• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE KONSELING INDIVIDU DALAM MENGURANGI TRAUMA PADA ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN SEKSUAL DI UPTD (UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH) PPA (PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK) KABUPATEN KAMPAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "METODE KONSELING INDIVIDU DALAM MENGURANGI TRAUMA PADA ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN SEKSUAL DI UPTD (UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH) PPA (PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK) KABUPATEN KAMPAR"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

METODE KONSELING INDIVIDU DALAM MENGURANGI TRAUMA PADA ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN SEKSUAL DI UPTD

(UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH) PPA (PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK) KABUPATEN KAMPAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Bimbingan dan Konseling Islam Strata (S1) Sarjana Sosial (S.Sos)

OLEH : HELNI NURBAITI

11840224079

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2022

NOMOR SKRIPSI 5404/BKI-D/SD-S1/2022

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

Nama : Helni Nurbaiti NIM : 11840224079

Judul : “Metode Konseling Individu Dalam Mengurangi Trauma Pada Anak Korban Tindak Kekerasan Seksual Di UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar”.

Anak sering kali menjadi korban tindak kekerasan seksual. Hal ini dapat menimbulkan stres yang mendalam dan menjadi trauma bagi anak. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual di UPTD ( Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar. Informan penelitian ini adalah konselor UPTD PPA Kabupaten Kampar. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi data diklasifikasikan menggunakan metode deskiptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Metode konseling individu Dalam Mengurangi Trauma Pada Anak Korban Tindak Kekerasan Seksual dengan menggunakan konseling individu, proses dan tahapan, antara lain: tahap awal di mana konselor dapat membangun hubungan konseling dengan anak (building raport) untuk mengetahui kondisi anak. Tahap kedua, konselor mencoba menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian anak dan lingkungan nya dalam mengatasi masalah tersebut dengan beberapa ilmu yang telah dimiliki oleh para konselor. Di tahap akhir, strategi konselor dalam hasil proses konseling sudah bisa dilihat keberhasilannya dengan indikator menurunnya trauma anak.

Kata Kunci: Konseling Individu, Kekerasan Seksual Pada Anak

(8)

ii ABSTRACT

Name : Helni Nurbaiti NIM : 11840224079

Thesis Title : “Individual Counseling Methods in Reducing Trauma to Children Victims of Sexual Violence at the UPTD (Regional Technical Implementation Unit) PPA (Women and Children Protection) Kampar Regency”

Children are often victims of sexual violence. This can cause deep stress and be traumatizing for the child. As for the formulation of the problem in this study, how is the method of individual counseling in reducing trauma to children who are victims of sexual violence in the UPTD (Regional Technical Implementation Unit) PPA (Women and Children Protection) Kampar Regency.

The informant of this research is the counselor of UPTD PPA Kampar Regency.

Data collection techniques, namely observation, interviews, and data documentation were classified using qualitative descriptive methods. The results of this study indicate that the individual counseling method in reducing trauma to children victims of sexual violence uses individual counseling, processes and stages, including: the initial stage where the counselor can build a counseling relationship with the child (building report card) to determine the child's condition. The second stage, the counselor tries to explore and explore the problems and concerns of children and their environment in overcoming these problems with some of the knowledge that the counselors already have. In the final stage, the counselor's strategy in the results of the counseling process can be seen its success with indicators of decreasing child trauma

.

Keywords : Individual Counseling, Child Sexual Violence

(9)

iii KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Alhamdullilahirabbil‟alamin Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dengan limpahan rahmat, nikmat serta hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beriring salam teruntuk baginda Rasul yakni Muhammad shalallahu‟alaihi wa sallam, yang telah membawa umut manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang. Atas segala rahmat-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Metode Konseling Individu Dalam Mengurangi Trauma Pada Anak Korban Tindak Kekerasan Seksual Di UPTD ( Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar”.

Dalam kesempatan yang berbahagia di penuhi dengan kebesaran Allah yang maha kuasa tidaklah sesuatu terjadi melainkan atas izin-Nya, terwujudlah bagi penulis sebuah karya ilmiah/skripsi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, tata bahasa, dan penyusunannya. Oleh sebab itu dengan ketulusan dan kerendahan hati menerima masukan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak. Semua masukan tersebut akan penulis jadikan sebagai rujukan untuk berkarya lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat oleh setiap pihak yang membacanya. Penulis menyadari bahwa skripsi tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak tertentu dan untuk itu penulis mengucapkan trimakasih dengan tulus kepada pihak yang telah membantu, yaitu kepada :

1. Teristimewa untuk Ayahanda tercinta Harmaini dan Ibunda Helda Wati yang telah merawat, membesarkan, dan membimbing dengan penuh pengorbanan, kerja keras dan jerih payah untuk dapat mewujudkan cita-cita penulis agar dapat terus mengejar cita-cita hingga menjadi Sarjana Sosial. Sungguh mulia pengorbananmu, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan do‟a serta

(10)

iv dukungan untuk keberhasilan penulis saat ini. Semoga Ayahanda dan Ibunda selalu senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

2. Kepada Kakak-Kakak Penulis Hendra Yulis, Hazni Santi, Hendri Yadi, Hermalina Wati, dan Haznimar yang telah memberikan motivasi dalam perkuliahan baik secara moril maupun material, Serta keluarga besar yang tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu yang membuat penulis terus semangat dan tersenyum dalam menyelesaikan skripsi ini

3. Bapak Prof. Dr. Khairunnas Rajab, M. Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. Bapak Dr. Imron Rosidi, S.Ag., MA, Ph.d. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, beserta bapak Dr. Masduki, M. Ag. selaku Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, bapak Dr.

Toni Hartono, M. Si. selaku Wakil Dekan II Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, bapak Dr. H.

Arwan, M.Ag. selaku Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikai Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Zulamri,S.Ag., M.A selaku Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan Ibu Rosmita, M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

6. Bapak M. Fahli Zatrahadi,M.Pd selaku Penasehat Akademik, yang dari awal membimbing penulis dalam perkuliahan.

7. Bapak Dr. Azni, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh bapak dan ibu dosen Bimbingan Konseling Islam yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan pada penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN SUSKA Riau.

9. Karyawan/I Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri

(11)

v Sultan Syarif Kasim Riau yang telah memberikan pelayanan yang baik dan kemudahan dalam administrasi.

10. Kepada Konselor dan karyawan/I UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar yang telah memberikan waktu luang untuk penulis mencari data mengenai kantor dan konseling pada masalah kekerasan seksual dalam menyelesaikan skripsi ini

11. Kepada seluruh guru-guru dan teman-teman dimana saya menimba ilmu mulai dari SD, SMP, SMA di SD 009 Sendayan, SMP dan SMA N 1 Kampar.

