KOMUNIKASI INTERNASIONAL OLEH PEMERINTAH INDONESIA SEBAGAI OFFICIAL TRANSACTION DALAM MENGHADAPIASEAN COMMUNITY 2015 (DITINJAU DARI PERSPEKTIF DIPLOMATIK)
Restiawan Permana
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta [email protected]
Abstract
In order to maintain political stability and the ASEAN regional security and to improve the competitiveness of the region as a whole in the eyes of other countries, all it requires an international communications mastery to balance the pattern and structure of international communication, especially through the instrument of the idea of a new international information order of urgency. Indonesia through the Ministry of Foreign Affairs, acting as one of the main perpetrators of international communication (official transactions), runs a number of measures that influence the position of the state they represent. Diplomacy is the bridge that can be used to merge the gap between one country to another. Through diplomacy similarly, the resolution of conflicts between countries can be done to realize the cooperation in the ASEAN region.
Keywords: international communication, diplomacy
Pendahuluan
Penjajahan gaya baru sekarang ini tidak lagi mengandalkan kekuatan sistem senjata, melainkan menggunakan sarana informasi dan jaringan komunikasi internasional. Kondisi ini telah mendesak negara berkembang atau Dunia Ketiga untuk meningkatkan kemampuan dalam segala bidang, utamanya kemampuan diplomasi atau komunikasi internasional. Inilah sebuah tantangan yang mesti dihadapi. Keberhasilan dalam pertarungan komunikasi itu sangat ditentukan oleh strategi komunikasi dan penguasaan atas sumber-‐sumber daya, tak terkecuali sumber daya informasi dan jaringan komunikasi. Di sini sangat terasa betapa pentingnya komunikasi internasional untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan pada era sekarang ini.
Komunikasi internasional merupakan salah satu bidang, arena dan konteks dalam ilmu komunikasi. Fenomena komunikasi internasional sangat luas, sehingga ada semacam tuntutan untuk membuat batasan. Setidaknya bila merambah ranah disiplin ilmu lain tetap bisa diperlihatkan sisi-‐sisi perbedaannya sebagai bagian dari ilmu komunikasi.
Komunikasi internasional juga adalah studi tentang komunikasi antara dua negara atau lebih yang berbeda latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berupa perbedaan ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan perbedaan bahasa.
Sebagai implementasinya, komunikasi internasional digunakan oleh setiap negara untuk menjawab berbagai tantangan. Tantangan tersebut terasa semakin berat ketika kini dunia dihadapkan dengan ketidakseimbangan dengan tampilnya Amerika Serikat (AS) sebagai satu-‐satunya negara adidaya yang tak tertandingi. AS kerap memamerkan praktik unilateralisme dalam berbagai forum dan medan komunikasi
P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 4
internasional. Negara-‐negara Barat memamerkan arogansi dan lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan internasional lebih besar.
Ketimpangan dalam hubungan internasional seakan bertambah-‐tambah, tatkala badan-‐badan atau organisasi internasional, utamanya Perserikatan Bangsa-‐Bangsa (PBB) semakin kehilangan wibawanya akibat lebih berfungsi sebagai pihak yang condong menyuarakan kepentingan negara kuat tertentu. Pada sisi lain, para pelaku komunikasi internasional, khususnya dari kalangan media massa dan organisasi internasional serta korporasi transnasional mendominasi medan komunikasi internasional. Media-‐media arus utama lebih mengutamakan kepentingan negara industri maju dan menerapkan pola komunikasi dengan faham arus bebas informasi (free flow of information) sehingga arus informasi mengalir tanpa kendali (control of information) dari Utara ke Selatan atau dari Barat ke Timur. Terjadinya perbedaan pendapat, salah paham, pertentangan dalam masalah tujuan dan kepentingan juga kerap terjadi.
Oleh sebab itu, komunikasi dipandang sebagai sarana pendidikan negara berkembang untuk menjadi bergantung pada negara-‐negara maju. Proses Eropanisasi atau Westernisasi yang oleh kubu modernisasi dipandang sebagai hal yang diperlukan agar masyarakat negara berkembang mengadopsi nilai-‐nilai yang dibutuhkan untuk mengikuti jejak negara Barat mencapai kemajuannya, dalam kubu imperialisme dipandang sebagai hal yang menjadikan masyarakat negara berkembang menjadi konsumen barang-‐barang produksi Barat yang sebenarnya tak dibutuhkan sesuai dengan perkembangan ekonomi mereka. Selain itu, penanaman nilai-‐nilai yang tercapai lewat komunikasi internasional itu juga dianggap menjadikan negara berkembang terutama elitnya senantiasa menganggap benar pola habungan antar negara maju dan negara berkembang yang sebenarnya bersifat eksploitatif (Shoelhi, 2009).
