Madinah.JSI by IAI TABAH is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License
Naskah Masuk Direvisi Diterima Diterbitkan 25-April-2024 00-Juni-0000 00-Juni-0000 00-Juni-0000
DOI: https://doi.org/10.58518/madinah.v9i2
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI ERA DISRUPSI PERSPEKTIF HADIS
Ananda Aprilia Aulia Syahna
UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Indonesia [email protected]
M. Arzaqi Nassani
UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Indonesia [email protected]
Laelatul Fauziah
UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Indonesia [email protected]
ABSTRAK: Penulisan ini membahas seputar kepemimpinan perempuan di era disrupsi perspektif hadis. Kepemimpinan perempuan semakin mendapat perhatian dalam konteks era disrupsi yang ditandai oleh perubahan cepat dan kompleksitas dalam berbagai bidang. Pokok permasalahannnya yaitu bagaimana kepemimpinan perempuan di era disrupsi ini bertolak belakang dengan hadis yang berisi akan hancur suatu kaum jika pemimpinannya perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data- data yang dibutuhkan melalui kepustakaan (library research) dari berbagai literature kemudian menganalisanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan perempuan di era disrupsi dan keterkaitannya dengan hadis. Artikel ini memberi pemahaman tentang bagaimana Islam mengakui potensi kepemimpinan perempuan dan kaitannya bagi perempuan dalam mengambil peran kepemimpinan dalam menghadapi perubahan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pedekatan studi pustaka. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepemimpinan perempuan di era disrupsi sudah jauh berbeda dengan kepemimpinan perempuan pada zaman jahiliah.
Sejak adanya agama Islam peran perempuan sangat penting. Jika kita memahami hanya secara kontekstual saja terdapat sebuah hadis yang melarang perempuan menjadi pemimpin. Oleh karena itu, kita juga perlu
melihat asbabul wurudnya sehingga hadis tersebut sesuai jika diterapkan pada masa kini. Terlebih lagi di era Disrupsi, perempuan dapat leluasa mengakses berbagai macam informasi sehingga memberikan peluang yang begitu besar untuk meningkatkan kemampuannya di segala bidang teknologi dan komunikasi. Dengan kemampuan yang mumpuni memberikan peluang kepada perempuan untuk berperan dalam ruang sosial, budaya, ekonomi, agama dan politik.
Kata Kunci: Kepemimpinan Perempuan, Era Disrupsi, Hadis
ABSTRACT: This writing discusses women's leadership in the era of disruption from the hadith perspective. Women's leadership is increasingly receiving attention in the context of an era of disruption marked by rapid change and complexity in various fields. The main problem is how women's leadership in this era of disruption is contrary to the hadith which states that a people will be destroyed if the leader is a woman. This research uses a descriptive qualitative method by collecting the required data through library research from various literature and then analyzing it. This research aims to find out how women lead in the era of disruption and its relationship with hadith. This article provides an understanding of how Islam recognizes women's leadership potential and how it relates to women taking on leadership roles in facing change. This research uses a qualitative descriptive method with a literature study approach. This research concludes that women's leadership in the era of disruption is much different from women's leadership in the era of ignorance. Since the existence of Islam, the role of women has been very important. If we understand it only contextually, there is a hadith that prohibits women from becoming leaders. Therefore, we also need to look at the asbabul wurud so that the hadith is appropriate when applied today. Moreover, in the Disruption era, women can freely access various kinds of information, thus providing great opportunities to improve their abilities in all fields of technology and communication. With qualified abilities, it provides opportunities for women to play a role in social, cultural, economic, religious, and political spaces.
Keywords: Women's Leadership, Era of Disruption, Hadith
PENDAHULUAN
Sebelum Islam datang, kaum perempuan berada di dalam cengkraman manusia yang sangat memprihatinkan. Dalam lingkup bangsa Yunani misalnya, sebagai bangsa yang sudah memiliki budaya dan peradaban yang dinilai cukup tinggi pada masa kuno. Akan tetapi,
jika dianalisa kehidupan perempuan dalam hal status dan nilai yang dimiliki di masyarakatnya di sejajarkan dengan harta benda. Perempuan bisa juga diwariskan bahkan sampai bisa diperjual belikan. Kemudian dalam hal interaksi sosial kemasyarakatan, kaum perempuan terhijab secara ketat dengan tirani belenggu adat istiadat, kekejaman serta juga penghinaan.