12. Kepada sahabat terkhusus untuk Auliana Rusli, Wiwik Herni Febriatami, Pani Sapitri, Mela Walni Fitri, dan Marselina Putri yang sudah mewarnai hariku, memberikan semangat dan dukungan tiada henti-hentinya.

13. Kepada bos dan rekan kerja terkhusus untuk bang Iwan, kak Nela, kak Nova, bang Irham, dan Fares yang telah memberikan izin libur ketika mengurus dan menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-taman seperjuangan Bimbingan Konseling Islam tahun 2018 terkhusus untuk kelas 1B 2018, Keluarga Mayarakat kelas B, Dan teman-teman KKN Desa Empat Balai Kuok , rekan-rekan Magang di Kementrian Agama Bangkinang dan buat teman-teman yang dekat maupun yang jauh yang tidak bisa penulis ungkapkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu penyusunan skripsi ini.

(12)

vi Semoga kalian selalu dalam rahmat-Nya dan semoga Allah membalas kebaikan dan mempermudahkan urusan kalian semua, akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin Ya Robbal‟Alamin.

Wassalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Pekanbaru, 2022

Penulis,

HELNI NURBAITI NIM. 11840224079

(13)

vii DAFTAR ISI

ABSTRACK... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Penegasan Istilah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Terdahulu ... 12

B. Landasan Teori ... 14

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu ... 34

B. Jenis Penelitian ... 34

C. Sumber Data Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Validitas Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Gambaran umum UPTD PPA Kabupaten Kampar ... 37

B. Visi Dan Misi UPTD PPA Kabupaten Kampar ... 38

C. Alur Pelayanan Pengaduan UPTD PPA Kabupaten Kampar 39 D. Struktur Organisasi UPTD PPA Kabupaten Kampar.... ... 40

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan / Analisis Penelitian ... 53

(14)

viii BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 57 B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa anak-anak merupakan, masa keemasan yaitu pada saat ini anak dapat bermain dan dapat menikmati masa bermainnya bersama teman-teman seusianya. Anak adalah karunia yang dititipkan Allah SWT kepada para orang tua. Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang baik, pintar, berilmu pengetahuan, berakhlak yang baik serta sehat jasmani dan rohaninya.Sebagai amanah dari Allah SWT, anak haruslah dipenuhi segala kepentingannya baik itu fisik maupun psikis, intelektual, serta hak-haknya. Selain itu dalam Al-Qur‟an surat Al-Anfal ayat 27-28:

َنىُمَلْعَت ْمُتْوَأَو ْمُكِتاَواَمَأ اىُوىُخَتَو َلىُسَّرلاَو َ َّاللَّ اىُوىُخَت َلَ اىُىَمآ َهيِذَّلا اَهُّيَأ ا َي ٌميِظَع ٌر ْجَأ ُيَذْىِع َ َّاللَّ َّنَأَو ٌةَىْتِف ْمُكُدلَْوَأَو ْمُكُلاَىْمَأ اَمَّوَأ اىُمَلْعاَو

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad)dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. 28. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagaicobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”1

Pada ayat diatas, dapat dijelaskan bahwa:

"Allah SWT telah mengingatkan kepada kita sebagai orang tua bahwa anak dan harta termasuk fitnah, maksudnya adalah anak adalah ujian untuk orang tuanya bagaimana nantinya orang tua mampu memberikan pendidikan yang layak, bimbingan dan menjaga anaknya dengan baik, agar nantinya tidak muncul fitnah dari orang lain kepadanya (anak). Allah SWT juga menjelaskan kepada kita di dalam Al- Qur‟an surat At- Tahrim ayat 6:

اَهْ يَلَع ُةَراَجِحْلاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي َ نوُرَمْؤُ ي اَم َنوُلَعْفَ يَو ْمُهَرَمَأ اَم َهَّللا َنوُصْعَ ي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم

1 Qur‟an..Kemenag.go

(16)

2 Artinya:

Wahai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan kelargamu dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, dan keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada manusia dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan pada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkkan”.

Ayat diatas menjelaskan bahwa anak merupakan amanah dari Allah kepada para orang tua. Tugas orang tua yaitu dapat memberikan hak serta kewajiban anak. Selain membimbing, mendidik, memberikan kasih sayang, mencukupi gizi dan lain sebagainya. Orang tua juga harus mendo‟akan anak agar menjadi anak sholeh serta yang terpenting memberikan rasa aman kepada anak. Melindungi anak tidak hanya kewajiban dari orang tuanya saja, melainkan nenek, kakek, paman, bibi dan semua orang. Karena anak merupakan titipan Allah yang harus dijaga dan dilindungi. Dalam keluarga, anak merupakan tanggung jawab penting bagi kedua orang tuanya dalam hal membentuk kepribadian anak serta dalam hal perlindungan. Karena keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak tumbuh dan berkembang serta belajar berinteraksi.

Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT untuk kita jaga dengan penuh tanggung jawab. Bukan hanya itu anak juga generasi bangsa sebagai agen perubahan. Seorang anak juga mempunyai hak untuk dipenuhi dalam segala aspek kehidupan diantaranya adalah aspek pendidikan, kasih sayang, perhatian, kesehatan, perlindugan yang baik dan juga rasa kepercayaan teradap anak. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang terbaik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik itu fisik, sosial serta mental yang sehat.

Dengan begitu seharusnya dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan untuk pemenuhan hak–hak tanpa perlakuan diskriminatif. Oleh karena itu harus ada hukum yang melindungi masa depan anak-anak, mereka juga mempunyai hak untuk dilindungi secara hukum untuk mempertahankan hak asasi anak yang berhubungan dengan kesejahteraannya. Anak-anak dibawah umur sangat

(17)

3 membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus termasuk jaminan pelindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa.2

Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang hak dan kewajiban anak, dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002, pasal 4 tentang hak dan kewajiban anak. Dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.3

Anak-anak yang kurang mendapatkan perlindungan, perhatian serta pembelajaran sex sejak dini dari kedua orang tuanya bukan tidak mungkin akan mengalami kekeraasan seksual yang dilakukan oleh predator anak yang tidak bertanggung jawab. Ricard J Gelles (dalam Noviana,2015: 15) menjelaskan:

“Kekerasan pada anak adalah suatu perbuatan kesengajaan yang dapat menimbulkan kerugian atau berdampak buruk kepada anak-anak (baik secara fisik maupun emosinya). Bentuk kekerasan yang dialami oleh setiap anak dapat di klasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, psikologi, seksual dan sosial”.

Anak-anak pada umumnya memiliki jiwa yang rentan, terkadang kejadian yang kecil pun bisa mengguncang kejiwaan anak tersebut. Terlebih lagi anak perempuan yang cenderung menjadi sasaran kejahatan. Seorang anak jika sudah merasa tidak aman ia tidak akan mau mengenal dunia luar, baik itu untuk mengenal lingkungan sekitarnya atau dirinya sendiri.