Keadaan ini sangat memprihatinkan bagi sebagian penduduk dunia, terutama di negara-‐negara kawasan ASEAN. Indonesia beserta negara-‐negara berkembang lainnya, seperti negara-‐negara ASEAN (Association of South East Asian Nation) tentu saja harus memiliki daya saing agar sederajat dengan negara-‐negara lainnya di dunia, khususnya negara-‐negara Barat demi persahabatan dan persaudaraan yang lebih erat serta kerjasama bagi keadilan, kesejahteraan, dan kemajuan pembangunan internasional, utamanya bagi rekonstruksi peradaban dalam kehidupan segenap umat manusia.
Selama empat dekade keberadaannya, ASEAN telah mengalami banyak perubahan serta perkembangan positif dan signifikan yang mengarah pada pendewasaan ASEAN. Kerjasama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan akan dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada tahun 2015.
Pembentukan ASEAN Community 2015 diawali dengan komitmen para pemimpin ASEAN yang mencita-‐citakan ASEAN sebagai suatu komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan yang damai, stabil dan makmur, dipersatukan oleh hubungan kemitraan dalam pembangunan yang dinamis dan masyarakat yang saling peduli. Tujuan dari pembentukan ASEAN Community 2015 adalah untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa ASEAN perlu menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-‐permasalahan internal dan eksternal.
Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN serta meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di mata negara lain, maka semua itu memerlukan adanya penguasaan komunikasi internasional untuk
menyeimbangkan pola dan struktur komunikasi internasional, khususnya melalui instrumen gagasan tentang urgensi tata informasi internasional baru. Komunikasi internasional adalah salah satu solusi untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh keyakinan terhadap suatu gagasan antarnegara.
Hal inilah yang menjadikan komunikasi internasional bukan wacana semata, melainkan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan suatu negara dalam menjalin hubungan baik dan melangsungkan kerjasama dengan negara lain. Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia berperan menjadi komunikator yang mewakili Indonesia dalam setiap perundingan maupun kerjasama dengan negara-‐
negara lain. Dalam konteks komunikasi internasional, istilah ini disebut dengan Official Transaction yaitu kegiatan komunikasi yang dijalankan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara konseptual penulis mengemukakan sebuah pemikiran terkait komunikasi internasional oleh pemerintah Indonesia sebagai official transaction dalam menghadapi ASEAN Community 2015 (ditinjau dari perspektif diplomatik). Dengan maksud, melalui tulisan ini kita semua dapat memahami lebih jauh tentang praktik diplomasi sebagai upaya untuk menghilangkan kesenjangan antarnegara.
Pembahasan
Komunikasi Internasional Oleh Kementerian Luar Negeri RI
Komunikasi internasional adalah komunikasi yang dilakukan komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-‐pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain. Sebagai sebuah bidang kajian, Komunikasi Internasional memfokuskan perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir melalui batas-‐batas negara. Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-‐aktor yang terlibat di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya.
Komunikasi internasional mempelajari pernyataan antarnegara, antarpemerintah, atau antarbangsa yang bersifat umum melalui lambang-‐lambang yang berarti. Rumusan itu memberikan arti, bahwa pendekatan terhadap subdisiplin komunikasi dengan melihat unsur-‐unsur serta hukum-‐hukum yang berlaku di bidang komunikasi (Sastropoetro dalam Shoelhi, 2009).
Maletzke dalam Shoelhi (2009) mengemukakan bahwa komunikasi internasional adalah proses komunikasi antara berbagai negara atau bangsa yang melintasi batas-‐
batas negara. Lebih lanjut, dalam pandangan Maletzke, komunikasi ini tercermin dalam diplomasi dan propaganda, dan seringkali berhubungan dengan situasi intercultural (antarbudaya). Komunikasi internasional lebih menekankan kajian atau perhatian pada pesan yang bermuatan kebijakan dan kepentingan suatu negara dengan negara lain sebagai realitas politik yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan, dan lain-‐lain; komunikasi antarbangsa lebih banyak mengkaji realitas politik.