Pada masa Jahiliyah, posisi dan peran perempuan sangat direndahkan. Apabila seseorang melahirkan anak perempuan, maka anak tersebut harus dikubur hidup-hidup. Hal serupa juga dilakukan oleh Umar bin Khatab sebelum memeluk Islam, pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup. Begitulah kekejaman dan keganasan manusia pada masa Jahiliyah (zaman kebodohan) yang tidak mengenal memanusiakan manusia.1
Selain itu sebelum hadirnya ajaran Islam yang dibawakan oleh Rasulullah saw., juga sudah banyak bentuk peradaban-peradaban besar yang lahir dan berkembang di dunia, seperti Yunani, Romawi, India, China, Mesir dan lain sebagainya. Selain itu juga terkenal dengan agama-agama besar seperti Yahudi, Nasrani, Budha dan Zoroaster. Akan tetapi pada semua peradaban dan agama tersebut tidak terlihat adanya perhatian khusus kepada kaum perempuan. Tidak membicarakan mengenai hak-hak perempuan.2
Kemudian, setelah Islam datang kebiasaan-kebiasaan tersebut perlahan mulai menghilang dan mulai menghargai kaum perempuan yang sebagaimana mestinya. Dengan diutusnya Nabi Muhammad saw., datang membawa ajaran yang menempatkan posisi perempuan terhormat, memuliakan, sejajar dengan laki-laki serta mengangkat harkat dan martabat perempuan.
1Maryam, “Perempuan di Ruang Publik Menurut Pandangan Al-qur’an,” Skripsi Sarjana UIN Alauddin
Makassar, (Desember 18, 2013):1-2
2 R Magdalena, “Kedudukan Perempuan Dalam Perjalanan Sejarah (Studi Tentang Kedudukan Perempuan Dalam Masyarakat Islam),” Harkat an-Nisa: Jurnal Studi Gender dan Anak 2, no. 1 (2017): h. 22 26-27.
Pada dasarnya, ajaran Islam ini sangat mendorong kaum perempuan untuk berkarya sesuai dengan kemampuan dan kodratnya.
Oleh karena itulah, perempuan memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki, perempuan memiliki hak dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan, selain itu perempuan juga mempunyai hak yang sama untuk menyatakan pendapat dan aspirasinya, bahkan sebagain dari kaum perempuan ada yang ikut peperangan mendukung laki-laki.
Sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya dalam hak bekerja dalam Islam. Islam sendiri memperkenalkan perempuan mengerjakan tugas-tugas yang mampu dikerjakannya sesuai dengan kodratnya.3
Dalam sejarah menunjukkan kedudukan perempuan pada masa Nabi Muhammad saw. Perempuan tidak hanya dipandang sebagai istri, pendamping, dan pelengkap laki-laki saja, namun juga dipandang sebagai kaum yang mempunyai hak dan kewajiban yang setara dihadapan Allah swt. Contohnya dapat dilihat dari Aisyah istri (ummul mukminin) yang mempimpin perang jamal, Ummu Hani, al-Syifa seorang perempuan yang pandai menulis diberi tugas oleh Umar bin Khattab sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.
Perkembangan pemikiran kaum perempuan dari zaman ke zaman mengalami perkebambangan yang pesat. Hal ini dapat dilihat bahwa kaum perempuan semakin banyak dalam politik maupun organisasi yang dapat mewakili diberbagai jenis kegiatan di masyarakat. Terkait hal ini, kaum wanita telah berhasil mencapai jabatan, mulai dari yang rendah sampai pada kedudukan yang tinggi dalam suatu lembaga. Bahkan dalam sejarah beberapa wanita yang berhasil dalam politik dan menduduki jabatan menteri, presiden atau wakil presiden bahkan sudah banyak perempuan menjadi ketua pengadilan, baik tingkat kabupaten maupun provinsi.
