• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESALAHAN KONSTRUKSI KONSEP MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI APOS PADA MATERI PROGRAM LINEAR DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KESALAHAN KONSTRUKSI KONSEP MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI APOS PADA MATERI PROGRAM LINEAR DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1628|

KESALAHAN KONSTRUKSI KONSEP MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI APOS PADA MATERI PROGRAM LINEAR DAN PEMBERIAN

SCAFFOLDING

Yusa Putra1, Nizlel Huda2*, Zurweni3

1, 2, 3 Magister Pendidikan Matematika, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia

*Jl. Jambi-Ma Bulian KM.15, Mendalo Darat, 36361

E-mail: yusaputra505@gmail.com1) nizlel.huda@unja.ac.id 2*) zurweni.noni@unja.ac.id3)

Received 30 May 2022; Received in revised form 08 August 2022; Accepted 30 March 2023

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses kesalahan konstruksi konsep peserta didik berdasarkan indikator kesalahan konstruksi konsep serta mengetahui level scaffolding yang dapat diberikan berdasarkan teori APOS. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. Subjek penelitian berjumlah 3 orang yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Instrument menggunakan soal tes dengan pengerjaan secara think aloud dan lembar wawancara. Teknik analisis data yang dilakukan dengan (1) mereduksi data (2) Menyajikan data (3) Menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan kesalahan konstruksi konsep matematika pada tahap Action peserta didik melakukan kesalahan lubang konstruksi, mis-logical construction, mis- analogical construction. Tahap process berupa kesalahan lubang konstruksi. Tahap Object kesalahan mis- analogical construction. Tahap Schema berupa kesalahan mis-logical construction. Pemberian scaffolding level II pada tahap Action adalah explaining dan reviewing. Tahap Process adalah explaining dan restructuring. Tahap Object adalah restructuring. Tahap Schema pemberian scaffolding level III yaitu developing conceptual thinking.

Kata kunci: Kesalahan Konstruksi Konsep; Scaffolding; Teori APOS

Abstract

This study aims to analyze and describe the process of students' conceptual construction errors based on indicators of conceptual construction errors and to determine the level of scaffolding that can be given based on the APOS theory. This type of research is descriptive qualitative. Research subjects were determined by purposive sampling technique. The research subjects were 3 people who fit the specified criteria. The instrument uses test questions with think aloud workmanship and interview sheets. Data analysis techniques are carried out by (1) reducing data (2) presenting data (3) drawing conclusions. The results of the study showed that in the Action stage students made mistakes in the construction of mathematical concepts in the Action stage, they made mistakes in construction holes, mis-logical construction, mis-analogical construction. The process stage is in the form of construction hole errors.

Stage Object error mis-analogical construction. The Schema stage is in the form of a mis-logical construction error. Giving scaffolding level II at the Action stage is explaining and reviewing. The Process stage is explaining and restructuring. The Object stage is restructuring. The Schema stage of giving scaffolding level III is developing conceptual thinking.

Keywords: APOS Theory; Concept construction errors; Scaffolding

This is an open access article under the Creative Commons Attribution 4.0 International License

(2)

| 1629 PENDAHULUAN

Menurut Sutama et al., (2020) pembelajaran matematika adalah proses mengkonstruksi suatu konsep yang baru dipelajari yang berkaitan dengan konsep lama yang sudah dipahami. Hal ini sejalan dengan pembelajaran pada kurikulum 2013 yang menekankan pada proses belajar berlangsung dan cara pengetahuan itu diperoleh oleh peserta didik. Menurut Mayorova (2021) dan Villamar et al. (2020) pengetahuan akan terbentuk jika peserta didik melakukan proses konstruksi secara aktif sehingga konsep sebelumnya digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya.

Menurut Winarso & Toheri (2021) dalam proses pembelajaran matematika banyak ditemukan peserta didik yang mampu menjawab soal berdasarkan prosedur contoh pengerjaan yang dilakukan oleh guru. Bahkan seringkali peserta didik mengalami kesulitan menyelesaikan soal matematika dengan konsep yang sama namun bentuk permasalahan yang tidak sama dengan contoh yang diberikan (Castro & Tumibay 2021; Salas- Velasco et al. 2021). Hal ini terjadi disebabkan oleh banyaknya peserta didik yang gagal dalam mengkonstruksi konsep matematika yang sudah dipelajari.