Hal ini sangat berbahaya bagi masa depan anak tersebut. Jika terus dibiarkan tanpa penanganan yang tepat pada saat anak mulai memasuki usia remaja tidak menutup kemungkinan mereka akan salah dalam menemukan identitas diri mereka. Banyak kejadian-kejadian yang bisa membuat anak menjadi takut. Terkadang orang tua merasa aman saja ketika anaknya tidak ceria seperti biasanya. Banyak anak dengan mental yang lemah ketika ia

2 Zaitun. Sosiologi Pendidikan. 2009. Pekanbaru. Mahkota Riau Hlm. 139

3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 Tentang Hak dan Kewajiban Anak

(18)

4 diancam ia hanya akan diam ketakutan. Salah satu kasus yang sering terjadi adalah kasus kekerasan seksual pada anak.

Di Indonesia kasus kekerasan seksual sangat meningkat, para Korban nya bukan hanya dari kalangan remaja tetapi sudah mulai mengenai anak-anak usia dini. Fenomena kekerasan seksual pada anak-anak dibeberapa Negara juga semakin sering terjadi dan menjadi global. Kasus-kasus kekerasan anak terus saja meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan nya pun tidak hanya dari segi kuantitatif tetapi juga dari segi kualitatif. Dan yang menjadi pusat sorotan masyarakat pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga atau dari lingkungan tempat tinggal.

Menurut Sarlito secara kesuluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat ( norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang (deviation), namun jika konteks nya pada norma hukum pidana disebut kejahatan.4

Dengan begitu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pelecehan atau kekerasan seksual termasuk sebuah kejahatan dimata hukum tetapi sebuah penyimpangan didalam lingkungan masyarakat. Masalah ini tentu tidak bisa kita abaikan begitu saja karena pasti akan timbul dampak negatifnya bukan hanya pada pelaku tetapi akan lebih mempengaruhi kehidupan dari anak itu sendiri yang menjadi korban kekerasan seksual.

Anak menjadi korban yang sangat rentan terhadap perilaku kekerasan seksual karena pada umumnya anak anak selalu dianggap sebagai sosok yang lemah atau tidak berdaya dan selalu bergantung pada orang dewasa yang ada didekatnya. Alasan ini lah yang membuat anak tetap diam meskipun ia diperlalukan secara tidak baik karena biasanya pelaku akan mengancam anak tersebut agar tidak mengungkapkan yang sebenarnya. Tidak jarang pula pelaku nya juga berada disekitar anak tersebut seperti guru atau orang dewasa lain yang berada dekat dengannya. Bahkan tidak ada karakteristik yang dapat

4 Sarlito, W. Sarwono. Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012). Hlm. 253

(19)

5 mengidentifikasi seorang pelaku kekerasan tersebut. Dengan kata lain, siapa pun dia bisa saja berkemungkinan menjadi pelaku kekerasan seksual.5

Kekerasan seksual terhadap anak adalah perbuatan tidak pantas yang dilakukan oleh orang lain yang seharusnya melindungi anak tersebut.

Kekerasan seksual adalah tindakan yang mengarah ke ajakan/ desakan seksualitas seperti menyentuh, meraba, mencium, dan melakukan tindakan lain yang tidak diinginkan oleh korban, memaksa korban melihat video pornografi, gurauan-gurauan seksual, kata-kata yang melecehkan dengan mengarah kepada aspek jenis kelamin korban, serta memaksa korban melakukan hubungan seks tanpa persetujuan dari korban dengan cara melukai, mengancam atau dengan melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai.6

Kejahatan seksual yang berhubungan dengan masalah seksual, diatur dalam buku III KUHP mulai pasal 281 hingga 299 sebagai berikut: kejahatan dengan melanggar kesusilaan, kejahatan pornografi, kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa, kejahatan pornografi dalam melakukan pencaharian, kejahatan perzinahan, kejahatan perkosaan untuk bersetubuh, kejahatan bersetubuh dengan orang lain tanpa hubungan pernikahan yang umurnya belum mencapai 15 tahun, kejahatan bersetubuh dengan perempuan yang belum waktunya hingga memimbulkan luka-luka, kejahatan perkosaan berbuat cabul, kejahatan perbuatan cabul terhadap orang pingsan, pada orang yang umurnya belum 15 tahun atau belum waktu untuk dikawini, kejahatan bersetubuh dengan perempuan diuar perkawinan dan dalam keadaan pingsan.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban kekerasan seksual adalah undang-undang no. 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut “perkosaan”.

Kekerasan seksual pada anak-anak akan berdampak pada emosional serta fisik anak, secara emosional anak akan mengalami stress, depresi karena takut, goncangan jiwa, mengalami delusi dan lain sebagainya. Jika anak terus

5 Jurnal, Dinamika Kekerasan Seksual Vol. 8 No. 2 Tahun 2011. M Anwar Fuadi, 12 Maret 2019 (17: 05)

6 Indra Sugiarno, 2008. Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak Dan Upaya Pencegahan.

Jakarta Pt. Raja Grafindo Persada. Hlm. 1

(20)

6 dibiarkan akan semakin memperburuk keadaannya, setelah ia mulai beranjak remaja ia akan melampiaskan ketakutannya dengan cara yang salah atau berkemungkinan menjadi pribadi yang tertutup, trauma berat dan tidak ada gairah untuk hidup. Dalam kasus ini anak perlu mendapatkan pelayanan yang khusus agar dapat memulihkan kembali dirinya dari trauma yang diderita.

Pada anak-anak yang sedang mengalami ketegangan dan kemarahan yang tidak dapat diekspresikan secara terbuka maka bermain dapat berfungsi sebagai tempat untuk anak melepaskan semua ketegangan yang ia rasakan.

Anak-anak yang masih berumur 5-10 tahun sangat sering dijadikan sasaran yang tepat untuk dijadikan korban kekerasan seksual, karena pada umum nya anak-anak diusia itu masih belum mengerti dan masih takut jika diancam oleh pelaku, terlebih lagi jika pelaku adalah orang terdekat anak. Dan tak hanya itu seorang tenaga pendidik yang seharusnya menjaga anak-anak malah mengambil kesempatan untuk memuaskan nafsunya, akibat nya anak merasa takut dan tidak percaya pada orang sekitarnya. Anak-anak di usia tersebut memang kerap sekali menjadi korban kekerasan karena mereka menganggap anak-anak itu lemah dan tidak akan bisa berbuat apa-apa meskipun merasa kesakitan.

