SGD KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ACNE VULGARIS
Disusun Oleh : Rizky Kurniawan
P
G2A02123 0
Husna Hamydatur R
G2A02123 8
Siti Juhro G2A02123
1 Siti Rikayatul H G2A02123 9
Erna Zuliyanti G2A02123 2
Kharisma Nurul Aini
G2A02124 0
Risnatun Hasanah G2A02123 3
Shafira Azmia Putri
G2A02124 1
Diah Ayu Woro Kesti W
G2A02123 5
Assifa Citra Wardana
G2A02124 2
Syifa Aulia Nugraha
G2A02123 7
Anti Putri Lestari G2A02017 7
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AKADEMIK 2023/2024
Kasus :
An. C laki-laki usia 16 tahun mengeluh terdapat bercak kemerahan di area wajah, leher, punggung. Ditemukan lesi dengan bentuk bervariasi, ada yang mengeluarkan nanah, bintik hitam di permukaan lesi, ada bila ditekan mengeluarkan bentuk seperti margarine dan berbau tengik. Klien mengatakan sedang dalam persiapan UN dan klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini. Klien juga sering memencet lesinya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Klien sudah menggunakan berbagai obat yang dijual bebas di pasaran, namun belum menunjukkan hasil. Klien tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialaminya. Ketika diperiksakan ke dokter didiagnosa Acne Vulgaris.
A. DEFINISI
Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan penyakit kulit pada unit pilosebaseus, self-limited, bersifat multifaktorial. Asal mula kata akne masih kontroversial. Sebuah sumber mengatakan berasal dari bahasa Yunani achne, yang berarti efflorescence atau berkembang; ada yang mengatakan dari bahasa Latin acme, yang menyiratkan puncak; sumber lain menyebutkan hieroglif untuk kata AKU-T, sebuah simbol yang memberikan interpretasi bisul, pustul, atau bengkak yang menyakitkan (Mulristyarini, 2019). Akne vulgaris adalah suatu kondisi inflamasi umum pada pada unit polisebaseus yang terjadi pada remaja dan dewasa muda yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul (Afriyanti, 2015). Akne vulgaris (AV) didefinisikan sebagai penyakit kulit akibat inflamasi kronik unit pilosebasea yang terdiri atas lesi non inflamasi seperti komedo terbuka dan komedo tertutup serta lesi inflamasi berupa papul, pustul, dan nodul (Astrid Teresa, 2020).
B. ETIOLOGI
Akne vulgaris termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited disease). Penyakit ini dapat ditemukan di segala usia. Penyebabnya multifaktor namun secara pasti masih belum diketahui. Beberapa etiologi diduga turut berperan adalah hipersekresi sebum, hiper keratinisasi, koloni propionibakterium aknes ( P. acnes), dan inflamasi. Beberapa faktor lain juga dianggap turut berperan dalam pemicu terjadinya akne vulgaris seperti faktor intrinsik yaitu genetik, ras, hormonal dan faktor ekstrinsik yaitu stres, iklim, suhu, kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan (Sibero et al., 2019).
AV memiliki 4 faktor penyebab yaitu :
1. Folikel epidermis yang mengalami proliferasi berlebih
Hiperproliferasi folikel epidermis akan menyebabkan epitel folikel rambut mengalami hiperkeratosis sehingga terjadi kohesi antarkeratinosit. Kohesi ini akan menyebabkan ostium folikel tersumbat sehingga meimbulkan dilatasi folikel dan terbentuknya komedo. Peningkatan produksi androgen, rendahnya
asam linoleat dan meningkatnya aktivitas interleukin (IL)-1a menjadi faktor penyebab hiperproliferasi keratinosit.
2. Hipersekresi sebum
Kulit penderita AV akan memproduksi sebum dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan kulit tanpa akne dengan komposisi sebum yang sama.
