Koperasi Agribisnis Berbasis Subak untuk Penguatan Ekonomi Pertanian Bali
Dr. I Wayan Budiasa
E-mail: wba.agr@unud.ac.id
Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UNUD
13 September 2017
Pendahuluan
Bali (5.636,66 Km
2) dalam MP3EI 2011-2025: “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”
Struktur ekonomi 2015: sector primer (16,02%), sekunder (15,17%), dan tersier (68,81%) PDRB/kap/th Rp42,66 juta
Statistik lahan pertanian 1990-2013: sawah 78.425 ha (JICA 2006: 78.245 ha)
1.604 subak
JIID fungsi sawah: food production, biodiversity, recreation & relaxation, inherit traditional culture, mental education
Category of Land use Area (Km2) (%)
Yard and housing 555.65 9.86
Wetland paddy field 782.45 13.88
Dry land 1,047.63 18.58
Plantation 1,738.73 30.85
Forest 1,076.85 19.10
Others (pond, sand etc) 435.35 7.73 Bali Province 5,636.66 100.00 Source: JICA 2006
Key Issues
Merosotnya ketertarikan generasi muda dalam berusahatani padi
Tingginya tingkat alih fungsi lahan
Meningkatnya konflik antara pengguna sumberdaya air
Penggundulan hutan dan pencemaran air irigasi
Sekitar 28.599 ha sawah di Bali telah terkonversi 1990-2013 1.243,4 ha/th 10 subak telah
musnah (9 di Denpasar, 1 kab Buleleng (Titab dam)
20 sampel subak DAS Saba Bali Utara: 36,97%
sawah telah beralih fungsi dari produksi padi ke
non padi selama periode 1991-2014 (25,92% kebun
& tambak; 11,05% hotel & restoran, villa,
perumahan, industri dan perdagangan, Titab dam)
Tujuan
Merumuskan konsep pengembangan model koperasi agribisnis
berbasis subak yang inovatif, kompetitif, dan terhubung dengan
industri (primer, sekunder, dan tersier) sehingga mampu menciptakan
nilai tambah di sepanjang rantai nilai, serta berwawasan lingkungan
sebagai salah satu solusi untuk penguatan ekonomi pertanian dan
keberlanjutan sistem subak di Bali
Metodologi
Desain penelitian: studi literature
Data sekunder: telaah/critical review thd referensi tercetak dan online terkait dengan konsep dan keberhasilan praktek pengembangan koperasi pertanian di DN & LN
Analisis: deskriptif kualitatif
Peluang Pengembangan Peran Ganda Subak
INPRES 3/1999 : Pemberdayaan masyarakat petani pengelola air melalui pengembangan kelembagaan P3A/Subak yang otonom, mandiri dan mengakar di masyarakat, bersifat sosial budaya dan berwawasan lingkungan, serta pemberian kemudahan dan peluang kepada masyarakat petani untuk secara demokratis membentuk unit usaha ekonomi dan bisnis yang ber-BH di tingkat usahatani
PERDA 9/2012 ttg subak, pasal 17: sistem subak di Bali berhak untuk
membangun unit agribisnis yang sangat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan
subak dan anggota
SEDAHAN AGUNG SEDAHAN YEH
HEAD OF SUBAK/PEKASEH
Scretary/Penyarikan
Treasurer/Juru Raksa VICE HEAD OF SUBAK/PANGLIMAN
Messager/Kesionoman
Head of Tempek
Subak members
Autonomy
Regency level District level
Subak level
Government officer for governing water distribution and tax collection
Original structure of subak system
KONSEKWENSI SUBAK BERPERAN GANDA
RESTRUTURISASI
+
RENEWAL AWIG-AWIG
(akomodasi bisnis)
Model sukses KUAT Subak Guama
Subak Guama (172 ha, 544 anggota)
2001 BPLM Rp843.200.000 kpd Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu untuk 3 kegiatan (1) CLS Rp663.500.000; (2) Integrated Crop Management (ICM) untuk P3T melalui program kredit input Rp98.000.000 (sistem yarnen); (3) KUM Rp81.700.000 kpd KWT. Pendampingan: BPTP Bali, Distan Prov Bali, Distan Kab Tabanan
Unit-unit usaha ekonomi inovatif: penangkaran benih bermutu, penggemukan sapi, produksi pupuk kompos dari kotoran sapi, jasa RMU, penyewaan hand tractor dan power thresher
2003: Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama
Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama
bagian integral dari struktur organisasi Subak Guama Perkembangan asset: dari Rp843.200.000 (2001) > Rp6 M (2017)
Model sukses PT BUMR Pangan Terhubung Sukabumi
PT BUMR Pangan Terhubung Desa Sukaraja mengakomodasi 1.253 petani yang mengelolalahan sawah 1.000 ha dgn investasi sebesar Rp48 M
4 program unggulan: pinjaman tanpa bunga kpd anggota dengan “sistem
yarnen” menggunakan GKP,
pendampingan petani, asuransi gagal panen, dan pengadaan benih unggul teruji multilokasi
Meniru konsep “the sixth-sector
industrialization” di Jepang dengan
manajemen modern dengan aplikasi
SIM berbasis GIS
Koperasi & Korporasi Pertanian di Jepang
Reformasi agraria 1946-49 menjamin hak petani kecil akses lahan Japan Agriculture (JA) konglomerasi berkekuatan monopolistic
Agreement on Agriculture (GATT/WTO 1994) Agricultural Corporation
Agricultural Basic Law 1999 Joint-stock Companies menguasai 25% perusahaan produksi pertanian
Revised Agricultural Land Law 2009 perusahaan bisa sewa lahan pertanian
JA 694 koperasi regional suplai input produksi kepada anggota, melakukan pengemasan, transportasi, dan pemasaran produk-produk pertanian, menyediakan jasa finansial. Anggota JA 10 juta (4.6 juta anggota biasa, dan 5,4 juta anggota luar biasa_
Agricultural Corporation memperbaiki efisiensi & keuntungan UT, mendorong keluarga petani & mendidik serta
menumbuhkan minat pemuda tani dan pendatang baru dalam ber-UT, terhubung dengan actor non-farm (supermarket, toko-toko pemasok, restoran, dan perusahaan pengolah makanan lainnya) melalui model kemitraan dengan petani
Sensus 2010 (MAFF): 17.040 korporasi pertanian , tumbuh 22% selama 5 tahun terakhir
Berdasarkan net impor pringkat ke-5; impor/kap/th ($360) pringkat ke-4.
Isu kualitas produk impor & green konsumers, petani menghadapi kesulitan dalam memperoleh pekerjaan dan
meningkatkan pendapatannya, ingin memperkuat pertanian domestic 2010 diterapkan “the Sixth Industrialization” dan
“Local Production for Local Consumption Integrasi vertikal industri primer (1), sekunder (2) dan tersier (3) (1 + 2 + 3 = 6) atau (1 x 2 x 3 = 6) untuk mencapai tambahan nilai yang lebih besar pada barang dan jasa melalui kerjasama seluruh sektor dan industri