• Tidak ada hasil yang ditemukan

komunikasi antarpribadi dalam konsep diri

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "komunikasi antarpribadi dalam konsep diri"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KONSEP DIRI REMAJA DENGAN ORANGTUA TUNGGAL

Syarifah Halimatussa’diyah

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara

ifah_nad@yahoo.co.id Abstrak

Pemaknaan konsep diri remaja dari keluarga bercerai dibentuk melalui internalisasi diri remaja dalam komunikasi keluarga. Melalui komunikasi yang efektif antara remaja dengan orangtua, remaja tersebut dapat memiliki cermin tentang bagaimana harus bersikap melewati proses perceraian kedua orangtuanya. Orangtua sebagai teladan mengomunikasikan nilai-nilai hidup positif untuk remaja untuk mengembangkan sendiri sesuai keinginannya. Sebab peran oragtua dalampembentukan konsep diri pada remaja hanya sebagai pembimbing. Remaja yang kemudian menginterpretasi diri mereka sendiri menjadi seseorang yang mereka inginkan berdasarkan bimbingan orangtua.

Kata kunci; Komunikasi Antarpribadi, Konsep Diri Remaja, Orangtua Tunggal

(2)

A. PENDAHULUAN

Komunikasi sangat berpengaruh besar dalam melakukan suatu hubungan antarpribadi, begitu pula sebaliknya, karena apabila seseorang sudah dapat melakukan suatu komunikasi dengan baik dan efektif, maka orang tersebut akan semakin mudah dalam melakukan suatu hubungan antarpribadi. Apabila suatu hubungan antarpribadi sudah terjalin dengan baik, maka hal itu akan mempengaruhi sifat komunikasi yang dilakukan antara pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses yang bersifat psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang memiliki suatu pribadi.

Komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback) (Devito, 1989:4).

Orangtua tunggal adalah orangtua yang telah menduda atau menjanda bapak atau ibu, mengasumsikan tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya, perceraian atau kelahiran anak diluar nikah (Hurlock, 1999:199). Hammer&Turner (1990: 190) menyatakan bahwa: “A single parent family consist of one parent with dependent children living in the same household”. Sementara itu menurut pendapat ahli lain (Miller:1995) menyatakan bahwa orangtua

(3)

tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangan.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, keluarga dengan orangtua tunggal adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang mana mereka secara sendirian membesarkan anak anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak anaknya dalam satu rumah. Dalam masyarakat modern saat ini terdapat aneka macam bentuk keluarga. Pada hakekatnya bentuk dalam sebuah keluarga adalah keluarga tradisional, namun pada kenyataannya kehidupan masyarakat saat ini lebih modern. Pada keluarga tradisional, satu satunya kemungkinan bentuk kehidupan keluarga adalah ibu mengurus rumah dan mengasuh anak, sedangkan ayah aktif di luar rumah mencari nafkah.

Tetapi sekarang banyak keluarga di mana suami-istri bekerja. Bahkan ada peran yang terbalik. Seperti ibu bekerja di luar rumah dan ayah tinggal di rumah bersama dengan anak-anaknya.

Tahun 2010, Biro Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa di Indonesia terdapat 65 juta keluarga dan sekitar 14 persen atau sembilan juta dikepalai oleh perempuan. Angka 14 persen dan kenaikan jumlah ibu tunggal tersebut bukanlah angka yang sedikit. Di dalamnya ada beberapa ibu tunggal yang benar-benar mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Keluarga dengan orangtua tunggal dapat dipimpin oleh wanita maupun pria. Namun berdasarkan berbagai sumber mayoritas diseluruh penjuru dunia jumlah keluarga dengan orangtua tunggal wanita lebih banyak dibandingkan dengan keluarga dengan orangtua tunggal pria.

(4)

Remaja, yang dalam bahasa aslinya di sebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescence yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentan kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.

Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas mencakup kematanga mental, emosional, sosial dan fisik. Hurlock dalam (Ali , 2011: 9).

