• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI Indoleacetic Acid (IAA) DAN Indolebutyric Acid (IBA) TERHADAP KEBERHASILAN INDUKSI AKAR TEBU (Saccharum officinarum L.) VARIETAS BULULAWANG (BL) SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI Indoleacetic Acid (IAA) DAN Indolebutyric Acid (IBA) TERHADAP KEBERHASILAN INDUKSI AKAR TEBU (Saccharum officinarum L.) VARIETAS BULULAWANG (BL) SECARA IN VITRO - repository perpustakaan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan utama Indonesia yang digunakan sebagai bahan baku industri gula. Sebagai tanaman tropis, tebu sangat sesuai dibudidayakan di Indonesia. Luas perkebunan tebu di Indonesia mencapai hampir 0,5 juta ha pada tahun 2016 dan menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil gula peringkat ke 13 dengan jumlah produksi gula 2,7 juta ton per tahun (FAO, 2018). Namun demikian total produksi tersebut tidak mencukupi seluruh kebutuhan gula di Indonesia yang mencapai 5,9 Juta ton per tahun. Oleh karena itu sejak tahun 1972 sampai sekarang, Indonesia telah mengimpor gula dari negara lain seperti Thailand, Australia, dan India. Impor gula Indonesia dari negara lain tercatat mencapai di atas 3 juta ton per tahun. Bahkan impor gula tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dari 280 ribu ton pada tahun 1990 menjadi 3,4 Juta ton pada tahun 2016 (Anonim, 2017).

Salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi gula adalah rendahnya produktivitas perkebunan tebu di Indonesia. Pada tahun 2017, produktivitas perkebunan tebu di Indonesia hanya mencapai sekitar 70 ton tebu/hektar/tahun atau sekitar 5,7 ton gula / hektar/tahun. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan tebu di negara lain seperti Guatemala yang mampu mencapai 12,9 ton gula/hektar/tahun. Indonesia hanya menempati urutan ke-52 terbesar di dunia dalam hal produktivitas perkebunan tebu (FAO, 2018)

(2)

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan tebu di Indonesia seperti penyiapan lahan yang sesuai, teknik penanaman tebu yang benar, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, maupun penggunaan benih tebu yang berkualitas dari varietas unggul (Indrawanto et al., 2010). Pada umumnya, penyediaan benih tebu dilakukan dengan cara menanam batang tebu melalui stek batang. Cara tersebut mudah dilakukan dan tidak membutuhkan banyak biaya. Namun demikian, seperti halnya perbanyakan vegetatif pada tumbuhan lainnya, pembenihan tebu melalui stek batang memiliki kendala berupa semakin tingginya penyakit yang menyerang pada tumbuhan keturunannya dan sulit dihindarkan (Azizi et al., 2017). Akibatnya produktivitas tumbuhan yang dibudidayakan semakin menurun.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh benih tebu yang berkualitas adalah dengan menggunakan teknik bud chip. Teknik tersebut dilakukan dengan cara mata tunas tebu diisolasi dan diberi perlakuan air panas (hot water treatment, HWT) sebelum ditanam. Perlakuan tersebut dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih tebu serta meminimalisir adanya jamur yang dapat menghambat petumbuhan tebu (Prasetyo, 2015). Teknik HWT tersebut, dapat meningkatkan produktivitas tebu dari 12 ton gula / ha menjadi 15 ton gula / ha (Zainuddin dan Wibowo, 2017). Namun demikian, teknik ini memiliki kekurangan yaitu dibutuhkannya mata tunas dalam jumlah banyak untuk produksi benih dalam skala besar. Penyediaan benih tebu skala 1 hektar dibutuhkan sekitar 32 ribu batang dengan 2 atau 3 jumlah ruas atau setara dengan 6-8 ton batang tebu (Khalid et al., 2015). Teknik tersebut juga tidak mampu menghilangkan virus