3 Maryam, “Perempuan di Ruang Publik Menurut Pandangan Al-qur’an,” Skripsi Sarjana UIN Alauddin Makassar, (Desember 18, 2013)
Kenyataan ini telah memunculkan permasalahan dikalangan Islam, khususnya ulama dan organisasi Islam lainnya yang berkaitan dengan pandangan Islam terhadap posisi wanita dalam jabatan-jabatan strategi disektor publik tersebut. Munculnya permasalahan ini dari pandangan tentang perbedaan stuktur biologis antara laki-laki dan perempuan yang keterlibatan pada peran yang diembannya dalam masyarakat. Dari struktur anatomi biologis, perempuan dianggap mempunyai beberapa kelemahan yang lebih banyak dibandingkan dengan kaum laki-laki.4
Penelitian Fitrinanda An Nur dan Nunik Hariyanti yang berjudul
“Beautyvlogger: Representasi Perempuan Di Era Disrupsi” dimana penulis mengangkat permasalahan mengenai representasi perempuan diera disrupsi serta peluang dan tantangan pada akun beauty vlogger Tasya Farasya. Dalam penelitian ini membahas tentang seorang Rachel Goddard dan Tasya Farasya menjadi gambaran perempuan yang dapat mengaktualisasikan dirinya melalui media sosial dengan memproduksi, mengolah, mengedit, hingga mendristibusikan konten YouTube. Mereka merepresentasikan bahwa perempuan dapat berpeluang menjadi pemimpin diera disrupdi dengan memanfaatkan media sosial Youtube.5
Penelitian Husain Hamka yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan Dalam Era Modern”. Penelitian tersebut mengangkat persoalan kepemimpinan perempuan dengan menggunakan analisis sosiologi agama dan hasilnya agama dalam hal ini Islam memberikan kesempatan yang luasbagi perempuan untuk berkiprah dalam berbagai hal. Mereka menyimpulkan bahwa peran perempuan dari berbagai aspek baik itu dalam reproduksi, ekonomi, sosial, politik dan kepemimpinan Islam selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai anggota dalam hal kepengurusan.6
4 Husain Hamka, “Kepemimpinan Perempuan Dalam Era Modern,” Jurnal “Al-Qalam” 19, no. 1 (2013):
107–116.
5 Fitrinanda An Nur and Nunik Hariyanti, “Beauty Vlogger: Representasi Perempuan Di Era Disrupsi,”
ETTISAL : Journal of Communication 4, no. 2 (2019): 213.
6 Husain Hamka, “Kepemimpinan Perempuan Dalam Era Modern.”
Penelitian Denna Ritonga yang berjudul "Kartini Masa Kini:
Perempuan Tangguh di Era Digital". Dalam jurnal tersebut, penulis membahas tentang meneruskan perjuangan Kartini, sebagai tokoh emansipasi wanita. Kartini tidak hanya sekedar mengajarkan wanita meraih haknya, tetapi lebih dari itu Kartini mengajak wanita untuk bisa memberdayakan dirinya untuk bangsa, memberikan yang terbaik untuk kaumnya, mampu memecahkan masalah sosial yang ada dengan kemampuan yang dimilikinya. Di era modern ini, hak-hak wanita sudah banyak didapatkan, bahkan setara dengan kaum pria. Pendidikan wanita bahkan terkadang banyak yang lebih tinggi dibanding dengan kaum lelaki. Banyak juga pada wanita yang mampu menjadi pemimpin dan mengelola organisasi penting dimasyarakat. Artinya, persoalan hak-hak wanita sudah bisa didapatkan, jauh tidak seeprti dimasa kartini.7
Kepemimpinan perempuan dalam perspektif hadis yang ditulis oleh Fatmawati menjelaskan posisi perempuan yang dianggap lebih rendah dari laki-laki sesungguhnya muncul dan lahir dari sebuah peradaban yang dikuasai laki-laki, sehingga perempuan tidak dapat mengaktualisasikan dirinya dalam posisi-posisi yang menentukan. Hadis yang dijadikan dasar tidak boleh perempuan menjadi seorang pemimpin hanya berlaku saat hadis itu turun. Buktinya banyak juga perempuan pada masa Nabi yang sukses menjadi pemimpin seperti, Ratu Balqis penguasa negeri Saba' yang telah menciptakan negeri yang adil dan makmur, negeri yang diberi gelar oleh Al-Qur'an Baldatun Tayyibatun wa Rabb Gafur.8
Ramdanil Mubarok. "Kepemimpinan Perempuan dalam Islam:
Perspektif Hadits Hadis yang berkaitan dengan pemimpin berjumlah 940 hadis yang lebih spesifik kepada kepemimpinan perempuan. Bahwa
7 Denna Ritonga, “Kartini Masa Kini; Perempuan Tangguh Di Era Digital,” Jurnal Studi Gender dan Anak 8, no. 01 (2021): 33.