Trigliserida adalah komponen penting dari sebum yang dihasilkan. P. acnes yang merupakan flora normal kulit berupa bakteri gram positif anaerob akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas digunakan oleh bakteri ini untuk membentuk kolonisasi yang lebih banyak sehingga inflamasi terjadi dan komedo terbentuk
3. Inflamasi dan keberadaan P. acnes.
Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh keberadaan P. acnes melalui beberapa mekanisme. Pertama, adanya antigen di 955 dinding P. acnes menyebabkan munculnya antibodi terhadap bakteri ini.16 Kedua, lipase, protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik berperan menjadi penyebab munculnya rekasi hipersensitivitas tipe lambat.24 Melalui ikatannya dengan Toll-like receptor 2 (TLR-2) pada monosit dan sel polimorfonukleus (PMN) yang mengelilingi folikel sebasea akan menstimulasi produksi sitokin (Astrid Teresa, 2020).
Jerawat berkembang sebagai akibat hipersensitivitas kelenjar sebaceous terhadap tingkat normal androgen yang bersirkulasi. Proses ini semakin diperburuk dengan adanya Cutibacterium acnes (C acnes), suatu spesies bakteri, dan peradangan selanjutnya. Faktor-faktor yang diduga berkontribusi terhadap timbulnya jerawat meliputi :
1. Penggunaan obat-obatan seperti litium, steroid, dan antikonvulsan 2. Paparan sinar matahari berlebi
3. Penggunaan pakaian oklusif, seperti bantalan bahu, ikat kepala, ransel, dan bra berkawat
4. Kosmetik berbahan dasar minyak dan pijat wajah
5. Gangguan endokrin, seperti sindrom ovarium polikistik, bahkan kehamilan. Munculnya jerawat pramenstruasi tampaknya terjadi setelah edema saluran pilosebaceous. Hal ini terjadi pada 70% pasien wanita
6. Faktor genetik secara signifikan mempengaruhi proporsi asam lemak bercabang yang ditemukan dalam sebum, dengan perkiraan heritabilitas berkisar antara 50% hingga 90%
7. Trauma mekanis berulang akibat menggosok kulit yang terkena dengan sabun dan deterjen
8. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi susu dan diet tinggi glikemik berhubungan dengan jerawat pada masa remaja. Hal ini dapat dikaitkan dengan kayanya konstituen faktor pertumbuhan seperti insulin (IGF) dan komponen hormonal alami susu. Namun, tidak ada bukti substansial yang mendukung asumsi umum bahwa coklat memperburuk jerawat
9. Stres psikologis dikaitkan dengan peningkatan keparahan jerawat, mungkin karena stimulasi hormon stres
10. Resistensi insulin mungkin juga mempunyai peran penting dalam timbulnya jerawat, karena individu dengan resistensi insulin mengalami peningkatan kadar IGF, yang terkait dengan peningkatan ekskresi sebum wajah. Namun, hubungan antara indeks massa tubuh dan acne vulgaris masih kurang dipahami, dengan hasil yang bertentangan dilaporkan dalam berbagai penelitian (Yosipovitch et al., 2007)
C. PATOFISIOLOGI
Acne berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo. Terbentuknya komedo di mulai dari bagian tengah folikel akibat bahan keratin yang masuk, menjadikan dinding folikel tipis dan menggelembung jika komedo terbentuk dengan sempurna. Dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi karna penumpukan keratin secara bertahap.
Dengan waktu yangbersamaan kelenjar sebasea menjadi atrofi dan kemudian di gantikan dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi, kecuali bila sering terkenatrauma. Komedo terbuka memiliki lubang patulous dan bahan keratin tersusun dalam bentuk lamellar yang konsentris dengan rambut sebagai pusatnya.
Berbeda dengan komedo terbuka, komedo tertutup cenderung mempunyai kriteria yang tidak padat dan lubang folikelnya lebih sempit. Komedo tertutup dan mikrokomedo merupakan sumber timbulnya lesi yang inflamasi. Lemak keluar melalui dinding komedo yang edema dan kemudian menimbulkan reaksi seluler pada demis. Saat pecah, seluruh isi komedo masuk ke dalam demis, timbul reaksi yang lebih hebat dan terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat di temukan bakteri difteri gram positif dengan bentuk khas P. acnes di luar dan nodul dengan pustula diatasnya, sesuai letak dan luasnya inflamasi.
