Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia yang harus dipenuhi untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Pendidikan menurut KH Abdurrahman Wahid yaitu pendidikan yang dilandasi oleh keyakinan agama dan bertujuan untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya, mandiri dan lepas dari belenggu penindasan, adalah pendidikan yang membebaskan manusia.
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Kajian lebih detail dilakukan oleh Ririn Karlina, pada tahun 2013 berjudul Studi Banding Pendidikan Humaniora Ki Hadjar Dewa ntarara dan KH Abdurrahman Wahid, tesis Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. Konsep tokoh ini memiliki persamaan dan perbedaan antara pemikiran humanistik Ki Hadjar Dewantara dan KH Abdurrahman Wahid.
Metode Penelitian
- Pendekatan dan Jenis Penelitian
- Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Analisis Data
Untuk memfokuskan penelitian ini, pada data primer pengumpulan data hanya pada bab I-V. B. Sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan sumber data sekunder disini adalah buku-buku yang ditulis oleh tokoh lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yaitu suatu kajian sistematis terhadap catatan atau dokumen sebagai sumber data.20 Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dan membangun gagasan tentang masalah yang dibahas, mencoba menjelaskan. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca memahami intisari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.
Konsep Umum Humanisme 1. Sejarah Humanisme
Humanisme dalam Islam
Manusia sebagai khalifah di muka bumi telah dibekali berbagai potensi, dengan mengembangkan potensi tersebut diharapkan mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah. Selanjutnya menurut Hasan Langgulung, orang dianggap sebagai khalifah Allah yang tidak dapat memikul tanggung jawab sebagai khalifah. Karena dikatakan dalam Al-Qur'an bahwa manusia memiliki kecemburuan di dalamnya, karakteristik pertama adalah bahwa manusia pada dasarnya baik sejak awal. Dia tidak mewarisi dosa karena Nabi Adam meninggalkan surga.
Karena khalifah dengan kehendaknya sendiri menerima amanah yang tidak bisa dipikul oleh makhluk lain.35 Dalam Al-Qur'an Surat at-Tiin ayat 4 dijelaskan bahwa manusia berulang kali dinaikkan derajatnya, dan berulang kali diturunkan. Menurut Alquran, manusia adalah ciptaan Tuhan yang diberi tugas menjadi Khalifah (A.S 2; 30)37 di muka bumi. Keyakinan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi jelas membawa dua sisi implikasi, yaitu implikasi internal dan eksternal.
Yang dimaksud dengan implikasi internal adalah keyakinan kita sebagai umat Islam terhadap kebenaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang tidak lain adalah agama. Implikasi kedua dari keyakinan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini bersifat eksternal, hal ini erat kaitannya dengan bagaimana kita melihat orang lain yang tidak beriman kepada al-Qur’an, tetapi fungsi khilafah seperti yang diinginkan. oleh Quran ada untuk mereka.
Pembagian Humanisme
Kaum humanis sejak zaman Voltaire, seperti Thomas Paine, Karl Marx, Paul Kurtz pada dasarnya menentang agama. Mereka lebih mementingkan akhirat daripada kehidupan sekarang.41 Ringkasnya, sekularisme adalah suatu gerakan yang dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kehidupan ini tidak mau dikaitkan dengan urusan agama, ghaib dan akhirat, melainkan lebih berorientasi pada dunia ini. konteks saja. Namun pada awalnya, sekularisme lebih merupakan sistem etis berdasarkan prinsip-prinsip moral yang tidak berdasarkan wahyu, bebas dari agama atau bisnis.
Gerakan Pencerahan abad ke-18 adalah masa ketika keyakinan agama tradisional berusaha dipadukan dengan kesadaran baru akan kemampuan manusia untuk berpikir, ragu, dan berbeda. Sekularisme tidak serta merta menekankan bahwa tidak ada yang baik selain kebaikan dalam hidup di dunia saat ini, melainkan lebih menekankan bahwa kebaikan dunia saat ini adalah kebaikan yang nyata, dan upaya untuk mencapai kebaikan itu juga berbuat baik . . Sekularisme juga biasa diartikan sebagai ajaran yang menekankan bahwa akhlak harus didasarkan pada kepedulian dan usaha manusia demi kehidupan manusia di dunia, tanpa terlalu mempedulikan kehidupan setelah kehidupan di dunia ini.
