PENDAHULUAN
Pendahuluan Bahasan Utama
Tujuan Studi Analisis Kasus
Waktu dan Tempat
Gambaran Umum Kasus
METODE TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
Teknik Pengumpulan Data
Dalam dokumen kewarganegaraan ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi dokumen dan observasi. Selain teknik pengumpulan data dari studi dokumen, tulisan ini juga menggunakan teknik observasi dalam pengumpulan datanya, yaitu pengumpulan data melalui observasi yang disertai dengan pencatatan keadaan atau perilaku objek sasaran. Teknik observasi yang lebih spesifik pada artikel ini adalah teknik observasi jujur dan terstruktur.
Teknik Analisis Data
Bahwa dalam data yang kami kumpulkan berdasarkan kumpulan dokumen, baik dokumen tertulis, gambar peristiwa, hasil kerja maupun elektronik, dokumen yang diperoleh pasti dari sumber yang dapat dipercaya dan teruji keakuratannya berdasarkan penelitian profesional dan kelompok. yang telah dilakukan sebelumnya. , kemudian dokumen-dokumen tersebut dianalisis, dibandingkan, dan dipadukan (sintesis) dengan baik sehingga membentuk suatu kajian dan penataan yang sistematis, terpadu, dan utuh.
DESKRIPSI KASUS
Deskripsi Kasus Secara Umum
Sedangkan kelompok pendukungnya dilandasi oleh nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dilindungi apapun status WNI pendukung ISIS. Melihat banyaknya perbedaan pendapat di atas mengenai status kewarganegaraan eks warga ISIS, maka persoalan ini patut dikaji kembali secara mendalam karena berkaitan dengan kebaikan rakyat (warga negara) dan negara. Untuk itu permasalahan tersebut akan dikaji dalam revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Penjelasan Secara Umum
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menolak pemulangan WNI eks ISIS yang masih berada di Suriah dan sekitarnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Presiden Jokowi menilai eks WNI ISIS telah kehilangan kewarganegaraannya sebagai WNI. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan status kewarganegaraan eks WNI ISIS menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemerintah dan aparat penegak hukum.
19. mengenai status kewarganegaraan eks warga ISIS yaitu untuk pertama kalinya eks warga ISIS dapat kehilangan status kewarganegaraannya karena berdasarkan Pasal 23 huruf d UU No. 12 Tahun 2006. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 Huruf d, eks warga ISIS dapat kehilangan kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia. Hilangnya status kewarganegaraan Indonesia bagi WNI eks ISIS, dalam hal ini dengan menjadi bagian dari negara asing dan juga melakukan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
WNI eks ISIS yang kehilangan status kewarganegaraan menimbulkan ketidakpastian untuk kembali ke Indonesia karena hal tersebut bukanlah keputusan yang mudah. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan status kewarganegaraan eks WNI ISIS menimbulkan pro dan kontra antara pemerintah dan penegak hukum. Pihak yang pro menyatakan status kewarganegaraan WNI eks ISIS bisa otomatis dicabut berdasarkan UU No.
Hilangnya status kewarganegaraan Indonesia bagi eks WNI ISIS, dalam hal ini dengan menjadi bagian dari negara asing dan juga melakukan pemberontakan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
ISI
Isu/Permasalahan
Warga Negara Indonesia (WNI) dan pertanyaan status kewarganegaraannya yang bergabung dengan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Selain itu, kehadiran ISIS berdampak pada terciptanya instabilitas keamanan di tingkat global, regional, dan nasional. ISIS yang ingin menciptakan konsep negara Islam dengan ideologi khilafah dalam satu pemerintahan, kerap menebar propaganda yang menyatakan bahwa negara yang tidak berdasarkan khilafah adalah tirani dan kafir.
Propaganda inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa WNI bersimpati dengan ISIS dan kemudian menjadi bagian dari ISIS, bergabung dengan tujuan yang sama yaitu membangun negara Islam di seluruh dunia. Berdasarkan beberapa sumber, jumlah WNI yang bergabung dengan gerakan ISIS tercatat beberapa tahun lalu. Pada tahun 2017, Soufan Center menyebutkan 600 WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah, terdiri dari 113 perempuan, 100 anak-anak, dan sisanya laki-laki dewasa.