Selanjutnya kontraksi jaringan fibrosa yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut kemudian terjadi acne dalam jumlah yang banyak (O’Neill & Gallo, 2018).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Lesi utama Akne vulgaris adalah mikrokomedo, atau mikrokomedone, yaitu pelebaran folikel rambut yang mengandung sebum dan P. acnes. Sedangkan lesi acne lainnya dapat berupa papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah predileksi acne yaitu pada wajah, bahu, dada, punggung, dan lengan atas.
Komedo yang tetap berada di bawah permukaan kulit tampak sebagai komedo white head, sedangkan komedo yang bagian ujungnya terbuka pada permukaan kulit disebut komedo black head karena secara klinis tampak berwarna hitam pada epidermis. Scar dapat merupakan komplikasi dari acne, baik acne non-inflamasi maupun inflamasi. Ada empat tipe scar karena acne, yaitu : scar icepick, rolling, boxcar, dan hipertropik (Afriyanti, 2015).
2. Mikrokomedo berfungsi sebagai lesi primer dan merupakan cikal bakal semua manifestasi klinis akne vulgaris. Hal ini ditandai dengan sumbatan hiperkeratosis kecil yang terutama terdiri dari korneosit dan terletak di bagian bawah infundibulum folikuler. Mikrokomedo secara bertahap berevolusi dan berkembang menjadi lesi jerawat lainnya, yang meliputi komedo tertutup (komedo putih), komedo terbuka (komedo hitam), dan papula inflamasi, pustula, dan nodul [ CITATION Ami23 \l 1033 ]
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terkait dengan acne vulgaris mungkin termasuk :
1. Efek psikologis, termasuk depresi, kecemasan, dan rendahnya harga diri, dapat timbul baik dari tampilan kulit yang terkena dampak saat jerawat muncul atau dari bekas luka yang merusak
2. Jerawat fulminan ditandai dengan erupsi akut nodul inflamasi besar disertai ulkus dan krusta hemoragik. Kondisi ini terutama menyerang remaja pria yang sudah memiliki jerawat sebelumnya. Hal ini dapat dipicu oleh terapi isotretinoin atau dapat terjadi secara spontan, terlepas dari apakah ada gejala sistemik. Oleh karena itu, kondisi ini dibagi menjadi 4 varian berdasarkan ada tidaknya gejala sistemik dan apakah disebabkan oleh isotretinoin atau terjadi secara spontan. Jerawat fulminan yang diinduksi isotretinoin tanpa gejala sistemik adalah varian paling umum dari kondisi ini. Gejala sistemik dapat bermanifestasi sebagai demam, malaise, nyeri tulang, eritema nodosum, arthralgia, dan kelainan yang terdeteksi melalui pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Kelainan laboratorium potensial termasuk leukositosis, anemia, dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit atau protein C-reaktif. Radiografi dapat menunjukkan lesi osteolitik pada tulang, khususnya pada tulang dada, tulang selangka, sendi sakroiliaka, atau pinggul
3. Edema wajah padat, atau penyakit Morbihan, muncul dengan eritema dan edema wajah. Kondisi ini ditandai dengan periode remisi dan eksaserbasi; namun, sering kali hal ini memerlukan intervensi untuk mencapai penyelesaian. Pilihan pengobatan telah menunjukkan keberhasilan dengan menggunakan isotretinoin, steroid, dan clofazimine
4. Folikulitis gram negatif diamati pada pasien yang menjalani pengobatan antibiotik sistemik jangka panjang, terutama tetrasiklin, untuk jerawat. Awalnya, pasien-pasien ini menunjukkan respon positif terhadap terapi antibiotik. Namun, jerawat mereka semakin parah seiring berjalannya waktu dan menjadi kebal terhadap pengobatan antibiotik oral. Kulit perinasal dan bagian tengah wajah sering terkena kondisi ini, menunjukkan pustula dan nodul inflamasi. Kultur lesi biasanya menunjukkan adanya organisme Gram- negatif, termasuk spesies Enterobacter, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, atau Escherichia [ CITATION Ami23 \l 1033 ].
