• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motif Komunikasi Bermedia Sosial Kaum Tunanetra di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Terapis Pijat Tunanetra Shiatsu di Kota Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Motif Komunikasi Bermedia Sosial Kaum Tunanetra di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Terapis Pijat Tunanetra Shiatsu di Kota Bandung)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

868 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Motif Komunikasi Bermedia Sosial Kaum Tunanetra di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Terapis Pijat Tunanetra Shiatsu di Kota Bandung)

Deffri Ihza Adiyanto

1)

, Antar Venus

2)

, Iwan Koswara

3)

Universitas Padjadjaran, Indonesia

Deffri.ihza96@gmail.com1)

Abstrak

Penelitian ini menginvestigasi motif komunikasi bermedia sosial kaum tunanetra di Kota Bandung, khususnya terapis pijat tunanetra Shiatsu. Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membuat hampir seluruh warga dunia menggunakan smartphone. Penggunaan smartphone telah mencapai angka yang signifikan, bahkan di kalangan penyandang disabilitas, termasuk tunanetra. Saat ini, terapis tunanetra Shiatsu juga aktif dalam berbagai media sosial, seperti Instagram dan Whatsapp, untuk mencari pelanggan dan berkomunikasi dengan mereka.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, melibatkan wawancara mendalam dengan tujuh terapis tunanetra Shiatsu di Kota Bandung. Tema-tema utama yang muncul dari penelitian ini adalah: (1) Penasaran, (2) Permintaan dari sanak saudara dan sesama tunanetra, dan (3) Improvisasi diri. Motif penasaran mendorong para terapis untuk mempelajari dan menggali lebih dalam tentang penggunaan gadget dan media sosial. Mereka juga terlibat dalam media sosial karena diminta oleh keluarga atau sesama tunanetra yang sudah terbiasa menggunakan teknologi. Selain itu, mereka menggunakan gadget dan media sosial sebagai bagian dari improvisasi diri untuk mengatasi keterbatasan ekonomi, meningkatkan pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan diri.

Kata kunci: Tunanetra; Gadget; Media Sosial; Terapis Shiatsu

Abstract

This research investigates the social media communication motives of blind people in the city of Bandung, especially massage therapists with the blind Shiatsu. The development of technology and communication has made almost all citizens of the world use smartphones. The use of smartphones has reached significant numbers, even among people with disabilities, including the blind. Currently, blind Shiatsu therapists are also active on various social media, such as Instagram and Whatsapp, to find customers and communicate with them. This study uses a qualitative method with a phenomenological approach, involving in-depth interviews with seven blind Shiatsu therapists in Bandung City. The main themes that emerged from this study were: (1) Curiosity, (2) Requests from relatives and fellow blind people, and (3) Self-improvement. Curious motives encourage therapists to learn and dig deeper about the use of gadgets and social media. They are also involved in social media because they are asked by their families or fellow blind people who are used to using technology. In addition, they use gadgets and social media as part of self-improvement to overcome economic limitations, increase knowledge, and develop their own abilities.

Key words: Blind; Gadgets; Social media; Shiatsu Therapist

(2)

869 Volume 7, Nomor 3, November 2023

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan komunikasi membuat hampir seluruh warga di dunia telah menggunakan gadget dan juga smartphone. Smartphone merupakan telepon seluler yang tidak hanya terbatas sebagai alat komunikasi saja, melainkan memiliki fitur lain yang mendukung kepentingan bisnis dan juga kepentingan lainnya oleh khalayak masyarakat (Zufall et al., 2020). Penggunaan smartphone dari data yang dipaparkan oleh media Kompas bahwa pengguna smartphone telah mencapai 5,3 miliar pengguna atau 67% dari seluruh penduduk bumi (Pertiwi, 2021). Perkembangan yang masif ini telah merambah tidak hanya pengguna dengan ekonomi menengah ke atas melainkan pula menengah kebawah hampir tidak terkecuali. Sementara itu pengguna gadget di Indonesia sebesar 204,7 juta orang atau 73,7% dari total penduduk indonesia di Januari 2022.

Smartphone kini telah menunjang berbagai aspek kehidupan dari mempermudah kehidupan sehari-hari seperti bekerja, mencari informasi, pengalihan stress atau stress relief dengan bermain game dan lain hal sebagainya. Smartphone juga sebagai alat komunikasi praktis yang dimiliki seseorang untuk memberi dan juga menerima pesan dari orang lainnya. Berbagai kemudahan yang didapatkan dari smartphone tersebut yang membuat perkembangan zaman dapat berkembang positif sejalan dengan perkembangan manusia. Kemudahan yang didatangkan dari smartphone ini bahkan dapat dinikmati juga oleh kaum penyandang disabilitas. Mengingat data populasi penyandang disabilitas dari WHO (World Health Organization) sebesar 15% dari penduduk dunia, atau dapat dikatakan 15 dari 100 orang dan 2-4 dari 100 orang mengalami disabilitas berat (WHO, 2021). Data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik bahwa setidaknya di Indonesia ada sebesar 17 juta penyandang disabilitas. Pada tahun 2021 data yang ditujukan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia bahwa penyandang disabilitas Indonesia diperkirakan dengan rincian sebagai berikut: penyandang tunadaksa berjumlah 1,30%, tunanetra 6,36%, tunarungu 3,35%, mental dan intelektual 1,40%. (Yulaswati et al., 2021). Menurut data yang didapatkan dari BPS, Indonesia sebagai negara yang mempunyai salah satu penyandang disabilitas yang terbilang cukup banyak, Indonesia masih kurang dalam membentuk sarana dan prasarana yang memadai dan mudah diakses oleh kaum disabilitas. Hal tersebut menyebabkan lebih dari 7,6 juta penduduk disabilitas Indonesia di usia produktif tidak dapat memaksimalkan keterampilannya (Kustiani, 2022). Dilain sisi bahwa negara-negara maju telah memprioritaskan kaum disabilitas di berbagai tempat dan juga aktivitas.

