• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Kepadatan Populasi Udang Mantis Harpiosquilla Raphidea (Fabricius 1798) di Perairan Batu Ampar Kubu Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Kepadatan Populasi Udang Mantis Harpiosquilla Raphidea (Fabricius 1798) di Perairan Batu Ampar Kubu Raya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |35

JURNAL BIOLOGICA SAMUDRA 5(1): 35 – 46 (2023) DOI: https://doi.org/10.33059/jbs.v2i1.4601

Kepadatan Populasi Udang Mantis Harpiosquilla Raphidea (Fabricius 1798) di Perairan Batu Ampar Kubu Raya

Density Population of Mantis Shrimp Harpiousquilla raphidea (Fabricius 1798) in Batu Ampar Coastal Waters Kubu Raya

Faizal Amir1, Kustiati1 , Firman Saputra1

1 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Umum, ProgramStudi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr.

Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia

Received: 10 Desember 2021; Accepted: 20 Juni 2023; Published: 30 Juni 2023 KATA KUNCI

KEYWORDS ABSTRAK

Harpiosquilla raphidea, Kecamatan Batu Ampar, kepadatan, pola sebaran, populasi.

Harpiosquilla raphidea, Batu Ampar District, density, distribution, population Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu hasil tangkapan laut yang memiliki harga jual tinggi sehingga banyak ditangkap oleh nelayan Batu Ampar yang dapat menyebabkan berkurangnya populasi di habitat aslinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi di perairan Batu Ampar. Pengambilan sampel udang mantis di perairan Batu Ampar dilakukan pada tiga stasiun pengamatan dari Desember 2019 hingga Februari 2020 secara random / acak. Kepadatan populasi dihitung berdasarkan jumlah individu per luas area. Data kepadatan populasi dianalisis menggunakan Anova dua jalur dan dilanjut dengan uji Duncan untuk melihat ada atau tidaknya beda nyata pada perbedaan stasiun. Hasil penelitian diperoleh nilai kepadatan populasi udang mantis tertinggi di stasiun III (4,6727±0,3824 ind/155m²) diikuti stasiun II (4,0052±1,5227 ind/155m²) dan stasiun I (1,4185±0,3824 ind/155m²).

ABSTRACT Mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) is a seafood that has a high selling price so that Batu Ampar fishermen often catch these mantis shrimp and caused the population in their natural habitat is decreasing. This study aims to determine population density in Batu Ampar waters. Sampling was conducted from December 2019 to February 2020 using a random sampling method at 3 stations. The number of individuals caught was counted per sampling area to determine the population density. Environmental factors which include water temperature, water transparency, water flow velocity, wind speed, salinity, pH, CO2 and O2 measured at the time of sampling mantis shrimp. The results showed that the highest mantis shrimp population density was at station III (4.6727 ± 0.3824 ind/155m²) followed by station II (4.0052 ± 1.5227 ind/155m²) and station I (1.4185 ± 0.3824 ind/155m²).

Correspondence:

Email: faizal.amir72@student.untan.ac.id

(2)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |36 1. Pendahuluan

Kecamatan Batu Ampar merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki wilayah terluas, yaitu 28,67% dari luas wilayah Kabupaten Kubu Raya dengan sebagian wilayah pesisir (BPS, 2018). Kawasan pesisir memiliki potensi sumber daya alam hayati seperti ekosistem mangrove yang menjadi habitat bagi ikan dan biota laut lainnya. Menurut Laporan Akhir Inventori Sumber Daya Pesisir Berbasis Masyarakat (2014), Kecamatan Batu Ampar memiliki wilayah hutan mangrove seluas ± 14.941 Ha. Hal tersebut menjadikan sebagian penduduk Kecamatan Batu Ampar bermata pencaharian dengan mengandalkan hasil tangkapan laut berupa ikan, kepiting dan udang.

Kecamatan Batu Ampar menjadi kawasan sentral produsen udang terbesar Kalimantan Barat dengan produksi udang tangkap pada tahun 2012 mencapai 39,45%.

