Judul : Pengaruh Penerapan Strategi Penerapan Komunitas (SP) Terhadap Stigma Komunitas Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrandu Kab. Stigma masyarakat sebanyak 65% mengalami peningkatan nilai positif melalui dukungan sosial yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa dan keluarganya. Stigma sosial yang positif mungkin berguna dalam memberikan dukungan terhadap kekambuhan pasien gangguan jiwa.
Pengaruh penerapan strategi implementasi komunitas (SP) terhadap stigma komunitas pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Ngrandu Kab. Pengaruh penerapan strategi komunitas (SP) terhadap stigma komunitas pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Ngrandu Kab. Mengetahui pengaruh penerapan strategi implementasi komunitas terhadap stigma masyarakat pada pasien gangguan jiwa di Desa Ngrandu wilayah kerja Puskesmas Ngandu Kabupaten Ponorogo.
Konsep Gangguan Jiwa Pengertian Pengertian
- Skizofrenia
- Etiologi
- Tanda dan gejala skizofrenia
- Gejala positif dan negatif
- Prognosis
- Sampel
Dikutip oleh Yosep (2008) pola interaksi antara orang tua dan anak yang tidak cocok (disharmonious) dalam keluarga seringkali menimbulkan gangguan jiwa seperti gangguan kepribadian dan gangguan penyesuaian dalam interaksi sosial. Lebih dari 50% pasien digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan rawat inap berulang kali, gejala yang memburuk, episode gangguan mood utama, dan upaya bunuh diri. Kriteria B mensyaratkan bahwa gangguan fungsional, jika tidak memburuk, terjadi setelah 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan.
Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik dikeluarkan karena; (1) tidak ada episode manik dan depresi; (2) jika episode mood terjadi selama fase aktif gejala, durasi totalnya lebih pendek dibandingkan dengan durasi periode aktif atau sisa. Stigma merupakan suatu sifat buruk yang dimiliki oleh seorang individu atau sekelompok orang, sehingga seseorang atau suatu kelompok tidak lagi diakui sebagai individu atau kelompok yang utuh dengan sifat-sifat yang berbeda-beda, melainkan hanya atas dasar sifat atau sifat buruknya saja (Djuari dan Karimah , 2015). . Goofman (1963) menyatakan bahwa stigma adalah serangkaian sikap, keyakinan, pemikiran dan perilaku negatif yang mempengaruhi individu atau masyarakat umum untuk takut, menolak, menghindari, berprasangka buruk dan membedakan seseorang dari orang lain.
Sayangnya, perilaku yang mencerminkan stigma gangguan jiwa seringkali dilakukan secara sengaja dan tidak sengaja oleh keluarga, masyarakat umum, profesional kesehatan jiwa, pembuat kebijakan, penyedia asuransi kesehatan, dan bahkan individu dengan gangguan jiwa itu sendiri. tentang gangguan jiwa (Djuari dan Karimah, 2015). Stigma terkait gangguan jiwa menyebabkan penderitanya menghindar, kurang memahami dan mendapat dukungan di lingkungan terdekatnya, berkurangnya kesempatan kerja, menyulitkan individu untuk menggunakan haknya dalam pendidikan, pelayanan kesehatan, penggunaan fasilitas umum, mencari tempat tinggal. dan melakukan aktivitas. Stigma terkait dengan ciri-ciri individu yang diketahui secara umum, seperti mantan narapidana, pasien di rumah sakit jiwa, dan lain-lain.
Pemilihan karakteristik yang menonjol dan pembuatan label bagi individu atau kelompok merupakan pencapaian sosial yang harus dipahami sebagai komponen penting dari stigma. Hubungan antara label dengan atribut negatif akan menjadi pembenaran ketika individu yang diberi label yakin bahwa dirinya benar-benar berbeda sehingga proses stereotipe dapat dikatakan berhasil (Link dan Phelan dalam Scheid dan Brown, 2010). Individu yang mengalami kondisi irreversible cenderung mengambil sikap yang lebih negatif dari orang lain.
Disruptiveness, menunjukkan tanda-tanda yang diberikan orang lain kepada individu yang menimbulkan ketegangan atau menghambat interaksi interpersonal. Komponen kedua adalah munculnya keyakinan dari budaya individu terhadap karakteristik individu atau kelompok lain dan menimbulkan stereotipe. Komponen ketiga adalah penempatan individu atau kelompok yang telah diberi label sebagai individu atau kelompok ke dalam kategori yang berbeda sehingga terjadi segregasi.
