Keterampilan Bermain Drama
Dr. Dewi Indrapangastuti, M.Pd.
Pengertian Drama
• Drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, beraksi, atau action (Waluyo, 2001:2).
• Menurut Ferdinant Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action.
• Menurut Belthazar Vertagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak (Harymawan, 1993:1-2).
• Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas (Waluyo, 2001: 1).
• Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa drama adalah sebuah rangkaian cerita yang berisi konflik manusia, berbentuk dialog, yang diekspresikan melalui pentas dpertunjukan dengan menggunakan percakapan dan action
dihadapan para penonton.
Klasifikasi Drama
a. Tragedi (Drama Duka atau Duka Cerita) Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung.
Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar.
Dengan kisah tentang bencana ini, penulis naskah mengharapkan agar penontonnya memandang kehidupan secara optimis. Pengarang secara
bervariasi ingin melukiskan keyakinannya tentang ketidaksempurnaan manusia. Cerita yang dilukiskan romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang
dilukiskan seringkali mengungkapkan kekecewaan hidup karena pengarang mengharapkan sesuatu yang sempurna.
b. Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Alur dan penokohan seringkali dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan
penonton.
c. Komedi (Drama Ria)
Komedi adalah drama ringan yang sifatnya
menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir
dengan kebahagiaan. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan
kelucuan atau tawa riang.
d. Dagelan (Farce)
Dagelan disebut juga banyolan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, tidak berdasarkan
perkembangan struktur dramatik dan
perkembangan cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Alurnya longgar dan struktur dramatiknya bersifat lemah.
Drama sebagai Sastra (Naskah Drama)
• Seni sastra (naskah drama) akan menjadi seni drama (tontonan
drama) jika naskah tersebut dimainkan. Tontonan drama amat unik, karena bukan hanya melibatkan aktor saja, melainkan melibatkan
berbagai seniman. Sedangkan gedung pementasan drama sebenarnya tempat berkumpulnya para seniman: sastrawan, aktor, komponis,
pelukis, dan lain-lain (Wiyanto 2005:129).
• Para seniman itu bekerjasama sesuai dengan bidangnya masing- masing untuk mewujudkan seni drama yang akan dinikmati
keindahanya oleh penonton. Selain melibatkan banyak seniman,
tontonan drama juga mengandung banyak unsurunsur yang tidak
dapat dipisahkan dari keutuhan pementasan drama.
Unsur-unsur Pembangun Drama Pentas
a. Tata Pentas dan Dekorasi
Tata pentas atau dekorasi dalarn pertunjukkan drama biasanya disesuaikan dengan kebutuhan penonton dan lakonya untuk memberikan
kenyamanan penonton dan juga dapat membantu memudahkan pengimajinasian seorang aktor sekalipun.
b. Lakon atau Cerita
Lakon atau cerita merupakan unsur yang
esensial dalam sebuah drama. Berangkat dari lakon/cerita inilah para pelaku menampilkan diri di depan penonton, baik dengan geraknya
(acting) maupun wawankatanya (dialog).
c. Pemain
Pemain atau pemeran adalah orang-orang yang harus menerjemahkan dan sekaligus
menghidupkan setiap kata dari sebuah naskah drama. Pemain berfungsi sebagai alat
pernyataan watak dan penunjang tumbuhnya alur cerita. Dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pemain adalah setiap orang yang terlibat dalam sebuah pagelaran, misalnya sutradara, aktor/ aktris, dan staf artistik (Suharianto 2005:61).
d. Tempat
Yang dimaksud tempat dalam drama adalah gedung, lapangan, atau arena lain yang
dipergunakan sebagai tempat pertunjukan.
e. Penonton atau Publik
Penonton atau publik adalah merupakan bagian yang sempurna, lengkap di dalam sebuah
pagelaran drama pertunjukan dengan lakon itu sendiri. Sebab, tanpa adanya penonton tidak pernah akan ada drama dalam arti yang
sesungguhnya. Banyak sedikitnya penonton menjadi sebuah ukuran keberhasilan
pertunjukan drama.