Jenis udang yang menjadi salah satu hasil tangkapan nelayan di Batu Ampar adalah udang mantis. Udang mantis atau yang lebih dikenal dengan udang ketak oleh nelayan merupakan salah satu jenis dari Crustacea yang sangat diminati oleh masyarakat untuk konsumsi (Astuti & Ariestyani, 2013). Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) hidup di dasar perairan dengan tipe substrat pasir berlempung, lempung, lempung liat berpasir, liat berdebu, dan lempung liat berdebu (Pratiwi, 2010).

Kajian mengenai populasi udang mantis yang dilakukan di Perairan Juata Kota Tarakan Kalimantan Utara oleh Kalalo et al. (2015), mendapatkan proporsi nisbah kelamin jantan dan betina udang mantis yang tidak seimbang. Namun demikian, sebaran dalam daerah distribusi udang mantis ini di Perairan Batu Ampar belum banyak diketahui. Menurut Pramonowibowo et al. (2007), penangkapan udang di suatu perairan akan lebih efesien apabila sudah diketahui keberadaannya. Oleh karena itu diperlukannya kajian tentang sebaran udang mantis dalam daerah distribusinya di suatu perairan.

Aktivitas penangkapan udang mantis di Kecamatan Batu Ampar telah berlangsung sekitar enam tahun terakhir. Nelayan menangkap udang dengan segala ukuran mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar yang sudah bisa memijah.

Ketersediaan udang mantis yang dipengaruhi oleh musim menyebabkan rendahnya hasil tangkap, karena faktor lingkungan terutama temperature dapat mempengaruhi kepadatan dari udang (Henderson et al. 2006). Selain itu, nelayan yang melakukan penangkapan udang berdasarkan pengalaman menyebabkan nelayan belum mengetahui kepadatan udang secara langsung di perairan sehingga menyebabkan kurangnya efesien dalam penangkapan (Pramonowibowo et al. 2007).

Oleh karena itu, perlu dikaji distribusi udang mantis di Kecamatan Batu Ampar Kubu Raya sebagai upaya pemanfaatan udang mantis tersebut dapat efektif dan optimal dengan tetap menjaga kelestariannya serta untuk identifikasi wilayah ketersediaan udang mantis sebagai pemasok hasil tangkapan di pasar serta sebagai informasi

(3)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |37 mengenai sejumlah habitat penting yang perlu direncanakan bagi pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.

2. Metode Penelitian Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Desember 2019 hingga bulan Februari 2020 meliputi persiapan alat dan pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi berdasarkan keterwakilan wilayah perairan laut dan muara di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya.

Pengamatan dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura.

Deskripsi Lokasi

Kawasan pesisir di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya merupakan mangrove alami dari muara Sungai Kapuas. Luas wilayah Kecamatan Batu Ampar adalah (2.002,70 Km2 atau 28,67 persen dari luas Kabupaten Kubu Raya ) (BPS Kubu Raya, 2018) dengan luas hutan mangrove ±140,5 Km2 dengan jumlah penduduk 36.469 orang. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sanggau, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ketapang, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Karimata.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu nelayan, gill net, Global Positioning Sytem (GPS) Garmin Etrex 10, thermometer, secchi disk, pH meter digital, Current meter, mohak pocket LCD digital anemometer, salinometer, penggaris, kertas milimeter block, kamera, wadah plastik, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah formalin 4%, MnSO4, indikator PP, KOH-KI, H2SO4, dan Na2SO3

(0,025 N).

Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Desember 2019 hingga bulan Februari 2020. Setiap stasiun dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dengan pengambilan sampel setiap ulangannya sebanyak 3 kali penangkapan sehingga total keseluruhan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 27 kali penangkapan. Udang mantis (H. raphidea) yang didapat kemudian diamati antara kelompok jantan dan betina dengan melihat pada bagian pangkal kaki jalan ketiga. H. raphidea betina memiliki karakteristik morfologi pada pangkal kaki jalan ketiga dengan bentuk yang datar yang disebut thelicum, sedangkan pada alat kelamin jantan terdapat pada pangkal kaki jalan ketiga namun berbentuk tonjolan kecil yang dikenal dengan istilah

(4)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |38 petasma (Wardiatno et al., 2009). Setiap udang mantis dalam masing-masing kelompok jantan dan betina tersebut kemudian dihitung jumlah individu pada setiap stasiun pengambilan sampel dan diukur panjang tubuh dengan menggunakan meteran jahit.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini mencakup kepadatan populasi dan nisbah kelamin.

