KEMISKINAN DALAM NOVEL TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA
ARTIKEL ILMIAH
MICANIA NPM 10080164
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2014
POVERTY IN NOVEL TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG WRITTEN BY SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
SOCIOLOGY LITERATURE APPROACH By
Micania1, Zulfitriyani2, Mila Kurnia Sari3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat
2) 3) Lecturer Education Studies Program Language and Literature Indonesia STKIP PGRI West Sumatra
ABSTRACT
This research is motivated by several things. First, the novel Tak Putus Dirundung Malang written by Sutan Takdir Alisjahbana a novel class of New Poet. Second, in the novel Tak Putus Dirundung Malang written by Sutan Takdir Alisjahbana is illustrated by the circumstances of people living in poverty. Third, in the novel Tak Putus Dirundung Malang written by Sutan Takdir Alisjahbana, clearly illustrated that the characters are living in poverty, it is evidenced by the inability Jepisah pay for the services of a shaman named grandmother Zalekah. This study aims to describe the form of poverty and the factors that cause poverty in the novel Tak Putus Dirundung Malang written by Sutan Takdir Alisjahbana. The method used in this research is descriptive method. Based on the results of this research is that there are forms of poverty in the novel Tak Putus Dirundung Malang written by Sutan Takdir Alisjahbana work is the lack of materials, lack of income, and difficulties in meeting social needs and the factors that cause poverty in the novel Tak Putus Dirundung written by Sutan Takdir Alisjahbana is a factor individual, social factors, and cultural factors.
Keywords:poverty, novel Tak Putus Dirundung Malang, dan sociology of literature
KEMISKINAN DALAM NOVEL TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA Oleh
Micania1, Zulfitriyani2, Mila Kurnia Sari3 3) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat
4) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana merupakan novel angkatan Pujangga Baru. Kedua, dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana ini tergambar keadaan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Ketiga, dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana, tergambar jelas bahwa para tokoh hidup dalam kemiskinan, hal tersebut dibuktikan dengan ketidakmampuan Jepisah membayar jasa seorang dukun yang bernama nenek Zalekah. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk kemiskinan dan faktor yang menyebabkan kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa bentuk kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah kekurangan materi, kekurangan penghasilan, dan kesulitan memenuhi kebutuhan sosial dan faktor yang menyebabkan kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah faktor individual, faktor sosial, dan faktor kultural.
Kata kunci: kemiskinan, novel Tak Putus Dirundung Malang, dan sosiologi sastra
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang terdapat di dalam kehidupan bermasyarkat. Permasalahan sosial yang terkait dengan kemiskinan bisa dijadikan sumber dalam penciptaan karya sastra. Jenis karya sastra salah satunya adalah novel. Novel merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat, banyak sekali novel yang bercerita tentang kemiskinan, salah satunya adalah novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Novel Tak Putus Dirundung Malang merupakan novel angkatan Pujangga Baru, diterbitkan oleh Dian Rakyat, dengan tebal 120 halaman yang terbagi atas sembilan subbab. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan faktor penyebab kemiskinan. Dalam penelitian ini, peneliti mengelompokkan data-data yang termasuk kedalam bentuk dan faktor penyebab kemiskinan.
Sukanto (2012:320) menyatakan bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Bentuk kemiskinan terbagai atas tiga, yaitu kekurangan materi, kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai, dan kesulitan memenuhi kebutuhan sosial. Suharto (2009:17-18) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Secara konseptual, kemiskinan diakibatkan oleh empat faktor, yaitu: faktor individual, faktor sosial, faktor kultural dan faktor struktural. Namun, dalam penelitian ini faktor penyebab kemiskinan dari aspek faktor strktural tidak ditemukan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karena di dalam novel Tak Putus Dirundung Malang tidak diceritakan tentang sistem pemerintahan yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Menurut Damono (1984:2), pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Data penelitian ini berupa kutipan tentang bentuk dan faktor yang menyebabkan kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah, (1) membaca novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana sehingga dapat memahami pesan dan isi cerita yang disampaikan dalam novel tersebut, (2) melakukan studi kepustakaan yang berkaitan dengan bentuk dan faktor yang menyebabkan kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang, (3) menandai dan mencatat objek penelitian yang telah ditemukan, (4) mengklasifikasikan data yang berhubungan dengan bentuk dan faktor yang menyebabkan kemiskinan. Teknik analisis data dilakukan berdasarkan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik analisis data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: (1) mengelompokkan data yang diperoleh dari klasifikasi yang telah dilakukan terhadap bentuk dan faktor yang menyebabkan kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana, (2) mendeskripsikan atau menggambarkan data yang berhubungan dengan bentuk dan faktor yang menyebabkan kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana, (3) menganalisis data, (4) menyimpulkan hasil temuan, dan (5) menulis laporan hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan klasifikasi data yang telah dilakukan, diperoleh temuan penelitian yang terkait dengan bentuk kemiskinan dan faktor yang menyebabkan kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Bentuk-bentuk kemiskinan yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebagai berikut: pertama, bentuk kemiskinan dari segi kekurangan materi dialami oleh para tokoh, yakni tokoh Syahbuddin, Mansur, Laminah, Jepisah, Mamak Palik dan isterinya. Salah satu bentuk kekurangan materi yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang adalah kekurangan materi yang dialami oleh Syahbuddin seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
Pakaiannya, celana pendek dan baju kaus, yang telah koyak-koyak melukiskan kemiskinan dan kemelaratan yang sehari-hari dideritanya. Pada dadanya yang bidang dan berisi dan pada lengannya yang kukuh, penuh urat dan tidak ditutup oleh baju kausnya, dapat dilihat keberatan pekerjaannya sehari-hari.