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang laboratorium dibutuhkan diantaranya seperti : 1. Kadar hormon luteinizing (LH)
2. Hormon follicle-stimulating (FSH) 3. Dehidroepiandrosteron sulfat, 4. 17-hidroksiprogesteron 5. Testosteron bebas dan total,
6. Prolaktin dan usia tulang (Mulristyarini, 2019) G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan acne vulgaris, terlepas dari tingkat keparahannya, harus dimulai dengan konseling pasien yang komprehensif, mencakup diskusi tentang sifat penyakit, praktik perawatan kulit yang tepat, dan ekspektasi pengobatan yang realistis. Selama konseling pasien, penting untuk memperhatikan hal-hal berikut :
1. Perbaikan lesi mungkin tertunda, dan tujuan utama terapi adalah untuk mengatasi lesi yang ada dan mencegah pembentukan lesi baru. Setidaknya diperlukan kepatuhan pengobatan selama 2-3 bulan untuk menilai kemanjuran pengobatan. Respons pengobatan yang efektif mungkin melibatkan pengurangan lesi aktif secara nyata dibandingkan penyembuhan total. Klarifikasi ini membantu mencegah pasien menghentikan proses pengobatan sebelum waktunya karena dianggap kurang efektif
2. Terapi pemeliharaan jangka panjang seringkali diperlukan karena sebagian besar terapi jerawat dianggap bersifat supresif dan tidak kuratif. Penggunaan retinoid topikal secara teratur dapat mencapai hal ini dengan baik
3. Respons terhadap pengobatan mungkin berbeda dari pasien ke pasien. Oleh karena itu, mungkin perlu dilakukan penyesuaian pada rejimen pengobatan untuk mengoptimalkan toleransi dan penyesuaian kemanjuran pengobatan 4. Penting untuk mendorong penggunaan pembersih kulit yang lembut
dibandingkan sabun atau scrub yang keras, karena sabun cenderung memiliki tingkat pH yang lebih tinggi daripada kulit. PH yang lebih tinggi ini dapat menyebabkan iritasi dan kekeringan pada kulit. Menggosok dan mengorek kulit secara agresif sebaiknya tidak dilakukan karena dapat memicu berkembangnya lesi jerawat dan jaringan parut baru
5. Memilih produk kulit non-komedogenik, seperti gel dan cairan, sangat penting untuk menghindari penyumbatan pori-pori
6. Berbagai penelitian melaporkan hubungan antara peningkatan konsumsi susu dan diet tinggi glikemik dengan acne vulgaris. Namun, saat ini belum ada rekomendasi resmi untuk mengatur asupan faktor makanan tersebut terkait jerawat. Meskipun demikian, diskusi mengenai regulasi konsumsi susu dan diet tinggi glikemik harus dilakukan berdasarkan kasus per kasus [ CITATION Ami23 \l 1033 ].
a) Jerawat Vulgaris Ringan 1. Retinoid Topikal
Retinoid topikal, seperti tretinoin, tazarotene, adapalene, dan trifarotene, harus dimasukkan dalam penatalaksanaan awal pada sebagian besar pasien berjerawat. Obat-obatan ini secara efektif menargetkan komedo serta papula dan pustula inflamasi. Untuk pasien dengan jerawat yang didominasi komedonal, retinoid topikal dapat digunakan sebagai monoterapi
2. Benzoil peroksida
Benzoil peroksida memiliki sifat komedolitik dan antimikroba. Tersedia dalam berbagai formulasi dan konsentrasi mulai dari 2,5% hingga 10%. Biasanya, obat ini diterapkan sekali sehari, dengan fokus pada 1 atau 2 area kecil selama 3 hari pertama untuk menguji potensi reaksi hipersensitivitas. Benzoil
peroksida tidak boleh digunakan bersamaan dengan tretinoin karena efek oksidasinya pada tretinoin. Untuk menghindari reaksi apa pun, benzoil peroksida sebaiknya dioleskan di pagi hari, sedangkan tretinoin sebaiknya dioleskan di malam hari.