Seperti data yang telah diberikan oleh BPS dan Tempo tersebut bahwa tunanetra atau gangguan penglihatan merupakan jumlah tertinggi dari ketiga disabilitas. Maka dari data yang menunjukan besarnya penyandang disabilitas tersebut memunculkan produsen- produsen dari penyedia layanan smartphone mulai berinovasi dengan memudahkan akses disabilitas pada smartphone. Hal yang terdengar kurang acap didengar bahwasanya tunanetra menggunakan smartphone.

Dengan banyaknya kemudahan yang didapatkan oleh tunanetra kini banyak dari tunanetra yang sudah meninggalkan huruf braille dan bergantung ke dalam kemajuan teknologi smartphone (Senjam et al., 2021). Tentu ini merupakan fenomena yang baru manakala braille yang sejatinya alat komunikasi yang utama pada penyandang disabilitas tunanetra sekarang mulai ditinggalkan karena perkembangan zaman. Tunanetra di era sekarang telah cakap menggunakan smartphone yang mana ini juga merupakan hal yang baik. Dilain sisi lain teknologi membawa persaingan yang sangat berat, tunanetra juga dipaksa berkembang dengan perubahan teknologi yang kian instan. Pergeseran bisnis yang terjadi juga merupakan hal yang baru untuk tunanetra.

Pada era digital yang mengharuskan semua hal mengadopsi kehadiran teknologi, kaum tunanetra termasuk salah satu pengguna aktif dari teknologi smartphone demi menunjang produktivitas dan kegiatan harian mereka. Fenomena ini merupakan hal yang baru ditemukan di era modern dengan menggunakan sistem Android di smartphone. Seperti aplikasi bacain, aplikasi ini sangat berguna bagi tunanetra dengan membacakan semua hal yang ada di dalam smartphonenya tidak hanya itu, aplikasi ini dapat diatur kecepatan membacanya. Aplikasi selanjutnya juga aplikasi yang banyak didownload pada smartphone tunanetra adalah Lazarillo, aplikasi tersebut memudahkan tunanetra untuk memberitahu pengguna tempat-tempat yang ada disekitarnya. Aplikasi ini semacam GPS yang akan memberikan notifikasi berupa suara dengan memberitahukan detail jalan setapak dan persimpangan (Al-Mohannadi, 2021). Selanjutnya ada aplikasi pembaca mata uang, aplikasi ini memudahkan tunanetra untuk membaca uang kertas maupun koin dengan menggunakan kamera dalam smartphone. Hampir mirip dengan aplikasi sebelumnya yaitu adalah pembaca gambar, aplikasi yang bernama lookout ini membantu tunanetra dengan menyuarakan gambar yang ada didepannya, seperti ada vas bunga di ruangan atau pembaca pesan atau lain hal sebagainya (Hartato et al., 2022). Kaum penyandang tunanetra juga dapat

(3)

870 Volume 7, Nomor 3, November 2023

menggunakan fitur bawaan dari smartphone yaitu Talkback (Robles et al., 2019). Fitur Talkback ini adalah suatu fitur dimana pengguna dapat mendapatkan suara dari smartphonenya dengan mudah.

Selain fitur bawaan Talkback yang terdapat pada smartphone Android, masih banyak aplikasi pendukung tunanetra yang dapat menunjang keseharian tunanetra.

Pijat tunanetra Shiatsu sudah terkenal lama di kota bandung, hal ini tidak semata-mata dipelajari oleh perseorangan namun pijat Shiatsu yang dipelajari oleh tunanetra tersebut diberdayakan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRS PDSN). Sentra Wyata Guna adalah pelatihan Tunanetra di Bandung yang difasilitasi oleh Kementerian Sosial yang dibentuk sejak tahun 1901. Wyata Guna sendiri berlokasi di Gor Pajajaran, Jl. Pajajaran No.50-52, Pasir Kaliki, Kec. Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat 40171. Pelatihan di Wyata Guna tersebut didapatkan dengan gratis kepada kaum Tunanetra. Pelatihan ini nantinya akan dilatih sesuai kelebihan dan kelemahan masing-masing penyandang Tunanetra.

