• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Jual Beli 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Konsep Jual Beli 1"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

Transaksi jual beli merupakan kegiatan yang dibolehkan dalam Islam, baik yang disebutkan dalam Al-Qur’an, al-Hadits maupun Ijma’ ulama. Islam membolehkan berdagang atau jual beli karena jual beli sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu cara untuk saling tolong menolong. Rasulullah menjawab: “Usaha tangan manusia dan jual beli itu mabr>r” (HR.. Hakim membenarkan hal ini dari Rifa’ah Ibnu Rafi).

Makna mabr>r di sisi Allah adalah jual beli yang jujur, tidak curang, tidak mengandung unsur penipuan atau kerugian. Selain ayat Al-Qur'an dan hadis, ada landasan hukum lain dalam jual beli, yaitu ijma. Para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.

Suatu jual beli belum dapat dikatakan sah sampai terjadi akad, karena akad dan qabu>l menunjukkan kesediaan. Dalam suatu transaksi jual beli pasti ada dua pihak yang bertindak sebagai subjek, yaitu pihak yang satu sebagai penjual dan pihak yang lain sebagai pembeli. Jika barang dan harganya tidak diketahui atau salah satu di antara keduanya tidak diketahui, maka jual beli tersebut batal karena mengandung unsur penipuan.

Selain harus diketahui barangnya, juga harus diketahui harga barangnya agar penjualannya tidak sah.

Obyek dalam Jual Beli

Artinya : “Boleh bagi yang baik dan haram bagi yang buruk (kotor)”.24 b. Jika barang tersebut tidak ada manfaatnya, bahkan dapat merusak seperti ular atau kalajengking, maka tidak dapat dijadikan sebagai objek transaksi dalam hadis Nabi. Baik barang maupun uang yang dijadikan objek transaksi itu benar-benar milik orang yang melakukan transaksi tersebut.

Artinya, Anda tidak boleh menjual barang orang lain atau membelanjakan uang orang lain kecuali Anda mendapat izin atau wewenang dari pemiliknya. Syarat ini sesuai dengan makna transaksi itu sendiri, yaitu peralihan hak milik, yang hanya terjadi jika penerima pengalihan menjadi miliknya. Barang dan/atau uang miliknya harus berada di tangannya atau berada di bawah penguasaannya dan dapat diserahkan pada saat terjadinya transaksi, dan tidak perlu ada dalam akad, misalnya disimpan di gudang yang jauh.

Barang atau uang yang dijadikan subjek transaksi harus diketahui secara transparan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Jika sesuatu ditimbang maka timbangannya harus jelas, dan jika sesuatu diukur maka takarannya juga harus jelas. Tidak diperbolehkan membeli dan menjual sesuatu yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya, seperti ikan di air.

Kelima syarat yang berkaitan dengan pokok transaksi tersebut di atas bersifat kumulatif, artinya bersifat wajib secara keseluruhan. Lima di antaranya sesuai dengan prinsip 'an tara>dhin yang menjadi syarat utama dalam bertransaksi. Jika ada sesuatu yang tidak terpenuhi, jelas akan menimbulkan ketidakpuasan pada pihak-pihak yang bertransaksi.

Akan tetapi, jika salah satu syarat tidak terpenuhi, tetapi sudah menjadi kebiasaan dalam sesebuah negara sehingga menimbulkan prinsip 'an tara>dhin, maka transaksi tersebut diterima oleh kebanyakan ulama hukum. Bentuk pertama, sebagai contoh, dalam urus niaga di mana wang telah dihantar semasa item itu belum ada, tetapi dijanjikan akan dihantar pada masa akan datang.

Penipuan dalam Jual Beli

Al-Ghishsh (menipu) adalah perbuatan yang menonjolkan keunggulan suatu barang dengan cara menyembunyikan cacat pada barang yang diperdagangkan. Tujuan ghishshi dalam bisnis adalah untuk menyembunyikan cacat suatu barang dan mencampurkan yang baik dengan yang buruk. Al-Qur'an mengutuk cara-cara mencampurkan apa yang benar dengan apa yang salah dan menyembunyikan apa yang benar.

Maksudnya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui”.30. Nasihat adalah ikhlas dalam berkata dan berbuat, maka barangsiapa yang menipu atau berdusta, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan kaum muslimin dan menjauhi jalan kaum muslimin. Jadi, apabila pembeli mendapati penipuan dilindungi dalam kumpulan barangan dan dia tidak tahu bila.

Sedangkan najis, menurut pemahaman hukum syarak, adalah kelebihan tambahan dalam harga barang, bukan untuk dia membeli, tetapi untuk menipu orang lain. Orang yang berpura-pura menaikkan harga untuk tujuan menipu orang lain adalah penipu, dalam barang dagangan, kerana menipu orang supaya senang dengan barang itu lalu orang itu menaikkan harga. Penjual akan berbohong dengan mengatakan bahawa dia membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi melebihi harga sebenar.

