Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui implikasi hukum dari legalitas sertifikat hak milik atas tanah yang mengandung cacat hukum. Sementara itu, putusan pengadilan negeri mengenai kekurangan hukum dalam proses penerbitan sertipikat dapat menjadi dasar bagi pemilik hak atas tanah untuk menindaklanjutinya ke BPN untuk proses penerbitan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Undang-undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) mengatur jenis-jenis hak atas tanah baik dalam aspek perdata maupun administrasi, yang bertujuan untuk mewujudkan kesatuan hukum pertanahan di Indonesia.2.
Kedua Peraturan Pemerintah tersebut merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah tersebut. Di Indonesia, meskipun sertipikat merupakan bukti kuat kepemilikan hak atas tanah, siapa pun dapat digugat. Kedua, karena ada putusan pengadilan yang perlu dilaksanakan, misalnya PTUN membatalkan hak atas tanah karena cacat hukum dengan kesalahan yang berarti, sehingga bertentangan dengan hukum yang ada.
Sertipikat adalah tanda bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, atas hak atas tanah, hak pengelolaan atas tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan, yang semuanya telah dicatat, dimana buku tanah yang bersangkutan merupakan alat bukti yang kuat. Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, tetapi juga perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Peninjauan bidang-bidang tanah yang akan didaftarkan oleh petugas survei Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang ruang lingkup pekerjaannya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.
Maka hal ini merupakan masalah yang sangat menarik yang perlu diteliti dan dibahas lebih lanjut, oleh karena itu penulis memutuskan untuk mengangkat masalah ini dalam penelitian tesis yang berjudul “IMPLIKASI HUKUM HUKUM SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK TANAH YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM”.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Manfaat Tеоritis
Manfaat Praktis a. Bagi Pеmеrintah
Penelitian Terdahulu Tabel 1
Penerapan prinsip kehati-hatian dalam proses pendaftaran tanah oleh Kantor Pertanahan/ATR Kota Makassar dilaksanakan dengan standar pelayanan yang diatur dalam Peraturan Menteri. Kemudian indikator syarat cacat hukum adalah adanya sertifikat asli tetapi palsu, sertifikat palsu dan dilapiskan. Judul Peninjauan hukum Pembatalan hak atas tanah karena ketidakmampuan administrasi (Studi kasus pembatalan hak milik No. 1362/Jabungan atas nama Jadiaman Simbolon).
Bagaimana mekanisme pelaksanaan pencabutan hak milik nomor 1362/Jabungan atas nama Jadiaman Simbolon di Desa Jabungan Kecamatan. Indikator apa saja yang menjadi syarat cacat hukum dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah? Keputusan pencabutan hak atas tanah tersebut tidak mengarah pada hak keperdataan lainnya, sehingga untuk mendapatkan kembali haknya, Nuning Lestari harus melakukan pendaftaran ulang atas tanah tersebut sesuai ketentuan.
Salah satu indikator yang menjadi syarat cacat hukum dalam proses pengurusan sertifikat hak atas tanah adalah adanya kesalahan prosedur dalam penetapan dan/atau prosesnya.
Kerangka Teoritis dan Konseptual
Tеоri Kepastian Hukum
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu, pertama, adanya aturan yang bersifat umum agar individu mengetahui perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua, berupa kepastian hukum bagi individu terhadap kesewenang-wenangan pemerintah, karena dengan adanya kaidah hukum yang bersifat umum memungkinkan individu mengetahui apa yang boleh dikenakan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Ada peraturan hukum yang jelas atau jelas, konsisten dan mudah didapat, diundangkan oleh kekuasaan negara. Bahwa penguasa (pemerintah) menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan menaatinya.
Bahwa mayoritas warga negara pada prinsipnya setuju dengan isinya dan oleh karena itu menyesuaikan perilakunya sesuai dengan aturan tersebut. Bahwa hakim peradilan yang mandiri dan tidak memihak menerapkan kaidah hukum tersebut secara konsisten dalam menyelesaikan sengketa hukum, dan. Otto menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat tercapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Suatu negara hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum seperti ini disebut kepastian hukum, yang sebenarnya membutuhkan keharmonisan antara negara dan rakyat dalam membimbing dan memahami sistem hukum. Menurut Hakim Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dilaksanakan, bahwa mereka yang berhak secara hukum dapat memperoleh haknya dan putusan dapat dilaksanakan.
Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat umum, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak bersifat umum14. Teori yang digunakan untuk menganalisis indikator-indikator yang menjadi syarat terjadinya kesalahan hukum dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah adalah teori kepastian hukum, karena sangat penting jika kelima faktor di atas dijadikan sebagai tolok ukur pelaksanaan undang-undang.
Tеоri Kеwenangan
Secara teoritis kewenangan dapat diperoleh dengan 3 (tiga) cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat 16 Atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintahan oleh legislator kepada badan pemerintahan. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh satu badan pemerintah kepada badan pemerintah lainnya, sedangkan mandat terjadi apabila satu badan pemerintah mengizinkan kewenangannya dilaksanakan oleh badan lain atas namanya. Cara memperoleh wewenang menurut Ridwan HR yaitu melalui: atribusi dan delegasi, terkadang amanat ditetapkan sebagai cara khusus untuk memperoleh wewenang.
Sistematika Penulisan
PЕNDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
HASIL DAN PЕMBAHASAN
KЕSIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Indikator yang menjadi syarat kekurangan hukum dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah secara administratif adalah kesalahan prosedur dalam proses pembentukan dan/atau pendaftaran hak atas tanah, kesalahan dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau surat ganti rugi, kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran pengukuhan dan/atau pengakuan hak milik tradisional, seperti hak atas tanah yang telah dimiliki sebelumnya, ping dan/atau perhitungan luas, tumpang tindih hak atau sertifikat kepemilikan tanah, kesalahan subyek dan/atau subyek hukum, kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Kemudian indikator syarat kekurangan hukum yaitu adanya akta asli tetapi palsu, akta palsu dan tumpang tindih. Berdasarkan asas praduga hukum, keputusan tata usaha negara selalu dianggap sah dan harus dilaksanakan sepanjang belum dibatalkan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dengan demikian implikasi hukum dari legalitas sertifikat hak milik atas tanah, yang mengandung cacat hukum. Adanya PTUN terhadap putusan PTUN secara otomatis mengubah putusan PTUN, tetapi PT secara otomatis mengubah putusan PTUN, tetapi putusan PTUN tidak serta merta mengubah putusan PTUN. dapat digunakan sebagai bukti dalam mengajukan gugatan kepemilikan hak atas tanah kepada pengadilan negeri.
Berdasarkan asas hukum tata negara contrarius actus, badan atau pejabat tata usaha negara dengan sendirinya (secara otomatis) mengeluarkan keputusan tata usaha negara, badan/pejabat tata usaha negara yang bersangkutan berwenang untuk membatalkan atau mencabut. Dalam hal penyelesaian akta secara yuridis, pemohon dapat menggugat atau mengajukan banding administratif jika putusan Pengadilan dianggap tidak memuaskan.
Saran
Ali Achmad Chomzah, (2003), Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah, Sertifikat dan Masalah, Jakarta: Perpustakaan Nasional. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan UU Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Hukum Pertanahan Nasional, Djbatan, Jakarta, 1991. Purnadi Purbacaraka dan Soerjоnо Soekantо, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindо Persada, 2004) diterjemahkan oleh Amiruddin dan Zainal Asikin.