Masih dalam pembentukan era baru yang serba teknologi, tunanetra yang mulai menuju teknologi ini juga menggunakan gadget sebagai kebutuhan mereka sehari-hari. Maka pijat tunanetra yang telah berjalan dengan kemajuan teknologi pun mengikuti perkembangan jaman dengan aktif di berbagai media online seperti instagram. Seperti pada contoh Rumah pijat Shiatsu pertama di Bandung Utara di daerah Margahayu yang bernamakan Rumah Shiatsu Rahman memberikan tampilan menarik pada laman Facebooknya dengan memposting semua hal tentang pijat Shiatsu seperti lokasi, pengobatan, dan juga info sehat lainnya. Rumah Shiatsu Rahman tersebut sebagai salah satu panti pijat yang mempekerjakan tunanetra yang telah ahli pada bidangnya sekaligus telah mempunyai sertifikat resmi oleh negara. Tidak hanya ada di media sosial instagram, berbagai rumah pijat Shiatsu ini juga mempunyai sistem booking di dalam aplikasi Whatsapp. Dengan adanya aplikasi Whatsapp sebagai jembatan antara pemijat dan juga customer memudahkan customer untuk memesan layanan pijat tunanetra dengan mudah. Dengan sistem booking juga customer tidak harus datang dan menunggu orang lain yang sedang di pijat terlebih dulu melainkan customer tinggal membooking di hari dan jam yang dimungkinkan.

Pemakaian gadget bagi tunanetra juga dilengkapi dengan aplikasi Whatsapp dapat dibilang kemajuan teknologi yang dapat dipergunakan baik oleh penyandang tunanetra, dengan sistem Voice Note (VN) penyandang tunanetra dengan mudah mengirim pesan suara yang dikirimkan ke customer, tidak hanya itu adanya fitur talkback juga membantu menuliskan pesan dari suara menjadi tulisan dalam aplikasi Whatsapp. Semua kegiatan yang berhubungan dengan smartphone seperti mengirimkan pesan kepada orang lain, konsultasi secara online hingga pengiklanan di media sosial dilakukan oleh seorang penyandang tunanetra yang sudah cakap dengan kemajuan teknologi. Kemajuan ini dimaksimalkan oleh penyandang tunanetra dimana terapis tunanetra kini tidak susah untuk mencari customer atau kendala komunikasi lainnya. Tidak hanya itu selain dijadikan perantara antara terapis dan juga customer, smartphone juga digunakan oleh penyandang tunanetra untuk menambah pengetahuan yang mana dalam media sosial juga banyak pengetahuan tentang kesehatan dan pengetahuan lainnya.

Penggunaan gadget dan sosial media bagi tunanetra memiliki latar belakang pemakaian mengapa mereka menggunakan gadget pada awalnya. Peneliti akan mendalami tentang motif apa yang menjadi penyebab tunanetra menggunakan gadget dalam kesehariannya. Setelah melakukan wawancara mendalam peneliti mendapatkan motif dalam penggunaan gadget bagi tunanetra yang dibagi menjadi 3 pokok pembahasan yaitu penasaran, permintaan sanak saudara & sesama tunanetra, dan motif improvisasi diri yang menggugah mereka dalam penggunaan teknologi smartphone berbasis android ini.

Motif penasaran ini timbul karena adanya keingintahuan yang belum diketahui oleh para terapis tunanetra shiatsu. Penggunaan gadget bagi terapis tunanetra Shiatsu melibatkan motivasi dari permintaan sanak saudara dan sesama tunanetra, serta dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan kehidupan sosial melalui media sosial online. Dukungan dari orang-orang terdekat, kemudahan akses melalui kuota.

Improvisasi diri yang dilakukan oleh beberapa informan tunanetra dalam penggunaan gadget dan media sosial. Improvisasi diri ini muncul sebagai respons terhadap keterbatasan ekonomi dan pekerjaan, serta sebagai dorongan untuk belajar hal baru dan mengembangkan diri.

Peneliti akan terjun langsung ke jalan dengan melakukan wawancara pendalaman kepada 7 penyandang tunanetra yang berprofesi sebagai ahli pijat tunanetra yang bersertifikat di kota Bandung.

Dengan melihat fenomena yang terjadi langsung di masyarakat lebih khususnya pengalaman terapis tunanetra yang telah menggeluti profesi ini sejak lama. Sejak dari pelatihan pijat yang diterima, bekerja sebagai pemijat yang bersertifikat, pengalaman dan perlakuan customer, hingga kini berjalannya pijat Shiatsu dengan kemajuan teknologi yang mengharuskan pemijat tunanetra aktif dan mengikuti perkembangan media sosial yang sangat pesat.

(4)

871 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Penulis akan membahas penelitian yang berjudul pengalaman komunikasi bermedia sosial tunanetra di kota Bandung dilihat dari sudut pandang pengalaman terapis tunanetra. Peneliti akan mendalami pengalaman tunanetra dengan menggunakan metode kualitatif yang akan menghasilkan data berupa tulisan secara mendetail dalam perspektif yang konstruktivis dan memungkinkan adanya pemikiran luas dan beragam. Perspektif ini juga bertujuan untuk mendapatkan hasil eksploratif terhadap pengalaman yang didapatkan alami dengan definisi diri sendiri.