ص ﱯﻨﻟا ﻦﻋ ماﺰﺣ ﻦﺑ ﻢﻴﻜﺣ ﻦﻋ.م

ل ﺎﻗ

ﺎﻤﻬﻌﻴﺑ ﺔﻛﺮﺑ ﺖﻘﳏ ﺎﻤﺘﻛو ﺬﻛ ناو ﺎﻤﻬﻌﻴﺑ ﰲ ﺎﻤﳍ كرﻮﺑ ﺎﻨﻴﺑو ﺎﻗﺪﺻ ن ءﺎﻓ ﺎﻗﺮﻔﺘﻳ ﱵﺣ )

Syarat-syarat Khiya>r

Jika penjual dan pembeli masih berada di tempat yang sama dan belum berpisah, maka keduanya mempunyai hak untuk memilih (khiya>r) apakah akan menyelesaikan jual beli tersebut atau membatalkannya karena Rasulullah. Jika salah satu pembeli dan penjual meminta agar hak pilih (khiya>r) berlaku untuk jangka waktu tertentu, maka keduanya menyetujui, maka keduanya terikat hak pilih (khiya>r). Jika penjual menipu pembeli dengan penipuan kotor, dan penipuan itu mencapai lebih dari sepertiganya, misalnya dia menjual sesuatu yang harganya sepuluh ribu seharga lima belas ribu atau dua puluh ribu, maka pembeli dapat menarik diri dari penjualan dan membeli atau membeli dengan standar. harga. , karena dia adalah Rasulullah.

Apabila penjual merahasiakan barangnya, misalnya ia membuang barangnya dan menyimpan barangnya yang jelek, atau memperlihatkan barangnya dan menyembunyikan barangnya yang rusak, maka pembeli berhak memilih (khiya>r) untuk membatalkan jual beli, atau meneruskannya. hal itu keluar, karena Rasulullah SAW bersabda: “Kamu tidak boleh menahan susu unta dan susu kambing, siapa pun yang membelinya, maka dia mempunyai khiya>r (hak untuk memilih) antara dua hal (melaksanakan akad jual beli atau membatalkannya), dan jika dia mau, dia mengembalikannya dengan satu kurma.” 45. Apabila terdapat cacat pada barang sehingga mengurangi nilainya dan sebelumnya tidak diketahui pembeli serta pembeli merasa puas selama proses negosiasi, maka pembeli berhak memilih. 44 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik, 85.khiya>r) antara diadakannya suatu jual beli atau dibelinya atau dibatalkannya, karena Rasulullah.

Jika penjual dan pembeli tidak sepakat mengenai harga suatu barang atau sifatnya, maka keduanya bersumpah dan kemudian keduanya berhak memilih (khiya>r) antara melaksanakan akad jual beli atau membatalkannya, karena dikatakan, bahwa: “Jika penjual dan pembeli tidak sepakat padahal barangnya ada dan tidak ada bukti, maka keduanya bersumpah”.47.

Macam-macam Khiya>r

Yang dimaksud dengan khiya>r al-Sharat} adalah hak yang diberikan kepada salah satu atau kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian untuk melanjutkan atau membatalkan akad dalam tenggang waktu yang disepakati bersama. Setelah tiga hari tidak ada kabar, berarti akadnya batal.50 Khiya>r sharat} ini dapat digunakan dalam segala macam jual beli, namun tidak berlaku untuk barang yang bersifat riba. Khiya>r sharat} hanya paling lama tiga hari tiga malam terhitung sejak akad.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yaitu: “Kalian boleh berkhiya>ren selama tiga hari tiga malam atas segala barang yang telah kalian beli.”51. Dalam hal ini jual beli dapat dibatalkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, sehingga setiap lot dengan sendirinya telah habis masa berlakunya, setelah itu hak khiyar dengan sendirinya hilang dan transaksi tidak dapat dibatalkan lagi. Para ulama fiqih sepakat bahwa khiya>r al-Sharat} ini diperbolehkan untuk melindungi (menjaga) hak pembeli terhadap unsur penipuan yang mungkin terjadi di pihak penjual.52.

Khiya>r al-Sharat} dibolehkan dengan menetapkan tempohnya dengan pasti, tidak boleh lebih dari tiga hari, kerana khiya>r ini sebenarnya tidak dibenarkan dengan alasan bahawa khiya>r ini adalah pemindahan hak milik dan penguasaan jual beli 53. Khiya>r sharat}}}}}} membenarkan dengan had masa yang dipersetujui oleh kedua-dua pihak kurang atau lebih daripada tiga hari. Khiya>r 'ayb ialah hak pilihan kedua-dua pihak yang melaksanakan akad, apabila terdapat kecacatan pada barang yang dijual.

Seorang muslim sejati tidak boleh menyembunyikan 'ayb pada barang yang dijualnya. Apabila hal itu terjadi setelah penyerahan atau ketika sudah berada di tangan pembeli, maka 'aybnya tidak tetap.58 2) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat pada saat akad dibuat. Sebaliknya jika pembeli mengetahui adanya cacat pada saat menerima barang, maka tidak ada khiya>r karena dianggap puas.59.

Menurut Qomarul Huda dalam bukunya Fiqh Muamalah tentang khiya>r 'ayb harus memenuhi syarat60 1) 'Ayb (cacat) terjadi sebelum akad, atau setelah akad tetapi . pemindahan tidak terjadi. Apabila cacat terjadi setelah penyerahan atau berada dalam kendali pembeli, maka hukum khiyar tidak berlaku. Hak khiya>r 'ayb ini berlaku sejak pembeli menyadari adanya cacat setelah akad dibuat.

Referensi

Dokumen terkait

” 37 Dalam konteks konsumerisme, kewajiban moral itu adalah bertindak konsumtif sebagai prinsip yang benar untuk mencapai kebahagiaan, sedangkan kebahagiaan menjadi