(Alisjahbana, 1990:1-2).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Syahbuddin memakai pakaian yang telah koyak-koyak. Para pengemis memakai pakaian yang telah koyak-koyak untuk mengambil perhatian para dermawan agar bersimpati dan memberikan uang untuk kelangsungan hidup mereka. Padahal, tidak semua pengemis yang memakai pakaian yang telah koyak-koyak tersebut merupakan orang miskin. Seperti halnya yang sering ditayangkan dimedia-media elektronik maupun di media nonelektronik, bahwa kebanyakan para pengemis tersebut memiliki penghidupan yang layak di kampung halamannya. Lainnya halnya dengan pakaian koyak-koyak yang dipakai Syahbuddin. Pakaian yang telah koyak-koyak yang dipakai Syahbuddin merupakan gambaran tentang ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, bentuk kemiskinan dari segi kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai dialami oleh tokoh Jepisah, Mansur, Laminah, dan Darwis. Salah satu bentuk kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai adalah yang dialami oleh Mansur dan Laminah, seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
“Lima belas rupiah sebulan? Tanya Laminah, serta mengerutkan keningnya,”
cukupkah itu untuk kita berdua, kak? sewa rumah saja telah empat rupiah.”
(Alisjahbana, 1990:91).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa ketidakcukupan uang yang mereka miliki untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan gaji yang hanya lima belas rupiah perbulan, dan ditambah lagi dengan sewa rumah yang harus mereka bayar setiap bulannya, harga sewa rumah yang mereka tempati juga sudah naik. Maka bertambahlah kekhawatiran mereka tersebut.
Ketiga, bentuk kemiskinan dari segi kesulitan memenuhi kebutuhan sosial yang dialami oleh semua tokoh yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang. Berikut adalah salah satu bentuknya yang dialami oleh para kuli, Mansur dan Laminah.
Sejak dari Serangai mereka itu berjalan bersama-sama dengan kuli-kuli yang pulang dari memperbaiki jalan yang runtuh oleh hujan semalam. Kira-kira pukul setengah lima tibalah Mansur dan Laminah dan sekalian kuli-kuli itu di dusun Selolong dengan selamat. (Alisjahbana, 1990:57).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Mansur dan Laminah mengalami keterkucilan sosial, sulitnya akses untuk mencapai negeri Bengkulu. Walaupun demikian, Mansur dan Laminah tidak menyerah pada nasibnya yang tidak pernah putus dari kesengsaraan. Mereka merantau ke Bengkulu untuk tetap bertahan hidup dari siksaan Madang yang tidak segan-segan memukul Laminah hingga pingsan. Madang merupakan suami uncu mereka yang bernama Jepisah. Madang tidak menanam iba kasihan kepada mereka berdua beradik, seharusnya sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Madang harus memperlakukan Mansur dan Laminah dengan baik, sama seperti anak kandungnya.
Adapun faktor yang menyebabkan kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana, adalah sebagai berikut: pertama, faktor individual yang menunjuk kepada aspek kondisi fisik, psikologis, dan kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya. Faktor penyebab kemiskinan dari segi faktor individual dialami oleh tokoh Syahbuddin, Mansur, dan Laminah. Salah satu bentuk dari faktor individual seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
Sungguh, payah ia memikirkan apakah yang sebaik-baiknya dikerjakannya sekarang. Untuk sehari dua ini pasti ia akan tinggal di rumah itu, tetapi sudah itu kemanakah ia akan mencari perlindungan. Akan terpaksa jugakah ia agaknya kembali ke tempat ia diberi malu orang itu...? (Alisjahbana, 1990:99).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar ketidakmampuan Laminah dalam memikirkan tempat berlindung untuk dirinya. Semenjak kakaknya di jemput oleh Opas, Laminah tidak tahu lagi harus berbuat apa, walaupun ia sudah mencoba mencari jalan keluar dari masalah yang datang
silih berganti kepadanya. Laminah tidak tahan lagi dengan semua musibah yang menimpanya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menceburkan dirinya ke laut, di tapak Paderi.