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.

Mereka sudah tidak termasuk golongan anak anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa.

Remaja ada diantara anak anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri”. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir ( Deswita, 2006:192).

Setelah terjadi perceraian, bentuk keluarga akan mengalami perubahan karena kehilangan salah satu dari anggota keluarganya.

Kedekatan fisik, membuat proksimitas (kedekatan) antara ayah, ibu, dan anak berubah. Remaja mengalami kebingungan ketika harus memilih tinggal bersama antara ayah atau ibu. Keluarga bercerai dapat membuat remaja tidak mampu melakukan proses identifikasi pada orangtua. Proses tersebut adalah saat di mana ayah dan ibu tidak dapat berperan sebagai orangtua yang dapat dijadikan cermin

(5)

berperilaku. Ketimpangan keberadaan orangtua yang menjalankan peran ganda sebagai ibu tunggal hanya didapatkan dari salah satu pihak saja.

Ketimpangan peran sebetulnya dapat disikapi dengan perhatian dalam bentuk komunikasi. Pada kenyataannya, masih banyak orangtua yang meluputkan perhatian pada intensitas berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Kesibukan aktivitas mencari nafkah sekaligus mengurus keperluan rumah tangga menjadi kendala orangtua tunggal meluangkan waktu berkomunikasi dengan anaknya. Komunikasi orangtua dan anak-anak akan membuat mereka merasa bebas bercerita mengenai segala hal tanpa harus memendamnya sendiri. Saat mereka memendam perasaan-perasaan dalam diri yang ingin diungkapkan, dampak psikologis bagi anak yang orangtuanya bercerai dapat muncul, terutama bila kondisi anak dalam usia remaja.

Pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak menjadi remaja tersebut mengalami perubahan, pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Pada masa anak-anak beralih ke remaja mereka tidak hanya berubah bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak. Akan tetapi remaja bukan pula orang dewasa yang telah matang. Pada usia ini remaja merasakan masa topan-badai yang mencerminkan kebudayaan moderen yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai karena perubahan perkembangan secara fisik, intelektual, dan emosional. Pada periode inilah masa paling kritis bagi proses pencarian diri.

Remaja sebagai pribadi unik masih mencari minat, nilai, dan tujuan di dalam hidup dalam perbuatan keseharian. Mereka

(6)

membutuhkan panutan yang dapat dijadikan teladan untuk menemukan pijakan prinsip hidup. Setiap perbuatan yang dilakukan kedua orangtua mencerminkan pola hidup yang mereka amati untuk dicontoh. Masa remaja masih berada dalam proses pencarian ‘diri’.

Namun pada realitanya, mereka harus mengalami goncangan batin atas perceraian kedua orangtua mereka

Komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga merupakan media penyampaian bagi orangtua untuk mengajarkan anak-anak tentang segala hal. Anak anak membutuhkan komunikasi agar mereka merasa disayang dan diperhatikan. Selain itu, perhatian orangtua melalui komunikasi menumbuh kembangkan semangat hidup untuk berjuang. Remaja tersebut akan tumbuh berkembang dengan penuh semangat serta memilki motivasi hidup.

Komunikasi antara orangtua dengan anak termasuk dalam hubungan diadik. Interaksi yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bentuk komunikasi yang berpengaruh terhadap hubungan antara keduanya. Menurut Joseph A DeVito menjelaskan komunikasi antarpribadi dalam berbagai definisi. Di antaranya ada definisi yang ditinjau berdasarkan hubungan Diadik (Relational dyadic), yaitu komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas (DeVito, 1997: 231). Komunikasi antarpribadi memiliki lima ciri, yaitu keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan (supportiveness), perasaan positif (positiveness), dan kesamaan (equality) yang menunjukkan rasa menerima orang lain.