Kasus kekerasan seksual pada anak terus bertambah dari tahun ketahun yang terjadi dibeberapa daerah. Pada umumnya usia anak yang menjadi korban adalah 5-16 tahun dan biasanya para pelaku juga adalah orang yang dekat dengan korban seperti paman, tetangga atau mungkin ayah dari anak itu sendiri. Banyak sebab-sebab yang mendorong pelaku melakukan kejahatan tersebut salah satu nya situs dunia maya yang sangat bebas yang memberikan pengaruh buruk bagi sebagian orang. 7

Melihat kenyataan seperti ini, konselor yang ada di UPTD PPA Kabupaten Kampar memiliki andil yang cukup besar dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini dilakukan agar anak merasa aman berada di lingkungan sekitar. Konselor dalam kapasitas keilmuan dan

7 Bagong Suyanto. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana. Hlm.235

(21)

7 pemahaman yang dimiliki dituntut untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling yang profesional.

UPTD PPA Kabupaten Kampar adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak yang telah menjalankan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik. UPTD PPA ini memiliki konselor yang profesional dan berlatar belakang Sarjana Psikologi. Oleh sebab itu, seyogyanya konselor profesional mampu mengatasi trauma untuk membantu anak korban tindak kekerasan seksual tersebut. Pada kenyataannya, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa adanya tindak kekerasan seksual terhadap anak, sehingga diperlukan konselor untuk mengatasi trauma terhadap anak yang mengalami tindak kekerasan seksual tersebut.

Berdasarkan pengamatan awal Peneliti menemukan gejala-gejala sebagai berikut:

1. Adanya anak yang mengalami tindak kekerasan seksual. Tentunya jika perbuatan ini terjadi maka korban tidak bisa menerima diri mereka sendiri, menjadi pendiam, emosional serta menjadi agresif.

2. Anak-anak yang menjadi korban juga yang awal nya ceria dan sangat bersahabat menjadi tertutup, tidak suka bergaul dengan teman-teman nya lagi dan menjadi penyendiri.

3. Adanya anak yang trauma akibat tindak kekerasan seksual yang dialaminya.

Berdasarkan gejala-gejala di atas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “METODE KONSELING INDIVIDU DALAM MENGURANGI TRAUMA PADA ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI UPTD PPA KABUPATEN KAMPAR”.

B. Penegasan Istilah

Agar penelitian ini dapat dipahami dengan jelas, maka beberapa istilah yang digunakan memerlukan penjelasan yang lebih jelas, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran istilah-istilah dalam penelitan ini, maka Peneliti menjelaskan arti dari istilah - istilah tersebut sebagai berikut:

(22)

8 1. Metode.

Metode adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk menemukan informasi yang tepat tentang tingkah laku dan perkembangan, dan mencangkup langkah-langkah sebagai berikut: identifikasi dan analisis masalah, pengumpulan data, menarik kesimpulan, dan merevisi teori.8

Metode yang di maksud dalam penelitian ini adalah suatu cara yang di gunakan konselor dalam memberikan bantuan untuk membantu menghilangkan trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual di UPTD PPA Kabupaten Bangkinang.

2. Konseling Individu.

Konseling individu adalah layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing terhadap seorang siswa/klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi. Dalam suasana tatap muka dilaksanakan interaksi langsung antara klien dan pembimbing, membahas berbagai masalah yang dihadapi klien.9

3. Tindak Kekerasan Seksual.

Tindak kekerasan adalah suatu perbuatan yang disengaja atau suatu bentuk aksi atau perbuatan yang merupakan kelalaian, yang kesemuanya merupakan pelanggaran atas hukum kriminal, yang dilakukan tanpa suatu pembelaan atau dasar kebenaran dan diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu tindak pidana berat atau tindak pelanggaran hukum yang ringan.10

Kekerasan seksual adalah tindakan yang dilakukan seseorang berkaitan dengan hubungan seks yang tidak diketahui atau tidak diinginkan korban yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi korban. Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban,

8 John W.Santrock, ADOLESCENCE: Perkembangan Remaja, (Jakarta:Erlangga,2003).

Hlm 41.

9 Ahmad Juntika Nurisan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT.

Repika Aditama, 2009), hal. 9)

10 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, „Kriminologi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. h. 21

(23)

9 dalam situasi apa saja, termasuk tapi tidak tidak terbatas pada rumah dan perkerjaan menurut IASC (2005). Kejahatan seksual dapat dalam berbagai bentuk termasuk pemerkosaan, perbudakan seks dan perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seks dan aborsi.

Jadi yang dimaksud dengan metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan adalah suatu cara yang sengaja dilakukan oleh Konselor untuk menghalangi permasalahan tindak kekerasan seksual pada tingkat yang parah agar tidak terjadi pada anak.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual di UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual di UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan sumbangan atau referensi ilmiah bagi jurusan bimbingan dan konseling islam, khususnya mengenai metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual

(24)

10 b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh:

1. Bagi peneliti pribadi, sebagai penambah wawasan pengetahuan tentang fenomena yang terjadi dilapangan terkait dengan bimbingan dan konseling.

2. Bagi Konselor, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan profesionalisme kerja.

3. Bagi Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai informasi tentang metode konseling individu dalam mengurangi trauma pada anak korban tindak kekerasan seksual di UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar

4. Bagi lokasi penelitian, UPTD PPA Kabupaten Kampar, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam menentukan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan keprofesionalan Konselor.

5. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi jika ingin mengadakan penelitian yang berhubungan dengan tindak kekerasan pada anak.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah , penegasan istilah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan..

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang berkaitan dengan pembahasan masalah yang diteliti. Termasuk di dalamnya kajian teori, kajian terdahulu dan kerangka pikir.

(25)

11 BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas gambaran umum lokasi lokasi penelitian yaitu : UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perempuan Dan Anak) Kabupaten Kampar..

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang uraian secara umum tentang hasil penelitian dan pembahasan.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dari bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

(26)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Terdahulu

Penelitian yang relevan digunakan sebagai perbandingan untuk menghindari manipulasi terhadap sebuah karya ilmiah dan menguatkan bahwa penelitian yang penulis lakukan benar-benar belum pernah diteliti oleh orang lain. Peneliti terdahulu yang relevan pernah dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Miftakhul Khoiriyah. Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi universitas islam negeri raden intan lampung pada tahun 2018 dengan judul: upaya konseling dalam menangani korban kekerasan pada anak di lembaga advokasi perempuan damar bandar lampung: Sebuah Studi Deskriptif.

Berdasarkan hasil Miftakhul Khoiriyah tersebut, dapat disimpulkan bahwa konseling dalam upaya menangani korban kekerasan pada anak merupakan suatu pelayanan yang sangat membantu korban kekerasan yang terjadi pada anak yang mana pelayanan tersebut dapat memberikan jaminan rasa aman bagi korban kekerasan dan juga dapat membantu mengatasi rasa trauma yang dialami oleh anak sebagai korban kekerasan sehingga dapat memperlancar jalannya proses hukum. Namun kendala-kendala yang dialami konselor adalah belum tersedianya ruang konseling khusus untuk sesi konseling serta kurangnya tenaga sumber daya manusia yang berkompeten dalam menangani anak-anak korban kekerasan.