8 Fatmawati, "Kepemimpinan Perempuan Perspektif Hadis" jurnal Al-Maiyyah, Volume 8 No. 2 Jli Desember 2015. UIN Makassar.
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Tirmidzi, dan an-Nasai tentang kepemimpinan perempuan secara umum adalah hadis yang statusnya shahih lidzatihi. Kepemimpinan perempuan dalam Islam terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu memahami hadis secara tekstual sehingga berkesimpulan pada larangan wanita sebagai pemimpin. Kelompok kedua, memahami hadis secara kontekstual berkesimpulan bahwa Islam tidak membatasi dan melarang perempuan menjadi pemimpin.9
Penelitian ini menarik karena membahas tentang kepemimpinan perempuan di era disrupsi perspektif hadis, karena membahas tentang kepemimpian perempuan dalam perspektif hadis, yang bisa memberikan wawasan baru tentang bagaimana agama dan budaya memandang peran gender dalam kepemimpinan.
METODE
Penulisan kepemimpinan perempuan di era disrupsi perspektif hadis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial, pemberian suara pada perasan dan persepsi dari partisipan dibawah studi.10
Penelitian dalam karya ilmiah ini merupakan penelitian kepustakaan yang bahan penelitiannya bersumber dari literatur tertulis.
Obyek penelitian yang dipilih oleh peneliti yaitu mengenai hermeneutika hadis Muhammad Syahrur. Peneliti berusaha mengidentifikasi permasalahan yang diteliti melalui data primer dan data sekunder yang berupa buku, artikel ilmiah, kitab, dan literatur tertulis lainnya yang
9 Ramdanil Mubarok, “Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam : Perspektif Hadist Sebagai Sumber Rujukan”
6, no. 2 (2023): 292–311.
10 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013
mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Sedangkan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif.
Dalam proses analisis data, penggunaan pendekatan deskriptif cukup efektif untuk diterapkan kerena termasuk penelitian kepustakaan yang terdiri dari literatur tertulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Wanita Pada Zaman Nabi
Pada masa itu perempuan tidak mempunyai hak dan kekuasaan apapun dalam kehidupan masyarakat bahkan perempuan dipandang sebagai perwujudan dosa, kemalangan, dan aib. Dibandingkan dengan laki-laki mempunyai hak dan kekuasaan penuh atas dirinya dan juga terhadap kepemilikan perempuan. Al-Qur'an menjelaskan bahwa seorang laki-laki di sisi Allah yaitu sama kedudukannya, namun yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya.
Namun demikian, penegasan Al-Qur'an tentang kedudukan perempuan tersebut masih berbanding terbalik dengan persepsi masyarakat terhadap perempuan. Perempuan masih dianggap manusia lemah, kedudukannya dibawah laki-laki. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang masih bersifat tekstual terhadap dalil Al- Qur'an maupun hadis tentang perempuan. Disamping itu, pemahaman tekstual terhadap nash yang menimbulkan pendapat- pendapat yang membatasi ruang lingkup perempuan. Hal tersebut mengakibatkan perempuan kedudukannya lebih rendah daripada laki- laki, perempuan dianjurkan berada dirumah dan dibatasi beraktivitas di ruang publik.