Kelima ciri ini seharusnya ada dalam keluarga, di mana ada pertalian batin satu dengan yang lainnya. Keterbukaan dalam

(7)

komunikasi antara orangtua dengan anak merupakan modal dalam memahami masalah yang dihadapi oleh anak (Liliweri 1997: 1).

Dalam kasus remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya akan berbeda dengan remaja yang memiliki kedua orangtua yang utuh. Didalam perkembangannya perilaku yang dihasilkan berkaitan dengan diri sendiri dan juga dengan lingkungan sosial yang dihadapi remaja tersebut. Semua perubahan yang terjadi di dalam diri remaja menuntut remaja tersebut untuk melakukan penyesuaian diri dalam diri dan nantinya akan membentuk suatu

“sense of self” yang baru tentang siapa dirinya. Karena perubahan perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi remaja pada hampir semua area, pada kondisi ini konsep diri berada dalam keadaan terus berubah.

Menurut William D.Brooks dalam (Rakhmat, 2005:105) Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Pendapat lain mengatakan bahwa konsep diri tidak lain dan tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan (Centi 1993: 9).

Konsep diri juga didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Rini,2002:http;/www.e- psikologi.com/dewa/160502.htm).

Cooley dalam (Rakhmat, 1992:99) memberikan pengertian konsep diri dalam suatu gejala “looking glass self (cermin diri)”. Yaitu : Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang

(8)

lain: kedua kita membayangkan orang lain menilai penampilan kita:

ketiga kita mengalami perasaan bangga dan kecewa : perasaan sedih dan malu, penilaian diri ini lah yang disebut dengan konsep diri.

Pernyataan lain yang sependapat dengan Cooley di kemukakan oleh A.T Jersild (1974 : 74) yang menyatakan bahwa konsep diri adalah perpaduan dari pikiran pikiran, perasaan-perasaan, usaha-usaha dan harapan, perasaan takut dan fantasi, pandangan tentang dirinya dimasa lalu.

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologi yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Dan merupakan suatu konsep memengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana orang lain memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan tindakannya sesuai dengan konsep dirinya tersebut. dan juga mengenai cara pandang secara menyeluruh tentang diri yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik diri maupun lingkungan terdekat.

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga melalui pola asuh orangtuanya secara kuat sangat mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri remaja. Namun ada beberapa hal lain yang dapat mempengaruhi konsep diri remaja. Salah satunya adalah Significant others. Dalam perkembangannya Significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan.

Mereka dapat mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuk kita secara emosional (Rakhmat, 2001:103). Lebih lanjut dijelaskan, pada masa kanak-kanak, orangtualah yang

(9)

berperan sebagai significant others. Pada masa selanjutnya, masa sekolah sampai remaja, peran teman sebaya menjadi lebih penting.

Konsep diri bukanlah faktor yang di bawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan dibentuk berdasarkan dari pengalaman remaja dalam berhubungan dengan individu lain. Dan juga remaja tersebut akan menerima tanggapan tanggapan dari individu lain. Dan tanggapan tersebut akan dijadikan cermin menilai dan memandang dirinya.

B. KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

Para ahli teori komunikasi mendefinisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda (Bochner,1978;Cappella, 1987;Miller, 1990) dalam (Devito, 2011: 252) ada tiga definisi pendekatan utama yaitu :

1. Definisi Berdasarkan Komponen (Componential)

Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

2. Definisi Berdasarkan Hubungan Diadik (Relational dyadic) Dalam definisi berdasarkan hubungan, kita mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.

Jadi misalnya, komunikasi antarpribadi meliputi komunikasi yang terjadi antara pramuniaga dan pelanggan, anak dan ayah, dua orang dalam suatu wawancara, dan sebagainya. Dengan definisi ini hampir tidak mungkin ada komunikasi diadik (dua orang) yang bukan

(10)

komunikasi antarpribadi. Tidaklah mengherankan, definisi ini juga disebut sebagai definisi diadik. Hampir tidak terhindarkan, selalu ada hubungan antara dua orang. Bahkan seseorang asing di sebuah kota yang menanyakan arah jalan ke seseorang penduduk mempunyai hubungan yang jelas dengan penduduk itu segera setelah disampaikan. Ada kalanya definisi hubungan ini diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang, seperti anggota keluarga atau kelompok yang terdiri atas 3 atau empat orang.