Kesalahan konstruksi konsep adalah penyimpangan dari konsep formal dalam proses konstruksi konsep matematika. Amrina (2020); Wulandari

& Gusteti (2021) menjelaskan bahwa dalam mengkonstruksi konsep akan terdapat empat proses kesalahan oleh peserta didik, yaitu pseudo construction, lubang kontruksi, mis-logical construction, dan mis-analogical construction.

Konsep matematika dapat dipahami melalui hasil konstruksi dan rekonstruksi terhadap objek-objek

matematika. Kegiatan konstruksi dan rekonstruksi merupakan aktivitas dari aksi-aksi matematika yang dilakukan secara teratur sehingga terbentuk proses-proses secara urut yang menghasilkan objek-objek dalam suatu skema untuk memecahkan masalah matematika (Díaz-Berrios & Martínez- Planell 2022). Pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika dapat dianalisis melalui teori APOS (Action, Process, Object, dan Schema).

Menurut Oktaç (2022) teori APOS (Action, Process, Object, Schema) membedakan pemahaman konsep peserta didik dalam 4 tingkatan yaitu aksi, proses, objek, dan skema.

Pada tahap aksi, peserta didik hanya menyelesaikan masalah secara prosedural. Jika kegiatan aksi dilakukan secara berulang, maka peserta didik akan mampu melakukan langkah transformasi tanpa bantuannya secara nyata. Jika peserta didik telah mampu melakukan hal tersebut, maka peserta didik telah mencapai tingkatan proses.

Tingkatan objek dapat dicapai jika peserta didik telah mampu memahami konsep suatu materi. Pada tingkatan skema peserta didik telah mampu mengaitkan konsep tertentu dengan konsep lain yang sejenis yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan (Simanjuntak et al., 2022).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Sihite et al.

(2022) menemukan kesalahan konstruksi konsep matematika yang dilakukan peserta didik meliputi: (1) pseudo construction, (2) lubang konstruksi, (3) mis-analogical construction, dan (4) mis-logical construction. Kesalahan konsep matematika oleh peserta didik perlunya diperbaiki supaya peserta didik tidak mengulangi kesalahan yang sama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

(3)

1630|

dengan menyediakan scaffolding sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Menyediakan scaffolding membantu peserta didik mengembangkan pola pikir untuk menemukan hasil akhir yang benar. Hal ini sejalan dengan penelitian Capone (2022) ; Hayati & Kamid (2019) menemukan kesalahan peserta didik saat menyelesaikan masalah dapat diatasi dengan pemberian dukungan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Vogel et al.

(2022) kesalahan peserta didik dalam proses menyelesaikan masalah dan pemberian scaffolding dapat mengatasi kesalahan tersebut.

Scaffolding memberikan refleksi diri terhadap kesalahan konsep sehingga meningkatkan kesadaran diri dan memberikan dukungan motivasi (Gilbertson et al. 2022; Syaiful et al.

(2020). Li & Taber (2022) menyatakan bahwa teori Vygotsky memperkenalkan mengenai konstruktivis sosial yang terdiri dua hal, yaitu belajar interaksi sosial dan zone of proximal development (ZPD). Konsep scaffolding ini sejalan dengan pendapat tentang (ZPD). Menurut Badger et al. (2022) peserta didik dengan bantuan dapat melakukan lebih dari yang mereka bisa dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik tersebut.

Kesalahan berpikir peserta didik dalam mengkonstruksi konsep juga terjadi pada bentuk aljabar. Materi aljabar yang dipelajari peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), salah satunya pada materi program linear di mata pelajaran matematika wajib kelas XI untuk jenjang SMA/MA.

Materi program linear dalam penyelesaiannya peserta didik sering mengalami kesalahan-kesalahan dalam mengkonstruksi konsep. Penelitian Suratih & Pujiastuti (2020) menyatakan secara umum penyebab kesalahan

peserta didik dalam menyelesaikan soal program linear adalah peserta didik kurang menguasai materi prasyarat yaitu pertidaksamaan linear, peserta didik kurang teliti dalam membuat model matematika, melakukan operasi aljabar, dan kesalahan dalam penulisan jawaban disebabkan peserta didik ingin menyingkat waktu pengerjaan.