f. Tata Rias dan Busana
Untuk menciptakan peran sesuai dengan
tuntutan lakon yang akan dibawakan, tata rias atau seni menggunakan kosmetik sangatlah diperlukan. Adapun fungsi pokok rias adalah untuk membantu seorang tokoh dalam
mengubah watak baik dari segi fisik, psikis, dan sosial. Tujuan utama fungsi bantuan rias adalah untuk memberikan tekanan terhadap peran yang akan dibawakan oleh seorang aktor.
g. Tata Lampu
Tata lampu bertujuan untuk memberikan
pengaruh psikoiogis seorang aktor dan sekaligus berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) serta sebagai penunjuk waktu suasana pentas yang
berlansung.
h. Ilustrasi Musik dan Tata Suara
Ilustrasi musik dalam sebuah pertunjukkan dapat juga menjadi bagian dari lakon, akan tetapi yang paling banyak adalah sebagai
ilustrasi atau sebagai pembuka. Sedangkan tata suara berfungsi untuk memberikan efek suara yang akan membantu seorang aktor untuk menguatkan penghayatan peran. Suara yang jelas dalam pengucapan dialog akan membuat penonton dapat menangkap jalan cerita drama yang dipertunjukkan.
Hakikat Bermain drama
• Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan peserta didik terlebih dahulu harus
mempersiapkan naskah atau skenario, pelaku, dan perlengkapan pementasan.
• Melalui dramatisasi, peserta didik dilatih untuk mengekspresikan perasaannya dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan. Hamzah (2011:28) menyatakan bahwa bermain drama merupakan suatu kemampuan untuk mengenal perasaanya sendiri dan perasaan orang lain agar memperoleh cara berperilaku baru untuk
mengatasi/memecahkan masalah.
• Menurut Boleslavsky (dalam Harymawan 1988:30), bermain drama adalah memberi bentuk lahir pada watak dan emosi aktor, baik dengan laku atau ucapan. Menciptakan sebuah peranan berarti menciptakan keseluruhan hidup sukma manusia di atas pentas, baik fisik, mental, maupun emosional.
• Bermain drama berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti
perasaan, sikap, dan nilai yang mendasarinya. Hal ini diungkapkan Rahmanto (1988:89) bahwa
dengan menghayati berbagai macam peran, peserta didik akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan kehidupan yang
dihadapinya.
Pembelajaran Drama
• Seni drama (sandiwara) adalah bagian dari pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia yang mempunyai nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai
kewarganegaraan, kebangsaan,
kebudayaan dan kemasyarakatan, dan segi pemahaman dan pemakaian
Bahasa Indonesia (Purwanto 1968:142).
• Melalui pengajaran drama, manfaat pengajaran drama bagi peserta didik di antaranya adalah dapat
mengantarkan peserta didik menuju kekedewasaan yang dilakukan dengan mengajak peserta didik berlatih
mengalami berbagai macam
pengalaman hidup dalam naskah yang dibawakan.
• Dalam pembelajaran drama, peserta didik tidak cukup jika hanya diberi pengetahuan tentang drama, tetapi mereka harus mampu untuk
mengapresiasi (unsur yang termasuk
afektif), dan mementaskan (psikomotor) (Waluyo, 2007:167).
• Jadi dalam pembelajaran, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dapat
diperoleh secara merata oleh peserta didik. Dalam setiap pengajaran,
termasuk pengajaran drama, tujuan harus dapat diketahui secara jelas. Hal ini agar proses pembelajaran lebih
terfokus, sehingga apa yang menjadi
tujuan dari pembelajaran tersebut
dapat tercapai.
Tujuan Pembelajaran Bermain Drama
• Tujuan pembelajaran bermain
drama di sekolah dimaksudkan agar peserta didik lebih meningkatkan kemampuan mengapresiasi karya sastra (drama) yang dapat
mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, rnenikmati clan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti,
menghargai sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia, serta
meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa (BSNP 2006).
• Dalam pembelajaran drama, pementasan drama memasuki
kawasan psikomotorik, akan tetapi dijiwai oleh aspek kognitif dan afektif.
Ketiga hal tersebut menyatu dalam diri aktor yang bermain drama.
Keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik akan
melahirkan suatu acting yang baik.
Keterampilan Bermain Drama
• Keterampilan bermain drama adalah keterampilan seseorang dalam
memerankan suatu peran atau karakter tokoh yang ada di dalam drama.