2. Fuji astuti aisyah jamil dari fakultas dakwah fakultas ushuludin, adab dan dakwah institut agama islam negeri (IAIN) Bengkulu pada tahun 2018 dengan judul: peran dinas sosial dalam menangani korban kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan dari hasil penelitian Fuji astuti aisyah jamil tersebut menunjukkan bahwa peran Dinas Sosial dalam menangani korban kekerasan seksual pada anak yaitu memberikan pendampingan, memulihkan trauma, sebagai motivator, memberikan pelayanan konseling, memberikan pelayanan rumah perlindungan sosial anak (RPSA), dan

(27)

13 memberikan bantuan untuk keadilan hukum. Pencapaian program berdasarkan persentase yang telah dicapai oleh Dinas Sosial Kota Bengkulu dalam menangani kekerasan seksual pada anak di Kota Bengkulu dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017mengalami peningkatan yaitu dapat mengurangi jumlah kekerasan seksual sekaligus dapat memulihkan kondisi psikologis anak seperti: minder, trauma dan depresi.

3. Endah Nawangsih dengan judul penelitian Play Therapy Untuk Anak- Anak Korban Bencana Alam Yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD)”. Penelitian ini didasari banyak nya anak-anak yang mengalami traum berat diakibatkan bencana alam yang diterjadi di daerah mereka ketakutan yang terus-menerus mereka rasakan akan berdampak buruk bagi perkembangan mereka, lalu beberapa anak yang menjadi salah satu korban dari bencana alam tersebut menjadi shock, stress, bahkan phobia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik play therapy anak dapat mengatasi kondisi trauma yang mereka alami. Selain itu pada masa anak-anak adalah masa usia bermain. Maka dengan begitu akan sangat membantu konselor dalam membantu anak mengentaskan masalah traumatik anak tersebut

Ketiga penelitian di atas ada perbedaannya dengan judul Penulis.

Miftakhul Khoiriyah. Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi universitas islam negeri raden intan lampung pada tahun 2018 dengan judul: upaya konseling dalam menangani korban kekerasan pada anak di lembaga advokasi perempuan damar bandar lampung: Sebuah Studi Deskriptif. Sedangkan Fuji astuti aisyah jamil dari fakultas dakwah fakultas ushuludin, adab dan dakwah institut agama islam negeri (IAIN) bengkulu pada tahun 2018 dengan judul: peran dinas sosial dalam menangani korban kekerasan seksual pada anak, kemudian Endah Nawangsih dengan judul penelitian Play Therapy Untuk Anak-Anak Korban Bencana Alam yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD). Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang fenomena kekerasan.

(28)

14 B. Landasan Teori

1. Metode

a. Pengertian Metode

Metode berasal dari bahasa Yunani “Greek”, yakni “Metha” berarti melalui , dan “Hodos” artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain, metode artinya jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu.11

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, susunan W.J.S.

Poerwadarminta, bahwa “metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pengertian metode adalah cara kerja yang sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan dalam mencapai maksudnya.12

Dalam metodologi pengajaran agama Islam pengertian metode adalah suatu cara, seni dalam mengajar.13 Para ahli mendefinisikan beberapa pengertian tentang metode antara lain: Purwadarminta dalam menjelaskan bahwa, metode adalah cara yang teratur dan terfikir baik- biak untuk mencapai suatu maksud.14

Ahmad Tafsir juga mendefinisikan bahwa metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Ungkapan “paling tepat dan cepat” itulah yang membedakan method dengan way (yang juga berarti cara) dalam bahasa Inggris”.15

11 H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Buna Aksara, 1987, h. 97

12 Peter Salim, et-al, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991, h. 1126.

13 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulya, 2001, Cet.

ke-3, h. 107

14 Purwadarminta, dalam Buku Sudjana S, Metode dan Tehnik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Falah Prodution, 2010, h. 7

15 Ahmad Tafsir, Metodologi pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996, h. 34

(29)

15 b. Metode-metode dalam Bimbingan dan konseling

Metode dapat dikatakan suatu jalur atau cara yang harus dilalui untuk pencapaian suatu tujuan. Secara umum, ada dua metode dalam bimbingan dan konseling, yaitu pertama, metode bimbingan individual dan bimbingan kelompok. Metode bimbingan kelompok dikenal dengan group guidance sedangkan metode bimbingan individual dikenal dengan individual counseling. Adapun macam-macam metode dalam bimbingan dan konseling yaitu

1. Bimbingan Individual

Melalui metode ini upaya pemberian bantuan diberikan secara individual dan langsung bertatap muka (berkomunikasi) antara pembimbing (konselor ) dengan klien. Dengan perkataan lain pemberian bantuan diberikan dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara (pembimbing) konselor dengan klien. Masalah -masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling, adalah masalah - masalah yang bersifat pribadi.16

Dalam konseling individual, konselor dituntut untuk mampu bersikap penuh simpati dan empati. Simpati ditunjukan oleh konselor melalui sikap turut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien (anak). Sedangkan empati adalah usaha konselor menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan segala masalah-masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konselor bersimpati dan berempati akan memberikan kepercayaan yang sepenuhnya kepada konselor.

Keberhasilan bersimpati dan berempati dari konselor juga akan sangat membantu keberhasilan proses konseling. Setidaknya ada tiga cara konseling dalam metode individual yang biasa dilakukan, yaitu

1). Konseling Direktif (Directive counselling).

Konseling dengan metode ini, dalam prosesnya yang aktif atau yang paling berperan adalah konselor. Dalam praktiknya

16 Sofyan S. Willis, 2004, Konseling Individual (Bandung: Alfabeta.)

(30)

16 konselor berusaha mengarahkan klien sesuai dengan masalahnya.

Selain itu, konselor juga memberikan saran, anjuran dan nasihat kepada klien secara langsung tanpa melalui perantara apapun.

2). Konseling Non-Direktif (Non-Directive Counselling)

Konseling nondirektif dikembangkan berdasarkan teori client centered (Konseling yang berpusat pada klien). Dalam praktiknya, konselor hanya menampung pembicaraan dan mengarahkan. Klien atau konseli bebas berbicara tanpa ada paksaan dari siapa pun. Metode ini tentu sulit di terapkan untuk anak yang berkepribadian tertutup (introvet), karena anak dengan kepribadian tertutup biasanya pendiam akan sulit diajak bicara.

Dalam metode ini, proses komunikasi (wawancara konseling) terjadi atas kehendak atau inisiatif klien sendiri untuk konsultasi dan dalam prosesnya klien yang berperan lebih aktif.