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana proses kesalahan konstruksi konsep matematika berdasarkan teori APOS (Action, Process, Object, Schema) yang terjadi pada peserta didik dalam menyelesaikan soal program linear dua variabel serta untuk menentukan pemberian scaffolding yang tepat kepada peserta didik yang mengalami kesalahan konstruksi konsep matematika tersebut.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di SMA Swasta Islam Al Falah Jambi pada tahun pelajaran semester ganjil 2022/2023. Teknik dalam pemilihan subjek adalah purposive sampling.

Pemilihan subjek dilakukan dengan pertimbangan tertentu, yaitu (1) peserta didik kelas XI MIPA yang telah mempelajari materi program linear, (2) peserta didik sebagai calon subjek penelitian diberikan soal tes berbentuk uraian terkait masalah kontekstual pada materi program linear yang dikerjakan secara mandiri dan secara think aloud, (3) hasil pekerjaan peserta didik yang sesuai dengan teori APOS (Action, Process, Object, Schema) terpilih sebagai subjek penelitian, (4) mewawancarai subjek penelitian yang terpilih dengan merekam suara atas jawaban yang disampaikan berdasarkan indikator kesalahan konstruksi konsep

(4)

| 1631 untuk menggali informasi yang tepat

dalam pemberian scaffolding.

Instrumen penelitian berupa tes tertulis yang disesuaikan dengan indikator kesalahan konstruksi konsep berdasarkan teori APOS. Bentuk soal yang digunkan adalah uraian. Instrumen yang kedua yaitu menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang dipakai berbentuk tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari subjek penelitian. Pedoman wawancara digunakan untuk membimbing peneliti mengungkapkan scaffolding yang tepat dalam kesalahan konstruksi konsep matematika yang dilakukan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal program linear. Kedua instrumen tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh ahli pendidikan matematika.

Teknik analisis data melalui beberapa tahap. Pertama yaitu reduksi, dengan menganalisis hasil pekerjaan peserta didik berdasarkan teori APOS untuk menentukan peserta didik yang akan dijadikan subjek penelitian. Kedua yaitu meng-coding semua data untuk mendeskripsikan kategori yang akan dianalisis berupa kesalahan konstruksi konsep dan pemberian scaffolding yang tepat. Ketiga yaitu menyajikan hasil analisis data dalam bentuk laporan kualitatif untuk membuat interpretasi data tersebut. Interpretasi dalam penelitian ini adalah bagaimana proses kesalahan konstruksi konsep matematika berdasarkan teori APOS (Action, Process, Object, Schema) dalam menyelesaikan soal program linear dua variabel dan pemberian scaffolding nantinya yang dijelaskan untuk setiap kesalahan konstruksi konsep dalam soal program linear.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes berupa soal program linear kepada peserta didik kelas XI MIPA. Cara pengerjaan tes adalah satu orang peserta didik menyelesaikan masalah kontekstual terkait program linear dengan melakukan think aloud, yaitu mengerjakan soal dilembar kerja secara tertulis dengan menyatakan secara jelas secara lisan terkait hal yang sedang dikerjakan dan proses ini dilakukan dengan perekaman audio visual. Setelah dianalisis hasil pekerjaan peserta didik berdasarkan teori APOS yang memenuhi kriteria subjek penelitian hanya 3 orang peserta didik yang terdiri dari subjek 1 (S1), subjek 2 (S2), dan subjek 3 (S3). Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian untuk menganalisis kesalahan konstruksi konsep yang telah dilakukan untuk mengetahui pemberian scaffolding apa yang tepat pada kesalahan konstruksi konsep tersebut.

Pada Tahap Action (aksi)

Berdasarkan teori APOS (Action, Process, Object, Schema) subjek penelitian akan melakukan langkah dalam tahap Action (aksi) berupa menuliskan hal yang diketahui dan ditanya dalam soal yang diberikan.

Selanjutnya, subjek menentukan variabel keputusan untuk membuat model matematika, menentukan fungsi kendala dari permasalahan kontekstual program linear, menentukan fungsi non- negatif dan terakhir adalah menentukan fungsi tujuan berupa keuntungan hasil penjualan. Berikut hasil pekerjaan pada tahap Action (aksi) pada Gambar 1.

(5)

1632|

Gambar 1. Hasil Pekerjaan Tahap Action

Berdasarkan Gambar 1, pada tahap Action (aksi) subjek penelitian pertama (S1) dan ketiga (S3) melakukan kesalahan konstruksi konsep matematika dalam menentukan variabel keputusan dengan memisalkan kain wol sebagai variabel x dan kain satin sebagai variabel y. Pemisalan yang benar adalah menuliskan pemisalan baju pesta 1 sebagai variabel x dan baju pesta 2 sebagai variabel y. Hal tersebut terjadi dikarenakan subjek penelitian tidak mampu menalar atau memahami soal dengan benar sehingga mengalami kesalahan konstruksi konsep berupa mis-logical construction.

