merupakan suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana sukuk pada saat jatuh tempo.
Di samping itu, sukuk dan obligasi sangat berbeda karena obligasi konvensional tidak mengharuskan adanya aset yang menjamin sedangkan sukuk harus memiliki aset yang menjaminnya. Obligasi adalah kontrak kewajiban utang di mana yang mengeluarkannya secara kontrak berkewajiban membayar kepada pemilik obligasi pada tanggal tertentu, bunga dan pokok. Sementara itu sukuk adalah klaim atas kepemilikan pada underlying asset. Konsekuensinya, pemilik sukuk berhak atas bagian dari penghasilan yang dihasilkan oleh aset sukuk sama halnya dengan hak atas kepemilikan pada saat proses realisasi aset sukuk. Skema bagi hasil semacam ini sangat berbeda dengan obligasi, terutama dalam hal kepastian bagi hasil atau bunga yang diperoleh pemilik dana. Dalam hal harga penawaran, jatuh tempo, pokok obligasi saat jatuh tempo, dan rating antara sukuk dan obligasi tidak ada bedanya.
Dalam tabel. 4.2 diuraikan mengenai perbedaan sukuk dan obligasi serta saham.
Tabel 4.2. Perbandingan Sukuk dan Obligasi
Sumber: www.kajianpustaka.com
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa obligasi syariah atau sukuk merupakan bukti kepemilikan atau bukti kerjasama yang memiliki pengertian lebih luas dan lebih beragam daripada sekedar surat pengakuan utang (obligasi), tergantung dari perjanjian (akad) yang digunakan pada penerbitan sukuk tersebut. Selain itu, berbeda dengan obligasi, dalam setiap penerbitan sukuk wajib ada aset yang mendasari (underlying asset). Selain itu, perbedaan antara sukuk dan obligasi dapat dijelaskan sebagai beriku.
Pertama, dari sisi orientasi, obligasi hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian bagi sukuk, disamping memperhatikan keuntungan, sukuk juga harus memperhatikan pula sisi halal haram, artinya setiap investasi yang ditanamkan dalam sukuk harus pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa prinsip pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain
berupa penekanan pada perjanjian yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing, serta larangan terhadap riba, gharar, dan maysir..
Kedua, keuntungan obligasi didapatkan dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan keuntungan sukuk akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasarkan atas aset dan produksi.
Ketiga, sukuk di setiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad, di antaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan ke pasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi tidak terdapat akad di setiap transaksinya. Dari sisi investasi, sukuk lebih kompetitif dibanding obligasi, karena:
a. Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional yang berbasis bunga.
b. Sukuk lebih aman karena untuk membiayai proyek prospektif.
c. Bila mengalami kerugian (di luar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva.
d. Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, melainkan surat investasi.
Rekonstruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan kaidah- kaidah syariah, di antaranya:
a. Penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah al-ghurmu bil ghurmi, yaitu keuntungan/penghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggungnya.
b. Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bungannya sehingga seperti saham biasa.
c. Pengalihan obligasi ke saham biasa. Meski secara prinsip terdapat perbedaan, masih ada beberapa kesamaan antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional. Beberapa kesamaan tersebut diantaranya adalah memiliki jatuh tempo, pokok harus dibayarkan kembali saat jatuh tempo, pembayaran pendapatan dilakukan secara periodic, dijamin oleh aset dan dimungkinkan konversi menjadi saham biasadan dimungkinkan konversi menjadi saham biasa.
3. Analisis Perbandingan Reksa Dana Konvensional dan Reksa Dana Syariah Pada dasarnya reksa dana syariah dan reksa dana konvensional memiliki persamaan baik dalam bentuk sifat dan karakteristiknya. Yang membedakan hanya pada prinsip operasional dan pengelolaan portofolio investasinya yang menerapkan prinsip syariah Islam. Pada tabel 4.2 akan diuraikan perbedaan reksa dana syariah dan konvensional.
Tabel 4.3. Perbedaan Reksa Dana Syariah dan Konvensional
Perbedaan
Jenis Reksa Dana
Syariah Konvensional
Tujuan investasi Tidak semata-mata return, tapi juga SRI (Socially Responsible Investment).
Return yang tinggi.
Operasional Ada proses screening. Tanpa proses screening.
Return Proses cleansing/filterisasi ndari kegiatan haram.
Tidak ada.
Pengawasan DPS dan Bapepam. Hanya Bapepam.
Akad Selama tidak bertentangan dengan syariah.
Menekankan kesepakatan tanpa aturan halalm dan haram.
Transaksi Tidak boleh berspekulasi yang mengandung gharar seperti najsy (penawaran palsu), ikhtikar, maysir, dan riba.
Selama transaksinya bias memberikan keuntungan
Sumber: www.situsekonomi.com
Berdasarkan tabel tersebut secara operasional terdapat perbedaan mendasar antara reksa dana syariah dan konvensional yaitu, dalam reksa dana syariah dikenal proses screening dan cleansing. Proses screening adalah proses penempatan dana masyarakat di dalam portofolio harus dikategorikan halal. Langkah ini merupakan filterisasi pertama dalam pembentukan portofolio yang memenuhi semua prinsip Islam.
Sedangkan cleansing yaitu membebaskan semua sarana investasi dari unsur-unsur yang diharamkan.
Perbedaan lainnya dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:
a. Kelembagaan. Lembaga keputusan tertinggi syariah dalam hal keabsahan produk adalah Dewan Pengawas syariah (DPS) yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Proses kinerja dan transaksinya akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.
b. Hubungan investor dengan perusahaan. Dalam sistem bagi hasil mengenai keuntungan dan kerugian, maka hubungan investor dengan perusahaan yang dimaksudkan di sini adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dengan sistem mudharabah. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Seandainya kerugian terjadi karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjualbelikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjualbelikan dalam syariah, karena nilai saham tersebut jelas tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi.
c. Kegiatan investasi reksa dana syariah. Berinvestasi dengan reksadana syariah dapat dilakukan kapan saja sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjualbelikan dibursa saham, BEI sudah mengeluarkan daftar perusahaan
yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Bertransaksi dengan reksadana syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
d. Adanya akad. Dalam investasi reksadana syariah terdapat akad antara pemodal (investor) dengan Manajer Investasi yang dilakukan dengan sistem wakalah, sedangkan antara Manajer Investasi dengan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.100
Keempat hal itulah yang secara umum membedakan reksadana syariah dengan reksadana konvensional.
100Aini Masrusoh, Konsep Dasar Investasi Reksadana, Salam Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum, 2016, h. 92