Peneliti melihat adanya kajian yang sangat menarik yang datang dari perkembangan teknologi dan juga bisnis tunanetra yang kini serba online yang juga efektif bagi pemijat sekaligus customer. Fenomena orang yang tidak dapat melihat menggunakan smartphone di panti pijat kini bukanlah sesuatu yang asing ditemukan dalam terapis-terapis tersebut. Peneliti merasa bahwa topik ini sangat menarik untuk dibahas berdasarkan pertimbangan, yaitu fenomena baru ini dilatarbelakangi kemajuan teknologi yang kini bukan hanya digunakan oleh orang normal saja melainkan kaum tunanetra yang kini sudah cakap dalam menggunakan smartphone sebagai penunjang kehidupannya sehari-hari dimana smartphone sudah menjadi salah satu teknologi yang banyak dari tunanetra gantungkan dalam kehidupan sehari-hari juga dalam kehidupan berprofesi.

Peneliti akan menggali lebih dalam perihal komunikasi bermedia sosial tunanetra menggunakan studi fenomenologi. Peneliti melihat bahwa fenomenologi dengan basis pengalaman individu akan sangat berguna dalam kelangsungan pengambilan sumber data dari pihak terkait. Sebagai objek riset pengalaman dari beberapa Tunanetra dalam penelitian ini menjadi penting mengingat motif dalam penggunaan media sosial berbeda dalam setiap orang. Dalam penelitian ini peneliti akan mencari kesamaan tema penting dan esensi yang muncul dalam penggunaan gadget dan media sosial pada Tunanetra.

METODE

Penelitian ini akan berlandaskan fenomenologi yang diambil dari fenomena yang terjadi dan terulang dalam masyarakat. Fenomenologi juga memberikan penekanan dalam subjektif pada tindakan yang dilakukan seseorang (Schutz dalam Surapraja & Al- Akbar Nuruddin, 2020). Begitupun seperti yang disampaikan oleh Engkus Kuswarno, menurutnya fenomenologi merupakan studi yang menggunakan pendekatan fenomenologis yang pada dasarnya digunakan untuk menggambarkan makna pengalaman kehidupan sekelompok orang mengenai sebuah konsep atau gejala, termasuk konsep diri atau pandangan hidup mereka sendiri (Kuswarno, 2006). Menurut Husserl dengan Fenomenologi manusia dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman seseorang dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung, seolah-olah pembaca juga mengalami kejadian tersebut. Penelitian ini akan Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, dimana penelitian bermula atas ketidaktahuan. Saat pertama dimulainya penelitian, peneliti tidak memiliki pengetahuan atau wawasan secara rinci dan menyeluruh terhadap topik yang ingin diteliti, tetapi peneliti sudah mempunyai data dan pengetahuan awal tentang masalah yang akan diteliti lebih dalam. Metode kualitatif tidak dapat diukur menggunakan numerik ataupun statistik, melainkan dengan sumber - sumber yang terkait dalam penelitian (Selznick dalam Ardianto, 2019). Karakteristik data dalam penelitian ini bersumber dari orang yang memiliki disabilitas tunanetra pada level penglihatan yang tidak bisa melihat sama sekali. Karakteristik selanjutnya untuk menentukan informan didapatkan dari tunanetra yang ada di Indonesia yang berprofesi sebagai ahli pijat Shiatsu di kota Bandung. Karakteristik terakhir adalah tunanetra pengguna smartphone dan juga aplikasi media sosial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang peneliti dapatkan di beberapa panti pijat Shiatsu di kota Bandung, yang akan peneliti bagi menjadi 3 tema hasil dan pembahasan yaitu; 1) Penasaran, 2) Permintaan dari orang lain, dan 3) Improvisasi diri.

A. Penasaran

Penasaran ini timbul karena adanya keingintahuan yang belum diketahuinya. Motif penasaran ini juga mendorong terapis tunanetra Shiatsu menggali lebih dalam tentang ketidaktahuan mereka. Seperti yang diceritakan oleh informan 1, “Yaa awalnya penasaran kok orang-orang bisa main hp padahal kan tunanetra, konsepnya kaya gimana, jadi pengen nyoba juga”. Seperti yang diceritakan oleh informan 2 bahwa ia telah belajar laptop sebelumnya ketika masih mendapatkan pelatihan di Wyata Guna Bandung,

(5)

872 Volume 7, Nomor 3, November 2023

namun tidak pernah terpikir olehnya bahwa tunanetra dapat menggunakan gadget juga seperti orang awas. “Dulu sempet tau Android awalnya sambil belajar komputerkan jadi sering gabung di grup juga, wah ada OS baru namanya Android buat hp terus ada aplikasi bawaan pembacanya talkback, dulu awalnya pengen tau aja pengen belajar, kaya apa sih layar sentuh, terus ngetiknya kaya gimana, penasaran. Dulu mana kepikiran kan ada teknologi layar sentuh terus bisa dipakai tunanetra”.

Motif penasaran ini juga memungkinkan informan 3 menjadi penyebar pengetahuan tentang adanya gadget kepada tunanetra yang baru dan belum memiliki pengalaman memakai gadget. Seperti hal yang disampaikan oleh informan 3 yang telah lulus dari Wyata Guna Bandung dan mengabdikan dirinya untuk menjadi terapis Shiatsu di panti Sentra Wyata Guna Bandung,

“Awalnya penasaran terus setelah saya bisa (menggunakan gadget dan sosial media) juga bantuin temen yang belom bisa pake hp, kan banyak yang baru ya kalo di Wyata Guna, bisa kalo ada yang nanya ini itu saya bantuin caranya gimana, kemarin ada tuh mau jual tv, saya bantuin jual di shopee”.