• Kemampuan memerankan karakter tokoh dalam bermain drama tidak terlepas dari dialog dan gerakan,
karena inti dari sebuah drama adalah pada kedua aspek tersebut.
Harymawan (1993:45) menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus
diperhatikan oleh seorang aktor ketika memerankan sebuah karakter tokoh.
Ketiga hal tersebut adalah:
a. Mimik. Mimik adalah pernyataan atau perubahan muka: mata, mulut,
bibir,hidung, kening. Mimik juga dapat diartikan sebagai ekspresi wajah.
b. Gestur. Gestur atau plastik merupakan cara bersikap dan gerakan-gerakan
anggota badan.
c. Diksi. Yang dimaksud diksi di sini
merupakan cara penggunaan suara atau
ucapan.
Teknik Bermain Drama
• Yang dimaksud dengan teknik bermain drama adalah cara atau metode yang digunakan agar pemeran dapat menyatukan dan
mendayagunakan secara professional segala peralatan ekspresi yang dimiliki oleh pemeran (Achmad 1990:61).
• Menurut Rendra (1976:8) bahwa dalam bermain drama ada dua hal yang mendasarinya, yaitu teknik dan bakat. Bermain drama tanpa teknik hanya akan menjadi gairah yang asyik tapi tidak komunikatif, sedangkan bermain drama tanpa bakat tidak akan menjadi suatu
permainan yang memiliki keindahan. Oleh karena itu, teknik dan bakat haruslah dimiliki oleh seorang aktor agar permainan menjadi
komunikatif.
Teknik dasar yang perlu dipelajari dalam bermain drama (Rendra 1976:12-78):
1) teknik muncul,
2) teknik memberi isi,
3) teknik pengembangan,
4) teknik membina puncak-puncak, 5) teknik timing,
6) teknik penonjolan,
7) keseimbangan peran,
8) pengaturan tempo permainan, 9) latihan sikap badan dan gerak yakin,
10) teknik ucapan, dan
11) latihan menanggapi atau
mendengarkan.
Boleslavky mengemukakan bahwa kemampuan yang harus dipelajari seorang aktor ketika bermain drama adalah sebagai berikut:
a. Konsentrasi, adalah pemusatan perhatian
pada berbagai aspek dalam mendukung
kegiatan seni perannya. Pemusatan perhatian ini amat perlu dilakukan, karena jika tidak, pemain akan tetap hadir sebagai dirinya sendiri dan
bukan sebagai tokoh yang diperankannya.
b. Kemampuan mendayagunakan kemampuan emosional
, yaitu kemampuan seorang pemain untuk menumbuhkan bermacam-macam bentuk emosional dengan kemampuan dan kualitas
yang sama baiknya, di dalam berbagai situasi.
c. Kemampuan laku dramatik
, yaitu
kesanggupan pemain di dalam melakukan sikap, tindakan, serta perilaku yang merupakan
ekspresi dari tuntutan emosi.
d. Kemampuan membangun karakter
, yaitu kesanggupan pemain drama untuk lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya sendiri selama bermain drama.
e. Kemampuan melakukan observasi, yaitu
kesanggupan pemain drama untuk melakukan pengamatan terhadap sikap aktivitas manusia di dalam kehidupan sehari-hari.
f. Kemampuan menguasai irama
, yaitu
kesanggupan pemain untuk menguasai tempo permainan, sehingga pementasan
memberikan suspence kepada penonton
(dalam Hasanuddin, 1996:175-179).
Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain drama yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran:
a. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.
b. Memilih partisipan/peran. Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru
mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran.
c. Menyusun tahap-tahap peran. Menyusun tahap- tahap baru, pada tahap ini para pemeran
menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan.
d. Menyiapkan pengamat. Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat ini dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan
menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya.
e. Pemeranan. Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing.
Merka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya.
f. Diskusi dan evaluasi. Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam
bermain drama, baik secara emosional maupun secara intelektual.
g. Pemeranan ulang. Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut.
h. Diskusi dan evaluasi tahap dua. Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas.
i. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama
bermain drama ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya.