Komunikasi internasional adalah komunikasi antara struktur-‐struktur politik alih-‐alih antar budaya-‐budaya individual, artinya komunikasi internasional sering dilakukan lewat para pemimpin negara atau wakil-‐wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal). Para wakil negara tersebut mewakili kepentingan negaranya dalam upaya meyakinkan negara lain atas berbagai kebijakan yang tengah ditempuhnya.
Mulanya, komunikasi internasional merupakan speliasisasi dari komunikasi massa. Sebab komunikatornya adalah lembaga atau individu yang dilembagakan seperti
P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 4
presiden, perdana menteri atau raja, pemerintah, negara, atau organisasi yang dibentuk untuk melakukan kegiatan komunikasi yang sifatnya internasional.
Secara lebih spesifik dijelaskan Liliweri (2003), bahwa studi komunikasi internasional disandarkan atas pendekatan-‐pendekatan maupun metodologi sebagai berikut:
Pendekatan peta (geographical approach) yang membahas arus informasi maupun liputan internasional pada bangsa atau negara tertentu, wilayah tertentu, lingkup dunia, dan antarwilayah/antarkawasan.
Pendekatan media (media approach), adalah pengkajian berita internasional melalui suatu media atau multimedia.
Pendekatan peristiwa (event approach) yang mengkaji suatu peristiwa internasional lewat suatu media.
Pendekatan ideologis (ideological approach), yang membandingkan sistem pers antarbangsa atau melihat penyebaran arus berita internasional dari sudut ideologis semata-‐mata.
Dalam perkembangannya, disiplin komunikasi internasional kerap dipraktikkan dengan menggunakan empat pendekatan dominan, yaitu pendekatan idelistik-‐
humanistik, kepengikutan politik baru (political proselyzation), informasi sebagai kekuatan ekonomi, dan kekuatan politik. Secara ideal, komunikasi internasional ditujukan untuk saling pengerian, saling mendukung, dan kerjasama antarmanusia dan antarpenduduk di setiap negara. Namun, tujuan ini kadang-‐kadang dianggap mengandung kerugian oleh pihak yang lebih mampu karena punya kecukupan sumber daya untuk berbagi atau berkontribusi dalam banyak hal.
Komunikasi internasional juga kerap dieksploitasi oleh negara-‐negara maju yang memiliki kepentingan politik untuk memperluas wilayah pengaruh politiknya dan/atau untuk memenuhi kepentingan nasionalnya sendiri. Dalam konteks ini, komunikasi internasional dijadikan sebagai alat untuk memperkuat cengkeraman hegemoni suatu negara atas negara lain atau atas suatu kawasan tertentu. Untuk mencapai tujuan ini, jelas diperlukan biaya yang sangat besar. Untuk mempertahankan atau memperluas wilayah pengaruh itu, suatu negara cenderung menerapkan berbagai langkah, termasuk politik pengekangan (containtment policy).
Beberapa pendekatan dalam komunikasi internasional, antara lain adalah sebagai berikut:
Pendekatan Idealistik-‐Humanistik
Metode untuk memupuk serta mempererat hubungan persahabatan dan kerjasama internasional; memecahkan masalah-‐masalah hubungan antarmanusia, antarbangsa;
serta menemukan cara-‐cara untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan dunia semesta.
Kepengikutan Politik Baru (political preselyzation)
Informasi Sebagai Kekuatan Ekonomi
Siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia.
Kekuatan Politik
Mempertahankan atau memperluas wilayah pengaruh.
Bila ditinjau dari pendekatan interaksi yang digunakan, komunikasi internasional dapat dipelajari dari beberapa perspektif, yaitu: perspektif jurnalistik,
perspektif diplomatik, perspektif propagandistik, perspektif kulturalistik, dan perspektif bisnis.
Dalam tulisan ini, penulis membatasi pembahasan pada perspektif diplomatik saja. Dimana komunikasi internasional merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah atau negara dengan pemerintah atau negara lain melalui saluran diplomatik. Jalur diplomatik lebih kerap ditempuh melalui komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal, atau staf diplomatik lainnya). Dalam perspektif diplomatik, komunikasi internasional lazimnya dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil antarpejabat tinggi negara atau melalui perwakilan diplomatik dan konsuler masing-‐masing negara atau melalui mekanisme komunikasi PBB serta organisasi internasional seperti ASEAN, Uni Eropa APEC, OIC, WTO, OECD, UNESCO, dan sebagainya.
Komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik merupakan kegiatan atau upaya untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh keyakinan terhadap suatu gagasan. Dengan menggunakan saluran-‐saluran diplomatik, komunikasi internasional lebih banyak digunakan untuk memperluas pengaruh, meningkatkan komitmen dan solidaritas, menanggulangi perbedaan pendapat dan salah paham, serta menghindari pertentangan dalam masalah tujuan dan kepentingan yang dikehendaki suatu negara. Selain untuk menghindari konflik, tujuan komunikasi internasional sering digunakan untuk mengembangkan kerja sama baik dalam hubungan bilateral maupun multilateral, memperkuat posisi tawar (bargaining position) serta meningkatkan citra dan reputasi suatu negara. Di sini, terasa betapa pentingnya teknik komunikasi diplomatik serta perlunya tradisi komunikasi diplomatik di antara negara berdaulat dalam meletakkan jalur utama komunikasi internasional untuk tujuan memelihara perdamaian dunia dan mengembangkan pembangunan internasional.
Berbagai kunjungan kenegaraan dan keikutsertaan dalam konferensi internasional merupakan bagian dari perspektif diplomatik komunikasi internasional.
Contoh konkretnya termasuk komunikasi antara pejabat tinggi satu negara dengan negara lain dalam lobby, forum tukar pikiran, persidangan, perundingan, dan sebagainya untuk menggalang dukungan terhadap suatu resolusi di PBB. Contoh lainnya adalah kontak-‐kontak untuk menginformasikan hal-‐hal yang sesungguhnya terjadi mengenai stabilitas sosial politik untuk mengembangkan suatu kerja sama internasional dan mendorong masuknya investasi asing ke sebuah negara.
Contoh perspektif diplomatik adalah kunjungan Menlu AS, Collin Powell ke Indonesia untuk menjelaskan kebijakan luar negeri AS dalam penanggulangan terorisme internasional (pertengahan 2002). Kunjungan Menlu Inggris, Jack Straw bermaksud menjelaskan bahwa pemerintah Inggris tidak berniat untuk memusuhi Islam. Tetapi karena melihat adanya ancaman senjata nuklir, Inggris memberi dukungan kepada AS dalam agresi militer ke Irak (11 Januari 2003). Contoh lainnya adalah kunjungan Dubes AS, Ralph L. Boyce ke beberapa perguruan tinggi dan pesantren untuk berceramah tentang Islam and Religious Tolerance in America (November 2002).
Komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik lazim digolongkan ke dalam first track diplomacy (komunikasi ditujukan kepada pemerintah negara), dan second track diplomacy (komunikasi berhubungan langsung dengan penduduk atau masyarakat setempat). Kunjungan presiden Putin ke Jakarta untuk berbicara dengan Presiden Yudhoyono dan menggolkan transaksi jual-‐beli pesawat Sukhoi buatan Rusia disebut first track diplomacy. Kunjungan Dubes AS ke kampus dan pesantren tergolong second track diplomacy. Ditinjau dari dimensi komunikasi, untuk jangka waktu yang
P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 4
lama, komunikasi formal antarpemerintah dianggap telah menentukan efektivitasnya (Shoelhi, 2009).
Sedangkan komunikasi internasional berfungsi sebagai berikut:
Mendinamiskan hubungan internasional yang terjalin antara dua atau beberapa negara serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-‐kelompok masyarakat yang berbeda negara dan kebangsaan.
Menunjang upaya-‐upaya pencapaian tujuan hubungan internasional dengan memelihara iklim perdamaian, menghindari kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan pemerintah manapun antarpenduduk, menghindari dan menyelesaikan terjadinya konflk, serta meningkatkan kerja sama internasional.
Mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi suatu negara dalam upaya memperjuangkan pencapaian kepentingan nasionalnya di negara lain atau di forum internasional.