3). Konseling Ekletif (Ecletive Counselling)

Penerapan metode dalam konseling adalah dalam keadaan tertentu konselor menasehati dan mengarahkan konseli (anak) sesuai dengan masalahnya, dan dalam keadaan yang lain konselor memberikan kebeasan kepada konseli (anak) untuk berbicara sedangkan konselor mengarahkan saja. Berdasarkan pernyataan diatas, itulah yang disebut metode ekletif yaitu penggapungan kedua metode antara metode direktif dan metode nondirektif.17 2. Bimbingan Kelompok

Cara ini dilakukan untuk membantu (klien) memecahkan masalah melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dipecahkan bersifat kelompok, yaitu yang disarankan bersama oleh kelompok (beberapa orang anak) atau bersifat individual atau perorangan, yaitu masalah yang disarankan oleh individu (seorang anak) sebagai anggota kelompok.

17 Gantina Komalasari, Eka Wahyuni dkk, 2011 ,Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta Barat : Indeks), hal. 271 - 283

(31)

17 Penyelenggaraan bimbingan kelompok antara lain dimaksudkan untuk mengatasi masalah bersama atau individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam kehidupan kelompok.

Metode-metode diatas biasanya sering dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling dimana terdapat pemimpin kelompok (leader) dan anggota kelompok yang menggunakan dinamika kelompok.

2. Konseling Individu

a. Pengertian Konseling Individu

Konseling adalah suatau proses yang terjadi pada hubungan seseorang dengan seseorang yang lainnya yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien memecahkan kesulitannya.18

Konseling individual merupakan salah satu layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien dalam suasana tatap muka dilaksanakan interaksi langsung antara klien dan konselor, membahas berbagai hal tentang masalah yang dialami klien secara mendalam.19 Konseling individual adalah kunci semua Bimbingan dan konseling. Karena jika menguasai teknik konseling individual berarti akan mudah menjalankan proses konseling yang lain. Proses konseling individu berpengaruh besar terhadap peningkatan klien karena pada konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap anak dengan cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu dengan cara bertatap muka secara langsung untuk menghasilkan meningkatkan peningkatan pada diri klien, baik cara berfikir, berperasaan, sikap dan perilaku.

18 Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: CV Alfabeta, 2007), Hal.

18

19 Hellen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Hal. 84

(32)

18 b. Tujuan dan Fungsi Layanan Konseling Individual

Tujuan umum konseling individual adalah membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style serta mengurangi penilaian negatif terhadap dirinya sendiri serta perasaan- perasaan inferiornya. Kemudian membantu dalam mengkoreksi persepsiya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya.20 Lebih lanjut Prayitno mengemukakan tujuan khusus konseling individu dalam 5 hal, yakni fungsi pemahaman, fungsi pengentasan, fungsi pengembangan atau pemeliharaan, fungsi pencegahan, dan fungsi advokasi. Menurut Gibson, Mitchel dan Basile ada 9 tujuan dari koseling perorangan, yakni:21

a. Tujuan Perkembangan, yakni klien dibantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya serta mengantisipasi hal- hal yang akan terjadi pada proses tersebut (seperti perkembangan kehidupan sosial, pribadi, emosiona, kognitif, fisik dan sebagainya).

b. Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien menghindari hasilhasil yang tidak diinginkan.

c. Tujuan perbaikan yakni klien dibantu mengatasi dan menghilangkan perkembangan yang tidak diinginkan.

d. Tujuan penyelidikan yakni menauji kelayakan tujuan untuk memeriksa pilihan-pilihan, pengetesan keterampilan, dan mencoba aktivitas baru dan sebagainya.

e. Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk menyadari apa yang dilakukan, difikirkan, dan dirasakan.

f. Tujuan kognitif yakni menghasilkan fondasi dasar pembelajaran dan keterampilan kognitif.

20 Prayitno, Konseling Perorangan, (Padang: Universitas Negeri Padang, 2005), hal. 52

21 Hibana Rahman S., Bimbingan dan Konseling Pola, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 85.

(33)

19 g. Tujuan fisiologis yakni mengasilkan pemahaman dasar dan

kebiasaan untuk hidup sehat.

h. Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan keterampilan sosial yang baik, belajar mengotrol emosi, dan mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.

c . Proses layanan konseling individu

Proses konseling terlaksanakan karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang telah berlangsung dna memberi makna bagi peserta konseling tersebut (konselor dan klien). Setiap tahapan proses konseling individu membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus. Namun keterampilan- keterampilan itu bukan lah yang utama jika hubungan konseling individu tidak mencapai rapport. Dengan demikian proses konseling individu ini tidak di rasakan oleh peserta konseling (konselor) sebagai hal yang menemukan akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal hingga akhir di rasakan sangat bermakna dan berguna. Secara umum proses konseling individu di bagi atas tiga tahapan:22

a. Tahapan awal konseling

Tahapan ini terjadi sejak klien menemukan konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahapan awal sebagai berikut:

1. Membangun hubungan konseling yang melibatkan kien.

Hubungan konseling bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut di namakan a working realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna dan berguna.

Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini. Kunci keberhasilan terletak pada : (pertama) keterbukaan konselor. (kedua) keterbukaan klien, artinya dia

22 Willis S. Sofyan, Konseling Individual dan Praktek, (Bandung: CV Alfabeta, 2007) Hal. 50

(34)

20 dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan,harapan, dan sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur, asli, mengerti, dan menghargai. (ketiga) konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses konseling individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling individu.

2. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.

Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian, atau masalah yang ada pada klien.

Sering klien tidak begitu mudah menjelaskan masalahnya, walaupun mungkin dia hanya mengetahui gejalagejala yang dialaminya. Karena itu amatlah penting peran konselor untuk membantu memperjelas masalah klien. Demikian pula klien tidak memahami potensi apa yang dimilikinya, maka tugas konselorlah untuk membantu mengembangkan potensi, memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama.

3. Membuat penafsiran dan penjajakan.

Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemunkinan mengembangkan isu atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan dia proses menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.

4. Menegosiasikan kontrak Kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi : (1) kontrak waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu pertemuan oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan. (2) Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula. (3) kontrak kerjasama dalam proses konseling. Kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk kegiatan klien dan konselor. Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan

(35)

21 yang saling ditunjak, dan bukan pekerjaan konselor sebagai ahli.

Disamping itu juga mengandung makna tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.

b. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)

Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada : (1) penjelajahan masalah klien; (2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang msalah klien.

Menilai kembali masalah klien akan membantu klien memperolah prespektif baru, alternatif baru, yang mungkin berbeda dari sebelumnya, dalam rangka mengambil keputusan dan tindakan. Dengan adanya prespektif baru, berarti ada dinamika pada diri klien menuju perubahan.

Tanpa prespektif maka klien sulit untuk berubah. Adapun tujuan-tujuan dari tahap pertengahan ini yaitu:

1. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh. Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar klienya mempunyai prespektif dan alternatif baru terhadap masalahnya.

Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah tu dinilai bersama-sama. Jike klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka. Dia akan melihat masalahnya dari prepektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan mungkin pula berbagai alternatif.

2. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara Hal ini bisa terjadi jika : pertama, klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahnya. Kedua, konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas konselor dituntut pula untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan diri.

(36)

22 3. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling. Karena itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam pikiranya. Pada tahap pertengahan konseling ada lagi beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu : pertama, mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni agar klien selalu jujur dan terbuka, dan menggali lebih dalam masalahnya. Karena kondisi sudah amat kondusif, maka klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan tertantang untuk memecahkan masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif, untuk meningkatkan dirinya.

c. Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu:

1. Menurunya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan kecemasanya.

2. Adanya perubahan perilaku lien kearah yang lebih positif, sehat, dan dinamis.

3. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

4. Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya. Jadi klien sudah berfikir realistik dan percaya diri.

Tujuan-tujuan tahap akhir adalah sebagai berikut:

1. Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai.

Klien dapat melakukan keputusan tersebut karena dia sejak awal sudah menciptakan berbagai alternatif dan mendiskusikanya dengan konselor, lalu dia putuskan alternatif mana yang terbaik. Pertimbangan keputusan itu tentunya berdasarkan kondisi objektif yang ada pada diri dan di luar diri. Saat ini dia sudah berpikir realistik dan dia tahu keputusan yang mungkin dapat dilaksanakan sesuai tujuan utama yang ia inginkan.

(37)

23 2. Terjadinya transfer of learning pada diri klien.

Klien belajar dari proses konseling mengenai perilakunya dan halhal yang membuatnya terbuka untuk mengubah perilakunya diluar proses konseling. Artinya, klien mengambil makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan akan suatu perubahan.

3. Melaksanakan perubahan perilaku.

Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya.

Sebab ia datang minta bantuan adalah atas kesadaran akan perlunya perubahan pada dirinya.

4. Mengakhiri hubungan konseling.

Mengakhiri konseling harus atas persetujuan klien. Sebelum ditutup ada beberapa tugas klien yaitu : pertama, membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling; kedua, mengevaluasi jalanya proses konseling; ketiga, membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya.

d. Indikator Keberhasilan Konseling a. Menurunya kecemasan klien

b. Mempunyai rencana hidup yang praktis,pragmatis, dan berguna c. Harus ada perjanjian kapan rencananya akan dilaksanakan sehingga pada pertemuan berikutnya konselor yang sudah berhasil mengecek hasil rencananya.

Mengenai evaluasi, terdiri dari beberapa hal yaitu : 1. Klien menilai rencana perilaku yang akan dibuatnya.

2. Klien menilai perubahan perilaku yang telah terjadi pada dirinya 3. Klien menilai proses dan tujuan konseling

3. Trauma

a. Pengertian Trauma

Kita sering mendengar istilah trauma. Konteks ini diucapkan bila mana seseorang mengalami persoalan yang berulang-ulang, beruntun dan membuat tak berdaya dalam menyikapi, menghadapi dan mengatasinya.

Oleh karena itu kita perlu memiliki pemahaman yang jelas mengenai istilah trauma. Trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang bersifat

(38)

24 stres buruk akibat dari suatu peristiwa, kejadian dan pengalaman spontanitas/secara mendadak (tiba-tiba) yang membuat individu kaget, terkejut, takut, shock, tidak sadarkan diri, dan lain sebagainya yang tidak mudah hilang dalam ingatan manusia.

Martam mengartikan trauma secara sederhana, yaitu sebagai luka atau kekagetan (shok). Sedangkan James Drever mengartikan trauma sebagai setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik dan mental individu yang dapat berakibat pada timbulnya gangguan serius.

Trauma sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka).

Sedangkan pada Kamus Psikologi dijelaskan bahwa trauma merupakan setiap luka, sakit, atau shock yang seringkali berupa fisik atau struktural, namun juga mental dalam bentuk shock emosi yang menghasilkan gangguan lebih kurang tentang ketahanan fungsi-fungsi mental.

Selanjutnya Lalu yang mendefinisikan trauma sebagai stres yang sifatnya luar biasa dalam arti derajat sumber stresnya dan akibatnya terhadap seseorang atau masyarakat yang mengalaminya.

Berdasarkan beberapa pengertian yang disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa trauma muncul disebabkan oleh sebuah kejadian yang terjadi secara tiba-tiba yang menyebabkan individu kehilangan kendali akan dirinya sendiri. Trauma terjadi karena tidak adanya kesiapan individu di dalam menghadapi suatu kejadian.

Selanjutnya menurut Mendatu telah menjelaskan bahwa berdasarkan keterlibatan seseorang dengan hal tersebut, maka peristiwa traumatik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, trauma impersonal, trauma interpersonal, dan trauma kelekatan (attachment):

a. Trauma Impersonal

Trauma Impersonal merupakan suatu peristiwa yang tidak melibatkan perasaan seseorang dengan orang lain. Maksudnya, secara pribadi seseorang tidak terlibat di dalamnya. Seperti contoh bencana alam.

b. Trauma Interpersonal

(39)

25 Trauma interpersonal merupakan peristiwa traumatik yang melibatkan perasaan seseorang karena melibatkan dirinya atau orang- orang terdekatnya sebagai korban, pelaku, atau saksi mata.

c.Trauma Kelekatan

Trauma kelekatan sering juga disebut sebagai trauma perkembangan, yang merupakan jenis trauma yang paling melibatkan perasaan.Trauma ini sering terjadi pada masa kanak-kanak.

Berdasarakan klasifikasinya, bentuk trauma yang ditimbulkan dari tindak kekerasan pada anak yaitu:

1. Anak usia 0-5 tahun, reaksi yang akan ditimbulkannya yaitu takut dan khawatir pada perpisahan (anak selalu ingin berada dekat dengan orang tuanya), sifat agresif, kehilangan kemampuan yang baru dicapai, mimpi buruk serta menggigau.

2. Anak usia 6-10 tahun, reaksi yang akan ditimbulkan yaitu sulit untuk belajar dan menerima pembelajaran karena kesulitan dalam berkonsentrasi serta anak selalu saja gelisah dan takut, gangguan stress pasca trauma, interaksi yang buruk dengan lingkungan sekitarnya, depresi, mengalami sulit tidur, dan bertingkah laku seperti anak kecil.