3. Definisi Berdasarkan Pengembangan (Developmental)

Dalam pendekatan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada suatu ekstrem menjadi komunikasi antarpribadi atau intim pada ekstrem yang lain.

Perkembangan mengisyaratkan atau mendefenisikan pengembangan komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi ditandai oleh dan dibedakan dari komunikasi tak-pribadi berdasarkan data psikologis, pengetahuan dan aturan secara pribadi.

C. FUNGSI KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

Menurut Miller dan Steinberg dalam (Budyatna, 2011: 27), fungsi adalah sebagai tujuan di mana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human communication baik yang non-antarpribadi maupun antarpribadi yang antar pribadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial. Keberhasilan

(11)

yang relatif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi yang produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada ketidak bahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis identitas diri.

Imbalan ialah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi dan sosial yang dinilai positif. Uang sebagai akibat perolehan ekonomi yang dinilai positif. Jika seorang pegawai berhasil mengendalikan perilaku atasannya, seperti rajin, prestasi kerja baik, dan jujur, maka menurut logikanya ia akan memperoleh kenaikan upah atau gaji.

Inilah yang disebut imbalan dalam bentuk ekonomi berupa uang.

Sedangkan atasannya juga mendapatkan imbalan dalam bentuk sosial berupa kepuasan karena ia merasa puas akan kinerja bawahannya yang baik. Demikian pula jika seorang sales mampu mengendalikan reaksi pelanggannya yaitu mau membeli produk yang ditawarkannya, maka ia akan memperoleh imbalan dalam bentuk ekonomi berupa komisi dari perusahaannya. Imbalan berupa hal-hal yang menyenangkan seperti atasan tadi yang bukan berupa nilai materi berupa senyuman dengan wajah yang menyenangkan sebagai rasa terima kasih kepada pihak lain. Rasa puas kalau kita dapat menolong orang dalam kesusahan sebagai imbalan dalam bentuk sosial.

Kita dapat membedakan pengendalikan lingkungan dalam dua tingkatan, yaitu:

1) Hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan yang dinamakan compliance.

2) Hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula bagi pihak-pihak yang terlibat, yang

(12)

dinamakan penyelesaian konflik atau conflict resolution (Budyatna, 2011: 28).

D. CIRI-CIRI KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

Komunikasi antarpribadi juga memiliki ciri-ciri yang dapat membedakan komunikasi antarpribadi dengan model komunikasi lainnya, ada enam karakteristik komunikasi antarpribadi menurut Judy C. Pearson, yaitu:

1) Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self).

Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berawal dari diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita.

2) Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.

3) Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Maksudnya komunikasi antarpribadi tidak hanya berkenaan berkomunikasi dan hubungan kita dengan partner tersebut.

4) Komunikasi antar pribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

5) Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu sama lain (interdependen) dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan partner dalam proses komunikasi.

6) Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah ataupun diulang, jika kita salah mengucapkan sesuatu pada partner kita maka mungkin kita dapat meminta maaf dan diberikan maaf, namun

(13)

itu tidak berarti menghapus apa yang pernah kita ucapkan (Senjaya, 2005: 21).

Menurut Devito dalam (Liliweri, 1991) ada lima ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang umum yaitu sebagai berikut:

1) Keterbukaan (Openess)

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa ada rasa malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

2) Empati (Emphaty)

Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura dan keduanya menanggapi apa-apa saja yang dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.

Apabila komunikator atau komunikan mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain, kemungkinan besar akan terjadi komunikasi yang efektif.

3) Dukungan (Supportiveness)

Setiap pendapat atau ide serta gagasan yang disampaikan akan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diharapkan.