Komunikasi internasional yang dilakukan antarnegara ditujukan untuk mengubah kondisi hubungan yang menyimpan ketegangan politik, ekonomi, militer, sosial, dan budaya, sehingga menjadi kondisi yang tenteram. Ini semua bisa dicapai utamanya berkat kesungguhan upaya para diplomat dalam mewujudkan saling pengertian dan kesepahaman tentang berbagai masalah internasional. Sebenarnya, kesempatan selalu terbuka dan media komunikasi pun selalu tersedia untuk digunakan dalam penyampaian pesan, kehendak, harapan, atau bahkan ancaman.
Adanya konflik kepentingan antara satu negara dengan negara lain telah membuat semakin penting arti peran komunikasi internasional untuk mempertemukan kesenjangan, menghindarkan konflik, menjembatani kepentingan, dan mengukuhkan ikatan hubungan internasional.
Penataan sistem politik, hukum, militer, ekonomi, dan sosial budaya yang diwujudkan membuat Indonesia memiliki arti penting dalam pergaulan internasional.
Dengan penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara sedemikian rupa Indonesia dipandang sebagai negara yang memiliki daya tarik bagi pencapaian berbagai kepentingan dalam kehidupan antarbangsa.
Ditinjau dari sisi hubungan internasional, Indonesia berkepentingan untuk menjelaskan dan memahamkan kekayaan potensi Indonesia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia (penduduk) serta tata kehidupannya, kepada negara dan bangsa lain bagi kemajuan hubungan kerja sama internasional Para diplomat melakukan komunikasi agar dunia internasional memiliki pemahaman tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan tercapainya kepentingan nasional untuk kemudian disumbangkan bagi peningkatan kesejahteraan internasional.
Berangkat dari keprihatinan tentang struktur komunikasi internasional yang terlalu didominasi oleh negara-‐negara Barat inilah, negara-‐negara berkembang mengajukan gagasan tata informasi dan komunikasi internasional baru yang juga dikenal dalam forum internasional dengan istilah New Information Order (NIO). Tata informasi dan komunikasi internasional baru adalah sebuah gagasan yang mengangankan terwujudnya sebuah struktur sistem media dan komunikasi internasional dalam arus yang berimbang antara negara maju dan negara berkembang.
Tercakup dalam gagasan ini adalah perlunya setiap pemerinah berperan dalam menata sistem komunikasi negaranya, di samping melakukan penolakan terhadap prinsip kebebasan mutlak yang banyak dimanfaatkan oleh kekuatan ekonomi arus utama. Dua hal terakhir inilah yang menjadi fokus utama pertentangan antara Dunia Ketiga dengan negara-‐negara industri maju, terutama Amerika Serikat (Shoelhi, 2009).
Indonesia melalui pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, adalah pihak yang berperan sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional (official transaction), menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam peraturan politik internasional. Pemerintah dapat menjalankan langkah-‐langkah yang berefek politik langsung, seperti diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung, seperti mempromosikan pendidikan internasional.
Samuel Edward Finer dalam Hasan (2009) mengatakan bahwa kata
“government” atau pemerintah dapat memiliki arti:
Menunjuk pada kegiatan atau proses memerintah, yakni melakukan kontrol atas pihak lain (the activity or the proces of govering).
Menunjuk pada masalah-‐masalah negara dalam kegiatan atau proses dijumpai.
Menunjukkan cara, metoda atau sistem dengan mana suatu masyarakat tertentu diperintah (the manner, method or system by which a particular society is governed).
C.F. Strong dalam Hasan (2009) menyatakan pemerintah adalah organisasi yang memiliki hak untuk melaksanakan kewenangan berdaulat atau tertinggi. Pemerintah dalam arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar dari pada suatu kementerian yang diberi tanggung jawab memelihara perdamaian dan keamanan negara (government is, therefore, that organization, in which is vested the right to exercise sovereign powers.
Government is the broad sense, is something bigger than a special body of a ministers a sense in which we colloquially use it to day, when...government, in the broader sense is charged with the maintenance of the peace and security of the state within and without).
Terdapat enam karakteristik yang seharusnya berlaku pada berbagai organisasi termasuk penyelenggaran pemerintahan, yaitu:
Para aparatur pemerintah harus menyadari pentingnya komunikasi.
Para aparatur pemerintah harus memiliki komitmen pada komunikasi dua arah.
Penekanan komunikasi lebih diutamakan pada bentuk komunikasi tatap muka.
Transparasi dan keterbukaan harus merupakan tujuan bersama dalam mencapai visi, misi, program, dan strategi.