Rendra (1976:69-72) mengemukakan teori acting (bermain drama), yang disebut dengan teori jembatan keledai, yang meliputi 11 langkah, yang
disebutnya sebagai teknik menciptakan peran:
a. Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang peran dalam drama itu.
b. Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus dikerjaknnya, kemudian ditinjau, manakah yang harus ditonjolkan sebagai alasan untuk tindakan tersebut.
c. Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus ditonjolkan.
d. Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna tersirat untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar.
e. Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap, dan langkah yang dapat mengekspresikan watak tersebut di atas.
f. Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu dengan sempurna, agar gerakan-gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.
g. Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan ucapan, serta penekanannya, pada watak-watak sang peran itu.
h. Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap perincian watak-watak itu, disajikan dalam
tangga menuju puncak, dan tindakan yang terkuat dihubungkan dengan watak yang terkuat pula.
i. Mengusahakan supaya perencanaan tersebut tidak
berbenturan dengan rencana atau konsep penyutradaraan.
j. Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran dan diusahakan dihapal agar menjadi
kebiasaan oleh sang peran.
k. Menghayati dan menghidupkan perannya dengan imajinasi melalui jalan pemusatan perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan. Proses ini, boleh dikatakan proses
meleburkan diri, encounter, di mana terjadi penjiwaan mantap (Rendra 1976:69-72).
Menurut Djajakusumah (dalam Tarigan 1985:98) langkah-langkah bermain drama secara umum
memiliki tiga tahapan yaitu:
(1) tahap persiapan, (2) tahap latihan,
(3) malam perdana.
Tahap Persiapan
1) Memilih Cerita
Pada langkah ini merupakan kegiatan memilih cerita yang nantinya dipentaskan sesuai dengan maksud pementasan.
Pemilihan naskah cerita juga harus memenuhi baik tidaknya tema, plot, struktur, dan lain-lain. Kesemuanya ini harus sudah
ditentukan dengan sebaik-baiknya.
2) Mendapatkan ijin tertulis dari pengarang
Mendapatkan ijin dari pengarang suatu cerita itu sangatlah
penting. Pengarang memiliki hak atas karyanya secara penuh dan kita tidak akan melanggar hak pengarang dan menyalahi aturan hukum.
3) Memilih Sutradara
Sutradara bertugas untuk mengatur jalannya pertunjukkan. Tugas seorang sutradara sangatlah berat. Oleh karena itu, haruslah dipilih orang yang tepat untuk menghasilkan karya yang menaik dan kreatif.
4) Sutradara memilih Pendamping
Pendamping di sini bukanlah pendamping hidup, melainkan orang yang membantu sutradara di balik layar. Orang-orang yang dipilih juga harus orang-orang yang mengerti bidang yang akan diisi. Tugas mereka yaitu mengatur setiap detil pertunjukkan mulai dari tata lampu, dekorasi panggung, kostum pelaku, dan tata rias untuk pelaku.
5) Mempelajari Naskah
Setiap pemain wajib untuk mempelajari naskah tersebut.
Naskah ada yang mudah untuk dipahami namun ada pula yang membutuhkan kajian lebih dalam.
6) Menyusun Buku Kerja
Buku kerja juga merupakan tanggung jawab sutradara. Dari buku kerja tersebut sutradara bisa memberikan catatan- catatan dalam mnegatur pertunjukkan, dan kelak akan berguna untuk dokumentasi.
7) Sutradara memilih Pelaku
Pemain haruslah dipilih dari orang yang dapat memegang roll atau peranan yang dapat mengekspresikan tokoh yang nantinya akan dimainkan olehnya. Pemilihan pemain dapat juga dengan melalui casting.
Tahap Latihan
1) Latihan Membaca
Tujuan dalam membaca menurut Rivers (dalam Ahmadi 1990:
23) ada beberapa tujuan dalam membaca salah satunya menunjukkan bahwa pembaca memerlukan instruksi untuk dapat melaksanakan sesuatu atau ingin melaksanakan
aktivitas menyenangkan seperti bermain drama.
2) Latihan Blocking
Latihan ini bertujuan untuk menentukan bloking setiap
pemain, yakni gerak dan pengelompokan pemain. Sedangkan setiap gerak, mimik, haruslah mempunyai arti dalam
pengekspresian lakon yang dibawakan pemain dengan wajar dan mempunyai alasan yang tepat.
3) Latihan Karya
Pelaku harus sudah mampu menghafal dialog di luar kepala.
