• Tidak ada hasil yang ditemukan

kerapatan vegetasi pohon pada hutan mangrove di kenagarian

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "kerapatan vegetasi pohon pada hutan mangrove di kenagarian"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

KERAPATAN VEGETASI POHON PADA HUTAN MANGROVE DI KENAGARIAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

(Density of Trees Vegetation in Mangrove Forest at Gasan Gadang Village Padang Pariaman District)

Hikmah Pertiwi SA, Rizki, Novi

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

e-mail: hikmahpertiwi@ymail.com

ABSTRACT

The mangrove forest is a typical forest found along the coast or a river that is affected by the tide which is also one of the major ecosystems in coastal areas apart from the coral reefs and seagrass.

Gasan Gadang Village Padang Pariaman Disrict has mangrove forest area that has been in danger of damage due to the disruption of livestock and human activities. Therefore, to see the state of the mangrove forest then do research on density of trees vegetation. The study was conducted in April - May 2016, with the method path / transect on two different stations with creating a plot measuring 10 m x 10 m along the mangrove zone. The results showed that there are 12 species of trees that grow in the mangrove forests in Gasan Gadang Village Padang Pariaman District with the most tree vegetation density on Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. with 1070 individuals/ ha, while the least trees vegetation density on Melastoma candidum D.Don and Aganope heptaphylla (L.) Polhill. with 3 individuals/ ha.

Keywords : Density, mangrove, trees, vegetation

PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil (Noor, Khazali dan Suryadiputra, 2006). Dengan kondisi seperti itu, beberapa species mangrove mengembangkan beberapa adaptasi diantaranya adanya kelenjar garam pada golongan secreter, dan kulit yang mengelupas pada golongan non-secreter sebagai tanggapan terhadap lingkungan yang salin sementara yang lain mengembangkan perakaran yang khas dan lenti sel sebagai tanggapan pada tanah yang jenuh air (Onrizal, 2005).

Hutan mangrove mempunyai peran ekologi untuk melindungi pantai dari gelombang laut, angin ribut, mencegah erosi garis pantai dengan bertindak sebagai penghalang dan penangkap material alluvial serta merupakan tempat persembunyian dan perkembangbiakan ikan, kepiting, udang,

moluska dan tempat bersarang dan tempat singgah ratusan jenis burung (Setyawan, Susilowati dan Sutarno, 2002).

Sumatera Barat memiliki beberapa kawasan hutan mangrove, salah satunya terdapat di pesisir pantai Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman.

Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Bapak Muslim sebagai Ketua Kelompok Mangrove Gasan Lestari, bahwa hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang telah mulai terancam kerusakannya karena beberapa faktor, diantaranya gangguan ternak dan aktivitas manusia. Total ternak seperti kerbau, kambing, dan sapi yang dilepas oleh masyarakat setempat lebih kurang berjumlah 130 ekor.

Aktivitas dari terrnak yang dilepas tersebut akan memberikan tekanan pada hutan mangrove dan akibatnya tumbuhan mangrove tidak mampu untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Penyebab lain yang mengancam kerusakan hutan mangrove adalah aktivitas

(2)

2 manusia. Meningkatnya kecenderungan perusakan hutan mangrove seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat lokal seperti aktivitas pencari kerang lebih kurang 75 kg sehari dan kepiting bakau lebih kurang 15 kg semalam ke wilayah ekosistem mangrove sangat memicu peningkatan kerusakan hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman.

Berdasarkan uraian di atas, telah dilakukan penelitian tentang Kerapatan Vegetasi Pohon pada Hutan Mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan April- Mei 2016 pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman.

Identifikasi sampel tumbuhan dilakukan di Laboratorium Botani STKIP PGRI Sumatera Barat.

Alat yang digunakan adalah meteran ekologi (50 m), pita ukur (150 cm), termometer, higrometer, soil tester, pH meter, gunting tanaman, kompas dan kamera digital.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah tali rafia, alat tulis, perlengkapan pembuatan herbarium (kantong plastik, koran, kertas label), alkohol 96 %, aquadest dan sampel vegetasi mangrove.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode jalur. Metode jalur merupakan suatu metode yang paling efektif, dimana metode ini memotong garis-garis topografi, seperti tegak lurus dengan garis pantai (Indriyanto, 2006).

Prosedur kerja dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut :

1. Di Lapangan

Titik pengambilan data penelitian dibagi menjadi dua stasiun pengamatan berdasarkan:

Stasiun I : letaknya berbatasan langsung dengan muara sungai.

Stasiun II : letaknya agak jauh dari muara sungai dan dibatasi oleh jalan beton.