Kepiawaian dalam menangani kondisi seburuk apapun termasuk berita yang jelek dan tidak menguntungkan.
Memperlakukan komunikasi sebagai proses berkelanjutan.
Kementerian Luar Negeri (dahulu Depertemen Luar Negeri) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan luar negeri. Kementerian Luar Negeri dipimpin oleh seorang menteri yang sejak tanggal 22 Oktober 2009 dijabat oleh Marty Natalegawa dan wakilnya yaitu Triyono Wibowo sejak 28 Agustus 2008.
Kementerian Luar Negeri merupakan salah satu dari tiga kementerian (bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan) yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945. Kementerian Luar Negeri tidak dapat diubah atau dibubarkan oleh presiden.
Menteri Luar Negeri secara bersama-‐sama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan bertindak sebagai pelaksana tugas kepresidenan jika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.
Tugas utama Kementerian Luar Negeri melalui diplomasi:
P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 4
Tahun 1945-‐1950
Mengusahakan simpati dan dukungan masyarakat internasional, menggalang solidaritas teman-‐teman di segala bidang dan dengan berbagai macam upaya memperoleh dukungan dan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.
Melakukan perundingan dan membuat persetujuan:
Persetujuan Linggarjati-‐pengakuan atas RI meliputi Jawa dan Madura Perjanjian Renville-‐pengakuan atas RI meliputi Jawa dan Sumatra
Perjanjian Konferensi Meja Bundar -‐Indonesia dalam bentuk negara Federal
Diplomasi Indonesia berhasil mengembalikan keutuhan wilayah RI dengan membatalkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar
Tahun 1966-‐1998 Pengakuan Irian Barat
Pengakuan terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan dalam perjuangan hukum laut United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS)
Meningkatkan kerjasama ASEAN
Mencari pengakuan internasional terhadap maritim
Ketua Gerakan Non Blok untuk memperjuangkan kepentingan negara-‐negara berkembang
Ketua APEC dan G-‐15
Meningkatkan kerjasama pembangunan
Tahun 1998-‐sekarang
Memagari potensi disintegrasi bangsa Upaya membantu pemulihan ekonomi Upaya peningkatan citra Indonesia
Meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan WNI
ASEAN Community 2015 dalam Perspektif Diplomatik
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa tulisan ini membahas tentang komunikasi internasional ditinjau dari perspektif diplomatik. Oleh sebab itu, maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang apa itu diplomasi. Diplomasi tidak bisa dipisahkan dalam kaitannya dengan komunikasi internasional.
Menurut Jusuf Badri dalam Partao (2007), pengertian tentang diplomasi yang dikutip dari beberapa pakar, antara lain:
Penerapan kemampuan keterampilan serta intelengensi dalam pelaksanaan hubungan luar negeri antarpemerintah di antara negara-‐negara berdaulat).
Penjalinan bisnis antara berbagai negara dengan cara-‐cara damai.
Sedangkan Rivier dalam Partao (2007) menyebutkan diplomasi adalah:
Ilmu dan seni dalam mewakili negara dan bernegosiasi.
Kata yang sama dipergunakan untuk mengekspresikan suatu konsep yang cukup kompleks serta meliputi seluruh permasalahan, cara-‐cara serta upaya mewakili negara, termasuk Kementerian Luar Negeri, atau seluruh agen-‐agen politik. Dalam pengertian inilah, orang dapat menyebutkan tentang keandalan diplomasi Perancis selama masa-‐
masa tertentu, atau tentang diplomasi Rusia, diplomasi Austria.
Akhirnya, diplomasi diartikan sebagai karier atau profesi seorang diplomat. Seorang yang mengangkat sumpah untuk menjadi pengacara, atau juga menjadi prajurit (prinsip-‐prinsip hak kewajiban rakyat).
Kementerian Luar Negeri menempatkan diplomasi sebagai jawaban terhadap berbagai tantangan di hadapan bangsa Indonesia. Dan tentunya, diplomasi digunakan untuk memanfaatkan berbagai peluang yang terbentang di hadapan kita. Pendekatan diplomasi juga diterapkan dalam menghadapi keterkaitan yang erat antara masalah politik keamanan di satu sisi, dengan masalah sosial ekonomi di sisi lain, serta keterkaitan antara masalah nasional, bilateral, regional, dan global. (Marty Natalegawa dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu 7 januari 2014).