Kepadatan Populasi

Untuk menghitung kepadatan populasi menggunakan rumus berikut ini:

K=Jumlah individu suatu jenis Luas alat tangkap Nisbah Kelamin

Sampel udang yang diperoleh setiap waktu penelitian dipisahkan menurut jenis kelamin dan stasiun penelitian dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan antara jumlah udang jantan dan betina ( seimbang yakni 1:1) H1 :terdapat perbedaan antara jumlah udang jantan dan betina

Menentukan nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah udang jantan dan betina. Analisis nisbah kelamin dengan uji Chi-Square (x2) menggunakan aplikasi SPSS versi 23. Analisis ini menggunakan taraf kepercayaan 0,05 dengan X² tabel (B-1) dan (K-1) dimana B merupakan kategori baris dan K merupakan kategori kolom, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

H0 : diterima, H1 : ditolak ; apabila X² hitung ≤ X² tabel (α=0,05) H0 : ditolak, H1 : diterima ; apabila X² hitung > X² tabel (α=0,05) 3. Hasil

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang ditemukan di Perairan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya berjumlah 121 individu. Lokasi pengambilan sampel terbagi atas 3 stasiun yaitu Desa Medan Seri, Desa Padang Tikar 1 dan Desa Sungai Besar.

Masing-masing stasiun memiliki 3 titik sampling. Setiap stasiunnya dilakukan 3 kali ulangan pada bulan yang berbeda, sehingga terdapat total 9 titik sampling pada setiap stasiun (Gambar 1).

(5)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |39 Keterangan: = titik sampling stasiun I, = titik sampling stasiun II dan = titik sampling stasiun III

Gambar 1. Sebaran titik sampling udang mantis di Perairan Batu Ampar

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang berhasil ditangkap di perairan Batu Ampar selama penelitian sebanyak 121 individu, terdiri dari 41 individu jantan dan 80 individu betina. Berdasarkan jumlah individu pada setiap stasiun pengamatan diperoleh nilai kepadatan populasi tertinggi di Sungai Besar atau stasiun III, yaitu 4,6727±0,3824 (ind/155m²). Populasi udang mantis memiliki pola sebaran seragam yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Morisita yang terstandar (Ip) setiap stasiun masing-masing memiliki nilai < 0. Hasil uji lanjut Duncan nilai kepadatan udang mantis menggunakan analisis Anova mendapatkan nilai kepadatan udang mantis di stasiun I berbeda nyata dengan nilai kepadatan udang mantis di stasiun II dan III (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Kepadatan Populasi H. raphidea di Perairan Batu Ampar

Stasiun n K (ind/155m²)

I 17 1,4185±0,3824

II 48 4,0052±1,5227

III 56 4,6727±0,3824

Jumlah 121

Secara umum, terdapat perbedaan antara jumlah udang jantan dan betina di perairan Batu Ampar dalam penelitian ini yakni dengan rasio kelamin 1:2. Namun, pada stasiun I ditemukan individu jantan dan betina dengan rasio 1:3. Hal ini diduga berkaitan dengan lokasi stasiun I yang berada di muara (Tabel 4.2).

(6)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |40 Tabel 4.1 Jumlah dan Nisbah kelamin H. raphidea berdasarkan lokasi pengambilan

sampel di Perairan Batu Ampar Stasiun

penelitian

Jumlah udang mantis Nisbah kelamin

Jantan Betina Jantan Betina

I 4 13 1 3

II 17 31 1 2

III 20 36 1 2

Jumlah 41 80 1 2

Pengukuran faktor lingkungan yang dilakukan saat penelitian meliputi kedalaman air, kecerahan air, kecepatan angin, kecepatan arus air, kecerahan air, suhu air, Dissolved Oxygen (DO), Dissolved Carbon Dioxide (CO2), salinitas air, dan pH air menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki nilai suhu lebih tinggi disbanding stasiun II dan III. Stasiun II memiliki nilai salinitas, kecerahan air, dan kecepatan angin lebih tinggi dibandingkan stasiun I dan III. Stasiun III memiliki nilai pH air, kecepatan arus, kedalaman air, CO2 dan O2 lebih tinggi dibandingkan stasiun I dan II (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Nilai parameter lingkungan fisika, kimia dan hasil analisis variabel lingkungan antar stasiun di Perairan Batu Ampar