Kaum perempuan memandang agama Islam yaitu agama kemerdekaan bagi mereka dan Islam memandangnya perempuan sejajar dengan laki-laki. Islam memberikan hak-hak perempuan dalam aspek kehidupan bagi kaum perempuan. Di bawah risalah Islam kaum perempuan mendapat kedudukan yang mulia sebagai panglima
keadilan dan pelindung Islam. Sekitar tahun 620 M, ketika pola fikir masyarakat masih ragu dengan kedudukan kaum perempuan, mereka berfikir apakah wanita memiliki jiwa atau tidak, bahkan apakah perempuan seorang manusia? Pada era itu ada dua perempuan dari Madinah yang mendatangi Rasulullah SAW, mereka menemui Rasulullah SAW untuk memohon kepada beliau agar berkenan hijrah di Madinah dimana dakwah Islam akan lebih aman dan leluasa. Kedua perempuan tersebut yaitu Nusaiba binti Ka'ab (Ummu Amara) dari bani Najjar, dan Asma'a binti Amr (Ummu Mari) dari bani Salma.11
Hal ini menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah SAW, kaum perempuan sudah turut adil dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Rasulullah SAW tidak hanya membebaskan kaum perempuan dari perbudakan dimana perempuan pada zaman jahiliyah dianggap seperti hewan, manusia tak berdaya, bahkan Rosulullah menempatkan perempuan pada tempat yang terhormat seperti yang dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur'an dan hadis Rasulullah SAW.
Sedangkan sebelum adanya Islam kebudayaan-kebudayaan sendiri tidak menghargai perempuan sama sekali. Mereka menganggap perempuan hanya bisa berdandan untu menghibur kaum laki-laki.
Namun, sejak ada nya agama Islam peran perempuan sangat penting, ruang lingkup geraknya tidak dibatasi hanya dirumah saja.
Perempuan diperbolehkan menempati hak-hak kehidupan diluar rumah yang masih tetap dibawah naungan syari'at yang melindungi kesuciannya dan tidak melupakan fitrahnya sebagai seorang istri pendamping suami dan sebagai seorang ibu.
Pada zaman Rasulullah SAW kaum perempuan terlibat secara aktif dan dianggap sebagai orang-orang yang memiliki tanggung jawab dan diberi tanggung jawab secara penuh. Mereka berperan aktif dalam
11 Magdalena, “Kedudukan Perempuan Dalam Perjalanan Sejarah (Studi Tentang Kedudukan Perempuan Dalam Masyarakat Islam).”
berbagai bidang dalam aspek kehidupan masyarakat. Hak-hak perempuan pada masa nabi tidak hanya kebutuhan dalam rumah tangga saja, Rasulullah SAW membebaskan perempuan untuk bercocok tanam, menggembala kambing, berpendidikan, berkarir di berbagai bidang dan ikut terlibat dalam peperangan.