B. Diminta Oleh Sanak Saudara & Teman Sesama Tunanetra

Dalam motif selanjutnya adalah permintaan dari sanak saudara dan juga sesama tunanetra.

Seperti yang diceritakan oleh informan 4 bahwa dikarenakan keluarganya memakai gadget yang telah terintegrasi di dalam aplikasi Whatsapp membuat ia berpindah menggunakan gadget dengan operating sistem android. Informan 4 juga menceritakan tentang kesulitannya dalam bertukar pesan dengan keluarganya. “Keluarga pakai semua gadget udah pakai Whatsapp semua jadi kalo ga ganti ke Whatsapp susah kalo mau telfon atau sms, jadi susah kalo harus isi pulsa dulu kalo mau sms saya”.

Pulsa juga menjadi permasalahan informan ke 5 ketika keluarganya (awas) yang ingin menghubunginya. Setelah kuota menggantikan pulsa dalam penggunaan gadget kini informan 5 tidak lagi membeli pulsa. Informan 5 lebih mempermasalahkan mahalnya kuota yang harus ia beli untuk kegiatannya sehari - hari.

“iya sekarang sih udah ga pernah beli pulsa lagi karena ga kepake juga langsung aja beli kuota, pokonya gampang kalo pake hp yang penting ada kuotanya kalo ga ada ya sedih, ga bisa ngapa- ngapain hahaha. Tapi kuota mahal sih yaa tapi mau gimana”.

Berbeda dengan informan 4 dan 5, informan 6 yang baru menjadi tunanetra sejak 6 tahun lalu, menggunakan gadget dan juga media sosial dikarenakan teman – temannya yang awas sering mengajaknya untuk melepas penat, berbagi cerita atau bermain game baru yang ada di gadget seperti memainkan game online yang bisa dimainkan oleh tunanetra juga.

“Diajak temen jadi punya group di Whatsapp, emang pas masih awas saya sering main game sama temen – temen dulu kaya main dota barengan, sekarang sih (setelah menjadi tunanetra) cerita – cerita tentang anime baru yang pengen tayang ntr saya diceritain di group. Pernah juga kita main game yang bisa kita mainin sama – sama, waktu itu gamenya football manager kalo itu kan cuma ngatur- ngatur formasi sama beli pemain saya juga bisa tuh main”

Selain tunanetra dan orang awas, sesama tunanetra juga kerap mengajak untuk masuk ke dalam grup yang ada dalam aplikasi media sosial Whatsapp. Hal ini dilakukan oleh informan 4 agar tidak ketinggalan informasi tentang apapun. Ketika peneliti menemui informan 4sembari dipijat, peneliti sering mendengar adanya bunyi notifikasi yang berbunyi terus-menerus. Menyadari gadgetnya terus berbunyi informan 4 menjelaskan bahwa notifikasi itu mempunyai suara yang berbeda- beda dari setiap grup Whatsapp. Ia menambahkan bahwa itu mempermudah dia untuk menyadari pesan yang diterima dari grup yang mana.

“Diajak temen (sesama tunanetra) masuk grup (Whatsapp), sekarang jadi banyak grup, kalo grup saya buat beda-beda suaranya soalnya biar gampang dibedain nah misalnya (nitnit ada suara ringtone dari gadget yang ia pakai), nah barusan itu group tunanetra sebandung tuh, ntr kalo nada nya beda lagi berarti dari group keluarga atau yang lain lagi, kalo dari orang personal disebutin namanya dari siapa ntr dibacain gitu”.

(6)

873 Volume 7, Nomor 3, November 2023

C. Improvisasi Diri

Improvisasi diri yang dilakukan oleh informan 3 lebih kepada keterbatasan ekonomi dikarenakan covid yang membuat ia berpikir untuk belajar hal baru yang mempelajari cara berjualan di ecommerce seperti shopee dan tokopedia. Seperti yang diungkapkannya juga, bahwa dengan dia berjualan lewat media online, ia dapat membantu perekonomian ibu nya.

“Belajar biar bisa, ga terlalu susah sih, masuk grup – grup di Whatsapp gitu tentang teknologi, berguna kaya kemarin pas covid kan disini tutup (Panti Sentra Wyata Guna) cari pemasukan dari mana yaa ternyata berguna biar bisa bantu orang tua jualan online saya ikut jualin masarin gitu makanan ringan, keripik pangsit yang sering dipesan”.

Pengembangan dan improvisasi diri menggunakan gadget dan media sosial juga dilakukan oleh informan 6 atlet judo. Informan 6 sering memakai gadgetnya untuk berlatih melalui media youtube untuk mengasah kemampuannya setiap hari. Bahkan saking seriusnya informan 6 berlatih hingga akan dimasukan kedalam timnas dalam kejuaraan para games berikutnya.