(3)

pada tanaman tebu seperti Sugarcane yellow leaf virus (SCYLV; Chatenet et al., 2001).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk produksi benih tebu berkualitas tinggi yang bebas penyakit termasuk virus adalah dengan menggunakan teknik kultur jaringan khususnya kultur meristem. Teknik tersebut dilakukan dengan cara menanam jaringan meristem secara in vitro dalam jangka waktu tertentu sehingga diperoleh benih dalam jumlah yang banyak. Meskipun teknik tersebut membutuhkan perlengkapan dan biaya yang tidak murah, namun dengan teknik tersebut mampu memproduksi benih dalam jumlah masal serta berkualitas termasuk bebas virus dan penyakit lainnya dikarenakan ciri khas jaringan meristem adalah tidak ditemukannya penyakit termasuk virus yang hidup di jaringan tersebut (Fitch et al., 2001).

Disamping itu, benih yang dihasilkan dari kultur meristem akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang diperoleh dari perbanyakan secara konvensional (Muntadwa, 2008). Penggunaan kultur meristem untuk meningkatkan produktivitas suatu tanaman banyak dilaporkan, seperti pada tanaman ubi jalar yang berhasil ditingkatkan produktivitasnya mencapai hampir 7,8 ton per hektar per tahun dibandingkan dengan budidaya ubi jalar dengan perbanyakan benih secara tradisional yang produktivitasnya hanya mencapai 6 ton per hektar setiap tahunnya (Mutandwa, 2008). Pada tanaman yang lain seperti pada tanaman kentang, penggunaan teknik kultur meristem mampu meningkatkan kualitas umbi kentang dengan rata-rata bobot setiap umbi kentang dari 220 g menjadi 419 g (Nagib et al.,2003)

(4)

Penggunaan teknik kultur meristem pada tanaman tebu terbukti mampu menghasilkan benih yang bebas penyakit maupun virus seperti virus sugarcane yellow leaf virus (SCYLV; Fitch, et al, 2001). Teknik tersebut juga terbukti mampu menghilangkan beberapa virus tanaman tebu lainya seperti sugarcane mosaic virus (SCMV), sorghum mosaic virus (SrMV), sugarcane streak mosaic virus (SCSMV), and fiji disease virus (Cheong et al., 2012). Penggunaan benih yang bebas virus terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanaman tebu (Wekesa et al., 2015). Produktivitas tebu mampu ditingkatkan dari 13,8 ton gula/hektar/tahun menjadi 15,7 ton gula/hektar/tahun dengan menggunakan benih bebas virus yang berasal dari kultur meristem (Grisham et al., 2009).

Namun demikian, aplikasi teknik kultur meristem untuk produksi benih tebu secara masal masih dilakukan secara terbatas. Salah satu kendala utama dalam mengaplikasikan teknik tersebut adalah keberhasilan tahap induksi akar dan aklimatisasi benih tebu hasil kultur meristem belum optimal (Tesfa et al., 2016).

Tingkat keberhasilan induksi akar mencapai 85 – 90 % sedangkan keberhasilan tahap aklimatisasi juga masih di bawah 85 % seperti telah dilaporkan oleh Behera dan Sahoo (2009) maupun Sukmadjaja dan Mulyana (2011),

Banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan induksi akar maupun aklimatisasi benih tebu hasil kultur in vitro. Tesfa et al. (2016) melaporkan bahwa penggunaan gula sebanyak 50 g/l pada medium induksi akar terbukti efektif untuk meningkatkan induksi akar tebu. Bakhsa et al.(2003) melaporkan bahwa upaya peningkatan keberhasilan induksi akar tanaman tebu

(5)

hasil kultur in vitro menggunakan pada pH 5,7 dan fotoperiod 16 serta suhu ruang 25°C ±2 berhasil meningkatkan keberhasilan induksi akar menjadi 95 %.