3. Anak 13-18 tahun, reaksi yang akan dialami yaitu, menyakiti diri sendiri yang di akibatkan oleh depresi dan amarah yang tinggi dalam diri, melakukan hal yang beresiko tinggi (penggunaan obatobatan terlarang, percobaan bunuh diri), melakukan tindakan anti sosial, menarik diri dari lingkungan sampai pada isolasi diri, perubahan kepribadian, dan keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan secara pemeriksaan fisik atau laboratorium.23

b. Gejala Trauma

Gejala trauma dilihat dari empat aspek, diantaranya:

1. Gejala Fisik

23 Soraya Naely,2018. Penanganan Trauma Anak Korban Kekerasan Seksual di Lembaga Perlindungan Perempuan Anak dan Remaja (LP-PAR) Kota Pekalongan (Persperktif Bimbingan Konseling Islam)

(40)

26 Gejala fisik yang sering muncul pasca trauma adalah:

a. Tubuh terasa panas, artinya anak mengalami demam dengan suhu badan sedikit meningkat.

b. Tenggorokan kering, biasanya anak menjadi malas makan karena tenggorokan kering, sulit untuk menelan, bahkan rasa pahit c. Kelelahan, anak merasa kecapean.

d. Mual, biasa perut tidak nyaman, ingin muntah.

e. Badan terasa lemah biasanya anak akan merasa lesu.

f. Dada terasa sakit, anak akan sering batuk, sehingga menghela dadanya akan terasa sakit dan perih.

g. Detak jantubg lebih cepat, artinya pacu jantung yang biasanya normal. Pasca trauma akan lebih cepat.

2. Kognitif.

Gejala truama kognitif yang sering muncul pada anak yaitu a. Sering keliru.

b. Mimpi buruk.

c. Tidak dapat fokus dengan baik.

d. Pada Afektif (Emosi). Pada afektif gejala trauma yang sering muncul pada anak yaitu:

1. Takut, artinya anak sering memperlihatkan ketakutannya kepada sesuatu, yang kadang kala tidak logis.

2. Rasa bersalah, anak sering memperlihatkan perasaan yang menunjukkan ia bersalah sehingga suka menghindar, tidak mau bertemu dengan orang lain.

3. Sedih, anak sering merasa sedih, dan sering menangis tanpa sebab.

4. Panik, anak sering terkejut, sehingga terkadang tidak tahu harus berbuat apa.

5. Phobia, anak menjadi takut pada sesuatu tanpa sebab yang jelas.

(41)

27 e. Pada Perilaku. Pada perilaku, gejala trauma yang sering muncul

pada anak yaitu

1. menolak bergaul dengan orang lain (anti sosial).

2. Menjadi pendiam, dan sering tersurut emosi.

3. Pola perilaku yang berubah dari kebiasaan.

4. Sering mimpi buruk, bahkan ngompol.24

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dapat dikatakan bahwa anak akan mengalami tanda-tanda trauma seperti hal yang telah dijelaskan diatas. Namun tidak semua gejala-gejala trauma tersebut dialami oleh anak- anak, karena semua itu juga tergantung pada fase aliran trauma yang dialami anak.

4. Anak

a. Pengertian Anak

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian anak adalah sebagai manusia yang masih kecil.25 Dalam sumber lain dijelaskan bahwa anak adalah keadaan manusi normal yang masih muda usia dan sedang menentukan identitasnya serta sangat labil jiwanya, sehingga sangat mudah dipengaruhi lingkungannya. Sementara itu menurut Romli Atmasasmita, anak adalah seorang yang masih dibawah umur dan belum dewasa, serta belum kawin.26

menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun dan masih sangat bergantung pada orang yang lebih tua dan dekat dengan anak tersebut. Anak usia dini merupakan usia yang memiliki

24 Mulyasih R dan Dinarizki Liza, 2019. Trauma Healing dengan Menggunakan Metode Play Terapy pada Anak- Anak Terkena Tsunami di Kecamatan Sumur Provinsi Banten, Jurnal Pengabdian Masyarakat. 1(1): 32-39

25 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hlm. 735

26 Marsaid, Perlindungan Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqasid AsySyari‟ah) (Palembang: NoerFikri, 2015), hlm. 56

(42)

28 rentangan waktu sejak lahir hingga usia 6 tahun. Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosio emosional, bahasa, dan komunikasi27

b. Hak-Hak Anak

Seorang anak harus dilindungi karna mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan menjadi tiang baru bagi kesuksesan Negara kita jika generasi kita sudah bobrok pada tahap bibit bagaimana kita dapat memetik hasil yang berkualitas maka dari itu perlu ada nya hak-hak terhadap anak agar mereka merasa bahwa mereak dijaga dan ada perlindungan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Hak-hak anak secara universal telah ditetapkan pada sidang umum PBB pada tanggal 20 november 1959, dengan memproklamasikan hak-hak anak. Dengan deklarasi tersebut diharapkan semua pihak baik individu, orang tua, organisasi sosial, pemerintah dan masyarakat mengakui hak–hak anak tersebut dan mendorong semua upaya untuk memenuhinya. Ada sembilan prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut yaitu:

a. Prinsip 1: setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.

b. Prinsip 2: setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau pleh peralatan lain, sehingga mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual, dan sosial dengan cara sehat dan moral.

c. Prinsip 3: setiap anak sejak lahir harus memiliki nama dan identias kebangsaan.

d. Prinsip 4: setiap harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.

e. Prinsip 5: setiap anak baik secara fisik, mental, dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, dan pemeliharaan sesuai dengan kondisinya.

27 Diana, Mutiah. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. (Jakarta: Kencana. 2010). Hlm: 6

(43)

29 f. Prinsip 6: setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan

seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian.

g. Prinsip 7: setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar wajib belajar.

h. Prinsip 8: setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama

i. Prinsip 9: setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan rasial, agama dan bentuk-bentuk lainnya.28

Menurut peraturan pemerintah Provinsi Riau nomor 3 tahun 2013 tentang perlindungan hak dasar anak setiap anak berhak:

a. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.

b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan statuts kewarganegaraan.

c. Berhak untuk beribadah menurut agamanya dalam bimbingan orang tua.

d. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

e. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial susuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Dan lain sebagainya.

4. Tindak kekerasan Seksual

a. Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Dalam kitab undang-undang hukum pidana mengenai kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang besifat seksual kepada perempuan, baik itu terjadi persetubuhan atau tidak, dan tanpa memperdulikan hubungan antara korban dan pelaku. Kekerasan atau pelecehan seksual sangat bervariasi yaitu berupa percobaan

28 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak (Bandung: Nuansa Cendekia, 2012), 32

Gambar

Tabel Data Kasus yang Ditangani UPT PPA Kecamatan Bangkinang Tahun  2021 2022

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum pengertian dari kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seseorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur

Faktor lain yang terjadi pada kekerasan dalam rumah tanggadi Karawang yaitu rata-rata profesi seorang suami sebagai petani yang penghasilannya tidak sesuai dengan

Jadi, yang dimaksud dengan konseling individu dalam penelitian ini adalah pemberian bantuan dari guru BK untuk membantu siswa yang sedang mengalami masalah yang