Ada lagi gambaran humanis agama di awal abad ke-20 seperti Jhon Dewey, Roy Wood Sellar dari tradisi Barat dan Muhammad Arkoun, Nasr Hamid Abu zaid, Najib Mahfud dari tradisi Muslim. Para humanis religius awal ini mengakui bahwa agama dalam budaya manusia ada untuk membantu orang mengatasi egoisme (keegoisan) yang mengasingkan kita dari orang lain dan dari jiwa kita yang lebih dalam.
Pandangan Humanisme Tentang Manusia
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman individu di sini dan saat ini seperti yang dialami oleh yang mengalaminya, bukan seperti yang dipikirkan orang lain. Menurut psikolog manusia, penelitian harus dilakukan pada orang yang sehat dan dewasa, yaitu orang yang telah mencapai tingkat aktualisasi diri yang sesuai. Bagi umat manusia, justru manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, yaitu manusia yang dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya.
Jika kita dapat mengeluarkan potensi ini, maka kita semua dapat mencapai keadaan keberadaan yang ideal, seperti yang ditemukan oleh orang-orang yang mengaktualisasikan diri Abraham Maslow. Kebutuhan akan harga diri berasal dari dua hal: pertama, keinginan akan kekuasaan dan kepercayaan diri. Sedangkan orang yang tidak memiliki harga diri akan diliputi oleh perasaan rendah diri dan tidak berdaya sehingga menimbulkan keputusasaan dan perilaku neurotik.
Hambatan internal yang muncul dari diri sendiri antara lain tidak mengetahui potensi diri, keraguan dan juga perasaan takut untuk mengungkapkan potensi diri, sehingga potensi tersebut terus terpendam.Hambatan eksternal dapat bersumber dari budaya masyarakat yang tidak mendukung upaya. mengaktualisasikan potensi yang dimiliki seseorang karena perbedaan karakter. Oleh karena itu, bentuk aktualisasi diri setiap orang berbeda-beda.
Konsep Pendidikan Humanisme
- Metode dalam Pendidikan Humanisme
- Materi dalam Pendidikan Humanisme
- Pendidik Menurut Pendidikan Humanisme
- Peserta Didik Menurut Pendidikan Humanisme
Humanisasi ini tidak hanya terkait dengan individu siswa, tetapi terkait erat dengan realitas masyarakat di sekitarnya. Pendidik dengan demikian tidak mengambil alih tanggung jawab, tetapi membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses pengembangan diri, penentuan sikap dan pemilihan nilai-nilai yang akan diperjuangkan. Pendidikan humanistik dengan demikian diharapkan dapat membantu peserta didik dalam usahanya mengembangkan dan memperkaya kepribadiannya sebagai manusia.
Jadi pendidikan humanisme lebih menekankan pada bagaimana mendidik siswa (mendorong siswa) dan bagaimana bersikap terhadap sesuatu. Dari segi psikologis, siswa adalah individu yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental sesuai kodratnya masing-masing. Sebagai individu yang tumbuh dan berkembang, siswa membutuhkan bimbingan dan arahan yang konsisten menuju titik optimal dari kemampuan alamiahnya.
Karena siswa adalah komponen manusia, ini berarti bahwa pemahaman tentang hakikat siswa tidak terlepas dari pemahaman tentang sifat manusia secara umum.63 Dalam teori humanistik orang (siswa) digambarkan dengan optimis dan penuh harapan. Hal penting dalam pendidikan humanistik adalah peserta didik atau siswa merupakan fokus utama dalam pendidikan.
Biografi Abdurrahman Wahid a. Latar Belakang keluarga
Pada tahun 1953, ibunya mengutus Abdurrahman Wahid ke Yogyakarta untuk belajar di Sekolah Menengah Pertama Ekonomi (SMEP). Abdurrahman Wahid hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikan pendidikan pertaniannya, padahal seharusnya empat tahun. Di pesantren inilah Abdurrahman Wahid bertemu dengan muridnya Shinta Nuriyah yang kelak akan menjadi istrinya.
Tempat kuliah Abdurrahman Wahid sebenarnya adalah American University Library di Kairo. Abdurrahman Wahid juga yang membuat NU dalam perkembangan selanjutnya tidak pernah lepas dari omongan orang. Abdurrahman Wahid juga mendapat penghargaan dari Simon Weitemthal Center, sebuah yayasan yang didedikasikan untuk hak asasi manusia.
