• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Politik dan Konflik Politik Identitas pada Kampanye Pemilu di Indonesia Pdf

N/A
N/A
fai asinan

Academic year: 2024

Membagikan "Komunikasi Politik dan Konflik Politik Identitas pada Kampanye Pemilu di Indonesia Pdf"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1 Nama : Achmad Rifa’i

Nim : 43010220040

Kelas : Psikologi Komunikasi 3D

Komunikasi Politik dan Konflik Politik Identitas pada Kampanye Pemilu di Indonesia

oleh: Achmad Rifa’i Pendahuluan

Penyelenggaraan pemilu tidak akan lepas dari kampanye dan komunikasi politik. Dua hal tersebut tidak dapat terpisahkan dalam penyelenggaraan pemilu. Kampanye memberikan kesempatan kepada kandidat untuk berinteraksi kepada masyarakat (pemilih). Kegiatan ini digunakan oleh kandidat untuk menyampaikan pesan-pesan politik kepada masyarakat untuk memperoleh suara melalui berbagai saluran atau media. Melalui proses kampanye itulah terjadi proses komunikasi politik. Komunikasi politik dalam kampanye dapat dilakukan melalui berbagai cara dan strategi dengan tujuan memberi pesan politik kepada masyarakat dengan harapan mereka terpengaruh sehingga mengambil tindakan yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kandidat. Salah satu cara yang digunakan dalam komunikasi politik ialah dengan komunikasi politik identitas. Politik identitas merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik identitas mengacu pada perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri seseorang.

Penerapan politik identitas terjadi ketika adanya simposium dalam pertemuan internasional oleh Asosial Ilmuan Politik Internasional di Wina pada tahun 1994. Adapun komunikasi politik merupakan suatu kajian ilmu politik yang mana di dalamnya membahas studi teknik dalam berkampanye. Komunikasi politik sendiri memiliki berbagai macam bentuk seperti retorika, agitasi politik, propaganda, publik relation politic, kampanye politik, lobi politik, dan melalui media massa. Politik identitas di Indonesia mulai berkembang pesat ketika Pilkada sejak tahun 2010 sampai sekarang. Politik identitas di Indonesia mencakup etnisitas, agama, ideologi , dan kepentingan lokal yang dibawa oleh elite politik dengan penyampaiannya masing-masing. Melihat dari kondisi negara Indonesia yang multikultural politik identitas dapat memunculkan konflik maupun perpecahan antar bangsa Indonesia jika tidak dipahami dan dilakukan dengan bijak.

Kampanye Sebagai Proses Komunikasi Politik

Kampanye menjadi salah satu bentuk penyampaian pesan politik yang digunakan oleh elite poltitk. Hal ini menjadi kesempatan mereka untuk memperoleh kesempatan maupun dukungan dari banyak kalangan. Untuk perolehan suara atau dukungan yang banyak para elite politik menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Salah satunya dalam berkampanye tersebut mereka menggunakan strategi politik identitas. Politik identitas tersebut mengacu pada perbedaan yang ada dalam diri seseorang. Kemunculan politik identitas dapat terjadi karena seorang pelaku komunikasi akan selalu membawa identitas diri dalam interaksinya. Para elite politik akan berusaha untuk mengeksploitasi identitas yang ada pada masyarakat untuk kepentingan berpolitiknya. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Frederick Barth yang memandang identitas agama dan budaya sebagai hasil proses yang kompleks, di mana batas-batas simbolik terus dibangun dan membangun, oleh manfaat mitologi yang berlangsung melalui bahasa maupun pengalaman masa lampau.

Frederik Barth (1988) berpendapat lagi bahwa agama dan etnis mengalami perubahan terus- menerus dan bahwa batas keanggotaan suatu kelompok etnik sering dinegosiasikan dan

(2)

2

dinegosiasikan kembali. Tergantung pada perjuangan politik di antara kelompok-kelompok yang ada. Pada dasarnya identitas memiliki banyak sisi dalam pengungkapannya. Akan tetapi menurut Barth identitas agama dan etnis seseorang akan menjadi hal utama dalam membangun perbedaan. Beberapa riset dalam pilkada serentak tahun 2015, 2017, dan 2018 menunjukkan pola kampanye yang diselimuti dengan politik identitas. Sebagaimana contoh kasus yang terjadi di Indonesia. Pertama, pasangan calon dalam pilkada Kalimantan Selatan pada tahun 2010 dan 2015 yang menggunankan slogan “Asli Urang Banua” dalam bahasa Indonesia memiiki arti suku banjar asli. Hal ini digunakanuntuk menjatuhkan lawan politiknya yang bukan suku banjar asli. Hasilnya, pasangan calon politik yang menggunakan politik identitas tersebut memungut suara terbanyak pada waktu itu. Kedua, Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, yang mana pada tahun tersebut politik identitas di Indonesia mulai menguat.

Pasangan calon Gubernur Anies-Sandi berhasil memperoleh kemenangan atas lawannya yang notabene dari keturunan tionghoa pada waktu itu. Perbedaan tersebut menajdi senjata bagi pasangan Anis-Sandi dalam berkampanye untuk menjatuhkan lawan politiknya. Isu pribumi dan nonpribumi menguat pada waktu itu, di samping itu Pilkada DKI Jakarta juga diwarnai dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh lawannya dalam berkampanye.

Dalam kasus ini munculah gerakan 212 yang memicu demonstrasi besar di Monas. Ditambah lagi pendukung pasangan Anies-Sandi yang selalu mengangkat isu-isu perbedaan Identitas tersebut sebagai pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya. Hal itu menjadikan menguatnya pasangan Anies-Sandi untuk menang di Pilkada waktu itu. Ketiga, pemilihan Gubernur di Sumatra Utara pada tahun 2018 juga tak lepas dari politik identitas. Pasangan Edy-Musa yang pernah tinggal dan besar di Sumatra Utara menjadikannya pemenang pada Pilkada waktu itu dari lawannya Djarot yang merupakan keturunan Jawa atau pendatang.

Waktu itu masyarakat Sumatra Utara merasa kecewa atas kepemimpinan dari luar daerah sebelumnya yang menyebabkan ekonomi di Sumatra Utara terpuruk karena kasus korupsi yang dilakukan oleh pemimpinnya.

Berdasarkan contoh kasus di atas, proses komunikasi politik dapat dilihat kesuksesannya dengan meninjau dari efek yang muncul atas informasi yang diberikan oleh komunikator. Informasi berupa ajakan untuk memilih berdasarkan persamaan identitas mampu memberikan fakta bahwa beberapa calon kepala daerah dapat memperoleh suara terbanyak. Sebagian besar pemilih bersedia untuk memilih kandidat tersebut. Sistem pemilu yang bersifat langsung dan terbuka baik nasional maupun lokal menjadikan politik identitas semakin hari semakin kuat dan diterima oleh masyarakat. Dalam kampanye politik identitas selalu muncul simbol atau atribut pembeda oleh elite politik. Aktivitas ini merupakan cara komunikasi politik yang dilakukan guna memperoleh suara terbanyak dan diterima oleh masyarakat dengan baik. Seperti halnya menggunakan bahasa daerah sebagai atribut kampanye untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang asal mereka dan merupakan etnis asli. Penggunaan simbol, atribut bahasa dalam berkampanye sebenarnya merupakan komunikasi tidak langsung dari elite politik kepada masyarakat. Meskipun hal itu merupakan komunikasi tidak langsung, akan tetapi para elite politik tersebut berharap masyarakat memahami maksud dari penggunaan simbol atau atribut bahasa tersebut.

Konflik Politik Identitas

Maraknya penggunaan politik identitas dalam kampanye menunjukkan ada penyimpangan dalam demokrasi yang ideal. Politik identitas yang selalu memunculkan konflik serta perpecahan antar masyarakat menandakan bahwa persaingan dalam demokrasi sedang tidak sehat. Pasangan calon yang seharusnya menggunakan visi dan misinya untuk menarik kepercayaan masyarakat beralih dengan hanya menjual identitas mereka. Jika politik identitas terus menerus berlanjut ditakutkan akan terjadi kekerasan dalam pemilu di mana kekerasan dalam pemilu telah melanggar konsep politik itu sendiri. Karena pada dasarnya

(3)

3

politik adalah dialog dan berpartisipasi dalam politik merupakan tindakan menjalin kesepakatan bersama. Untuk mencapai kesepakatan bersama melalui dialog perlu pemahaman terkait komunikasi untuk menghindari kegagalan komunikasi yang berakibat pada penyimpangan informasi. Politik identitas dapat menyebabkan lahirnya kelompok khusus yang dapat menyebabkan konflik dalam politik. Salah satu konflik yang terjadi diakibatkan oleh komunikasi politik identitas sebagaimana yang telah dijelaskan di atas yaitu Pilkada DKI Jakarta yang memunculkan kelompok pribumi yang sangat menolak pemimpin yang nonpribumi. Selain itu juga munculnya gerakan 212 yang memicu para demonstran yang banyak di Monas karena penistaan agama tersebut. Pada waktu itu isu-isu SARA semakin menguat dan menjadi perdebatan dalam masyarakat. Maraknya isu SARA yang terjadi dalam kampanye masyarakat DKI Jakarta tidak peduli dengan visi, misi dan program kerja kandidat dalam menentukan pilihan. Kampanye tersebut hanya meningkatkan konflik agama, sosial dan perpecahan di masyarakat. Pada dasarnya hal itu tidaklah salah karena memilih adalah hak asasi yang tidak dapat diintervensi. Akan tetapi ketika perbedaan menjadi alasan dan disalahgunakan oleh oknum untuk menghasut pemilih lain, maka hal inilah yang memicu perpecahan dan konflik terjadi. Tidak heran jika Pilkada DKI Jakarta menjadi salah satu politik dengan unsur sara terbesar di Indonesia.

Kesimpulan

Komunikasi politik merupakan interaksi dari elite politik kepada masyarakat untuk menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat yang kemudian memberi pengaruh pada tindakan yang akan di ambil oleh masyarakat itu. Komunikasi politik memiliki berbagai macam bentuk salah satunya adalah kampanye. Dalam proses kampanye tersebut kita mengenal istilah politik identitas. Politik identitas mengacu pada perbedaan yang ada dalam diri seseorang. Politik identitas menjadi strategi para elite politik untuk meraih tujuan atau mendapatkan dukungan suara yang banyak. Sebagaimana yang telah diungkapkan Barth, batas keanggotaan suatu etnis atau kelompok sering dinegosiasikan dan dapat dinegosiasikan kembali. Terbukti dengan fakta bahwa berkampanye dengan komunikasi politik identitas memberikan kontribusi yang besar terhadap perolehan suara kandidat pemilu.

Tetapi politik identitas sering kali disalahgunakan oleh oknum untuk menghasut orang lain dalam penggunaan hak pilihnya sehingga timbullah perpecahan maupun konflik dalam masyarakat. Politik identitas juga terkadang mengandung unsur SARA sehingga timbul golongan-golongan tertentu seperti pada kasus Pilkada DKI Jakarta yang menyebabkan munculnya gerakan 212 dan berdemo besar-besaran di Monas. Oleh sebab itu untuk mencapai demokrasi yang baik dan persaingan yang sehat, para elite politik maupun masyarakat perlu memahami hal-hal yang berkenaan dengan politik, komunikasi politik, maupun politik identitas itu sendiri. Selain itu masyarakat juga perlu memperhatikan visi, misi, dan program yang dipaparkan oleh para elite politik tersebut dalam menggunakan hak pilihnya. Untuk para elite politik sepantasnya untuk memiliki visi, misi, dan program yang sangat baik untuk mendapatkan simpati masyarakat bukan malah menjual identitas mereka.

Hal itu dapat meminimalisir konflik maupun perpecahan di masyarakat Indonesia yang notabene merupakan negara yang multikulural.

(4)

4

Daftar Pustaka

Dhani, F. W. (2019, Maret 1). Komunkasi Politik Berbasis Politik Identitas dalam Kampanye Pilkada.

Meta Communication; Journal of Communication Studies, 143-156.

Sari, E. (2016, Desember 2). Kebangkitan Politik Identitas Islam Pada Arena Pemilihan. Kritis: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 146-156.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam komunikasi politik, dialog mensyaratkan bahwa kepala daerah menempatkan diri dalam posisi pengambil peran yang baik untuk memahami berbagai makna yang

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah referensi mengenai praktek- praktek komunikasi pemasaran politik yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,

Struktur sebuah sistem komunikasi dengan saluran-salurannya yang sedikit banyak terdefinisikan baik adalah seperti halnya kerangka dari tubuh social yang membungkusnya..

Pencitraan para kandidat gubernur didapat dari cara mereka melakukan komunikasi politik baik dengan partai politik, pemerintah, organisasi massa maupun dengan masyarakat umum..

Demokrasi yang sedang berjalan dengan baik harus didukung oleh kekuatan masyarakat sipil (civil society) sehingga kaum elit politik dapat menjalankan hasil keputusan politik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis komodifikasi politik akal sehat Rocky Gerung dalam industri kampanye politik.. Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif,

26 menyampaikan segala bentuk program- kerja kepada masyarakat, berbagai cara dilakukan sebagai alat komunikasi politik partai PDIP seperti memberikan informasi

Untuk mengatasi berbagai fenomena tersebut, kwalitas budaya demokrasi di masyarakat perlu ditingkatkan melalui pemberian Pendidikan Politik yang baik di Kabupaten Deli