Kesalahan konstruksi konsep matematika pada tahap Action (aksi) lainnya adalah subjek penelitian pertama (S1) dan ketiga (S3) terbiasa membuat fungsi kendala dalam bentuk persamaan linear yang seharusnya ditulis dalam bentuk pertidaksamaan linear. Hal ini disebabkan subjek penelitian mengalami kesalahan mis- analogical construction karena menyamakan suatu konsep dengan konsep yang lainnya.

Kesalahan konstruksi konsep matematika pada tahap Action (aksi) yang terakhir adalah ketiga subjek penelitian tidak menuliskan fungsi kendala non-negatif sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan masalah program linear. Hal ini menyebabkan subjek penelitian mengalami kesalahan

berupa lubang konstruksi yaitu ketidaksempurnaan struktur berpikir yang dibentuk oleh subjek penelitian dalam proses konstruksi konsep. Untuk mengetahui adanya lubang konstruksi yang dialami subjek penelitian dapat ditelusuri dengan wawancara mendalam terkait jawaban tes tertulis yang dikerjakan subjek penelitian.

Kesimpulan dari hasil wawancara yaitu subjek belum mengetahui fungsi non- negatif. Hal ini berarti terjadi lubang konstruksi.

Pada Tahap Process (proses)

Pada tahap Process (proses) subjek penelitian melakukan langkah penyelesaian berupa menggambar grafik dari dua fungsi kendala. Langkah ini untuk menentukan daerah himpunan penyelesaian dalam menentukan titik- titik optimum dari masalah program linear. Berikut hasil pekerjaan pada tahap Process (proses) terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Pekerjaan Tahap Process

Pada Gambar 2, di tahap Process (proses) terlihat bahwa S1 dan S3 melakukan kesalahan lubang konstruksi karena tidak menggambarkan grafik fungsi kendala untuk menentukan daerah himpunan penyelesaian. Subjek penelitian melakukan kesalahan yang sama berupa lubang konstruksi karena mengerjakan proses eliminasi dan substitusi dengan cara pindah ruas untuk menentukan nilai dari x dan y.

Subjek penelitian kedua (S2) melakukan pengerjaan gambar grafik

(6)

| 1633 fungsi kendala seperti yang terlihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Hasil Pekerjaan S2 Tahap Process

Dapat terlihat pada Gambar 3 bahwa S2 melakukan tahap Process (proses) dengan benar yaitu menggambar grafik fungsi kendala dan mampu menentukan daerah himpunan penyelesaian. Namun, S2 melakukan kesalahan konstruksi konsep pada saat melakukan wawancara dengan peneliti berupa kesalahan pseudo construction

“Benar”. Hal ini disebabkan S2 tidak memahami maksud dari hasil titik (1, 2) yang ia peroleh dari hasil pengerjaan eliminasi dan substitusi.

Selain itu, pada tahap Process (proses) S2 juga mengalami kesalahan konstruksi konsep berupa mis- analogical construction karena menyamakan suatu konsep dengan konsep yang lainnya. Hal ini dapat diketahui ketika peneliti melakukan wawancara mendalam terkait hasil pengerjaan S2 yang sudah benar.

Kesimpulan dari wawancara yaitu subjek memperoleh hasil pengerjaan yang benar dengan proses pengerjaan yang salah berupa menentukan variabel x dengan menutup variabel y menggunakan jari telunjuk.

Pada Tahap Object (objek)

Pada tahap Object (objek) subjek penelitian kedua (S2) sudah mempu menentukan titik optimum berdasarkan daerah himpunan penyelesaian yang tergambar pada grafik fungsi kendala.