Mengutip pernyataan Duta Besar Hasan Kleib Direktur Jenderal Multilateral Kemlu RI dalam Tabloid Diplomasi, profil diplomasi Indonesia di kancah multilateral saat ini sudah lebih baik dibanding dulu. Oleh karena itu, perilaku orang Indonesia dalam pergaulan internasional pun harus mencerminkan meningkatnya profil tersebut.
Sebagai negara denga profil politik luar negeri yang semakin meningkat, bangsa juga harus bertindak sesuai dengan statusnya.
Di tengah kondisi global dan kawasan yang semakin kompleks, Kementerian Luar Negeri sebagai official transaction memiliki komitmen, niat dan kesungguhan yang kuat untuk melanjutkan dan meningkatkan hasil yang telah dicapai. Diplomasi Indonesia akan tetap berupaya mengelola perubahan dan mendorong adanya perubahan guna menciptakan kondisi yang kondusif di mana seluruh pihak dapat menikmati kenyamanan bersama (common security), stabilitas bersama (common stability) dan kemakmuran bersama (common prosperity).
Indonesia memberikan perhatian yang besar pada peningkatan hubungan dengan negara-‐negara sahabat, khususnya pada negara-‐negara di kawasan ASEAN.
Upaya untuk memperdalam dan memperluas kerjasama regional senantiasa dikembangkan berdasarkan prinsip kemitraan, kesetaraan dan saling menguntungkan.
Melalui kerjasama ASEAN yang bertujuan untuk mewujudkan sebuah komunitas bersama tahun 2015 ini, maka dibentuklah Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015). Komunitas adalah sebuah kekuatan yang berdasar pada masyarakat.
Melalui tiga pilar, yaitu: ASEAN Political and Security Community; ASEAN Economic Community; dan ASEAN Socio-‐Cultural Community. Ketiga pilar ini diprediksi kedepannya akan menjadi bagian penting dalam hubungan internasional yang semakin kompleks sifatnya, dan dalam pola hubungan internasional yang demikian ini perubahan-‐perubahan pasti akan terjadi. Pada pilar ASEAN Political and Security Community dirancang untuk mendorong terciptanya sharing norma-‐norma, pencegahan dan resolusi konflik, dan pembangunan perdamaian melalui perkembangan politik yang positif. Pilar ini digunakan sebagai kendaraan untuk memerangi terorisme dan kejahatan transnasional lainnya, seperti narkoba dan perdagangan manusia.
Kemudian di pilar lainnya, yaitu ASEAN Economic Community berusaha untuk membawa modal, barang, jasa, dan sumber daya manusia kepada satu pasar dan basis produksi tunggal. Integrasi seperti ini memerlukan akselerasi dari perdagangan bebas dan fasilitasi terhadap usaha (bisnis), meningkatkan UMKM, serta menarik investor masuk kedalam ASEAN. Terakhir, ASEAN Socio-‐Community dibentuk untuk merepresentasikan kepentingan sosial dan budaya dari masyarakat ASEAN, seiring kawasan ini bergerak menuju integrasi ekonomi dan globalisasi. Sumber-‐sumber daya akan dialokasikan ke bidang-‐bidang pendidikan, pelatihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan perlindungan sosial.
Bagi Indonesia, evolusi ASEAN menuju komunitas yang lebih terbuka terhadap prinsip-‐prinsip demokrasi dan asa pemerintahan yang baik sangat diperlukan untuk memastikan tidak adanya keterputusan atau kesenjangan transformasi yang telah
P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 4
terjadi di Indonesia dan di tataran kawasan (Oratmangun dalam ASEAN Selayang Pandang, 2010).
Politik luar negeri Indonesia dan diplomasi merupakan hasil kerja bersama seluruh elemen bangsa. Hanya dengan itu, Indonesia akan memiliki peran dan pengaruh yang lebih besar di kawasanannya. Hanya dengan itu pula, Indonesia dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam forum global. Hanya dengan itu pula, politik luar negeri dan diplomasi Indonesia dapat diabdikan untuk kepentingan nasional. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional Indonesia dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia (Dikutip dari Pernyataan Pers Tahunan Menlu RI 2012, 4/1/2012).