3. Klindamisin topikal
Klindamisin topikal tersedia dalam berbagai formulasi dan dikombinasikan dengan benzoil peroksida atau retinoid topikal. Biasanya diterapkan sekali atau dua kali sehari. Saat menggunakan klindamisin topikal, disarankan untuk menggabungkannya dengan benzoil peroksida untuk mengurangi risiko timbulnya resistensi antibiotik
4. Eritromisin topikal
Eritromisin topikal dapat dianggap sebagai alternatif klindamisin topikal untuk mengobati jerawat. Namun, terdapat peningkatan pelaporan resistensi eritromisin, sehingga klindamisin menjadi pilihan utama. Oleh karena itu, saat menggunakan klindamisin topikal, disarankan untuk menggabungkannya dengan benzoil peroksida jika memungkinkan
5. Asam Azelaat
Asam azelaic adalah asam dikarboksilat alami dengan efek komedolitik, antimikroba, dan memutihkan karena penghambatan enzim tirosinase, yang bermanfaat pada pasien dengan hiperpigmentasi pasca jerawat yang terjadi bersamaan.
6. Asam Salisilat Topikal
Asam salisilat topikal dapat digunakan sebagai alternatif pengganti retinoid topikal bagi individu yang tidak dapat mentoleransi atau mendapatkannya.
b) Vulgaris Jerawat Sedang hingga Berat
Terapi topikal dan sistemik adalah pilihan pengobatan utama untuk acne vulgaris sedang hingga berat. Terapi sistemik untuk jerawat termasuk antibiotik oral (terutama tetrasiklin), terapi hormonal (seperti spironolakton atau kontrasepsi oral untuk pasien wanita), dan isotretinoin oral. Terapi sistemik sering dikombinasikan dengan terapi topikal, seperti yang dibahas untuk kasus ringan, kecuali isotretinoin oral
1. Isotretinoin oral
Isotretinoin oral adalah retinoid yang melawan akne vulgaris dengan melawan 4 faktor patogen yang berkontribusi terhadap penyakit ini. Oleh karena itu, obat ini diterima dengan baik sebagai pengobatan untuk jerawat nodular parah yang berhubungan dengan jaringan parut. Isotretinoin oral biasanya diresepkan sebagai monoterapi untuk acne vulgaris parah dan diberikan dengan dosis harian 0,5 hingga 1 mg/kg per hari selama beberapa bulan.
2. Antibiotik oral
Antibiotik oral secara efektif menghambat pertumbuhan C acnes dalam unit pilosebaceous. Tetrasiklin, khususnya, memiliki sifat anti-inflamasi, menjadikannya antibiotik pilihan untuk mengobati jerawat vulgaris. Jika
tetrasiklin tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, antibiotik lain (seperti makrolida, sefalosporin, penisilin, dan trimetoprim- sulfametoksazol) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif. Untuk mengurangi perkembangan resistensi antibiotik, durasi pengobatan perlu dibatasi sesingkat mungkin (idealnya, 3-4 bulan).
3. Terapi Hormon Oral
Terapi hormonal oral, seperti kontrasepsi oral dan spironolakton, merupakan pilihan efektif bagi pasien wanita yang mencari pengobatan jerawat. Terapi ini mengurangi kerja androgen pada unit pilosebaceous, yang pada gilirannya menurunkan produksi sebum dan membantu meringankan gejala jerawat. Terapi hormonal merupakan pilihan pengobatan yang tepat untuk berbagai kelompok wanita, termasuk wanita pascamenarkal yang mengalami akne vulgaris parah, wanita yang mengalami akne akibat hiperandrogenisme, dan wanita dengan akne ringan yang mencari kontrasepsi [ CITATION Ami23
\l 1033 ].