Subjek penelitian pertama (S1) dan

ketiga (S3) yang tidak menggambarkan grafik fungsi kendala sehingga tidak bisa menentukan daerah himpunan penyelesaian mengakibatkan kesalahan berupa mis-analogical construction dalam menentukan titik optimum dari masalah program linear berupa hasil dari proses eliminasi dan substitusi sebagai titik optimum satu-satunya yang subjek penelitian pahami. Berikut hasil pekerjaan subjek penelitian pada tahap Object (objek) terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pekerjaan Tahap Object

Pada Tahap Schema (skema)

Pada tahap Schema (skema) subjek penelitian kedua (S2) sudah mampu menuliskan kesimpulan dengan benar dan mampu menjelaskan kembali dengan benar terkait langkah-langkah menyelesaikan masalah program linear secara kontekstual. Adapun yang ditemui pada subjek penelitian pertama (S1) adalah kesalahan mis-logical construction. Hal ini terjadi karena S1 menyimpulkan pekerjaan dalam bentuk nilai bukan dalam bentuk harga dari hasil penjualan tertinggi seperti yang ditanyakan pada soal tes program linear.

Kesalahan ini dapat dilihat pada gambar 4 sebelumnya.

Pada tahap Schema (skema) subjek penelitian ketiga (S3) mengalami kesalahan pseudo construction “salah”

karena menyimpulkan hasil pengerjaan dalam bentuk penjualan per meter kain bukannya penjualan maksimum baju

(7)

1634|

pesta. Berikut hasil pengerjaan S3 pada tahap Schema (skema) terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Pekerjaan S3 Tahap Schema

Kesalahan yang dilakukan oleh S3 pada Gambar 5 di atas pada saat melakukan sesi wawancara tergambar bahwa S3 menyadari kesalahannya dalam menentukan fungsi tujuan.

Kemudian, S3 mampu menjelaskan dengan benar langkah yang seharusnya ia lakukan agar hasil yang diperoleh tidak keliru. Kesimpulan dari hasil wawancara menyatakan bahwa S3 menyadari kesalahan hasil akhir berupa penjualan per meter kain yang seharusnya penjualan maksimum baju pesta.

Kesalahan Konstruksi Konsep

Adapun kesalahan konstruksi konsep yang dilakukan oleh ketiga subjek penelitian berdasarkan teori APOS terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesalahan Konstruksi Konsep Matematika berdasarkan Teori APOS Tahap Subjek Pertama (S1) Subjek Kedua (S2) Subjek Ketiga (S3)

Action (aksi)

mis-logical construction

tidak melakukan kesalahan

mis-logical construction mis-analogical

construction

tidak melakukan kesalahan

mis-analogical construction lubang konstruksi lubang konstruksi lubang konstruksi Process

(proses)

lubang konstruksi pseudo construction

“benar” lubang konstruksi lubang konstruksi mis-analogical

construction lubang konstruksi Object

(objek)

mis-analogical construction

tidak melakukan kesalahan

mis-analogical construction Schema

(skema)

mis-logical construction

tidak melakukan kesalahan

pseudo construction

“salah”

Pembahasan

Kesalahan konstruksi konsep yang dilakukan oleh ketiga subjek penelitian dapat diatasi melalui pemberian scaffolding yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing subjek penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian Abdala & Hamdan (2021) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik akan mendapat pengalaman barunya dengan memberikan

scaffolding sesuai dengan konsep yang seharusnya dilakukannya.

Menurut Zimmerman & Land (2022) dengan memberikan scaffolding guru akan mengetahui dimana letak kesalahan yang dilakukan peserta didik saat pembelajaran berlangsung dan penerapan ini bisa membuat peserta didik lebih memahami penerapan konsep yang dipelajari. Kesalahan yang dilakukan subjek penelitian meskipun memiliki jenis yang sama namun

(8)

| 1635 pemberian level scaffolding bisa

mengalami perbedaan masing-masing subjek penelitian.

Scaffolding Tahap Action (aksi)

Pada tahap Action (aksi), S1 dan S3 mengalami kesalahan konstruksi konsep berupa mis-logical construction karena salah dalam menentukan variabel pemisalan. Oleh karena itu, peneliti memberikan scaffolding berupa explaining yaitu menjelaskan konsep yang benar dalam menentukan variabel keputusan melalui masalah apa yang ditanyakan dalam soal. Selanjutnya, pada tahap Action (aksi) ketiga subjek penelitian sudah mampu menuliskan dengan benar apa yang diketahui dalam soal, namun, ketiga subjek penelitian melakukan kesalahan mis-analogical construction karena menuliskan fungsi kendala dalam bentuk persamaan linear yang seharusnya ditulis dalam bentuk pertidaksamaan linear. Pemberian scaffolding yang diberikan adalah reviewing yaitu dengan meminta S1 dan S3 memahami maksud dari kalimat

“seorang penjahit memiliki persediaan 4 m kain wol dan 5 m kain satin”.