Alat dan Bahan penelitian
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan terhadap subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017). Tahapan pengumpulan data selanjutnya adalah.. a) mengajukan izin penelitian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten. b) setelah mendapat balasan dari Dinas Kesehatan menyampaikan surat kepada Bakesbangpol Kabupaten. c) mengajukan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas Ngrandu.
Analisa Data
Peneliti melindungi privasi responden dengan menggunakan kode berupa nomor urut ketidakhadiran responden dan tanpa mencantumkan nama responden dalam kuesioner dan ringkasan hasil penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan proses penelitian kepada seluruh responden kelompok terapi dan kontrol. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ngrandu Ponorogo yang terletak di Jalan Raya Ngrandu nomor 18 Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo.
Beberapa program kesehatan jiwa yang berada dalam lingkup kerja Puskesmas Ngrandu adalah asesmen – pengobatan pasien gangguan jiwa, rujukan ke RS Ngawi, RS Menur, RS Lawang dan RS Surakarta. Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa dari 20 orang yang disurvei dalam penelitian ini, sebagian besar berusia 41-60 tahun (dewasa madya) sebanyak 80% (16 orang), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 65% dengan tingkat pendidikan. sebagian besar responden adalah siswa SMA sebanyak 50% atau 10 responden.
Data Khusus dan Analisis
Menurut Maramis (2004) dalam (Bahari et al., 2017) gangguan jiwa psikotik adalah suatu gangguan jiwa kronik yang dapat disebabkan oleh gangguan organik/fungsional dengan gejala berkurangnya kemampuan berpikir, emosi, ingatan, berkomunikasi, menafsirkan dan berperilaku. sesuai kenyataan, sehingga kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan terganggu. Pada dasarnya stigma positif ini dapat bermanfaat bagi pasien dan keluarga dalam memberikan dukungan baik secara materiil maupun non materil terhadap kemungkinan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa. Dukungan sosial masyarakat terhadap keluarga juga dapat meningkatkan perilaku positif keluarga terhadap pasien gangguan jiwa dalam memberikan perawatan.
Saat ini pengobatan pasien gangguan jiwa sudah bisa berbasis lingkungan dan tidak harus dibawa ke rumah sakit jiwa. Penelitian Teresha (2015) menyatakan bahwa masyarakat yang telah mempunyai pengetahuan tentang kesehatan jiwa dapat memberikan sikap yang lebih positif terhadap pasien gangguan jiwa, hal ini diperkuat oleh Mestdagh (2013) yang dikutip oleh (Purnama, 2016) yang menyatakan bahwa pelayanan terhadap klien dengan gangguan jiwa didasarkan. Responden yang berinteraksi dengan baik dengan pasien gangguan jiwa baik secara terus menerus maupun tidak akan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pasien dan memberikan dukungan sosial kepada keluarga.
Keterlibatan responden sebagai tokoh masyarakat (perangkat desa) yang menjamin interaksi positif dengan pasien gangguan jiwa dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat sekitar. Peran komunitas pasien penyakit jiwa adalah dengan memberikan salam yang baik dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk membantu pekerjaan rumah tangga, maka kegiatan tersebut dapat memberikan kontribusi positif bagi kesembuhan pasien. Penelitian Mesdagh (2013) menunjukkan bahwa masyarakat tidak percaya bahwa klien gangguan kesehatan jiwa yang menjalani pengobatan kesehatan jiwa dapat disembuhkan.
Apalagi masyarakat berpendapat bahwa pengobatan gangguan jiwa pada awalnya ditangani dengan cara yang tidak ilmiah karena gangguan jiwa dianggap pengaruh setan atau sikap memberontak dari orang yang sakit jiwa (Amir, 2004) dalam (Purnama, 2016). Responden kategori ini mempunyai pendidikan menengah, menurut Rinancy (2018), salah satu faktor yang mempengaruhi stigma sosial terhadap pasien gangguan jiwa adalah tingkat pendidikan. Masyarakat membutuhkan informasi kesehatan jiwa dalam menyikapi dan berinteraksi dengan pasien gangguan jiwa.
Dengan demikian penyebab stigma masyarakat mungkin juga dipengaruhi oleh riwayat penyakit jiwa yang sudah lama ada di masyarakat.