Buku ini mengandungi koleksi artikel Abdurrahman Wahid yang diterbitkan dalam majalah Tempo sejak tahun 1970-an-1980-an. Buku ini mengandungi koleksi tulisan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan dalam majalah Prisma dari Ogos 1975 hingga April 1984.
Pendidikan Humanism Perspektif Abdurrahman Wahid
Melalui ajaran agama Abdurrahman Wahid, ia mengubah kehidupan sosial, masyarakat, budaya menjadi urusan negara. Abdurrahman Wahid sendiri tidak setuju dengan adanya sistem Islam atau negara Islam di Indonesia, menurutnya ajaran Islam dapat dipraktikkan secara bebas dalam kehidupan sehari-hari oleh warga negara. Ajaran agama, baik ajaran yang paling mendalam maupun mendasar, sangat doktrinal maupun praktis, akan membentuk sistem nilai yang
Abdurrahman Wahid berkeyakinan bahwa agama mengandung ajaran yang menanamkan nilai-nilai sosial, yang apabila nilai-nilai tersebut meresapi pemikiran mayoritas warga negara (pengikut), maka ajaran tersebut merupakan salah satu unsur yang membentuk sistem nilai budaya atau orientasi nilai. Oleh karena itu, sekalipun agama sebagai salah satu unsur yang menanamkan nilai-nilai sosial, ajaran agama mengalami perubahan sesuai dengan pemahaman nilai itu sendiri.85 Proses pemahaman kembali isi ajaran agama dapat menimbulkan reaksi terhadap perubahan yang terjadi. di luar agama, tetapi juga merupakan proses yang mungkin terjadi di dalam agama itu sendiri dari pemahaman baru. Jika kemunculan agama Islam memanifestasikan dirinya secara informal dalam kehidupan bernegara, maka agama ini menjadi inspirasi bagi gerakan Islam dalam kehidupan bernegara, seperti di negara kita.88 Perkembangan situasi yang demikian menuntut setiap agama, selain ajaran formalnya, juga memiliki kesamaan proses adopsi dari aspek kehidupan budaya lainnya.
Dengan demikian ajaran Islam akan terus mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang terus berkembang di kalangan masyarakat yang menganutnya. Lebih lanjut, Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa agama berfungsi sebagai landasan etika sosial dalam bermasyarakat dan bernegara.
Analisis Pendidikan Humanism Perspektif Abdurrahman Wahid
Hal ini juga menurut peneliti yang menganggap humanisme Abdurrahman Wahid sebagai humanisme religius, yaitu humanisme yang berlandaskan agama. Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang wawasan keislamannya menunjukkan bagaimana beliau menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat melalui pendekatan budaya, sosial dan kepedulian terhadap sesama manusia untuk membentuk tatanan sosial yang berkeadilan yang bermanfaat bagi keutuhan universal. Lebih lanjut Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa kosmopolitanisme peradaban Islam tercapai pada titik optimalnya ketika tercapai keseimbangan antara kecenderungan normatif umat Islam dengan kebebasan berpikir seluruh warga negara, termasuk mereka yang non-Muslim.
Di sisi lain, Abdurrahman Wahid merepresentasikan agama dalam unsur budaya, melalui budaya inilah agama dapat berkembang dan sekaligus menjadi solusi untuk mengatasi berbagai konflik di ruang negara. Mujamil Qomar juga menambahkan bahwa Abdurrahman Wahid menggunakan pendekatan antropologi budaya untuk menganalisis aspek-aspek lokal yang dapat dihadirkan dengan wajah ramah. Abdurrahman Wahid menjadikan Islam sebagai etika sosial dalam kehidupan bernegara dan autochthonisasi Islam.101 Menurut Abdurrahman Wahid, politik negara tidak boleh memanipulasi agama.
Hal ini didukung oleh Jakob Oetama dalam bidang agama, Abdurrahman Wahid berpendapat bahwa Pancasila menjamin kebebasan beragama tidak hanya untuk memeluk agama, tetapi juga mencakup peran “etika dan agama masyarakat” di ruang publik. 103. Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa dilihat dari fungsi agama dalam kehidupan masyarakat, Islam memiliki tugas melestarikan sejumlah nilai dan pola perilaku sosial.