Parameter

Lingkungan Stasiun Penelitian

I II III

Suhu (°C) 29±0* 28,44±0,19 28,33±0

Salinitas (°/˳˳) 26,67±0,02 30,44±0,01* 29,89±0,01

pH Air 7,92±0 8,59±0,19 8,72±0,19*

Kecerahan Air (cm) 75,89±14,53 128,89±1,35* 121,33±0,58 Kecepatan Arus

(m/s) 0,24±0,13 1,21±0,05 1,22±0,04*

Kecepatan Angin

(m/s) 2,2±0 2,92±0,28* 2,72±0,02

Kedalaman Air (m) 3,5±0,5 4,83±0,76 6,1±0,85*

CO2 7,68±0,01 7,94±0,01 8,35±0,00*

O2 1,29±0,33 1,82±0,05 1,88±0,26*

(7)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |41 4. Pembahasan

Kepadatan populasi merupakan rata-rata jumlah individu persatuan luas (Susilowarno, 2007). Hasil penelitian dari tiga stasiun mendapatkan 41 individu jantan dan 80 individu betina, sehingga total individu udang mantis (H. raphidea) yang diperoleh berjumlah 121. Sungai Besar (stasiun III) memiliki jumlah individu tertinggi dan Medan Seri (stasiun I) memiliki jumlah individu terendah.

Menurut Wardiatno et al. (2009), perbedaan jumlah individu udang mantis dipengaruhi kondisi perairan. Kondisi lingkungan di Perairan Batu Ampar pada stasiun I sampai III tergolong masih mendukung kehidupan populasi H. raphidea. Hal ini dikarenakan suhu di lokasi penelitian (28,33-29°C) masih berada pada kisaran suhu yang mendukung untuk biota laut (28-32°C) dan pH pada lokasi penelitian (7,92- 8,72) masih mendekati pada kisaran pH untuk biota laut (7-8,5) (Kepmen LH, 2004).

Kepadatan udang mantis di stasiun I lebih rendah dibandingkan dengan stasiun II dan III diduga berkaitan dengan hasil pengukuran faktor lingkungan, selain suhu, di stasiun I yang lebih rendah daripada stasiun II dan III. Hal ini karena perairan di stasiun I dekat dengan aktivitas manusia, yaitu berada di sekitar dermaga kapal Padang Tikar. Selain itu, daerah pesisir dari stasiun I didominasi oleh perumahan warga sehingga segala aktivitas warga yang menghasilkan limbah domestik dapat memengaruhi kondisi perairan.

Sesuai dengan pernyataan Malau (2002), pemanfaatan lingkungan oleh aktivitas manusia seperti pengerukan pantai dan pemanfaatan kayu menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang dapat mengurangi populasi suatu biota. Beda halnya dengan stasiun II dan III, kondisi perairannya terletak sangat jauh dari pemukiman warga dan daerah pesisirnya masih didominasi dengan ekosistem mangrove. Kondisi tersebut dapat mempertahankan kondisi perairan yang ideal bagi udang mantis karena terdapat berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya yang menjadi sumber pakan bagi udang mantis.

Selain faktor lingkungan, ketersediaan pakan juga memengaruhi tingkat kepadatan populasi udang mantis (Azmarina, 2007). Menurut Yan et al. (2015) dan Prasad & Rao (2015), udang mantis dari genus Harpiosquilla atau kelompok stomatopoda, lebih banyak memangsa ikan, kelompok cephalopoda, dan crustacea.