Reviewing diberikan agar S1 dan S3 melakukan refleksi terhadap apa yang sudah mereka kerjakan.

Terakhir, kesalahan konstruksi konsep matematika pada tahap Action (aksi) adalah lubang konstruksi dikarenakan ketiga subjek penelitian tidak menuliskan fungsi non-negatif.

Pemberian scaffolding berupa explaining yaitu dengan menjelaskan konsep yang benar dalam memahami soal terkait batasan dari fungsi kendala yang tidak boleh bernilai negatif. Hal ini bertujuan agar S1, S2, dan S3 dapat menerima konsep baru yang kemudian bisa dikonstruksikannya untuk konsep berikutnya (Wahyudi, 2017).

Scaffolding Tahap Process (proses) Pada tahap Process (proses) S1 dan S3 tidak menggambar grafik fungsi kendala untuk menentukan daerah himpunan penyelesaian (DHP). Hal ini disebabkan karena S1 dan S3 tidak membuat fungsi kendala dalam bentuk pertidaksamaan linear. S1 dan S3 pada tahap ini mengalami kesalahan lubang konstruksi dan pemberian scaffoldingnya berupa restructuring dengan mengajak subjek penelitian memahami tujuan dari melakukan eliminasi dan substitusi. Menurut Parameswari et al., (2018) pemberian scaffolding berupa restructuring yaitu meminta peserta didik untuk memperbaiki pekerjaannya dapat membantu peserta didik menyelesaikan soal dengan benar. Sedangkan, pada tahap ini S2 melakukan kesalahan berupa pseudo construction “benar”

karena mampu membuat grafik fungsi kendala namun tidak memahami tujuan dari melakukan eliminasi dan substitusi.

Pemberian scaffolding yang dilakukan untuk mengatasi kesalahan ini berupa explaining yaitu menjelaskan bahwa hasil dari eliminasi dan substitusi adalah titik potong dari dua fungsi kendala yang diketahui.

Pemberian scaffolding berupa explaining juga diberikan kepada S1, S2, dan S3 saat mereka mengalami kesalahan konstruksi konsep. S1 dan S3 mengalami kesalahan berupa lubang konstruksi dikarenakan menggunakan cara pindah ruas untuk menyelesaikan eliminasi dan substitusi. Sedangkan, S2 mengalami kesalahan mis-analogical consctruction saat menentukan titik potong sumbu X dengan cara menutup pakai jari telunjuk variabel y untuk menentukan nilai variabel x.

(9)

1636|

Scaffolding Tahap Object (objek) Pada tahap Object (objek) S2 tidak melakukan kesalahan konstruksi konsep dikarenakan S2 sudah mampu menggambar grafik fungsi kendala dan menentukan daerah himpunan penyelesaian (DHP) dengan benar.

Sedangkan, S1 dan S3 mengalami kesalahan mis-analogical construction dikarenakan menggunakan nilai x dan y yang diperoleh dari hasil eliminasi dan substitusi merupakan satu-satunya titik optimum yang diperoleh untuk menentukan nilai optimum dari fungsi tujuan. Pemberian scaffolding berupa restructuring yaitu mengajak kedua subjek penelitian untuk menggambar grafik fungsi kendala dan menentukan titik-titik optimum yang memenuhi daerah arsir dari himpunan penyelesaian.

Scaffolding Tahap Schema (skema) Pada tahap schema (skema) S3 mengalami kesalahan konstruksi konsep matematika berupa pseudo construction

“salah” ketika menuliskan fungsi tujuan berupa harga kain per meter yang seharusnya menentukan harga maksimum dari penjualan kedua baju pesta yang dibuat oleh penjahit tersebut.

Untuk mengatasi kesalahan tersebut, peneliti memberikan scaffolding berupa reviewing dengan meminta S3 memperhatikan kembali soal program linear yang sudah dikerjakan. Setelah memperhatikan kembali barulah S3 menyadari bahwa yang ditanyakan adalah pendapatan maksimum dari penjualan kedua baju pesta tersebut. hal ini sejalan dengan penelitian Tyaningsih et al., (2020) yang menyatakan bahwa pada tahap reviewing diminta mereview kembali penyelesaian soal yang telah dikerjakan oleh peserta didik. Oleh karena itu, reviewing sangat bermanfaat

untuk mengatasi kesalahan pseudo construction “salah”.