H. PENGKAJIAN FOKUS TEORI
Berikut pengkajian keperawatan pada acne vulgaris : 1. Riwayat kesehatan
 Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan melalui anamnesis riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik klinis. Penderita biasanya mengeluhkan jerawat di wajah, punggung, atau dada, yang dapat disertai gejala lokal seperti nyeri dan kemerahan. Dalam beberapa kasus, tes laboratorium mungkin diperlukan untuk mencari penyakit yang mendasarinya.
2. Penilaian psikologis
 Akne vulgaris dapat menimbulkan citra diri negatif, rendah diri, dan kecemasan pada remaja. Oleh karena itu, penting untuk menilai status psikologis pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang holistik dan komprehensif.
3. Pemeriksaan fisik
 Perawat harus melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh pada kulit pasien untuk menentukan tingkat keparahan akne vulgaris. Tingkat keparahan acne vulgaris dapat dinilai menggunakan sistem penilaian Pertemuan Pakar Jerawat Indonesia.
4. Penilaian perawatan diri
 Perawat harus menilai praktik perawatan diri pasien, termasuk rutinitas perawatan kulit, pola makan, dan kebiasaan gaya hidup. Perawat dapat memberikan edukasi tentang praktik perawatan kulit yang tepat dan modifikasi gaya hidup untuk membantu menangani akne vulgaris.
I. PENGKAJIAN FOKUS KASUS
Berikut pengkajian keperawatan pada kasus : 1. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : Klien mengeluh terdapat bercak kemerahan di area wajah, leher, punggung
2. Penilaian psikologis
 Klien mengatakan sedang dalam persiapan UN dan klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini
3. Pemeriksaan fisik
 Ditemukan lesi dengan bentuk bervariasi, ada yang mengeluarkan nanah, bintik hitam di permukaan lesi, ada bila ditekan mengeluarkan bentuk seperti margarine dan berbau tengik
4. Penilaian perawatan diri
 Klien juga sering memencet lesinya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu
J. PATHWAYS
Lesi obstruktif Ductus pilosebaseus
tersumbat
Sebelum merembes naik hingga puncak folikel
Gangguan citra tubuh Komedo/jerawat
Asam linoleate menurun Mendilusi
(mengencerkan) lemak epidermis Sekresi sebum
meningkat Kelenjar sebasea bertambah besar
Kosentrasi insulin like growth factor (IGF-1) meningkat Sekresi ACTH
meningkat
Hormon androgen meningkat
Bakteri : bakteri
corynebacterium acnes,
staphylococcus epidermiss, pity rosporum ovale
Diet : makanan tinggi lemak, tinggi
karbohidrtat, beriodida Genetic
Stress Hormonal
K. ASUHAN KEPERAWATAN SESUAI KASUS
NO ANALISA DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
KEPERAWATAN 1 DS :
1. Klien mengeluh terdapat bercak kemerahan diarea wajah, leher,
punggung 2. Klien juga
sering memencet lesinya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu DO :
1. Ditemukan lesi dengan
Perubahan Hormonal Gangguan Integritas Kulit Dilatasi folikel
sebasea
Gangguan integritas kulit
Ansietas Defisit pengetahuan Gangguan rasa nyaman : nyeri
Nodul, kista Terjadi recapsulation
Peradangan Dinding folikel tegang
dan pecah
bentuk bervariasi, ada yang mengeluarka
n nanah,
bintik hitam di permukaan lesi, bila ditekan mengeluarka n bentuk seperti
margarine dan berbau tengik
2 DS :
1. Klien mengatakan sedang dalam persiapan UN 2. Klien
mengatakan malu dengan kondisinya saat ini DO : -
Perubahan Pada Citra
Tubuh Harga Diri Rendah
Situasional
3 DS :
1. Klien mengatakan sudah
menggunakan berbagai obat yang dijual
bebas di
pasaran, namun belum menunjukkan hasil
2. Klien tidak tahu apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialaminya DO : -
Kurang Terpapar Informasi Defisit Pengetahuan
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Hormonal
2. Harga Diri Rendah Situasional b.d Perubahan Pada Citra Tubuh 3. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan bentuk tubuh???