Bukti Foto dan Penjelasannya
Hipotesis/Pendapat Singkat
Menurut dia, hal itu karena berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyatakan hilangnya kewarganegaraan karena poin-poin yang terkandung di dalamnya, termasuk masuk dinas militer asing, sehingga pemerintah tidak perlu mengambil tindakan lebih lanjut. untuk tidak mengambil . Bertentangan dengan dua pendapat di atas, Ketua Anam selaku Komisioner Komnas HAM mengatakan dan mendesak pemerintah untuk memulangkan seluruh WNI eks ISIS. Menurut Chairul, perlunya pemulangan WNI eks ISIS didasarkan pada konstitusi Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut Chairul, proses pemulangan WNI eks ISIS ini terlihat dari undang-undang terorisme terbaru, yakni Pasal 12 A dan Pasal 12 B undang-undang tersebut. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat yang menyatakan bahwa warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika “melakukan dinas militer di luar negeri tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden”. Pakar hukum tata negara Refly Harun berpendapat, pemerintah tidak boleh terbawa arus teori pencabutan status kewarganegaraan karena banyak faktor di kalangan WNI pendukung ISIS yang perlu dikaji terlebih dahulu.
Tentu saja penerapan sanksi pencabutan status kewarganegaraan seseorang (jika ada) tidak bisa digeneralisasikan pada seseorang yang keterlibatannya hanya sebatas meyakini ajaran yang merupakan terorisme. Dengan demikian, menurut Refly Harun, status kewarganegaraan eks WNI ISIS tidak bisa langsung dicabut, melainkan harus diteliti dan dipertimbangkan dengan merevisi undang-undang terlebih dahulu. 12 Tahun 2006, Pasal 23 dan karena alasan menjaga keamanan negara, sedangkan pihak lawan menyatakan WNI eks ISIS tidak kehilangan kewarganegaraan karena didasarkan pada perlindungan hak asasi manusia dalam negara hukum.
Dan kedua, mantan warga ISIS tidak akan dicabut kewarganegaraannya karena mereka menggunakan teori bahwa ISIS bukanlah sebuah negara atau tentara.
Analisis Kasus
Pada laporan pertama serial berita “Setelah Jatuhnya ISIS” yang bertajuk “Bisakah Kamu Memaafkan Ayahmu yang Pernah Menjadi Anggota ISIS?” menampilkan wawancara eksklusif antara BBC dan salah satu anggota ISIS bernama Aref Fedulla. Selain mewawancarai anggota ISIS, BBC juga mewawancarai Nada Fedulla, putra seorang anggota ISIS yang terkait dengan ISIS di luar keinginannya. Tim BBC melanjutkan penyelidikan dengan mewawancarai Sri Musfiah yang merupakan konselor di Pusat Rehabilitasi Handayani yang bertemu dengan Ruille Zeke dan Ulfa.
Ia bahkan tidak menyangka Ruille Zeke dan Ulfa melakukan serangan bunuh diri, karena selama program deradikalisasi mereka cukup baik dan kooperatif dibandingkan yang lain. Selain wawancara dengan konselor pusat rehabilitasi, tim BBC juga mewawancarai mantan ekstremis Sofyan Tsauri, yang mengatakan bahwa pejuang ISIS, yang sebelumnya terkonsentrasi di Timur Tengah, kini pindah ke Asia. Laporan ketiga bertajuk “Dari Suriah ke Filipina, Warisan dan Ancaman Kebangkitan ISIS” menampilkan laporan dari tempat Ruille Zeke dan Ulfa melancarkan serangannya, Pulau Sulu, Mindanao, Filipina.
Hal ini dapat dikatakan sebagai kekuatan media karena media dengan menonjolkan isu tertentu dan isu lainnya akan mempengaruhi opini masyarakat. Isu ini berkaitan dengan masalah kemanusiaan karena anak-anak ini tidak punya pilihan selain terlibat dengan ISIS. Namun hal tersebut tidak menjamin Indonesia terbebas dari ancaman teroris dan radikal. d) Negara-negara di Asia merupakan tempat yang dinilai rentan terhadap serangan teroris, khususnya Asia Tenggara.