“Saya sering nonton youtube itu olahraga, olahraga saya sekarang judo lagi latihan banget nonton (mendengarkan) teman-teman tunanetra juga di youtube bertanding, tadinya saya mau ikut yang tahun ini tapi pelatih bilang beratnya kurang jadi harus saya naikin dulu, ntr kejuaran berikutnya saya bisa ikut. Kalo sekarang gapapa nontonin (mendengarkan) di youtube aja teman – teman yang berangkat, sekalian belajar – belajar latihan dulu”.

Mempunyai improvisasi diri juga ditemukan dari informan 7 yang mengimprovisasi diri dengan pemakaian gadget, hobby nya tentang mendalami pengetahuan baru tentang ilmu kesehatan dan pijat dapat mudah ia pelajari dari gadget.

“suka tuh nyari tentang kesehatan pijat gitu, pijat apa aja saya pelajarin sampe sekarang saya juga masih sering belajar pijat mau pijat apa cina, brazil, jepang saya pelajarin tuh, sama ilmu kesehatan juga saya pelajarin, biar saya juga bisa ngajarin yang lain juga”.

Dengan hobby belajar pengetahuan baru informan 7 juga mempunyai pandangan luas tentang kehidupannya. Selain ia mempelajari berbagai jenis pijat dan penyembuhannya informan 7 mempunyai cita – cita yang mulia yaitu membuka sekolah yang berisikan tunanetra khusus untuk menjadi terapis pijat di berbagai kota di Indonesia.

“Saya punya cita – cita untuk membuat sekolah gratis pelatihan tunanetra dengan beberapa jenis pijat di kota – kota besar di Indonesia, kalo duitnya dari mana makanya kita buat penggalangan dana kan ada banyak sekarang kaya kitabisa.com untuk sekolahan tapi itu masih jadi cita – cita, yaa semoga terlaksana”.

Berbeda dengan cita - cita informan 7, informan 2 secara tersirat mengimprovisasikan diri dengan cara mendengarkan berbagai berita di media online. Berita yang informan 2 dalami khususnya tentang tunanetra, menciptakan pemikiran kritis tentang kehidupan tunanetra. Informan 2 menjelaskan bahwa ia terus mempelajari & membaca berita dari gadget yang membuka pemikiran kritisnya tentang bagaimana seharusnya tunanetra mendapat kehidupan yang layak.

“kalo kaya sekarang kan mereka cuma mikir bisa jadi tukang pijat padahal bisa jadi apa aja, misalkan seniman, atlet seperti angga tuh (informan 2), guru, kerja di kantor. Kerja di kantor sebenarnya ada loh undang – undangnya tapi ya mungkin perusahaan gatau kali ya, nah yang harus galakin pemerintah kasih lah iklan masyarakat. Saya gak pernah tuh liat iklan layanan masyarakat yang isinya tentang disabilitas”.

“intinya harus ada iklan-iklan masyarakat yang bercerita orang - orang kebutuhan khusus itu masih bisa bermanfaat di masyarakat, masih bisa hidup berbaur masih bisa berguna dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki”.

Berdasarkan pemaparan pengalaman ke empat informan penelitian ini, peneliti menemukan adanya 3 pokok penting yang menjadi pengalaman bersama para informan. Penelitian ini akan dibahas dimulai dari motif penasaran pemakaian gadget bagi tunanetra. Rasa ingin tahu dapat diartikan sebagai

(7)

874 Volume 7, Nomor 3, November 2023

salah satu karakter yang dinilai penting untuk dimiliki seseorang, serta baiknya dikembangkan oleh setiap individu, jika seseorang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka ia akan menjadi pribadi yang dapat memahami fenomena apa yang terjadi di sekelilingnya dengan lebih menyadari dan juga kritis dalam memahami sebuah konsep (Bayuningrum, 2021). Pada penelitian ini, para terapis tunanetra Shiatsu mendapatkan manfaat nyata dari adanya komunikasi. Salah satu hasil dari komunikasi yaitu seseorang bisa mendapatkan sebuah realitas baru (Littlejohn et al., 2017). Motif penasaran terapis tunanetra Shiatsu tersebut untungnya didukung dengan variasi harga gadget yang dilengkapi dengan pembaca layar bahkan yang paling murah sekalipun.

Gadget smartphone merupakan teknologi baru yang menimbulkan rasa penasaran terhadap banyak orang, terlebih lagi tunanetra yang baru terpapar dengan kemunculan teknologi masa kini.

Mereka tidak menyangka bahwa kehadiran gadget smartphone dapat mengubah dan juga membantu kehidupan mereka berubah menjadi lebih baik. Apalagi dengan desain gadget smartphone masa kini yang memiliki tampilan layar sentuh dan tidak memiliki tombol fisik seperti yang mereka ketahui sebelumnya, karena kebanyakan teknologi sebelumnya yang dipergunakan oleh tunanetra sejatinya menggunakan indra peraba, sehingga kehadiran gadget yang tidak ada sama sekali tombol fisiknya mengundang banyak penasaran tunanetra.

Pembahasan dari motif selanjutnya adalah permintaan sanak saudara dan juga sesama tunanetra. Motif selanjutnya adalah permintaan sanak saudara atau teman sesama tunanetra. Latar belakang dari penggunaan gadget dialami oleh beberapa informan adalah permintaan orang lain, hal ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang mengharuskan semua orang beralih kepada gadget.