Caldwell & Dingle dalam Wortham-Neal (2002) menambahkan bahwa udang mantis kelompok spearer membunuh dan memakan bagian yang lunak dari mangsanya. Jenis ikan yang ditemukan pada saat pengambilan sampel di Perairan Batu Ampar, yaitu ikan manyung (Arius sp.) dan ikan sebelah (Pseudorhombus sp.). Ikan tersebut lebih banyak ditemukan tersangkut di pukat nelayan pada stasiun III daripada stasiun I dan II. Ikan yang tersangkut pada pukat di stasiun III sedang dimakan oleh udang mantis. Banyaknya ikan yang ditemukan pada stasiun III mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan pada lokasi tersebut mendukung bagi kehidupan mangsa udang mantis (ikan manyung dan ikan sebelah).

(8)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |42 Salah satu kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan ikan manyung di stasiun III ialah pH perairan, yaitu 8,59 sedangkan ikan sebelah adalah salinitas perairan, yaitu 29,89 ppt. Kondisi pH tersebut sesuai dengan hasil Laporan Teknis Penelitian yang dilakukan oleh Rupawan et al, (2014) yang menyatakan bahwa ikan manyung banyak ditemukan pada pH perairan 8-9 dan menurut Sadika (2017), ikan sebelah dapat ditemukan pada salinitas perairan 30 ppt. Kondisi perairan Batu Ampar di Stasiun III lebih mendukung kehidupan bagi ikan manyung dan ikan sebelah yang menjadi mangsa udang mantis. Oleh sebab itu, melimpahnya ketersediaan makanan di habitat membuat kepadatan populasi di stasiun III lebih tinggi.

Selain memiliki nilai kepadatan yang tinggi stasiun III juga ditemukan lebih banyak udang mantis yang berukuran ≥ 16 cm daripada stasiun II dan I. Stasiun I yang merupakan perairan estuari, paling sedikit ditemukannya udang dewasa.

Menurut Pratiwi (2010), perairan estuari merupakan habitat yang cocok bagi udang mantis muda dan yang masih berukuran kecil (juvenile), yaitu berukuran ≤ 13,75 cm.

Setelah dewasa udang mantis menuju perairan laut lepas dengan kadar salinitas yang lebih tinggi. Dimenta et al. (2020) menyatakan bahwa perairan estuari yang dekat dengan ekosistem mangrove merupakan habitat pertumbuhan dan perkembangan bagi anakan udang mantis hingga dewasa. Selain juvenile, udang dewasa juga membutuhkan kondisi perairan estuari seperti pada stasiun I (Wardiatno & Mashar 2011).

Selain cocok untuk anakan udang mantis, perairan estuari juga merupakan habitat yang cocok untuk udang mantis dewasa yang siap melakukan pemijahan.

Berdasarkan pernyataan tersebut diduga udang mantis yang berukuran ≥ 16 cm tertangkap pada stasiun I merupakan udang yang akan ataupun sudah melakukan pemijahan. Berdasarkan distribusi frekuensi ukuran tubuh, udang mantis juvenile juga ditemukan pada stasiun II dan III yang merupakan perairan laut lepas dengan kadar salinitas tinggi. Kondisi tersebut juga ditemukan pada perairan Kuala Tungkal, Jambi.

Menurut Pratiwi (2010), ditemukannya udang mantis juvenile pada perairan laut yang kadar salinitasnya lebih tinggi daripada perairan estuari disebabkan oleh arus perairan yang deras sehingga udang mantis yang berukuran kecil terbawa arus hingga ke laut.

Nisbah kelamin merupakan salah satu parameter reproduksi yang diukur untuk menentukan kemungkinan tersedianya induk jantan dan induk betina yang diharapkan dapat terjadi pemijahan (Rochmady et al, 2012). Rasio jantan dan betina udang mantis di perairan Batu Ampar secara keseluruhan adalah 1:2. Menurut Wardiatno et al. (2009) dan Saputra et al. (2013), seperti kebanyakan crustacea kelompok Decapoda, udang mantis (H. raphidea) memiliki jumlah individu betina lebih banyak pada suatu populasi. Dalam hubungan ini, Djuwito et al. (2013) menyatakan bahwa jumlah individu betina yang lebih banyak daripada jantan dapat

(9)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |43 mempertahankan kelestarian populasi walaupun ada aktivitas penangkapan dan kematian alami.