B. Kepemimpinan Perempuan Perspektif Hadis
Sejarah menunjukkan kedudukan perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw. Tidak hanya dianggap sebagai istri, pendamping, dan pelengkap laki-laki saja, tetapi juga dipandang sebagai manusia yang memiliki kedudukan yang setara dalam hak dan kewajiban dengan manusia lain dihadapan Allah Swt. Mayoritas ulama melarang Perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum sesuai dengan hadis Rasulullah Saw:
ةٍمَلِكَبِ هُلِلا ينِعَفَنَ دْقَل لَاقَ ةَرَكَبِ يبِأَ نْعَ نْسَحَلا نْعَ فٌوْعَ انِثَدْحَ مِثَيْهَلا نْبِ نُامَثَعَ انِثَدْحَ
بِاحَصْأَبِ قَحَلأَ نُأَ تُدْكِ امَ دْعَبِ لِمَجَلا مَايَّأَ مِلِسَوَ هُيْلِعَ هُلِلا ىلِصْ هُلِلا لَوْسَرَ نْمَ اهَتُعَمَسَ
اوْكَلِمَ دْقَ سَرَافَ لِهْأَ نُأَ مِلِسَوَ هُيْلِعَ هُلِلا ىلِصْ هُلِلا لَوْسَرَ غَلِبِ امَل لَاقَ مِهَعَمَ لِتِاقَأَفَ لِمَجَلا
?ةَأَرَمَا مِهْرَمَأَ اوْلوَ مَوْقَ حَلِفَيَّ نْل لَاقَ ىرَسَكِ تَنِبِ مِهَيْلِعَ
Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Haitsam]
Telah menceritakan kepada kami [Auf] dari [Al Hasan] dari [Abu Bakrah] dia berkata; Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah aku dengar dari Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala aku hampir bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin berperang bersama mereka.- Dia berkata; 'Tatkala sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau bersabda: "Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita."
Dalam kondisi kekaisaran Persia, dan masyarakat seperti itu, maka Nabi Muhammad saw. Yang memiliki kearifan
menyatakan bahwa bangsa yang menyerahkan masalah-masalah kenegaraan dan kemasyarakatan kepada perempuan tidak akan sukses. Sebab, pada masa itu Perempuan sama sekali tidak dihargai oleh Masyarakat. Salah satu syarat yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kewibawaan, sedangkan Perempuan pada saat itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin. Dilihat dari sebab wurudnya, diketahui bahwa hadis ini diucapkan oleh Nabi saw. Ketika putri Kisra menggantikan ayahnya sebagai penguasa tertinggi. Hadis ini merupakan respon atas dilantiknya putri Kisra menjadi raja yang dianggap tidak memiliki kemampuan untuk meminpin. Bahkan, Riwayat lain mengatakan bahwa putri Kisra saat diserahi jabatan ini masih kanak-kanak. Dengan demikian, ia hanya berlaku pada kasus tersebut. Sementara bagi para tekstualis memahami hadis ini bersifat umum, sehingga walaupun diucapkan dalam konteks tertentu, namun karena redaksinya bersifat umum, maka ia juga berlaku untuk selain mereka dalam hal kekuasaan tertinggi. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam memaknai sebuah hadis kita perlu melihat asbabul wurudnya, karena hadis tersebut tidak sesuai jika diterapkan pada masa kini.
نُأَ امَهَنِعَ هُلِلا يضِرَ رَمَعَ نْبِ هُلِلا دْبْعَ نْعَ رَانِيَّدِ نْبِ هُلِلا دْبْعَ نْعَ كٌلامَ ينِثَدْحَ لِيْعَامَسَإِ انِثَدْحَ
يذِلا مَامَلْإِافَ هُتُيْعَرَ نْعَ لَوْئُسَمَ مِكَLلِكِوَ عٍارَ مِكَLلِكِ لَاأَ لَاقَ مِلِسَوَ هُيْلِعَ هُلِلا ىلِصْ هُلِلا لَوْسَرَ
هُتُيْعَرَ نْعَ لَوْئُسَمَ وْهْوَ هُتُيْبِ لِهْأَ ىلِعَ عٍارَ لِجُرَلاوَ هُتُيْعَرَ نْعَ لَوْئُسَمَ وْهْوَ عٍارَ سَانِلا ىلِعَ
لَامَ ىلِعَ عٍارَ لِجُرَلا دْبْعَوَ مِهَنِعَ ةٍلوْئُسَمَ يهْوَ هِدْلوَوَ اهَجُوَزَ تَيْبِ لِهْأَ ىلِعَ ةٍيْعَارَ ةَأَرَمَلاوَ
هُتُيْعَرَ نْعَ لَوْئُسَمَ مِكَLلِكِوَ عٍارَ مِكَLلِكَفَ لَاأَ هُنِعَ لَوْئُسَمَ وْهْوَ هِدْRيْسَ
Telah menceritakan kepada kami [Ismail] Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Abdullah bin Dinar] dari [Abdullah bin Umar] radliallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "ketahuilah Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya."