Terbentuknya kehidupan sosial yang ada dalam media sosial online membuat tunanetra juga diharuskan menggunakan. Dengan teknologi yang memungkinkan tunanetra dan kemauan serta dorongan dari orang sekitar, tunanetra tidak dapat lagi menolak adanya perkembangan zaman. Di jaman yang hampir semua orang menggunakan media sosial menjadi masalah ketika seorang tunanetra tidak menggunakannya. Hal ini disebabkan aplikasi pendukung komunikasi yang terbesar seperti Whatsapp tidak lagi menggunakan pulsa untuk pemakaiannya melainkan kuota.

Tunanetra yang belum beralih kepada sistem gadget smartphone dan masih menggunakan sms dan pulsa akan susah berkomunikasi jarak jauh dikarenakan kini sudah jarang orang awas dan tunanetra sekalipun yang masih mempunyai pulsa di gadgetnya melainkan kuota. Motif ini juga dapat digolongkan sebagai bagian dari Komunikasi Instruktif atau Koersif, yang berarti sebuah tindak penyampaian pesan oleh seorang individu terhadap individu lainnya yang mengandung unsur ancaman dan juga sanksi yang bertujuan untuk mengubah opini, tingkah laku, dan juga sikap individu tersebut (Effendy, 2011).

Tunanetra yang pada masa ini semakin banyak yang menggunakan Whatsapp dan juga sosial media dalam berkomunikasi, erat kaitannya dengan komunikasi instruktif dimana para tunanetra merubah tingkah lakunya dalam bertukar pesan dari yang sebelumnya hanya menggunakan SMS. Jika mereka tidak mengikuti perkembangan teknologi dan tidak ikut serta menggunakan Whatsapp, maka mereka akan merasa tertinggal dan juga adanya sanksi sosial jika tidak menggunakannya, dengan alasan bahwa pada saat ini semua orang awas maupun tunanetra lainnya telah meninggalkan cara berkomunikasi dengan SMS yang terhitung lebih tinggi biaya karena menggunakan pulsa di setiap pengiriman pesan.

Selain Whatsapp, media sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi contohnya adalah Facebook, Instagram, dan sebagainya. Beberapa informan terapis tunanetra Shiatsu menggunakan gadget dikarenakan adanya dorongan dari keluarga terdekat yang pada umumnya awas. Sama halnya dengan alasan untuk meninggalkan SMS, pesatnya penggunaan aplikasi komunikasi digital dan juga sosial media yang orang awas ikuti kini tidak lagi membutuhkan pulsa melainkan hanya kuota, sehingga akan lebih hemat biaya. Selain itu, sesama tunanetra dapat saling bertukar informasi di dalam forum atau komunitas online, sehingga hal ini membuat tunanetra lainnya memiliki rasa takut tertinggal jika tidak ikut serta dalam menggunakan Whatsapp maupun sosial media lainnya. Timbulnya perasaan tidak mau ditinggal ini dapat disebabkan oleh sebuah interpretasi yang bersifat subjektif seseorang atas penilaian orang lainnya yang ia anggap mempunyai hubungan erat dengan mereka tentang sikap serta tindakan yang akan dilakukan oleh seseorang tersebut (Mulyana, 2001).

(8)

875 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Pembahasan terakhir dari penggunaan gadget bagi terapis tunanetra shiatsu adalah motif impovisasi diri. Motif improvisasi diri juga disampaikan oleh beberapa informan yang ditemui peneliti.

Setiap tingkah laku manusia pada dasarnya didorong oleh motif tertentu. Dalam melakukan sebuah tindakan, seorang manusia pasti mempunyai motif yang mendasari tindakan tersebut ataupun motif yang ia ingin capai (Sardiman, 2018). Improvisasi diri merupakan hal yang sama pentingnya bagi tunanetra karena meski memiliki kekurangan mereka mau melanjutkan hidupnya mengimprovisasikan dirinya ke arah yang baik. Improvisasi yang dimaksud disini adalah mengenai pencapaian diri. Tunanetra bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan aktualisasi diri dan berkembang sesuai dengan bidang yang disukainya, seperti olahraga, kegiatan di bidang kreatif, musik, dan lain sebagainya. Dengan adanya improvisasi diri terapis tunanetra Shiatsu dapat membuka pemikirannya lebih luas, menciptakan peluang baru, dan juga cita-cita yang tinggi.