Kedua, faktor sosial, yakni menunjuk pada diskriminasi berdasarkan jender yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Faktor penyebab kemiskinan dari segi faktor sosial dilakukan oleh para bujang toko roti terhadap tokoh Laminah, seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
Mereka itu biasa memandang perempuan sebagai makhluk yang rendah dan tak berperasaan, yang dijadikan Allah subhanahu wata’ala semata-mata untuk memberi kesenangan kepada laki-laki, makhluk yang setinggi-tinggi derajatnya. (Alisjahbana, 1990:70).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Laminah mengalami diskriminasi berdasarkan jender. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang rendah, hal ini membuat Laminah tidak bisa bekerja secara maksimal di toko roti tokeh Cina, dan ia pun memutuskan untuk berhenti bekerja pada toko roti tokeh Cina tersebut, setelah ia berhenti bekerja di sana ia bersama kakaknya memutuskan untuk menyewa sebuah rumah dekat benteng Malborough.
Ketiga, faktor kultural menunjuk pada hubungan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Faktor penyebab kemiskinan dari segi faktor kultural dialmi oleh tokoh Sarmin.
Adatnya kasar seperti adat serdadu dan kelasi kapal. Sopan-santun dan iba- kasihan tak ada padanya. Sekalian pekerjaanya seakan-akan menurut apa yang timbul dalam hatinya pada ketika itu saja. Ia jarang memikirkan untuk kemudian hari. Hari ini untuk hari ini, besok dapat pula kita berpikir, itulah hukum hidup yang diturutnya. (Alisjahbana, 1990:73).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Sarmin mempunyai kebiasaan hidup yang tidak baik, ia tidak memikirkan hidupnya di hari esok. Hal yang demikianlah yang menyebabkan ia hidup dalam kemiskinan. Kebiasaan hidup yang ia jalani sangat berbeda dengan kebiasaan hidup yang orang lain jalani.
Keempat, faktor penyebab kemiskinan dari segi faktor struktural tidak ditemukan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana ini, karena dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana ini tidak ada diceritakan tentang sistem yang tidak adil.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa hubungan antara karya sastra dengan persoalan sosial masyarakat tergambar pada latar yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana. Latar budaya yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana tersebut adalah latar budaya masyarakat Melayu. Kondisi masyarakat Melayu pada tahun dibuat karya sastra tidak jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya pada masa itu. Masyarakat Indonesia pada masa itu, masih dibawah penjajahan Belanda dan masih berada pada kondisi ketertekanan. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor kemiskinan akan menjadi sesuatu yang sangat menonjol pada masa itu, dikarenakan karya sastra itu merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat yang bersifat mimesis. Maka, Sutan Takdir Alisjahbana mengangkat fenomena yang hadir dalam masyarakat tersebut ke dalam novel Tak Putus Dirundung Malang. Jika dilihat pada kondisi saat ini, masyarakat yang miskin itu pasti akan berada pada posisi yang kedua dalam kepemerintahan. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat itu tidak menjadi prioritas pertama dalam struktur kenegaraan. Berdasarkan hal di atas, dalam novel Tak Putus Dirundung Malang ini terdapat tiga bentuk kemiskinan yang dialami oleh para tokoh, dan terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini dapat disimpulkan ada beberapa hal terkait dengan bentuk kemiskinan dan faktor yang menyebabkan kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana terdapat banyak bentuk kemiskinan, adalah sebagai berikut: pertama, kekurangan materi.
Kekurangan materi yang terdapat dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana dialami oleh tokoh Syahbuddin, Mamak Palik (Kuli), Jepisah dan Laminah. Kedua, kekurangan penghasilan. Kekurangan penghasilan yang dialami para tokoh dalam novel Tak
Putus Dirundung Malang karya S. Takdir Alisjahbana ini adalah kekurangan penghasilan yang dialami oleh Jepisah, Mansur, Laminah, dan Darwis. Ketiga, kesulitan memenuhi kebutuhan sosial, yang didalamnya termasuk aspek keterkucilan sosial, maka dalam novel Tak Putus Dirundung Malang ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keterkucilan sosial tersebut dialami oleh semua tokoh yang tinggal di negeri Ketahun. Adapun faktor penyebab kemiskinan yang dialami para tokoh dalam novel Tak Putus Dirundung Malang, yakni pertama, faktor individual merupakan ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi kehidupannya, hal ini terjadi pada tokoh Syahbuddin dan isterinya, Mansur dan Laminah. Kedua, faktor sosial dalam novel Tak Putus Dirundung Malang dialami oleh Para Bujang, Mansur dan Laminah. Ketiga, faktor kultural, faktor kultural dialami Sarmin yakni berdasarkan pada kebiasaan hidup yang ia jalani hari ini untuk hari ini, untuk hari esok, esok pula dipikirkan. Pada penelitian ini tidak ditemukan faktor penyebab kemiskinan, yakni dari aspek faktor struktural, karena di dalam novel tidak ada diceritakan tentang sistem yang tidak adil.
Berdasarkan hasil penelitian tentang kemiskinan dalam novel Tak Putus Dirundung Malang karya Sutan Takdir Alisjahbana, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
Pertama, dengan adanya penelitian ini semoga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu bahasa dan sastra sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, khususnya kajian sosiologi sastra. Kedua, bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penelitian karya sasta lain yang dikaji dengan menggunakan kajian sosiologi sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1990. Tak Putus dirundung Malang. Jakarta: Dian Rakyat.
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta Bandung.