4. Defisit Pengetahuan b.d ????? (revisi) 5. Defisit Perawatan diri b.d ?????
6. Personal Hygiene b.d ??????
7. Manajemen regimen tidak efektif b.d ????
M. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
1 (D.0142) Resiko Infeksi d.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : Kerusakan integritas kulit (revisi)
Setelah dilakuakan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan (L.14137) Tingkat Infeksi Menurun, dengan kriteria hasil :
1. Kebersihan tangan meningkat
2. Kebersihan badan meningkat
3. Kemerahan menurun 4. Cairan berbau busuk
menurun
Intervensi Utama : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Terapeutik :
1. Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu
Intervensi Pendukung : Perawatan Luka (I.14565)
Observasi :
1. Monitor karakteristik luka (mis drainase, warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda tanda infeksi Terapeutik :
1. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih non toksik 2. Berikan salep yang sesuai
kekulit atau lesi
3. Pertahanka Teknik steril saat melakukan perawatan luka Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2 (D.0087) Harga Diri Rendah Situasional
b.d Perubahan Pada Citra Tubuh Setelah dilakuakan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan (L.09069) Harga Diri Meningkat, dengan kriteria hasil :
1. .Penilaian nilai positif meningkat
2. Perasaan memiliki
kelebihan atau
kemampuan positif 3. Penerimaan penilaian
positif terhadap diri sendiri
4. Berjalan menampakan wajah
5. Perasaan malu menuru n
Intervensi Utama : Promosi Harga Diri (I.09308)
Observasi :
1. Identifikasi budaya,agama,jenis
kelamin,dan umur terrhadap harga diri
2. Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri 3. Monitor tingkat harga diri
setiap waktu sesuai kebutuhan Teraupetik :
1. Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri
2. Diskusikan pernyataan tentang dirti sendiri
3. Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri
2. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki 3. Anjurkan mengevaluasi
perilaku
4. Latih pernyataan kemampuan positif diri
5. Latih cara berfikir dan berperilaku positif
Intervensi Pendukung : Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Obeservasi : 1. Identifikasi
budaya,agama,jenis
kelamin,dan umur terkait citra tubuh
2. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
3. Monitor frekuensi pernyataan krtik terhadap diri sendiri 4. Monitor apakah pasien bisa
melihat bagian tubuh yang berubah
Teraupetik :
1. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
2. Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh
3. Diskusikan cara
mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3. Latih
peningkatan penampilan diri 3 (D.0111)Defisit Pengetahuan b.d Kurang
Tepapar Informasi (revisi) Setelah dilakuakan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan (L.12111) Tingkat Pengetahuan Meningkat, dengan kriteria hasil :
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat
2. Verbalisasi minat
dalam belajar
meningkat
3. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
4. Perilaku membaik
Intervensi Utama : Edukasi Kesehatan (I.12383)
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik :
1. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Intervensi Pendukung : Edukasi Perawatan Kulit (I.12426)
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi Terapeutik :
1. Sediakan materi dan media kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Beri kesempatan bertanya Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan tabir surya saat beraktivitas diluar rumah
2. Anjurkan minum cukup air 3. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4. Anjurkan menggunakan pelembab
N. INTEGRASI JURNAL TATA LAKSANA SESUAI MASALAH KASUS
1. JUDUL PENELITIAN
EFFICACY OF METFORMIN VS. DOXYCYCLINE IN TREATING ACNE VULGARIS: AN ASSESSOR-BLINDED, ADD-ON, RANDOMIZED, CONTROLLED CLINICAL TRIAL (Sadati et al., 2023)
2. PENELITI
Maryam Sadat Sadati MD Nazafarin Yazdanpanah MD Reza Shahriarirad MD Rojan Javaheri MD
Mohammad Mahdi Parvizi MD, PhD, MPH
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah membandingkan efektivitas metformin dan doksisiklin dalam mengobati pasien akne vulgaris.
4. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada pasien rujukan Klinik Dermatologi Shahid Faghihi, Iran.
Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan.
5. METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan adalah randomized controlled clinical trial dengan 40 pasien dengan akne vulgaris sedang berusia 15-40 tahun dan secara acak membagi mereka menjadi dua kelompok. Selama dua bulan, kelompok pertama menerima kapsul doksisiklin 100mg setiap hari, dan kelompok kedua menerima tablet metformin 500mg dua kali sehari. Pasien pada kedua kelompok diberikan gel benzoil peroksida 5% (Pangel®) pada ujung jari (jari keempat) secara topikal setiap malam pada lesi, dan dicuci setelah 30 menit
6. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Hasil penelitian didapatkan 40 orang, analisis statistik model linier umum dengan pengukuran berulang menunjukkan bahwa jumlah lesi inflamasi pada kedua metformin (F (1,34–25,56)=20,17,P<0,001) dan doksisiklin (F (1,27–
24,20)=14,42,P<0,001) kelompok menurun secara signifikan selama penelitian.
Pengurangan jumlah lesi inflamasi pada pasien yang menerima doksisiklin sedikit lebih signifikan dibandingkan pasien yang menerima metformin (F (1,37–
518,15)=3,73,P=0,046). Juga, mengenai jumlah lesi noninflamasi, baik metformin (F (1.27–24.27)=22.97,P<0,001) dan doksisiklin (F (1,26– 24,02)=10,00,P =0,002) menunjukkan penurunan yang signifikan selama belajar. Namun, penurunan jumlah lesi noninflamasi tidak berbeda antara pasien yang menerima metformin dan doksisiklin (F (1,42–115,61)=0,548,P=0,523).
Penelitian ini menunjukkan bahwa doksisiklin dan metformin efektif dalam mengurangi keparahan jerawat, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup pasien, mengurangi jumlah lesi secara keseluruhan, dan mengurangi lesi noninflamasi pada pasien dengan akne vulgaris, dan kedua obat tersebut dapat ditoleransi dengan baik, dengan hanya efek samping ringan. Namun, jerawat dari lesi vulgaris tipe inflamasi tampaknya lebih membaik dengan doksisiklin dibandingkan metformin.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, R. N. (2015). Mikrbiologi Umum. Journal Majority, 4(6), 102–109.
Astrid Teresa. (2020). Akne Vulgaris Dewasa : Etiologi, Patogenesis Dan Tatalaksana Terkini. Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya, 8(1), 952–964.
https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i1.1500
Mulristyarini, S. (2019). Akne Vulgaris (T. U. Press (ed.)). UB Press.
O’Neill, A. M., & Gallo, R. L. (2018). Host-Microbiome Interactions and Recent Progress Into Understanding The Biology of Acne Vulgaris. Microbiome, 6(1), 1–16.
https://doi.org/10.1186/s40168-018-0558-5
Sadati, M. S., Yazdanpanah, N., Shahriarirad, R., Javaheri, R., & Parvizi, M. M. (2023).
Efficacy of metformin vs. doxycycline in treating acne vulgaris: An assessor-blinded, add-on, randomized, controlled clinical trial. Journal of Cosmetic Dermatology, March, 2816–2823. https://doi.org/10.1111/jocd.15785
Sibero, H. T., Putra, I. W. A., & Anggraini, D. I. (2019). Tatalaksana Terkini Acne Vulgaris.
JK Unila, 3(2), 313–319.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Yosipovitch, G., Tang, M., Dawn, A. G., Chen, M., Goh, C. L., Chan, Y. H., & Seng, L. F.
(2007). Study of Psychological Stress, Sebum Production and Acne Vulgaris in Adolescents. Acta Dermato-Venereologica, 87(2), 135–139.
https://doi.org/10.2340/00015555-0231