Jika dilihat per stasiun, stasiun I memiliki rasio 1:3. Menurut Wardiatno et al.

(2009), kondisi seperti ini terkait dengan karakteristik dan tingkah laku udang mantis jantan. Setelah gonad matang, udang mantis jantan sering melakukan perkelahian dengan udang mantis jantan lainnya untuk memperebutkan pasangan sehingga jumlahnya menurun cukup signifikan. Hal ini yang menyebabkan rasio jantan dan betina di stasiun I lebih besar daripada stasiun II dan III.

Selain itu, stasiun I merupakan daerah estuari yang menjadi tempat pemijahan bagi udang mantis. Perairan estuari dapat menerima banyak pasokan makanan dari daratan untuk kebutuhan pertumbuhan udang mantis (Pratiwi, 2010).

Sementara itu, perairan estuari mengurangi persaingan antara udang juvenile dan udang dewasa dalam kompetisi memperoleh makanan (De Vries, 2017). Selain pasokan makanan, salinitas yang lebih rendah dibutuhkan dalam proses perkembangan larva dan udang mantis juvenile (Dimenta et al. 2020). Berdasarkan pernyataan tersebut, udang mantis betina dewasa memilih perairan estuari untuk mempersiapkan kondisi perairan yang dibutuhkan bagi udang mantis juvenile.

Kondisi perairan yang terdiri atas komponen biotik dan abiotik dapat memengaruhi kepadatan populasi hewan di suatu perairan, seperti hewan bentik.

Udang mantis merupakan hewan bentik yang jumlah individunya dipengaruhi oleh kondisi perairan (Wardiatno et al, 2009). Populasi udang mantis di perairan Batu Ampar memiliki pola sebaran yang seragam. Terbentuknya pola sebaran populasi pastinya dipengaruhi suatu hal, salah satunya kondisi perairan yang terdiri dari faktor fisika, kimia dan biologi (Suin, 2002).

Secara umum, populasi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) di perairan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya dalam penelitian yang dilakukan dari Desember 2019 hingga Februari 2020 pada tiga stasiun yang berbeda menunjukkan kepadatan populasi yang semakin tinggi pada stasiun yang semakin dalam, semakin cepat arus air, dan memiliki suhu perairan yang rendah. Selain itu, kondisi fisika dan kimia perairan Batu Ampar juga menunjukkan suhu air lebih tinggi pada stasiun dengan kepadatan populasi yang lebih rendah, sedangkan pH, CO2, dan O2 diketahui semakin tinggi pada stasiun dengan kepadatan populasi yang lebih tinggi.

5. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah populasi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) di perairan Batu Ampar memiliki kepadatan yang rendah. Faktor lingkungan fisika dan kimia yang memengaruhi kepadatan populasi udang mantis di perairan Batu Ampar adalah kecepatan arus, kedalaman air, suhu, pH, CO2, dan O2.

(10)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |44 Daftar Pustaka

Astuti IR, Ariestyani F. 2013. Potensi dan Prospek Ekonomis Udang Mantis di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta Selatan.

Azmarina. 2007. Karakteristik Morfometrik Udang Mantis Harphiosquilla raphidea (Fabricius, 1798) di Perairan Bagansiapiapi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Riau.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. 2018. Kubu Raya dalam Angka. Kubu Raya, Kalimantan Barat.

De Vries MS. 2017. The Role Of Feeding Morphology and Competition in Governing The Diet Breadth Of Sympatric Stomatopod Crustaceans. Biology Letters 13(4):1-5.

Dimenta RH, Machrizal R, Khairul, Hasibuan R, Manurung AQ, Ihsan M. 2020. Biologi Reproduksi Udang Mantis Cloridopsis Scorpio di Ekosistem Mangrove Belawan Sumatera Utara. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan 9(2):227- 234.

Henderson PA, Seaby RM, Somes JR. 2006. A 25-Year Study of Climatic and Density- Dependent Population Regulation of Common Shrimp Crangon Crangon (Crustacea: Caridea) in the Bristol Channel. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom 86:287-298.