Pada tahap Schema ketiga subjek diminta untuk menjelaskan kembali langkah-langkah dalam menyelesaikan soal program linear. S1 dan S3 mengalami kesalahan konstruksi konsep berupa lubang konstruksi dikarenakan tidak mampu menyebutkan grafik fungsi kendala. Oleh karena itu, kedua subjek diberikan scaffolding level III yaitu developing conceptual thinking agar keduanya dapat mengembangkan dan memperbaiki konsep yang sudah dikuasai sebelumnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan konstruksi konsep matematika yang dilakukan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal program linear dua variabel berupa lubang konstruksi, kesalahan mis- logical construction, kesalahan mis- analogical construction, kesalahan pseudo construction “benar” dan pseudo construction “salah”.

Adapun pemberian scaffolding yang dilakukan untuk mengatasi kesalahan konstruksi konsep matematika berdasarkan teori APOS pada materi program linear adalah scaffolding pada level II yaitu reviewing, explaining, dan restructuring serta pemberian scaffolding pada level III yaitu developing conceptual thinking.

DAFTAR PUSTAKA

Abdala, A., & Hamdan, A. H. E. (2021).

Scaffolding Strategy and Customized Instruction Efficiency in Teaching English as a Foreign Language in the Context of Saudi Arabia. Journal of Literature, Languages and Linguistics, 77.33- 50

(10)

| 1637 Amrina, Z. (2020). Development of

Problem-Based Mathematic Learning Model to Improve Creative Thinking Ability of Elementary Teacher Education Students, Bung Hatta University. In Journal of Physics: Conference Series 1554(1), 1-9. https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1554/1/012068

Badger, K., Morrice, R., Buckeldee, O., Cotton, N., Hunukumbure, D., Mitchell, O., Mustafa, A., Oluwole, E., Pahuja, J., Davies, D., Morrell, M. J., Smith, S., & Leedham-Green, K. (2022). “More Than Just a Medical Student”: A Mixed Methods Exploration of A Structured Volunteering Programme for Undergraduate Medical Students.

BMC Medical Education, 22(1), 1–

12.

Capone, R. (2022). Blended Learning and Student-centered Active Learning Environment: A Case Study with STEM Undergraduate Students.

Canadian Journal of Science, Mathematics and Technology Education, 22(1), 210–236.

Castro, M. D. B., & Tumibay, G. M.

(2021). A Literature Review:

Efficacy of Online Learning Courses for Higher Education Institution Using Meta-analysis. Education and Information Technologies, 26(2), 1367–1385.

Creswell, J. W. (2013). Reaserch Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran. Pustaka Pelajar.

Díaz-Berrios, T., & Martínez-Planell, R.

(2022). High school student understanding of exponential and logarithmic functions. The Journal of Mathematical Behavior, 66, 100953.

Gilbertson, K., Ewert, A., Siklander, P.,

& Bates, T. (2022). Outdoor education: Methods and strategies.

Human Kinetics.

Hayati, T. R., & Kamid, K. (2019).

Analysis of Mathematical Literacy Processes in High School Students.

International Journal of Trends in Mathematics Education Research,

2(3), 116–119.

https://doi.org/10.33122/ijtmer.v2i3.

70

Li, X., & Taber, K. S. (2022). The Future of Interaction: Augmented Reality, Holography and Artificial Intelligence in Early Childhood Science Education. In STEM, Robotics, Mobile Apps in Early Childhood and Primary Education (pp. 415–442). Springer.

Mayorova, V. I. (2021). “Vivid Mathematics” As a General Vector of Multidisciplinary STEM Education for Future Aerospace Engineers. Acta Astronautica, 178, 72–80.

https://doi.org/10.1016/j.actaastro.20 20.09.003

Oktaç, A. (2022). What’s New with APOS Theory? A Look Into Levels and Totality. Avances de Investigacion En Educacion Matematica, 21, 9–21.

Parameswari, P., Chandra, T. D., &

Susiswo. (2018). Pelaksanaan Scaffolding untuk Mengatasi

Kesulitan Siswa dalam

Menyelesaikan Masalah PtLSV.

Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian Dan Pengembangan, 3(5), 656–670.

Salas-Velasco, M., Moreno-Herrero, D.,

& Sánchez-Campillo, J. (2021).

Teaching Financial Education in Schools and Students’ Financial Literacy: A Cross-country Analysis with PISA Data. International Journal of Finance and Economics,

26(3), 4077–4103.

https://doi.org/10.1002/ijfe.2005 Sihite, J., Wyrasti, A. F., & Irnandi, I.