Dalam usaha menjalin hubungan dengan negara lain untuk mencapai kepentingan nasional, negara dapat ditunjang dengan identitas diri yang baik dan citra positif yang didapatkan dari negara lain. Dalam arti lain suatu negara untuk menjalin kerjasama dengan negara lain perlu melakukan diplomasi sebagai sarana dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Suatu pencapaian kepentingan nasional tidak dapat dilepaskan dari perubahan lingkungan strategis baik dalam tataran global maupun regional yang memberikan tantangan sekaligus kesempatan bagi proses pencapaian kepentingan tersebut.
Dalam rangka menghadapi tantangan dunia yang semakin berubah, maka perlu disadari untuk mengembangkan kelenturan dan keluwesan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri agar dapat memanfaatkan berbagai peluang yang muncul dari perubahan lingkungan strategis secara optimal. Oleh karena itu, diplomasi suatu negara sangat diharapkan. Diplomasi merupakan upaya suatu negara untuk mengubah kebijakan, tindakan, dan sikap pemerintahan negara lain melalui sikap persuasi dengan saling bertukar kepentingan.
Diplomasi merupakan metode untuk penyampaian pesan dan kepentingan negara yang menyangkut bidang politik, ekonomi, perdagangan, sosial, budaya, pertahanan dan kepentingan lain dalam bingkai hubungan internasional, guna mencapai saling pengertian antar dua negara (bilateral) atau beberapa negara (multilateral).
Kerjasama internasional adalah elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri Indonesia. Melalui kerjasama internasional, Indonesia dapat memanfaatkan peluang-‐peluang untuk menunjang dan melaksanakan pembangunan nasionalnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diplomasi merupakan jembatan yang dapat digunakan untuk menggabungkan kesenjangan antara satu negara dengan negara lain.
Contohnya hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia yang kerap dilanda perseteruan. Melalui dialog dan diplomasi yang dilakukan oleh para wakil kedua negara tersebut, maka konflik tersebut berangsur dapat diredam. Melalui pendekatan komunikasi secara personal maupun kelembagaan pula, penyelesaian konflik antarnegara dapat dilakukan sejauh negara-‐negara tersebut memiliki kesamaan visi demi mewujudkan kerjasama di kawasan ASEAN, seperti yang dituangkan dalam tiga pilar ASEAN Community 2015.
Simpulan
Berdasarkan uraian-‐uraian yang telah penulis dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN serta meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di mata negara lain, maka semua itu memerlukan adanya penguasaan komunikasi internasional untuk menyeimbangkan pola dan struktur komunikasi internasional, khususnya melalui
instrumen gagasan tentang urgensi tata informasi internasional baru. Komunikasi internasional adalah salah satu solusi untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh keyakinan terhadap suatu gagasan antarnegara.
Indonesia melalui pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, adalah pihak yang berperan sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional (official transaction), menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam peraturan politik internasional.
Melalui kerjasama ASEAN yang bertujuan untuk mewujudkan sebuah komunitas bersama tahun 2015 ini, maka dibentuklah Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015). Komunitas adalah sebuah kekuatan yang berdasar pada masyarakat.
Melalui tiga pilar, yaitu: ASEAN Political and Security Community; ASEAN Economic Community; dan ASEAN Socio-‐Cultural Community.
Diplomasi merupakan jembatan yang dapat digunakan untuk menggabungkan kesenjangan antara satu negara dengan negara lain. Melalui pendekatan komunikasi secara personal maupun kelembagaan pula, penyelesaian konflik antarnegara dapat dilakukan sejauh negara-‐negara tersebut memiliki kesamaan visi demi mewujudkan kerjasama di kawasan ASEAN.
Daftar Rujukan
Hasan, E. 2005. Komunikasi Pemerintahan. Bandung: PT Refika Aditama.
Anonim. 2007. 12th ASEAN Summit.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Menuju ASEAN Economic Community 2015.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-‐
19.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2014. Tabloid Diplomasi (Media Komunikasi dan Interaksi. No.72 Tahun VII.
Liliweri, A. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Partao, Z.A. 2007. Teknik Lobi & Diplomasi Untuk Insan Public Relations. Jakarta:
Indeks.
Malik, D.D. 1993. Komunikasi Internasional (Ed). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mohammadi, A. 1997. International Communication and Globalization. London: Sage Publications.
Shoelhi, M. 2009. Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Shoelhi, M. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.