Improvisasi diri merupakan hal yang sama pentingnya bagi tunanetra karena meski memiliki kekurangan mereka mau melanjutkan hidupnya mengimprovisasikan dirinya ke arah yang baik. Upaya improvisasi diri merupakan motif yang banyak juga diceritakan oleh informan.Pada mulanya tunanetra yang selalu membutuhkan orang lain (awas) yang mendampinginya memang membuat kurangnya ada rasa kemandirian. Hal ini yang ingin dikurangi, memang pasti adakalanya membutuhkan bantuan orang awas untuk melakukan hal yang memerlukan penglihatan. Namun dengan adanya gadget yang membantu kegiatan umum sehari-hari seperti komunikasi, transportasi, profesi, hiburan, mereka tidak lagi membutuhkan dan bisa mencari kegiatan yang ia ingin lakukan atau mereka ingin dalami tidak bergantung kepada orang awas.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemaparan pengalaman keempat informan penelitian mengenai penggunaan gadget bagi terapis tunanetra Shiatsu, terdapat tiga pokok penting yang menjadi pengalaman bersama para informan. Motif Penasaran dalam Penggunaan Gadget: Para informan menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap teknologi gadget, terutama smartphone. Kehadiran gadget baru, seperti smartphone dengan tampilan layar sentuh, menimbulkan rasa penasaran dan keingintahuan mereka, terutama bagi tunanetra yang sebelumnya menggunakan teknologi berbasis indra peraba. Permintaan dari Sanak Saudara dan Sesama Tunanetra: Penggunaan gadget dipengaruhi oleh permintaan orang-orang terdekat, termasuk sanak saudara dan teman sesama tunanetra. Kemajuan teknologi dan penggunaan media sosial online mempengaruhi interaksi sosial tunanetra, sehingga mereka merasa terdorong untuk menggunakan gadget dan media sosial sebagai alat komunikasi. Motif Improvisasi Diri: Penggunaan gadget membuka peluang baru bagi terapis tunanetra Shiatsu untuk mengembangkan diri dan mencapai potensi diri. Gadget membantu mereka merasa lebih mandiri dan membuka peluang untuk mencoba berbagai aktivitas, seperti olahraga, kreativitas, musik, dan bidang lainnya. Secara keseluruhan, pengalaman para informan menunjukkan bahwa penggunaan gadget memiliki dampak positif dalam meningkatkan rasa ingin tahu, interaksi sosial, dan kemampuan untuk mengembangkan diri bagi terapis tunanetra Shiatsu. Penggunaan gadget membantu mereka berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sehari-hari dan merasa lebih mandiri dalam berbagai aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mohannadi, A.-D. (2021). Innovative ICT Accessibility solutions in stadiums and fan zones for persons with visual impairment and blindness. Nafath, 6(19).

Ardianto, Y. (2019). Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Bayuningrum, W. A. (2021). Curiosity dalam kehidupan sehari-hari. Psychological Journal.

Effendy, O. U. (2011). Ilmu Komunikasi: Teori dan Prakteknya. Remaja Rosdakarya.

Hartato, Yoshua, R. J. A., Husein, Garetta, A., & Hendric, H. L. (2022). Technology for Disabled with Smartphone Apps for Blind People. Springer.

(9)

876 Volume 7, Nomor 3, November 2023

Kustiani, R. (2022). 17 Juta Difabel Usia Produktif, yang Bekerja Baru 7,6 Juta Orang. Tempo.

Kuswarno, E. (2006). Tradisi Fenomenologi Pada Penelitian Komunikasi Kualitatif: Sebuah Pengalaman Akademis. Mediator, 7(1).

Littlejohn, S. W., Foss, K. A., & Oetze, J. G. (2017). Theories of Human Communication (11th ed.).

Waveland Press, Incorporated.

Mulyana, D. (2001). Prinsip prinsip Dasar Komunikasi. Remaja Rosda Karya.

Pertiwi, W. K. (2021). Jumlah Pengguna Ponsel di Dunia Tembus 5 Miliar Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Jumlah Pengguna Ponsel di Dunia Tembus 5 Miliar”, Klik untuk baca:

https://tekno.kompas.com/read/2021/09/02/09144137/jumlah-pengguna-ponsel-di-dunia-tembus-5- miliar. Kompas.

Robles, T. de J. Á., Rodríguez, F. J. Á., Benítez-Guerrero, E., & Rusu, C. (2019). Adapting card sorting for blind people: Evaluation of the interaction design in TalkBack. Computer Standards and Interfaces, 66. https://doi.org/10.1016/j.csi.2019.103356

Sardiman. (2018). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers.

Senjam, S. S., Manna, S., & Bascaran, C. (2021). Smartphones-based assistive technology: Accessibility features and apps for people with visual impairment, and its usage, challenges, and usability testing. In Clinical Optometry (Vol. 13, pp. 311–322). Dove Medical Press Ltd.

https://doi.org/10.2147/OPTO.S336361

Surapraja, M., & Al- Akbar Nuruddin. (2020). Alfred Schutz, Pengarusutamaan Fenomenologi dalam Tradisi Ilmu Sosial. Gajah Mada University Press.

WHO. (2021). Disability. World Health Organization.

Yulaswati, V., Nursyamsi, F., Ramadhan, M. N., Palani, H., & Yazid, E. K. (2021). Tinjauan Peningkatan Akses dan Taraf Hidup Penyandang Disabilitas Indonesia : Aspek Sosioekonomi dan Yuridis.

Zufall, J., Norris, S., Schaltegger, S., Revellio, F., & Hansen, E. G. (2020). Business model patterns of sustainability pioneers - Analyzing cases across the smartphone life cycle. Journal of Cleaner Production, 244. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.11865

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari kinerja keuangan keempat Bank Mandiri sebelum merger (BBD, BDN, Bank EXIM, dan BAPINDO) dampak yang terjadi dari segi profitabilitas mengalami kenaikan

English School as “Middle Way” IR is a “Society” of state State as the main actors in IR Anarchical International System There are common interests, rules, and Institutions that