Salah satu cara untuk meningkatkan keberhasilan induksi akar pada tanaman tebu dilakukan dengan mengembangkan medium induksi akar melalui penambahan auksin yang tepat dan efisien (Bakhsa et al.,2003). Penambahan indoleacetic acid (IAA) dengan konsentrasi 1,5 x 10-8 M ke dalam medium tanam, berhasil meningkatkan induksi akar tanaman tebu varietas LSD31 secara in vitro mencapai sekitar 85 % (Behera dan Sahoo, 2009). Sukmadjaya dan Mulyana (2011) juga melaporkan bahwa penambahan IBA ke dalam medium tanam berhasil menginduksi akar tebu varietas PS951 dengan tingkat keberhasilan mencapai sekitar 90%.

Salah satu varietas tebu yang unggul dan banyak ditanam oleh petani adalah varietas Bululawang (BL). Varietas tersebut telah dilepas oleh Kementrian Pertanian dengan SK no. 322/Kpts/SR.120/5/2004 sebagai salah satu varietas unggul nasional. Varietas BL banyak dibudidayakan oleh petani karena mempunyai keunggulan di bidang produksi tebu dan produksi hablur yang dihasilkan tinggi. Namun demikian, ketersediaan benih tebu BL di lapangan relatif terbatas karena daya tumbuh tunas yang relatif rendah (SK no.

322/Kpts/SR.120/5/2004). Oleh karena itu upaya penyediaan benih tebu varietas BL melalui kultur meristem sangat dibutuhkan oleh petani di Indonesia. Namun demikian produksi benih tebu varietas BL secara masal melalui kultur meristem masih memiliki banyak kendala khususnya dalam tahap induksi akar dan aklimatisasi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilaporkan keberhasilan induksi

(6)

akar dan aklimatiasi tebu BL dengan penambahan IAA dan IBA ke dalam medium tanam.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang muncul adalah : 1. Apakah penambahan Indolebutyric acid (IBA) dan Indoleacetic acid

(IAA) ke dalam medium tanam dapat meningkatkan induksi akar dan pertumbuhan tunas tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) varietas Bululawang (BL) secara in vitro?

2. Mengapa penambahan Indolebutyric acid (IBA) dan Indoleacetic acid (IAA) ke dalam medium tanam dapat mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) ?

3. Berapa konsentrasi Indolebutyric acid (IBA) dan Indoleacetic acid (IAA) yang terbaik untuk menginduksi akar dan pertumbuhan tunas tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh penambahan Indolebutyric acid (IBA) dan

Indoleacetic acid (IAA) pada medium tanam terhadap induksi akar dan pertumbuhan tunas tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro

(7)

2. Mengetahui pengaruh penambahan Indolebutyric acid (IBA) dan Indoleacetic acid (IAA) pada medium tanam terhadap keberhsilan aklimatisasi tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro 3. Mencari konsentrasi Indolebutyric acid (IBA) dan Indoleacetic acid

(IAA) terbaik untuk menginduksi akar tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan diperolehnya data dan informasi dar penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan informasi dalam rangka pengembangan penelitian kultur jaringan tumbuhan khususnya kultur meristem tebu (Saccharum officinarum L.), sehingga dapat meningkatkan penyediaan benih tebu unggul hasil kultur merstem yang bebas penyakit termasuk virus

2. Bagi Program Studi Pendidikan Biologi

Sebagai referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam kultur jaringan tebu pada penelitian berikutnya, sehingga diharapkan akan muncul peneliti-peneliti yang lebih baik lagi.

3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan, pengalaman dan ilmu kepada penulis tentang kultur meristem pada umumnya dam permasalahan induksi akar dan aklimatisasi dalam kultur meristem tebu pada khususnya.

Referensi

Dokumen terkait

0.48 I was asking for help from my caregivers during pain 0.46 Labor pain becomes more intense 0.46 The severity of my labor pain was less than I had heard 0.45 I had enough

[r]