Hal ini terbukti dengan terjadinya serangan di Filipina yang menimbulkan banyak korban jiwa dan trauma di masyarakat. e) Meski ISIS kalah, kemunculan pemimpin baru ISIS yang berjanji akan mengemban misi yang sama dinilai sangat berbahaya.
Analisis Dampak
Terkait eks WNI ISIS yang stateless dalam artian stateless, hal ini juga ditegaskan oleh Kepala Staf Presiden, Bpk. Selamat datang. Pak Moeldoko berpendapat, hilangnya status kewarganegaraan WNI eks ISIS sejalan dengan UU Kewarganegaraan, yaitu keputusan yang diambil para eks WNI tersebut dengan membakar paspornya sebagai referensi atas keengganan mereka menjadi WNI. Kasus WNI eks ISIS merupakan pilihan sukarela seseorang untuk meninggalkan Indonesia dan bergabung dengan ISIS.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kewarganegaraan, apakah mereka secara sukarela bergabung dengan pejuang ISIS atau menjadi korban ajakan ISIS, sehingga hak WNI eks ISIS untuk kembali ke Indonesia dapat diperjuangkan. Perdebatan mengenai pemulangan WNI eks ISIS bukanlah sesuatu yang mudah diselesaikan karena pemulangan WNI eks ISIS membutuhkan proses yang agak panjang. Dengan syarat tertentu dan faktor pendukung yang dapat diterima, eks WNI ISIS yang kehilangan kewarganegaraannya dapat memperoleh kembali status kewarganegaraannya dan diperbolehkan kembali ke Indonesia.
Hal ini juga harus mempertimbangkan alasan kemanusiaan dan juga pemenuhan hak asasi manusia yang menjadi faktor utama pendukung kembalinya eks ISIS. Jika WNI eks ISIS telah memenuhi kriteria untuk dipulangkan dan syarat untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan, maka mereka harus melalui pengadilan untuk menentukan hukuman apa yang akan mereka terima atas tindakan yang dilakukan setelah keluar dari Indonesia dan bergabung dengan ISIS. Kepulangan WNI eks ISIS ke Indonesia bisa dikatakan merupakan ancaman nyata terhadap keseimbangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ada dua opsi dalam pengambilan keputusan repatriasi WNI eks ISIS: Opsi pertama adalah memulangkan berdasarkan latar belakang kewarganegaraan Indonesia.
Analisis Solusi
ISIS harus dilawan dengan ideologinya, maka untuk melawannya kita harus menggunakan pendekatan ideologi dan juga pengetahuan kebangsaan untuk menanamkan rasa nasionalisme pada setiap warga negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut peneliti, terdapat dua versi mengenai status kewarganegaraan WNI eks ISIS, yaitu pertama, WNI eks ISIS dapat kehilangan status kewarganegaraannya karena berdasarkan Pasal 23 huruf d. UU No. . Artinya, orang-orang khususnya yang dengan sengaja mengikuti wajib militer di luar negeri otomatis melanggar hukum.
Artinya, seseorang yang dengan sengaja memasuki dinas luar negeri khususnya, dengan sendirinya akan berbuat melawan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perbuatan tersebut tidak bisa serta merta mencabut kewarganegaraan seseorang sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Sejalan dengan hal di atas, kontroversi pencabutan kewarganegaraan eks WNI ISIS juga menimbulkan pro dan kontra antara pemerintah dan aktivis hukum/akademisi.
Adapun hak kewarganegaraan dan warga negara Indonesia mengacu pada landasan hukum yang mengatur dua hal tersebut, yaitu UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang disebut juga dengan Undang-Undang Kewarganegaraan. Selain aturan mengenai tata cara memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, ada juga beberapa hal yang menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraannya. Kedua, Terminasi adalah tindakan hukum untuk mengakhiri status kewarganegaraan seseorang karena telah bersumpah setia dan diberikan status kewarganegaraan oleh negara lain.
Hal lain yang diatur dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan adalah bagaimana seseorang kehilangan status kewarganegaraan Indonesia.
PENUTUP