Langkah-langkah yang dilakukan, yaitu : a. Pembuatan jalur/ transek dengan arah

tegak lurus dengan garis pantai. Pada stasiun I panjang zona mangrove yang terdapat dilokasi penelitian adalah 200 m, sedangkan panjang zona mangrove pada stasiun II adalah 130 m.

b. Pada jalur/ transek tersebut dibuat titik pancang antara plot satu dengan yang lain berukuran 10 m x 10 m, sehingga pada stasiun I jumlah plot yang diamati terdapat 20 plot (luas areal 2000 m2 = 0,2 Ha), sedangkan pada stasiun II terdapat 13 plot pengamatan (luas areal 1300 m2 = 0,13 Ha).

c. Selanjutnya dicatat nama species, jumlah individu dari species tersebut untuk pohon yang berdiameter batang > 4 cm pada setiap plot pengamatan (English, Wilkinson, dan Baker, 1994). Karena keterbatasan alat yang tersedia, dilakukan pengukuran keliling yang kemudian di konversi ke diameter dengan rumus lingkaran, yaitu d = k/π.

d. Setiap species pohon yang ada didalam plot tersebut dikoleksi untuk dibuat herbarium.

2. Di Laboratorium

Sampel tumbuhan yang telah didapatkan dikoleksi untuk dibuat herbarium.

Identifikasi sampel dilakukan dengan menggunakan buku Mangrove Guidebook for SouthEast Asia (Spalding dkk, 2006) dan Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor, dkk. 2006)

Analisis Data Kerapatan

K = Jumlah individu suatu species (i) Luas plot

Kerapatan Relatif (KR)

KR = Kerapatan suatu species (i)

Kerapatan seluruh species x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang Analisis Vegetasi Pohon Pada Hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman diperoleh hasil sebagai berikut:

(3)

3

Tabel 1. Familia, genus, species, dan jumlah individu pohon yang ditemukan pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman

Familia Genus Species Jumlah

Total Stasiun 1 Stasiun 2

Myrsinaceae

Sonneratiaceae Rhizophoraceae Euphorbiaceae Malvaceae Melastomaceae Leguminosae

Bignoniaceae Familia 1 Salicaceae

Aegiceras Ardisia Sonneratia Bruguiera Glochidion Hibiscus Melastoma Aganope Pongamia Dolichandrone Genus 1 Flacourtia

Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

Ardisia elliptica Thunberg.

Sonneratia caseolaris (L.) Engl.

Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Glochidion littorale Bl.

Hibiscus tilliaceus L.

Melastoma candidum D.Don Aganope heptaphylla (L.) Polhill.

Pongamia pinnata (L.) Pierre Dolichandrone spathacea (I.f.)K.Schum.

sp.1

Flacourtia jangomas (Lour.) Raeusch.

314 2 19

0 2 0 0 0 0 0 0 1

39 0 8 21

0 2 1 1 6 5 5 6

353 2 27 21 2 2 1 1 6 5 5 7

Total 338 94 432

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 ditemukan 12 species tumbuhan mangrove pada tingkat pohon dengan jumlah individu terbanyak adalah pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. dengan 353 individu yang ditemukan pada stasiun I 314 individu dan stasiun II 39 individu.

Banyaknya jumlah individu dari Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. ini diduga karena species ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas dan karakteristik substrat yang sesuai dengan pertumbuhannya. Secara ekologi Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

memiliki toleransi yang tinggi terhadap

salinitas, tanah dan cahaya yang beragam.

Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.

Species lain yang ditemukan dalam jumlah sedikit pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman diduga karena species-species ini kurang bisa beradaptasi pada lingkungan pada hutan mangrove ini yang mengakibatkan banyak tegakan mati pada tingkat semai sehingga tidak mampu untuk bertahan sampai ke tingkat pohon.

Tabel 2. Hasil perhitungan Kerapatan (K) dan Kerapatan relatif (KR) vegetasi pohon pada Hutan Mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman pada stasiun I dan stasiun II

Species Kerapatan (K) Kerapatan Relatif (KR)

Stasiun I

Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

Ardisia elliptica Thunberg.

Sonneratia caseolaris (L.) Engl.

Glochidion littorale Bl.

Flacourtia jangomas (Lour.) Raeusch.

1570 individu/ha 10 individu/ha 95 individu/ha 10 individu/ha 5 individu/ha

92,90 % 0,59 % 5,62 % 0,59 % 0,30 % Stasiun II

Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

Sonneratia caseolaris(L.) Engl.

Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Hibiscus tilliaceus L.

Melastoma candidum D.Don Aganope heptaphylla (L.) Polhill.

sp.1

Flacourtia jangomas (Lour.) Raeusch.

Pongamina pinnata (L.) Pierre.

Dolichandrone spathacea (I.f.)K.Schum.