Kalalo A, Salim G, Wiharyanto D. 2015. Analisis Populasi Pertumbuhan Allometri Indeks Kondisi Harpiosquilla raphidea Waktu Tangkapan Siang Hari di Perairan Juata Kota Tarakan. Jurnal Harpodon Borneo, Tarakan.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut.

Jakarta. pp. 32.

Laporan Akhir Inventori Sumber Daya Pesisir Berbasis Masyarakat. 2014. Inventori Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat Program CCDP-IFAD Desa Batu Ampar dan Nipah Panjang, Kabupaten Kubu Raya. Pontianak.

Malau RDY. 2002. Studi Hubungan Kualitas Habitat Terhadap Pola Distribusi Kerang Kerek Gafrarium spp. pada Ekosistem Padang Lamun Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu. Skripsi. Departeman Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(11)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |45 Pramonowibowo, Hartoko A, Ghofar A. 2007. Kepadatan Udang Putih (Penaeus merguiensis De Man) di Sekitar Perairan Semarang. Jurnal Pasir Laut 2(2):18-29.

Prasad RD, Rao YP. 2015. Studies on Food and Feeding Habits of Oratosquilla anomala (Tweedie, 1935) (Crustacea: Stomatopoda) Represented in the Shrimp Trawl Net by-Catches of Visakhapatnam, East Coast of India. European Journal of Experimental Biology 5(8):43-48.

Pratiwi E. 2010. Segregasi Spasial Udang Mantis Harpiosquilla raphidea dan Oratosquillina gravieri pada Pantai Berlumpur di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rupawan, Dhariyati E, Asyari, Herlan, Rais AH, Abidin M, Ramli. 2014. Laporan Teknis Penelitian: Kajian Stok dan Struktur Komunitas Sumber Daya Ikan Estuari Sungai Barito Kalimantan. Badan Penelitian Pengembangan Kelautan dan Perikanan.

Rochmady, Omar SBA, Tandipayuk LS. 2012. Nisbah Kelamin dan Ukuran Pertama Matang Gonad Kerang Lumpur (Anodontia edentula) di Pulau Tobea, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan 5(2):25-32.

Sadika A. 2017. Inventarisasi Jenis Ikan Laut Berdasarkan Hasil Tangkapan Nelayan di Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi, Jambi.

Saputra SW, Djuwito, Rutiyaningsih A. 2013. Beberapa Aspek Biologi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Pantai Cilacap Jawa Tengah. Journal of Management of Aquatic Resources 2(3): 47-55.

Suin MN. 2002. Metode Ekologi, Universitas Andalas, Padang. pp. 56-61.

Susilowarno G. 2007. Biologi SMA. Grasindo. Jakarta.

Wardiatno Y, Farajallah A, Mashar A. 2009. Kajian Aspek Reproduksi dan Genetika Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea Fabricius, 1798) di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi sebagai Upaya Lanjutan Domestifikasi Udang Mantis. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wardiatno Y, Mashar A. 2011. Population Dynamics of the Indonesian Mantis Shrimp Harpiosquilla raphidea (Fabricius 1798) (Stomatopoda, Crustacea) Collected from a Mudflat in Kuala Tungkal, Jambi Province. Ilmu Kelautan 16(2):111-118.

(12)

Biologica Samudra Vol. 5 No. 1, Juni 2023 |46 Wortham-Neal JL. 2002. Reproductive Morphology and Biology of Male and Female Mantis Shirmp (Stomatopoda: Squillidae). Journal of Crustacean Biology 22(4):728- 741.

Yan Y, Zhang Y, Wu G, He X. 2015. Seasonal Feeding Habits, Reproduction, And Distribution of Harpiosquilla harpax (Stomatopoda: Harpiosquillidae) in the Beibu Gulf, South China Sea. Journal of Crustace an Biology 35(6):776-784.

Referensi

Dokumen terkait

Timbang 2 gr tanah dimasukkan ke dalam botol kocok dan di tambahkan 10 ml HCL 25% lalu kocok dengan mesin kocok selama 5 jam.. Masukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan

The Hitachi Global Foundation 1 - Science, Technology, and Innovation for Sustainable Development Goals STI for SDGs - The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award 2023