Keterbatasan Penelitian
Rinancy, 2018) menyatakan dalam penelitiannya bahwa faktor yang mempengaruhi stigma masyarakat antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap dan budaya. Keberlanjutan dan kesinambungan informasi kesehatan kepada masyarakat diharapkan mampu membentuk kebiasaan berperilaku positif yang berkelanjutan. Menariknya dalam penelitian ini adalah hampir semua pasien memiliki riwayat kesehatan ≥ 5 tahun, serta hubungan jangka panjang dengan orang yang berusia > 5 tahun.
Menurut Rahmawati, Keliat dan Wardhani (2014) dalam (Widodo, 2018) bahwa pasien dengan riwayat penyakit ≥ 5 tahun mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami kekambuhan. Kejadian tidak diharapkan atau kejadian yang dialami pasien dapat berasal dari dalam/lingkungan keluarga atau masyarakat akan berdampak pada kekambuhannya. Hal ini sesuai dengan Wiramihardja (2017) dalam (Widodo, 2018) bahwa kekambuhan terjadi karena kejadian buruk sebelum akhirnya kambuh.
Strategi implementasi masyarakat juga mengajarkan pasien untuk berkontribusi dengan mengajarkan pasien untuk patuh minum obat atau mengontrol puskesmas. Nilainya tetap ada kemungkinan responden belum memahami dan tidak memiliki informasi tentang kesehatan jiwa serta terbiasa berinteraksi dengan pasien.
Kesimpulan
Saran 1) Responden
Pengaruh terapi individu generalis dengan pendekatan strategi penerapan komunikasi terhadap frekuensi halusinasi pada pasien halusinasi. Diperoleh 25 Oktober 2019 dari tirto.id: https://tirto.id/stigma-social-dinding-kesembuhan-penderita-GGguan-jiwa-ekv2. Stigma, stigmatisasi, perilaku kekerasan dan ketakutan pada Orang Dengan Penyakit Jiwa (ODGJ) di Indonesia: Penelitian Constructivist Grounded Theory.
Perbedaan pengetahuan, stigma dan sikap antara mahasiswa tahun pertama dan akhir Fakultas Kedokteran Universitas Jember tentang gangguan jiwa. Beliau merupakan dosen program studi DIII Keperawatan Ponorogo Poltekkes Kemenkes Malang yang akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Penerapan Komunitas (SP) terhadap Stigma Komunitas pada Penderita Gangguan Jiwa di wilayah kerja Puskesmas Ngrandu. Kab Sehubungan dengan penelitian ini, kami mohon kesediaannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Strategi Implementasi Masyarakat terhadap pengurangan stigma masyarakat pada pasien gangguan jiwa di Desa Ngrandu Wilayah Kerja Puskesmas Ngandu Kabupaten Ponorogo. Identitas Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya data yang Anda kirimkan yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Demikian penjelasan ini saya sampaikan, atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
5 Saya percaya bahwa ODG mempunyai hak untuk bergaul dengan orang lain 6 Saya akan membantu ODG untuk mencapai kesembuhan 7 Saya menganggap orang yang pernah mengalami gangguan jiwa. 11 Menurut saya ODG selalu merugikan orang lain/lingkungan 12 Menurut saya ODG selalu merugikan lingkungan Nilai total. Penyusunan Strategi Penerapan Masyarakat (CP) Untuk Mengurangi Stigma Masyarakat pada Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrandu Kab.
Usia Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pekerjaan Saya akan menerima seseorang yang pernah mengalami penyakit jiwa sebagai teman dekat Saya mempunyai pendapat yang baik tentang ODGJ (orang dengan penyakit jiwa) Mengenal pasien (Terakhir Diketahui) dalam beberapa bulan atau tahun Saya akan merawat ODGJ pada saat yang sama sama seperti orang sehat pada umumnya Hubungan dengan ODGJ Saya yakin orang yang mengalami gangguan jiwa bisa disembuhkan. Saya menilai orang yang pernah mengalami gangguan jiwa bisa hidup dengan baik di masyarakat. Seperti anggota masyarakat lainnya, saya percaya orang-orang yang pernah mengalami gangguan mental menderita seperti anggota masyarakat lainnya. Saya ingin membantu ODGJ mencapai kesembuhan. Saya menganggap ODGJ selalu merugikan orang lain/lingkungan. Saya menganggap ODGJ selalu merugikan lingkungan. Pengaruh penerapan Implementasi Strategi Masyarakat (SP) terhadap penurunan stigma masyarakat pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Ngrandu Kab.