Hadits diatas menjadi dasar rujukan bagi ulama dalam membolehkan perempuan menjadi pemimpin. Walaupun disaat yang sama terdapat pula ulama yang tidak memperbolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin. Masing-masing mempunyai argumen dan metodologis yang berbeda. Secara kontekstual hadits diatas memang menggambarkan realita keadaan sekarang yang terjadi di Indonesia. Mahmûd Syaltût menjelaskan bahwa tabiat kemanusian antara laki-laki dan perempuan hampir sama. Allah Swt. Telah menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada laki- laki; Tuhan menganugerahkan kepada mereka berdua potensi dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis ini dapat melaksanakan berbagai aktifitas, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Karena itu, syariat pun meletakkan keduanya dalam satu kerangka yang sama.
Di samping itu, dalam perspektif politik keagamaan, posisi perempuan tampaknya mendapat hambatan. Namun demikian, dalam praktik politik, sesungguhnya tidak sedikit perempuan yang menduduki jabatan penting. Bahkan menjadi kepala pemerintahan. Di Indonesia, misalnya, perempuan menjabat
sebagai kepala pemerintahan seperti di Aceh, Surabaya, dan bahkan ada yang menjadi presiden seperti Ibu Megawati. Al- Qur’an juga secara deskriptif menurturkan kisah-kisah tentang keberhasilan Ratu Bilqis memimpin negaranya. Dengan demikian, menurut peneliti, Islam tidak melarang Perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara.
Yang penting dia mampu melaksanakan tanggungjawab tersebut, tapi dengan catatan jika tidak ada laki-laki yang sanggup mengemban jabatan tersebut. Oleh karena itu, hadis tersebut harus dipahami secara kontekstual, karena kandungan petunjuknya bersifat temporal.
C. Perempuan di Era Disrupsi
Perempuan dan laki-laki mempunyai kesetaraan, sehingga keduanya sama-sama mempunyai peluang, akses dan kesempatan sebagai sumber daya pembangunan. Arah pembangunan pada era disrupsi menuju pada ekonomi digital dan tekhnologi, membuat industri science, technology, engineering dan mathematics (STEM) mempunyai prospek yang menjanjikan. Secara tidak langsung sistem digital telah merubah pekerjaan manusia menjadi lebih cepat dan efisien.
Era disrupsi merupakan era yang diwarnai dengan kecerdasan buatan, era kontemporer, rekayasa genetika dan perubahan dinamisyang berdampak pada ekonomi, industri, pemerintahan dan politik. Gejala ini diantaranya ditandai dengan banyaknya sumber informasi melalui media sosial, youtube, instagram dan sebagainya. Munculnya era disrupsi seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kaum perempuan karena mempunyai pencapaian bagi posisi perempuan sebagian dari peradaban dunia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak pada peran kaum perempuan yang semakin kompleks. Era disrupsi ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi. Melalui perkembangan ini pencarian dan penyebaran informasi dapat dilakukan secara cepat. Perempuan sebagai patner dalam pembangunan ini harus meningkatkan kemapuannya disegala bidang termasuk dalam penguasaan teknologi dan komunikasi. Pentingnya penggunaan teknologi dan komunikasi bagi perempuan karena perempuan mempunyai peran yang strategis, memiliki peran dalam masyarakat sekaligus peran dalam rumah tangga. Menyadari hal tersebut dalam meningkatkan kemampuan peran perempuan dalam pembanguan pemerintah telah melaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat.12
Pandangan konservatif telah membatasi peran perempuan hanya dalam keluarga, akan tetapi dalam pandangan agama paradigma kesetaraan manusia dan keadilan memberikan peluang kepada perempuan untuk berperan dalam ruang sosial, budaya, ekonomi, agama dan politik. Perempuan menjadi pemimpin tentu membutuhkan kemampuan, syarat-syarat dan kewajiban yang dijalankan. Kepemimpinan dapat didefinisikan berdasarkan penerapannya dalam berbagai bidang. Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial dimana pemimpin mengusahakan partisipasi sukarela dalam mencapai tujuan organisasi.