Pada tahap ini pelaku harus bisa mengembangkan
interpretasi dan gerak laku disinkronisasikan, gerak-gerak kecil harus mampu menggambarkan watak tokoh.
4) Latihan Pelicin
Latihan ini juga bisa disebut dengan latihan lengkap atau running merupakan latihan secara keseluruhan, mulai dari dialog dan pengaturan pentas tanpa adanya selingan atau interupsi. Banyaknya latihan ditentukan panjang atau
sulitnya naskah dan kemampuan serta kerjasama antara para pendukung lakon tersebut (Taylor 1984 : 22).
5) Latihan Umum
Latihan ini sangat diperlukan sebelum melakukan
pementasan. Di sini tugas sutradara telah selesai. Sekarang giliran para pendamping sutradara yang akan bertugas. Dan pada latihan ini pelaku dan pendamping sutradara
dibiasakan untuk menghadapai layaknya pertunjukkan yang sebenarnya.
Malam Perdana/Pementasan
•
Malam perdana adalah malam yang peling dinantikan. Setelah bekerja keras selama ini, hasilnya akan ditentukan pada malam ini. Klimaks dari jerih payah selama berhari-hari, dan penonton pun mengharapkan pertunjukkan yang memuaskan dan berhasil dengan baik.
•
Pementasan atau malam perdana merupakan klimaks dari hasil latihan yaing telah ditempuh selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan mungkin sampai mencapai berbulan-bulan lamanya untuk mementaskan hasil karya berupa gerak akting/berpura-pura yang berupa pementasan drama.
•
Pada saat bermain drama, imajinasi bagi aktor merupakan hal yang sangat penting karena aktor harus pura-pura menjadi orang lain. Dalam berpura-pura itu seorang aktor harus dapat menampilkan pengimajinasian yang wajar, artinya seorang aktor tidak menampilkan
pengimajinasian yang berlebihan. Dalam situasi yang demikian, aktor membutuhkan ingatan visual (imajinasi). sehingga kepura-puraannya tidak diketahui oleh penonton. Aktor juga
harus dapat meyakini bahwa yang main di panggung adalah kenyataan.
Pasca-pementasan
• Dalam pasca-pementasan, pementasan yang sudah berlangsung diadakan penilaian-penilaian terhadap unsur-unsur yang terdapat
dalam drama seperti; kinesik (gerak tubuh), penggunaan lafal pemain, penggunaan tekanan, bahasa, intonasi dan mimik.
• Terdapat juga saran dan kritikan terhadap pementasan yang sudah berlangsung dengan tujuan mengerti kekurangan-kekurangan
pementasan guna refleksi terhadap pementasan selanjutnya.
• Pada tahap tindak lanjut yang harus dilakukan adalah dengan
menindak lanjuti kekurangan-kekurangan yang telah disimpulkan
pada saat evaluasi pascapementasan, dengan cara memperbaiki,
melakukan latihan-latihan, agar saat pementasan selanjutnya lebih
maksimal dan terarah.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Bermain Drama
a. Penghayatan
Menghayati berarti memahami secara penuh isi drama (Doyin 2008:73). Sedangkan menurut Wirajaya
(2008:72) penghayatan adalah kedalaman pemaknaan terhadap isi dialog, karakter tokoh, dan karakter
keadaan/situasi (susah, senang, dan lain-lain).
b. Mimik
Mimik diartikan sebagai ekspresi gerak-gerik wajah (air muka) untuk menunjukkan emosi yang dialami pemain (Wiyanto 2002:14). Wirajaya (2008:72) menambahkan, mimik adalah ekspresi raut muka yang menampakkan karakter atau watak tokoh yang diperankan.
c. Gesture
Gesture adalah gerak-gerak besar yang dilakukan, yaitu gerakan tangan, kaki, kepala, dan tubuh pada umumnya yang dilakukan pemain (Wiyanto 2002:14). Gerak ini adalah gerak yang dilakukan secara sadar.
d. Lafal/Artikulasi
Lafal adalah kejelasan ucapan (Doyin 2008:81).