4) Rasa Positif (Possitivenes)

Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari kedua belah pihak, maka

(14)

percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat mengganggu jalinan komunikasi.

5) Kesamaan (Equality)

Komunikasi akan lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi semakin kuat apabila memiliki kesamaan tertentu antara komunikator dan komunikan dalam hal pandangan, sikap, kesamaan ideologi dan lain sebagainya.

E. PENGERTIAN KONSEP DIRI

Menurut Brooks dalam (Rakhmat, 2002: 165) pengertian konsep diri adalah sebagai pandangan atau persepsi individu terhadap dirinya, baik bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, dimana pandangan ini diperolehnya dari pengalamannya berinteraksi dengan orang lain yang mempunyai arti penting dalam hidupnya. Konsep diri ini bukan merupakan faktor bawaan, tetapi faktor yang dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu berhubungan dengan orang lain, sebagaimana dikatakan bahwa persepsi orang mengenai dirinya dibentuk selama hidupnya melalui hadiah dan hukuman dari orang-orang di sekitarnya.

Konsep diri juga dapat diartikan adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal dan sosial.

Konsep diri mempunyai arti yang lebih mendalam dari sekedar gambaran deskriptif. Konsep diri adalah aspek yang penting dari fungsi- fungsi manusia karena sebenarnya manusia sangat

(15)

memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan dirinya, termasuk siapakah dirinya, seberapa baik mereka merasa tentang dirinya, seberapa efektif fungsi- fungsi mereka atau seberapa besar impresi yang mereka buat terhadap orang lain.

Konsep diri merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain.

dijelaskan oleh Taylor (1994), bahwa pengetahuan tentang diri dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain praktek sosialisasi, umpan balik yang diterima dari orang lain, serta bagaimana individu merefleksikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri seseorang berkembang melalui reaksi orang lain, dalam artian bahwa konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan orang lain. Dengan kata lain, bahwa persepsi tersebut merupakan konsekuensi bagi individu, dan apapun itu, semuanya dianggap tepat. Jadi jika orang lain merespon individu secara negatif, maka hal itu dapat membawa akibat yang cukup serius bagi konsep diri individu.

Ada yang mengatakan bahwa umpan balik terhadap perilaku individu yang didapat dari orang-orang yang cukup berarti (significant others) akan menjadi sangat penting, baik itu berupa hadiah maupun hukuman. Dalam perkembangannya, significant others dapat meliputi semua orang yang mempengaruhi

(16)

perilaku, pikiran, dan perasaan kita (Rakhmat, 2002). Lebih lanjut dijelaskan, pada masa kanak-kanak, orangtualah yang berperan sebagai significant others. Pada masa selanjutnya, masa sekolah sampai remaja, peran teman sebaya menjadi lebih penting, dan ketika individu berada pada masa dewasa serta telah mencapai kemandirian secara ekonomi, peran orangtua secara berangsur- angsur menurun, dan digantikan oleh teman, rekan kerja, dan pasangan hidup.

Konsep diri terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalaman-pengalaman atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga individu akan mendapatkan gambaran tentang dirinya. Begitu pentingnya penilaian orang lain terhadap pembentukan konsep diri ini, seorang anak akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar dan bukan merupakan faktor bawaan dan berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya dalam bentuk umpan balik yang diterima dari orang-orang yang berarti bagi individu.

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI 1) Usia

Konsep diri pada masa anak-anak akan mengalami peninjauan kembali ketika individu memasuki masa dewasa. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa konsep diri dipengaruhi oleh meningkatnya faktor usia. Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil yang menunjukkan bahwa nilai konsep diri secara umum

(17)

berkembang sesuai dengan semakin bertambahnya tingkat usia.