Peran perempuan sebagai pemimpin seringkali terhalangi oleh pengetahuan dan kontruksi sosial budaya, ekonomi, agama dan politik yang berada di masyarakat. Gender bukan menjadi alasan untuk menminggirkan, mendominasi pihak lain. Jadi, atas nama
12 Ni Wayan Suarmini, Siti Zahrok, and Dyah Satya Yoga Agustin, “Peluang Dan Tantangan Peran Perempuan Di Era Revolusi Industri 4.0,” IPTEK Journal of Proceedings Series 0, no. 5 (2018): 48.
apapun tidak adil apabila perolehan hasil usaha seseorang dinilai bahkan dibatasi hanya karena perbedaan jenis kelamin.13
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan perempuan di era disrupsi sudah jauh berbeda dengan kepemimpinan perempuan pada zaman jahiliah. Sejak adanya agama Islam peran perempuan sangat penting, ruang lingkup geraknya tidak dibatasi hanya dirumah saja. Perempuan diperbolehkan menempati hak-hak kehidupan diluar rumah yang masih tetap dibawah naungan syari'at yang melindungi kesuciannya dan tidak melupakan fitrahnya. Jika kita memahami hanya secara kontekstual saja terdapat sebuah hadis yang melarang perempuan menjadi pemimpin. Oleh karena itu, kita juga perlu melihat asbabul wurudnya sehingga hadis tersebut sesuai jika diterapkan pada masa kini. Terlebih lagi di era Disrupsi, perempuan dapat leluasa mengakses berbagai macam informasi sehingga memberikan peluang yang begitu besar untuk meningkatkan kemampuannya di segala bidang teknologi dan komunikasi. Dengan kemampuan yang mumpuni memberikan peluang kepada perempuan untuk berperan dalam ruang sosial, budaya, ekonomi, agama dan politik.
BIBLIOGRAPHY
An Nur, Fitrinanda, and Nunik Hariyanti. “Beauty Vlogger:
Representasi Perempuan Di Era Disrupsi.” ETTISAL : Journal of Communication 4, no. 2 (2019): 213.
Fatmawati, "Kepemimpinan Perempuan Perspektif Hadis" jurnal Al- Maiyyah, Volume 8 No. 2 Jli Desember 2015. UIN Makassar.
Husain Hamka. “Kepemimpinan Perempuan Dalam Era Modern.”
Jurnal “Al-Qalam” 19, no. 1 (2013): 107–116.
13 Dewi Purnamasari, “Model Kepemimpinan Perempuan Di Era Wikinomics,” Jurnal Studi Gender 7, no. 2 (2016): 313–344.
Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013
Magdalena, R. “Kedudukan Perempuan Dalam Perjalanan Sejarah (Studi Tentang Kedudukan Perempuan Dalam Masyarakat Islam).”
Harkat an-Nisa: Jurnal Studi Gender dan Anak 2, no. 1 (2017): h. 22 26-27.
Maryam, “Perempuan di Ruang Publik Menurut Pandangan Al-qur’an,”
Skripsi Sarjana UIN Alauddin Makassar, (Desember 18, 2013 Mubarok, Ramdanil. “Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam :
Perspektif Hadist Sebagai Sumber Rujukan” 6, no. 2 (2023): 292–
311.
Purnamasari, Dewi. “Model Kepemimpinan Perempuan Di Era Wikinomics.” Jurnal Studi Gender 7, no. 2 (2016): 313–344.
Ritonga, Denna. “Kartini Masa Kini; Perempuan Tangguh Di Era Digital.” Jurnal Studi Gender dan Anak 8, no. 01 (2021): 33.
Suarmini, Ni Wayan, Siti Zahrok, and Dyah Satya Yoga Agustin.
“Peluang Dan Tantangan Peran Perempuan Di Era Revolusi
Industri 4.0.” IPTEK Journal of Proceedings Series 0, no. 5 (2018):
48.