Artikulasi yang dimaksud adalah pengucapan kata melalui mulut agar terdengar dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/
penonton dapat mengerti pada kata kata yang diucapkan
e. Intonasi
Intonasi berkaitan dengan dialog terhadap kata- kata yang dianggap penting dan pembedaan nada untuk bentuk dialog tanya, seruan, perintah,
permohonan, dan sebagainya (Wirajaya 2008:72).
f. Volume Suara
Volume suara yang baik adalah yang dapat terdengar sampai jauh.
Keterampilan Dasar Peran
a. Kesadaran indra
Kesadaran indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Kesadaran ini diperlukan untuk menciptakan alasan bagi laku yang dilakukan pemeran di atas pentas.
b. Ekspresi
Ekspresi berkaitan dengan keterampilan pemeran mengekspresikan perasaan dan emosi manusia, baik emosinya sendiri maupun emosi orang lain. Seorang pemeran diharapkan mempunyai koleksi emosi agar dengan mudah berimprovisasi ketika memerankan
seorang tokoh. Ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk laku (gerak) dan vokal (suara).
c. Improvisasi
Improvisasi mencakup tiga pengertian, yaitu 1) menciptakan, merangkai, memainkan, menyajikan,
sesuatu tanpa persiapan; 2) menampilkan sesuatu dengan mendadak; 3) melakukan sesuatu begitu saja secara
spontan dan apa adanya.
d. Pernapasan
Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat leher dan bahu harus dihindari. Penguasaan pernapasan akan menghasilkan dua hal: 1) menjaga stabilnya suara, sekaligus
memberikan kemungkinan kepada pemeran untuk membuat vokal menjadi lentur sesuai dengan tuntutan peran; 2) menciptakan akting yang wajar dan memikat.
e. Vokal
Untuk menjadi seorang pemeran yang baik, maka pemeran mernpunyai dasar vokal yang baik pula. Baik di sini diartikan sebagai: 1) dapat terdengar (dalam jangkauan penonton, sampai penonton, yang paling belakang), 2) jelas (artikulasi/pengucapan yang tepat), dan 3) tidak monoton.
f. Karakterisasi
Karakterisasi berkaitan dengan bagaimana seorang pemeran memposisikan dirinya pada seorang tokoh. Untuk itu, seorang pemeran harus mengetahui keseluruhan diri tokoh yang akan diperankan, meliputi ciri fisik, ciri sosial, ciri psikologis, dan ciri moral.
Karakterisasi adalah suatu usaha untuk menampilkan karakter atau watak dari tokoh yang diperankan.
Aspek Penilaian dalam Bermain Drama
a. Pelafalan
Menurut KBBI (2002:623) lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa saat mengucapkan bunyi bahasa. Didalam pelafalan mencakup poin-poin yang mendukung dalam bermain drama yaitu artikulasi (kejelasan pengucapan), jeda dan intonasi (yang berfungsi sebagai pemenggalan kata atau kalimat sehingga menjadi intonasi pengucapan yang sesuai dengan konteks pembicaraan).
b. Intonasi
Intonasi adalah naik-turunnya lagu kalimat. Seorang tokoh atau pemain drama dalam melakukan dialog harus
menggunakan intonasi agar permainan drama yang dipentaskan tidak terasa monoton, datar, dan
membosankan. Ada tiga macam tatanan intonasi, yaitu: (1) tekanan dinamik (keras-lemah); (2) tekanan nada (tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata); dan (3) tekanan
tempo (memperlambat atau mempercepat pengucapan).
c. Ekspresi
Menurut KBBI (2002:291) ekspresi adalah (1) pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu
memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dsb); (2) pandangan air muka yang
memperlihatkan perasaan seseorang. Ekspresi keluar secara alamiah, baik itu berbentuk perasaan atau ide
secara khas. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya.
d. Improvisasi
Improvisasi adalah (1) menciptakan, merangkai,
memainkan, menyajikan, sesuatu tanpa persiapan; (2) menampilkan sesuatu dengan mendadak; (3) melakukan begitu saja. Improvisasi juga dapat diartikan menciptakan plot yang sangat singkat dan mewujudkan dengan dialog yang tidak direncanakan dan dilatih sebelumnya.
Improvisasi melibatkan dua atau lebih aktor terlibat didalamnya. Teknik ini digunakan sebagai eksperimen dengan suara, karakter, adaptasi dengan lingkungan yang berbeda, emosi serta variasi gerakan tubuh.