(2022). Students’ Concept Construction Errors In Online Learning. JTAM (Jurnal Teori dan Aplikasi Matematika), 6(1), 22–35.

Simanjuntak, M. B., Suseno, M., Setiadi,

(11)

1638|

S., Lustyantie, N., & Barus, I. R. G.

R. G. (2022). Integration of Curricula (Curriculum 2013 and Cambridge Curriculum for Junior High School Level in Three Subjects) in Pandemic Situation.

Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Budaya, 8(1), 77–86.

https://doi.org/10.32884/ideas.v8i1.6 15

Suratih, S., & Pujiastuti, H. (2020).

Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Program Linear Berdasarkan Newman’s Error Analysis. Pythagoras: Jurnal Pendidikan Matematika, 15(2), 111–

123.

https://doi.org/10.21831/pg.v15i2.30 990

Sutama, Prayitno, H. J., Ishartono, N., &

Sari, D. P. (2020). Development of Mathematics Learning Process by Using Flipped Classroom Integrated by STEAM Education in Senior High School. Universal Journal of Educational Research, 8(8), 3690–

3697.

https://doi.org/10.13189/ujer.2020.0 80848

Syaiful, Kamid, Muslim, Huda, N., Mukminin, A., & Habibi, A. (2020).

Emotional Quotient and Creative Thinking Skills in Mathematics.

Universal Journal of Educational Research, 8(2), 499–507.

https://doi.org/10.13189/ujer.2020.0 80221

Tyaningsih, R. Y., Novitasari, D., Hamdani, D., Handayani, A. D., &

Samijo, S. (2020). Pemberian Scaffolding terhadap Berpikir Pseudo Penalaran Siswa dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi.

Journal of Science and Education

(JSE), 1(1), 20–31.

https://doi.org/10.56003/jse.v1i1.9 Villamar, A. J., Gayagoy, M., Matalang,

F., & Catacutan, K. J. (2020).

Usefulness of Mathematics Subjects

in the Accounting Courses in Baccalaureate Education.

Mathematics and Statistics, 8(1), 27–31.

https://doi.org/10.13189/ms.2020.08 0103

Vogel, F., Kollar, I., Fischer, F., Reiss, K., & Ufer, S. (2022). Adaptable Scaffolding of Mathematical Argumentation Skills: The Role of Self-regulation When Scaffolded with CSCL Scripts and Heuristic Worked Examples. International Journal of Computer-Supported Collaborative Learning, 1–26.

Wahyudi, W. (2017). Scaffolding Sesuai Gaya Belajar Sebagai Usaha Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran, 7(02), 144.

https://doi.org/10.25273/pe.v7i2.180 3

Winarso, W., & Toheri, T. (2021). An Analysis of Students’ Error in Learning Mathematical Problem Solving: The Perspective of David Kolb’s Theory. Turkish Journal of Computer and Mathematics Education (TURCOMAT), 12(1), 139–150.

Wulandari, S., & Gusteti, M. U. (2021).

Defragmentation of Preservice Teacher’s Thinking Structures in Solving Higher Order Mathematics Problem. Journal of Physics:

Conference Series, 1940(1), 1–9.

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1940/1/012099

Zimmerman, H. T., & Land, S. M.

(2022). Supporting children’s place- based observations and explanations using collaboration scripts while learning-on-the-move outdoors.

International Journal of Computer- Supported Collaborative Learning, 1–28.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian scaffolding tingkat 2 berdasarkan Anghileri, yaitu explaining, reviewing, and restructuring pada semua tipe kesalahan yang dilakukan subjek penelitian menunjukkan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tipe kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah konseptual pada materi SPLTV yang ditinjau berdasarkan analisis kesalahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan siswa SMP N 2 Tuntang dalam menyelesaikan soal cerita materi SPLDV menggunakan analisis

Tipe kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matematika materi peluang antara lain, dalam proses memahami masalah yaitu

Secara umum proses berpikir siswa kelas VIII E MTs Al- Ma’arif Tulungagung dalam materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). adalah pada tahapan aksi

siswa yang memiliki kemampuan matematika sedang berada pada tahapan aksi,.

Subjek tersebut telah mampu mengorganisasi aksi, proses, dan objek yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan kuadrat tersebut

Tipe kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah matematika materi peluang antara lain, dalam proses memahami