300 individu/ha 62 individu/ha 162 individu/ha 15 individu/ha 8 individu/ha 8 individu/ha 38 individu/ha 46 individu/ha 38 individu/ha 46 individu/ha

41,49 % 8,51 % 22,34 % 2,13 % 1,06 % 1,06 % 5,32 % 6,38 % 5,32 % 6,38 %

(4)

4 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kerapatan vegetasi pohon tertinggi pada kedua stasiun adalah pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. dengan 1570 individu/ha pada stasiun I dan 300 individu/ha pada stasiun II. Total kerapatan tertinggi pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. di daerah ini adalah 1070 individu/ha. Penelitian serupa dengan Khairijon, Fathonah dan Rianti (2013) namun memperoleh hasil yang berbeda menunjukkan bahwa kerapatan vegetasi pohon tertinggi pada species Rhizophora apiculata Bl. dengan hasil 5636 individu/ha pada hutan mangrove di Marine Stasion Dumai Barat, Riau.

Tingginya angka kerapatan pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

diduga karena species ini memiliki pola penyesuaian (adaptasi) yang besar terhadap substrat pada hutan mangrove di kawasan ini.

Onrizal (2005) menyatakan bahwa untuk menyesuaikan diri terhadap substratnya, species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

membuat pola adaptasi yang khas seperti memiliki struktur kelenjar garam (salt gland) pada daunnya agar dapat toleran terhadap konsentrasi garam yang masuk ke dalam jaringannya.

Kerapatan vegetasi pohon terendah adalah pada species Flacourtia jangomas (Lour.) Raeusch. dengan 5 individu/ha pada stasiun I, dan species Melastoma candidum D.Don dan Aganope heptaphylla (L.) Polhill.

dengan masing-masing 8 individu/ha pada stasiun II. Total kerapatan terendah pada daerah ini adalah pada species Melastoma candidum D.Don dan Aganope heptaphylla (L.) Polhill. dengan 3 individu/ha. Rendahnya angka kerapatan pada species tersebut diduga karena species tersebut kurang bisa beradaptasi pada hutan mangrove di kawasan ini. Salah satunya dicontohkan pada species Melastoma candidum D.Don yang merupakan species yang secara alamiah hidup secara liar namun kurang mampu beradaptasi pada kondisi hutan mangrove yang pasang surut air lautnya kurang stabil.

Kerapatan relatif tertinggi pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

pada stasiun I 92,90% dan pada stasiun II 41,49%. Tingginya persentase kerapatan relatif pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco. artinya species ini sudah dikatakan rapat pada kawasan ini. Kerapatan relatif terendah yaitu pada species Flacourtia

jangomas (Lour.) Raeusch. 0,30% pada stasiun I, dan Melastoma candidum D.Don. dan Aganope heptaphylla (L.) Polhill. masing- masing 1,06% pada stasiun II.

PENUTUP

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setelah digabungkan kedua stasiun pengamatan hasil kerapatan vegetasi pohon pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman menunjukkan bahwa dari 12 species pohon yang ditemukan kerapatan vegetasi pohon tertinggi pada species Aegiceras corniculatum (L.) Blanco., dengan 1070 individu/ha sedangkan kerapatan vegetasi pohon terendah pada species Melastoma candidum D.Don dan Aganope heptaphylla (L.) Polhill. dengan 3 individu/ha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan KaruniaNya akhirnya artikel ilmiah ini dapat terselesaikan.

Terima kasih kepada Bapak Dr. H. Jasmi, M.Si, Ibu Rina Widiana, M.Si, dan Ibu Lince Meriko, M.Si yang telah memberikan kritik dan saran, kedua orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan, serta semua pihak yang membantu dalam penyelesaian artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

English, S, C. Wilkinson dan V. Baker. 1994.

Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville.

Fachrul, F. M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Khairijon, S. Fatonah dan A. P. Rianti. 2013.

Profil Biomassa dan Kerapatan Vegetasi Tegakan Hutan Mangrove di Marine Station Kecamatan Dumai Barat, Riau.

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Lampung

Michael, P. 1994. Metoda Ekologi Untuk Penelitian Ladang Laboratorium.

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

(5)

5 Noor, Y. R, M. Khazali dan I. N. N.

Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.

Ditjen PHKA. Bogor.

Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove pada Tanah yang Jenuh Air. Jurnal e- USU Reporsitory. 1-15.

Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize. Semarang.

Setyawan, A. D, A. Susilowati dan Sutarno.

2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa.

Kelompok Kerja Biodiversitas Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

The author wishes to thank God Almighty for allowing this project to be completed; my advisor, Edward Boris Manurung, B.Eng., M.Eng., all the lecturers and staffs