2) Tingkat Pendidikan

Pengetahuan merupakan bagian dari suatu kajian yang lebih luas dan diyakini sebagai pengalaman yang sangat berarti bagi diri seseorang dalam proses pembentukan konsep dirinya. Pengetahuan dalam diri seorang individu tidak dapat datang begitu saja dan diperlukan suatu proses belajar atau adanya suatu mekanisme pendidikan tertentu untuk mendapatkan pengetahuan yang baik, sehingga kemampuan kognitif seorang individu

G. JENIS-JENIS KONSEP DIRI .

Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

1. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi.

Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

Hamachek dalam (Rakhmat, 2007:104) menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif :

(18)

a. Seseorang meyakini betul nilai dan prinsip-prinsip tertentu dan mempertahankannya, meski menghadapi pendapat kelompok yang kuat.

b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa bersalah yang berlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang terjadi esok.

d. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika dia menghadapi kegagalan dan kemunduran.

e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia ia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam berbagai hal.

f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang yang sangat berarti dalam hidupnya.

g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa ada raa bersalah.

h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasikannya.

i. Sanggup mengaku pada orang lain bahwa dia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan.

j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan.

(19)

k. Peka kepada kebutuhan orang lain, kebiasaan sosial yang sudah diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dan mengorbankan orang lain.

2. Konsep Diri Negatif

Sedangkan untuk konsep diri yang negatif ada beberapa karakteristik, yaitu mempunyai perasaan tidak aman kurang menerima dirinya sendiri dan biasanya memiliki harga diri yang rendah. Ciri individu yang mempunyai konsep diri rendah adalah:

a. Tidak menyukai dan menghormati diri sendiri

b. Memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya,

c. Sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar

d. Tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya

e. Mempunyai banyak persepsi yang saling berkonflik

f. Merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul

g. Mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut.

H. KESIMPULAN

Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik konsep diri dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif, yang mana keduanya memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda antara ciri karakteristik konsep diri positif dan karakteristik konsep diri yang negatif. Remaja dengan

(20)

orangtua tunggal yang memiliki konsep diri positif dalam segala sesuatunya akan menanggapinya secara positif, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Maka remaja tersebut akan percaya diri, akan bersikap yakin dalam bertindak dan berperilaku.

Sedangkan Remaja dengan orangtua tunggal yang memiliki konsep diri negatif akan menanggapi segala sesuatu dengan pandangan negatif, dia akan mengubah terus menerus konsep dirinya atau melindungi konsep dirinya itu secara kokoh dengan cara mengubah atau menolak informasi baru dari lingkungannya Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke negatif (Burns, 1993). Berkaitan langsung dengan respon lingkungan sosial remaja, terutama orang-orang penting terdekatnya, terhadap diri remaja. Respon di sini adalah orangtua atau orang-orang terdekatnya dalam memandang diri seseorang. Jika seorang remaja memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. remaja juga tidak akan ragu untuk dapat membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya menjadi lebih dekat pada kenyataan.

Konsep diri akan turun ke negatif apabila remaja tersebut tidak dapat melaksanakan perkembangannya dengan baik. remja yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Remaja ini akan cenderung bersikap psimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. (2006). Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian pada Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.

Ali, Mohammad (2011). Psikologi Remaja. Perkembangan Peserta Didik (edisi tujuh), Jakarta: PT Bumi Aksara.

Budyatna, Muhammad. (2011). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antar Manusia (edisi kelima).

Tanggerang Selatan: Karisma Publishing Group.

Effendy, Onong Uchjana. (2000). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hurlock, Elizabeth B. (edisi kelima) Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupa. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Keliat, Budi, Anna. (1994). Gangguan Konsep Diri. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Liliweri, Alo. (2001). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, PT.Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin. (2001). Psikologi Komunikasi (edisi Revisi).

Bandung:

Senjaya, S. Djuarsa. (2005). Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

West, Richard & Lynn H. Turner. (2009). Pengantar Teori Komunikasi

“Analisis dan Aplikasi”. Jakarta: Salemba Humanika.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. 2) Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat