• Tidak ada hasil yang ditemukan

konflik akibat proses pembangunan pembangkit listrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "konflik akibat proses pembangunan pembangkit listrik"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK AKIBAT PROSES PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

Studi Kasus : Masyarakat Dusun Induring Kenagarian IV Koto Hilir Kecamatan Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan

ARTIKEL

Ahmad Tarmizi NPM. 11070208

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

STKIP PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2015

(2)
(3)

CONFLICT DUE PROCESS DEVELOPMENT OF POWER PLANT AIR (Hydropower)

Case: Dusun community Induring Kenagarian IV Koto Hilie District of Batang Kapas South Coastal District).

Ahmad Tarmizi

1

Elvawati, M.Si

2

Ikhsan Muharma Putra, M.Si Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research is motivated by the process of Hydroelectricity development that happen in Induring is not as expected, because of that problem, the conflict about the process of Hydroelectricity development happen. Development is the process of change which based on planning, purpose, indeed desire, both government and societies in improving life. Nevertheless, these things is not happen to Induring societies. The purpose of this research are describe: (1)Who the conflicting groups (2) The type of conflict (3) The cause of conflict in Induring societies in IV Koto Hilir Village BatangKapas district and Pesisir Selatan regency. The researcher uses a conflict theory in this research. An expert of this theory is Lewis A Coser. The type of this research is descriptive qualitative research. The researcher uses purposive sampling in taking informant. The total informant are 16 people. The kind of data are primary and secondary data. The researcher uses three ways in collecting the data: (1) Observation (nonparticipant), (2) Deep interview (3) Documentation. The result of this research indicates: (1) The conflicting groups (2) There are two types of conflict in this research, they are (a) realistic is the source of conflict from disappoint of special demands that happen in relation from the approximation advantage possibility informant and the purpose of disappointing objects (b) nonrealistic is not a conflict from antagonist purpose, in manifest which happen which happen sabotage and demonstration did by Induring societies. Sabotage did by miss a buildings material like cements, iron and concrete brick. Whereas demonstration did by visit the place of the Hydroelectricity development process together. The kind of nonrealistic (latent) conflict is unhappy feeling that seeing by Induring societies, (3)The cause of conflict is societies’ directionary and societies’ importance which is notcompleting by the people in Hydroelectricity side and infrastructure breakage caused by Hydroelectricity project.

Key Words:

development, conflicts in society

___________________

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2011

2

Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

3

Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

(4)

1. PENDAHULUAN

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan yang direncanakan menuju arah kemajuan dan perbaikan sesuatu yang ingin dicapai.Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sekarang, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan melakukan perubahan–perubahan. Dan perubahan yang dilakukan sekarang itu ditujukan untuk memecahkan masalah yang ada disekitar kita dan itu berkaitan dengan masalah sosial (Ngadisah, 2003 : 1).

Pembangunan nasional di Indonesia, misalnya, merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan berdasarkan rencana tertentu, dengan sengaja, dan memang dikehendaki.

Proses pembangunan terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup Masyarakat, baik secara spiritual, maupun material (Soekanto, 2010:358-359

).

Pembangunan meliputi dua unsur pokok, pertama, materi yang mau di hasilkan dan di bagi. Kedua, manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia pembangun (Budiman, 2000:13-14).

Bentuk pembangunan materi yang di hasilkan dan di bagikan adalah seperti pembangunan industri, pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah orde baru dapat diklasifikasikan dalam dua fase, pertama menciptakan iklim yang baik untuk meningkatkan permintaan konsumen, pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan memberikan kesempatan bagi investasi asing maupun domestik. Kedua, fase ini terkait dengan adanya booming harga minyak bumi tahun 1973-1981, dan di tandai dengan di bangunnya banyak industri besar seperti penyulingan minyak, gas alam, pupuk, petrokimia, dan semen (Kuncoro, 2010:245- 246).

Bentuk pembangunan manusia yang menjadi pengambil inisiatif, adalah manusia yang kreatif untuk bisa kreatif manusia tersebut harus merasa bahagia, merasa aman dan bebas dari rasa takut. Hanya manusia seperti inilah yang bisa menyelenggarakan

pembangunan dan memecahkan masalah yang dijumpainya (Budiman, 2000:13-14).

Pembangunan materi maupun pembangunan manusia memiliki efek terhadap pembangunan baik dimensi sosial maupun fisik. Dimensi sosial berupa memudarnya nilai-nilai sosial masayrakat, merosotnya kekuatan berbagai mengikat norma-norma sosial sehingga menimbulkan bentuk perilaku manyimpang serta ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain sebagai akibat sistem intervensi pembangunan yang kurang proporsional. Sedangkan dimensi fisik, efek sampingan dari proses pembangunan antara lain berupa masalah yang berkaitan dengan pencemaran dan kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi masalah karena dalam jangka pendek akan membawa pengruh pada keindahan, kerapian, kebersihan dan terutama pada kesehatan masyarakat, sedang dalam jangka panjang akanberpengaruh terhadap kelangsungan proses pembangunan itu sendiri.

Perubahan yang terjadi melalui proses pembangunan seringkali merupakan perubahan yang dipercaya dalam rangka mengatasi keterbelakangan dan kemiskinan sesegera mungkin. Dengan demikian, dapat dipahami apabila pembangunan juga akan menyebabkan perubahan lingkungan ( Soetomo, 2009:165-167).

Masalah yang ditimbulkan dari pembangunan maka masayarakat merasa dirugikan, hal ini dapat menimbulkan konflik yang terjadi dalam masyarakat konflik yang terjadi tidak bisa dilepaskan dari pembangunan. Dampak pembangunan tersebut biasanya yang memicu terjadinya konflik, karena bagi mereka yang berdekatan dengan proyek pembangunan justru menjadi beban, karena terlalu banyak perubahan yang belum siap mereka terima. Lebih-lebih bagi mereka yang tergusur, beban menjadi semakin berat karena disamping menerima dampak secara fisik, mereka juga harus mengembangkan pola-pola adaptasi dilingkungan baru yang dapat menimbulkan masalah. Pengorbanan faktor manusia dalam proses pembangunan dianggap wajar, karena dimasukkan sebagai

(5)

cost” yang harus dibayar demi keberhasilan pembagunan itu ( Ngadisah, 2003 : 5).

Secara umum yang dimaksud dengan konflik (pertentangan) adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan (Soekanto, 1990:80).

Konflik adalah suatu kenyataan hidup.

Tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif.

Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat ( fisher, 2003:4).

Pandangan Coser, konflik dapat dilihat dari segi jelas atau tidak jelasnya sumber konflik dengan demikian Coser membagi dua tipe konflik dan bentuk konflik diantaranya:

1. Realistik

Konflik realistik (manifes) adalah konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan tujuan pada objek yang mengecewakan.

2. Non Realistik

Konflik non realistik (laten) adalah konflik yang tidak berasal dari tujuan- tujuan persaingan antagonistik tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan (Poloma,2010:110).

Timbulnya konflik itu tidak terlepas dari keberadaan manusia dalam kehidupan berkelompok yang dinamis dalam proses perubahan menuju perkembangan dan kemajuan. Konflik muncul karena adanya pembagian kekuasaan dan penyebaran sumber daya alam yang tidak merata, akibatnya timbul kesenjangan antara yang memiliki otoritas dengan mereka yang tidak memiliki, serta kesenjangan dalam memperoleh sumber daya alam. Ketika kesenjangan tersebut memuncak, maka timbullah konflik. Konsep sentral teori ini adalah wewenang dan kekuasaan.

Distribusi kekuasan dan wewenang secara

tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis ( Ritzer, 2003:31).

1. Menurut Weber kekuasaan adalah kemungkinan seseorang aktor dalam antar hubungan sosial akan berada pada suatu posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri meskipun terdapat pertentangan, tanpa menghiraukan landasan tempat kemungkinan itu (Ritzer,2003:31).2.

2. Dahrendorf fmelihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi. Perbedaan kepentingan yang dibuat Dahrendorf sehubungan dengan konsep kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan terselubung, masih dibawah permukaan kesadaran dengan kepentingan yangdisadari.Kepentingan yang terselubung tidak langsung disadari dan dimaksudkan oleh pihak yang bersangkutan, namun kepentingan itu tetap ada dan berpegaruh juga.Kepentingan yang disadari merupakan bagian dari kebutuhan dan berpengaruh. Kepentingannya merupakan bagia objektif dari situasi sosial (Polama,2010:135 ).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi Berdasarkan penelitian sesuai dengan penjelasan di atas bahwa proses pembangunan materi maupun pembangunan manusia memiliki efek terhadap pembangunan, baik dimensi sosial maupun fisik, salah satunya pembangunan PLTA yakni bentuk dari pembangunan materi, dengan rusaknya lingkungan masyarakat memepengaruhi tindakan masyarakat yang tinggal di sekitar pembangunan PLTA.

Awalnya masyarakat tidak merasa resah dan tidak kekurangan dengan air bersih sekarang masyarkat sudah resah akan kondisi kehidupan mereka yang mulai terganggu dengan adanya pembanguanan PLTA, mereka mengeluh dan protes kepada pihak perusahaan yang membangunPLTAkarena tidak memperhatikan

(6)

kesejahteraan mereka, seperti memberikan pasokan air bersih, sebab semua warga yang tinggal di Dusun Induring menggunakan sumber air yang berada di aliran sungai, jumlah kartu keluarga yang ada di Dusun Induring 99 KK, dari 99 KK semua warga Induring menggunakan sumber air yang berada di aliran sungai.

Selain dari sumber air dan kerusakan infrastruktur, warga juga merasa pihak PLTA tidak memperdulikan tenaga kerja pribumi, warga yang bekerja dalam membangun PLTA sebanyak 13 orang, warga yang menjadi pekerja mereka mengeluh dengan pihak perusahaan yang tidak memperdulikan gaji mereka, perusahan hanya mempu menggaji sebesar 70.000 sehari namun warga mintak tambah gaji menjadi 100.000 sehari dengan alasan bahwa mereka adalah asli pribumi, dan gaji yang 100.000 sehari bisa dijadikan pengganti kebutuhan warga yang bertambah, seperti air yang tidak bisa di pakai lagi tentu mereka akan membeli air untuk di minum, dan lahan yang tidak bisa di pakai untuk bertani tentu warga akan mambeli beras, maka dari itu warga minta tambah gaji, namun pihak PLTA tidak mampu memenuhi permintaan warga Dusun Induring, dengan sikap perusahaan yang tidak mau menaikkan gaji, bagi warga yang menolak diberikan gaji diberhentikan namun tidak paksa untuk berhenti, apabila warga mau bekerja dengan gaji sebesar 70.000 maka warga boleh bekerja dan bagi yang tidak mau diberhentikan, dan warga Dusun Induring kompak untuk lagi bekerja dalam pembangunan PLTA, karena gaji yang didapat tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Pihak perusahaan tidak mempermasalahkan pekerja pribumi yang tidak mau bekerja, pihak PLTA langsung menambah anggota kerja dengan tenaga kerja dari luar Dusun Induringdengan masyarakat luar, hal ini menambah kemarahan warga, bukanya mempertahankan warga pribumi dengan menyetujui keinginan warga malahan menambah warga lain dalam pembangunan PLTA.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena dianggap mampu menggambarkan suatu kenyataan atau fenomena yang ada dilapangan dan bisa menjelaskan masalah yang akan diteliti secara mendalam. Tipe penelitian adalah studi kasus. Tipe ini mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Informan penelitian dtentukan dengan menggunakan teknik Purposive sampling. Orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: 1) Warga yang terlibat konfik dengan PLTA. 2) Tokoh Masyarakat.

Analisis Data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan di Dusun Induring Kenagarian IV koto Hilir Kecamatan Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan. Alasan penulis memilih lokasi ini karena derah ini berada di sekitar pembangunan PLTA selain itu lokasi ini dipilih karena masyarakat Dusun induring kurang merasa senang dengan adamya pembangunan PLTA.

3. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Wilayah penelitian ini terletak di Dusun Induring Nagarian IV Koto Hilir kecamatan batang kapas. Kalau diperkirakan 98 km dari pusat Kota Padang. dengan lintang -1,48 (1 ° 28 '60 S) dan bujur 100,6 (100 ° 35' 60 E), adalah (aliran) hidrografi terletak di Sumatera barat.

Dengan luas wilayah sebesar 20 km² dari luas Kabupaten Pesisir Selatan. Topografi daerahnya datar dan berbukit - bukit sebagai perpanjangan dari Bukit Barisan dengan tinggi permukaan laut 2 - 25 meter. Luas kawasan hutan mencapai 59,51% dari luas wilayah, lahan budidaya pertanian sebesar 22,5%.

Salah satu bagian yang terpenting dari adanya pemerintahan adalah penduduk

(7)

atau warga yang akan dikelola dengan tujuan untuk mencapai tingkat kesejahteraan penduduk. Dusun Induring pada tahun 2015 berdasarkan Data Agregat Kependudukan (DAK) berjumlah 370 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 177 orang dan perempuan sebanyak 193 orang, data ini di dapat dari kantor wali Nagari IV Koto Hilir.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pihak-Pihak yang Berkonflik

Kelompok konflik adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota–

anggota atau kelompok–kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau kegiatan–kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan tujuan, status, nilai atau persepsi

4.1.1 Pihak Proyek PLTA( PT.Bergonia Pratama

Untuk dapat membangun PLTA di Dusun Induring pihak perusahaan harus medapat kesepakatan dengan warga setempat, supaya pembangunan ini berjalan dengan baik maka pihak PLTA berjanji untuk membawa perubahan kearah yang lebih baik untuk warga Dusun Induring.

Perusahaan yang bertanggung jawap dalam pembangunan PLTA ini adalah PT.

Bergonia Pratama, pihak PLTA mempercayakan semua kegiatan yang bersangkutan dengan pembangunan ini, begitu juga dengan ketenagakerjaan, dalam musyawarah dengan masyarakat pihak perusahaan menyampaikan bahwa di dalam tenaga kerja masyarakat Dusun Induring di utamakan, artinya adalah tidak ada larangan bagi warga Induring untuk ikut bekrja, asalakan mampu, pihak PLTA tidak hanya memperkerjakan warga asli saja namun pihak PLTA juga memperkerjakan warga lain, mengingat bangunan yang dibuat tidak kecil, jadi pihak perusahaan membutuhkan pekerja lain untuk pembangunan PLTA. Kepentingan pihak perusahaan dalam pembangunan supaya pembangunan tepat waktu, dan pekerja sesuai

sengan target yang diinginkan, untuk target yang ingin di capai, pihak perusahaan juga melibatkan tenaga luar

Untuk terwujudnya pembangunan PLTA, tidak lepas dari lahan yang ingin di gunakan untuk mendirikan bangunan PLTA ini, tentu ada tanah yang akan di pakai, namun tanah yang di pakai untuk membangun PLTA ini adalah milik warga setempat dan perusahaan harus mengganti rugi lahan warga yang tepakai dan tidak hanya ganti rugi lahan

Dari hasil penelitian Tanah yang terpakai dalam pembangunan ini tiga setengah hektar, yang punya tanah ada tiga orang, yang pertama Bapak Anto, dia punyo tanah seluas satu seperempat hektar, diganti rugi sebanyak 30 juta, yang kedua Bapak Irul satu hektar diganti rugi sabanyak12 juta yang ke tiga Bapak Inaf satu seperempat hektar diganti rugi 50 juta.

4.1.2 Masyarakat Induring yang tidak lagi bekerja di PLTA

Sejak terjadinya proses pembangunan PLTA di Dusun Induring Kecamatan Batang Kapas ada masyarakat induring yang menjadi pekerja dalam membangun PLTA, hal ini terjadi karena kesepakatan yang di jalin oleh pihak PLTA dengan masyarakat induring adalah dengan mengutamakan warga pribumi untuk menjadi pekerja dalam proses pembangunan PLTA. diantara nama-nama pekerja yang dapat dituliskan yaitu Bapak Iwen, Bapak Indra, Bapak Ijap, Bapak Mel Asri, Bapak Wandi, Bapak Ujang, riko, Bapak Ison, Asep, Roni, Dedi, Depit, Husdianto, namun pekerja yang disebutkan diatas tidak lagi bekerja karena mereka tidak mau di gaji oleh pihak PLTA sebesar 70.000 ribu rupiah, warga dusun Induring yang menjadi pekerja meminta naik gaji untuk menambah penghasilan mereka, namun pihak PLTA tidak menghiraukan permintaan pekerja pribumi hal ini yang mengakibatkan terjadinya perselisihan antara pekerja dengan phak PLTA yakni banyaknya warga yang tidak lagi bekerja , warga yang tidak lagi bekerja karena pihak PLTA tidak mau menambah gaji pekerja warga asli Dusun Induring, keinginan warga yang tidak di tanggapi oleh pihak perusahaan mengakibatkan kemarahan warga terhadap

(8)

tindakan pihak proyek yang dianggap merugikan warga dengan melakukan berbagi macam tindakan yang ditujukan sebagai bentuk kekesalan warga terhadap.pihak PLTA.

4.1.3 Masyarakat yang Tinggal di Tepi Sungai.

Sungai yang ada di Dusun Induring menjadi satu-satunya sumber air bersih yang di jadikan tempat menyuci, mandi dan minum, adapun masyarakat yang tinggal di tepi sungai ini sudah mengeluh kepada pihak PLTA karena sungai yang dulunya bersih sekarang sudah tercemari dan menjadi keruh akibat pembanguan PLTA, rumah warga yang berada di tepi sungai ini sebanyak20 rumah, dan mereka menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari

Berdasarkan hasil wawancara dengan warga yang tinggal di tepi sungai sudah mulai mengeluh terhadap apa yang mereka alami, khususnya untuk air bersih, warga yang dulunya menikmati sumber air bersih yang mengalir dari sungai sekarang sudah mulai agak kesusahan untuk mencari sumber air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari hal ini diakibatkan oleh prose pembangunan PLTA yang mulai mengotori aliran sungai.

4.2 Bentuk konflik Masyarakat Akibat Proses Pembangunan PLTA

4.2.1 Bentuk konflik realistik

Konflik realistik yang terjadi antara pihak PLTA dengan masyarakat Dusun Induring yang bekerja dalam proses pembangunan PLTA dan masyarakat yang tinggal di tepi sungai, yang ditunjukkan dengan adanya disfungsi organisasi dengan melakukan beberapa tindakan, tindakan yang dilakukan warga Dusun Induring adalah sabotase

4.2.1.1 Sabotase

Sabotase yang dilakukan oleh warga Dusun Induring untuk melampiaskan kekesalannya terhadap pihak PLTA, bentuk sabotase yang dilakukan berbentuk pencurian, salah satu bentuk sabotase yang dilakukan adalah seringnya hilang barang-barang

bangunan seperti besi, semen, Pihak perusahaan pernah kehilangan bahan bangunan seperti semen 20 sak, dan besi cor 3 batang pada tahun 2014, warga yang melakukan pencurian tidak pernah kedapatan sedang melakukan pencurian. hal ini dilakukan karena bentuk ketidak puasaan warga dalam pemberhetian pekerja pribumi, warga yang melakukan pencurian bahan-bahan bangunan ini dilakukan secara diam-diam tanpa diketehui oleh pihak PLTA. warga merasa dirinya tidak dipedulikan oleh pihak proyek maka dari itu untuk melampuaskan kemarahannya kepada pihak proyek maka dilakukan aksi sabotase dengan bentuk menghilangkan bahan-bahan bangunan milik PLTA. Sabotase yang dilakukan oleh warga sekitar dengan bentuk menghilangkan bahan- bahan proyek tentu merugian pihak proyek.karena hampir setiap harinya ada bahan bangunan yang hilang.

4.2.1.2 Demonstrasi

Demonstrasi merupakan suatu cara yang diambil oleh para pendemo untuk menyampaikan aspirasi mereka, entah itu aspirasi tentang penolakan, kritik, saran, ketidak setujuan atau usulan kepada pemimpin tentang sesuatu hal kebijakan. Demonstrasi juga pernah di lakukan oleh warga Dusun Induring dengan mendatangi secara besama- sama orang yang sedang bekerja, yaitu warga menyuruh berhenti mesin kontraktor bekerja karena sudah di anggap tidak memperdulikan warga yang mau menggunakan air sungai tersebut untuk kebutuhan mandi dan sebagainya, demo yang pernah dilakukan warga sebanyak tiga kali, dengan 10 warga induring yaitu Ibu rumah tangga, warga menyruh berhenti ketika pihak proyek masi menyuruh tenaga kerjanya untuk menggali tanah bukit padahal hari hampir larut malam, tanah galaian dari bukit, dibuang kealiran sungai sehingga akan membuat sungai menjadi tercemar dan keruh,sehingga tidak dapat digunakan untuk mandi dan lain-lai, Warga bersama-sama melakukan protes karena air sungai tercemari, hal ini dilakukan terhadap pihak proyek untuk menyruh tenaga kerjanya berhenti bekerja di waktu itu dengan cara

(9)

mendatangi hulu sungai tempat proses pembangunan yang sedang berlangsung 4.2.2 Bentuk konflik non realistik

Bentuk konflik non realistik yang dilakukan yaitu unkapan yang diutara kan hanya lewat mulut ke mulut oleh warga tanpa melakukan tindak seperti ungkapan rasa tidak senang akaibat proses pembangunan PLTA yang tidak memperhatikan kehidupan warga Dusun Induring.

4.3 Penyebab Terjadinya Konflik 4.3.1 Kekuasaan.

Kekuasaan lazimnya digambarkan sebagai suatu proses dimana suatu pihak mempengaruhi pihak-pihak lain yang sedemikian rupa, sehingga pihak lain tersebut mengikuti kehendak pihak-pihak yang pertama, hal yang seperti ini terjadi pada warga Dusun Induring Kecamatan Batang Kapas Kabupaten Pesisir selatan, adanya bentuk kekuasaan yang terjadi di Dusun tersebut yakni pihak PLTA yang tidak mau mendiskusikan tentang kenaikan gajipekerja pribumi, pihak PLTA mengandalkan kekuasaannya atas kepemilikan perusahaan dan modal usaha serta dilindungii oleh pihak berwajib, warga kampng tidak bisa menolak atas keputusan yang dikeluarka oleh pihak PLTA atas pemberhentian dalam ketenagaan dalam proses pembangunan PLTA. Sebelum PLTA direncanakan pembangunannya ada kesepakatan antara mayarakat dengan pihak PLTA, di antara kesepakatan yang dibuat salah satunya mengetumakan warga Dusun Induring sebagai tanaga kerja untuk membangun PLTA.

Tapi kini tidak semua warga kampuang yang bekerja, yang tinggal cuma dua orang warga induring yang masi bekerja selebihnya banyak yang telah di keluarkan oleh pihak PLTA, hal ini terjadi karena warga kampuang meminta naik gaji, sebelumnya gaji warga yang bekerja sebesar 70.000 per orang, namun gaji tersebut tidak bisa mencukupi hidupnya maka dari itu warga mintak naik gaji menjadi 100.000 per orang. Dan pihak PLTA tidak sanggup memenuhi permintaan warga Induring, karena itulah banyak warga Induring yang di

keluarkan dari pekerjaan, sebab itulah terjadi perselisihan antara pihak PLTA dengan masyarakat Induring.

Kekuasaan yang dilakukan pihak PLTA terhadap warga kampuang Induring membuat warga tidak bisa untuk melakukan perlawaanan, dikarnakan perjajnjian yang dibuat tidak ada surat-menyurat atau bukti tertulis, karena bentuk kesepakatan yang dibuat oleh pihak PLTA hanya dengan cara musyawarah tanpa adanya perjanjian tertulis karena itu juga pihak PLTA sesuka hatinya mengeluarkan warga Induring, pihak PLTA berkuasa penuh, dan warga tidak bisa melakukan perlawanan terpaksa menurut harus menurut.

4.3.2 Kepentinga masyarakat

Proses pembangunan PLTA yang sedang berlangsung di Dusun Induring diharapkan oleh warga setempat dapat membawa keuntungan bagi mereka, keuntungan yang dimaksud adalah kehidupan yang lebih baik dari sebelum terjadinya pembanngunan, hal ini terjadi pihak proyek perjanji akan memberikan fasilitas yang layak bagi warga Induring.

Kepentingan yang dibutuhkan yaitu harapan Dusun Induring maju, sebab warga yang tinggal di Dusun melihat jalan masuak Dusun masi sempit, lagi pula mandi masi kesungai, dengan janji yang diberikan oleh pihak PLTA untuk memberikan fasilita air tentu akan membantu kehidupan warga seperti kamembuat bak mandi masing-masing di dalam rumah.

Janji yang disampaikan oleh pihak PLTA sangat menguntungkan bagi warga Dusun Induring. Bagaimana tidak jalan mau masuk Dusun mau diperbaiki, air bersih mau diberi, setelah itu warga disisni bisa pula bekerja di PLTA.Dan tidak susah kalau mau menggunakan air, kalau membuat bak dekat dapur akan membantu warga kalau malam hari tidak perlu harus kesungai

(10)

4.3.3 Kerusakan Jalan Dusun Induring kerusakan infrastruktur juga penyebab terjadinya konflik yang terjadi.

Kerusakan infra stuktur ini diakibat oleh pihakPLTA yang tidak menepati janjinya untuk membangun jalan warga sebelum dimulainya proses pembangunan PLTA, dimana sebelum proyek di mulai pihak PLTA akan terlebih dahulu mambangun jalan Dusun tersebut, karena jalan adalah infrastruktur utama untuk akses masuk nya truk pengangkat bahan-bahan bangunan, namun pada saat ini truk milik proyek telah mulai beroperasi padahal jalan untuk di pakai belum juga di perbaharui masi memakai jalan yang masi sempit dan rentan akan kerusakan. Di mulainya pengangkutan bahan-bahan bangunan proyek menggunankan truk akan membuat jalan menjadi rusak maka dari itu warga yang tinggal di Dusun Induring tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk melindungi akses jalan menuju Dusun Induring, bentuk perlindungan yang dilakukan oleh warga Dusun Induring adalah dengan memberi plang jalan sehingga truk besar tidak bisa lagi masuk ke Dusun mereka, sejak adanya proses pembanguna PLTA, kepentingan warga tidak terpenuhi oleh pihak PLTA, dimana warga mengharapkan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik namun sebaliknya pihak perusahaan lebih mengutamakan kepentingannya tanpa menghiraukan warga setempat.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa konflik akibat proses pembangunan PLTA Dusun Induring dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang berkonflik adalah pihak proyek dengan warga yang menjadi tenaga kerja dalam proses pembangunan PLTA.

2. Bentuk konflik yang terjadi terbagi kedalam dua bentuk yaitunya konflik realistik (manifest) dan konflik non realistik (latent). Konflik realistik (manifest) seperti sabotase yang dipicu

dari pemberhentian warga yang menjadi pekerja dalam proses pembangunan PLTA. Bentuk sabotase yang dilakukan adalah seringnya hilang barang-barang proyek PLTA seperti besi, semen, bata.

Adapun bentuk sabotase lainnya adalah warga yang pergi demo ketempat terjadinya proses pembangunan PLTA.

Konflik non realistic (latent) terjadinya pertentangan terhadap pihak PLTA yang tidak memperhatikan kehidupan warga dimana janji yang diberikan oleh pihak PLTA tidak terwujud.

3. Penyebab terjadinya konflik akibat kekuasaan, kepentingan dan kerusakan infrastruktur yang disebab oleh pihak PLTA. (Kekuasaan) tindakan pihak PLTA yang memberhentikan warga secara langsung tanpa adanya perundingan antara pihak PLTA dengan warga yang menyampaikan keluhan tentang masalah kenaikan gaji ditambah lagi dengan kesepakatan yang dibuat dengan warga tidak memnggunakan surat perjanjian tertulis sehingga warga tidak mampu menuntut banyak terhadap pihak PLTA. (kepentingan) kepentingan proyek lebih di utamakan yakni telah memulai proses pembangunan tanpa memenuhi kepentingan warga yang telah disepakati bahwa diberinya fasilitas warga terlebih dahalu baru proyek PLTA bisa di operasikan. (kerusakan infrasturuktur) rudak nya jalan menuju Dusun Induring akibat kendaraan yang membawa bahan bangunan seperti semen dan pasir tanpa memperbaiki jalan terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Fisher, Simon. 2003. Mengelolah Konflik:

Keterampilan dan Strategi, untuk Bertindak. Jakarta: The British Council dan Red Books

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

(11)

Ngadisah. 2003. Konflik Pembangunan dan Gerakan Sosial Politik di Papua.

Yogyakarta Pustaka Raja.

Poloma. 2010. Sosiologi Kontemporer.

Jakarta: Rajawali,Pers

Soetomo. 2009. Masalah Sosial dan Pembangunan, Fisopol UGM:Pustaka Jaya.

Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Referensi

Dokumen terkait

This policy created the situation of cultural and linguistic heterogeneity in the Soviet republics, when two languages functioned in parallel in the republics, namely, the language of