• Tidak ada hasil yang ditemukan

kritik sumber pada novel pramoedya ananta toer - SIMAKIP

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "kritik sumber pada novel pramoedya ananta toer - SIMAKIP"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KRITIK SUMBER PADA NOVEL PRAMOEDYA ANANTA TOER

Rudy Gunawan1, Desvian Bandarsyah2, Wildan Insan Fauzi3

1 Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA rudyansich@gmail.com

2 Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA d.bandarsyah@gmail.com

3 Universitas Pendidikan Indonesia wildaninsanfauzi@upi.edu

ABSTRAK

Tujuan penulisan makalah adalah melakukan kritik sumber pada Novel Sejarah “Di Tepi Kali Bekasi” karya Pramoedya Ananta Toer yang bercerita tentang perjuangan setelah kemerdekaan dengan setting cerita di Kota Jakarta, Bekasi, Cikampek dan Purwakarta. Setelah melakukan kajian historiografis, peneliti mengundang MGMP Guru Mata Pelajaran Sejarah Provinsi DKI Jakarta dalam kegiatan Focus Group Discussion pada tanggal 12 Juli 2018 bertempat di Kampus SPs UHAMKA dan tanggal 24-25 Agustus 2018 di Hotel Horison Bekasi. Kegiatan dilanjutkan dengan Studi Objek Historis yang menyusuri sumber-sumber sejarah yang ada pada novel “Di Tepi Kali Bekasi” mulai dari Klender, Jakarta, Bekasi, Tambun, Karawang, Cikampek dan Purwakarta yang diikuti pula oleh MGMP Guru Sejarah DKI Jakarta. Selain itu tim peneliti melakukan observasi dan wawancara ke Bogor, Blora dan Surabaya untuk menggali informasi lebih lanjut tentang Pramoedya Ananta Toer.

Kata Kunci: Novel, Critical Source, History.

ABSTRACT

The purpose of writing the paper is to source criticism on the Historical Novel "On the Edge of Bekasi" by Pramoedya Ananta Toer which tells the story of the struggle after independence with story settings in the cities of Jakarta, Bekasi, Cikampek and Purwakarta. After conducting a historiographic study, the researcher invited the DKI Jakarta Provincial History Subject Teacher MGMP in the Focus Group Discussion on July 12, 2018 at the UHAMKA SPs Campus and August 24-25 2018 at the Horison Bekasi Hotel. The activity continued with the Study of Historical Objects which traced historical sources in the novel "On the Edge of Bekasi" starting from Klender, Jakarta, Bekasi, Tambun, Karawang, Cikampek and Purwakarta which were also followed by the DKI Jakarta History Teacher MGMP. In addition, the research team conducted observations and interviews with Bogor, Blora and Surabaya to find out more information about Pramoedya Ananta Toer.

Keywords: Novel,

PENDAHULUAN

Keberadaan karya novel sejarah diperlukan sebagai salah satu alternatif buku aja yang digunakan secara bersama-sama dengan buku teks sehingga membuat sejarah menjadi lebih menyenangkan dan siswa merasa senang dengan sejarah (Wildan, Harun, & Safrida, 2015).

(2)

Untuk dunia pendidikan, novel sejarah berfungsi dalam hal pembentukan manusia dan mendekatkan pada masa lalu bangsanya (Djokosujatno, 2010). Purwanto mengungkapkan bahwa secara umum sastra selalu dikaitkan dengan fiksi yang imaginatif, sedangkan sejarah tidak dapat dipisahkan dari fakta untuk menemukan kebenaran masa lalu dan sebagai sebuah realitas yang dibayangkan, sejarah dan sastra sering dianggap berada dalam tataran yang sama (Bachtiar, 2016).

Novel yang berasal dari karya sastra sejarah harus ditulis dengan penelitian lebih dahulu menggunakan sumber-sumber sejarah yang relevan (Khakim, 2016). Novel dengan latar belakang fakta sejarah banyak beredar pada saat ini karena sejarah juga dapat menjadi sarana bagi penulis karya sastra untuk menyampaikan perasaan, pikiran, dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Sejarah juga dapat ditulis kembali sebagai suatu cerita yang mengisahkan suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi di masa lampau sesuai dengan pengetahuan dan kronologis sejarah (Wildan, Harun, & Safrida, 2015).

Novel sejarah adalah genre yang kompleks karena mencakup fiksi dan nonfiksi (Barone, Oswalt, & Barone, 2014). Novel sejarah terletak di persimpangan antara fiksi/nonfiksi. Pembaca dewasa memahami kompleksitas yang terdapatdalam fiksi sejarah, namun tidak halnya dengan para siswa yang kesulitan memahami dualitas fiksi sejarah.

Melalui penggunaan berbagai pendekatan dan strategi, guru membawa novel sejarah ke kelas mereka. Perlu bimbingan guru jika akan menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran karena genre ini rumit, melalui perpotongan antara nonfiksi dan fiksi (Barone, Oswalt, &

Barone, 2014). Dengan berkembangnya penulisan novel sejarah yang ditulis dengan baik, guru dapat menemukan banyak kisah untuk menghubungkan siswa dengan hampir semua peristiwa historis di tingkat kelas manapun. Membaca jenis literatur naratif saat mempelajari era sejarah, siswa akan dapat memperdalam pemahaman teks mereka dengan mengenal karakter nyata atau fiktif dalam buku ini dan mengerti mengapa beberapa tokoh sejarah bertindak seperti mereka (Sliwka, 2008).

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang penulis legendaris yang terus menulis karya sastra dan telah menjalani kehidupan dan perjuangan yang panjang dan berat. Kehidupannya lebih banyak dihabiskan di penjara (Fatmalia, Thahar, & Nurizzati, 2012). Pramoedya dianggap sebagai penulis dengan aliran sosialis dan tidak bertuhan, padahal dalam karya sastranya Pramoedya lebih banyak menulis novel yang terkait dengan nilai-nilai humanisme,

(3)

keadilan, serta nilai-nilai ketuhanan meskipun tidak secara eksplisit menyebutkannya (Riyadi, 2016). Pramoedya dapat menulis karya yang mampu membangkitkan semangat hidup seseorang yang sudah ditumpas kekuasaan (Toer S. , 2015).

Dalam salah satu bukunya yang berjudul Bumi Manusia, Pramoedya menolak dengan tegas model sosial yang bercorak feodal dan merampas kesetaraan manusia karena menciptakan kesenjangan. Salah satu kutipan Pramoedya menyiratkan ketidaksukaannya pada sistem feodal yang ada pada kultur dan budaya masyarakat. Ciri khas dalam karya Pram adalah melawan penindasan, tentang kemanusiaan dan keadilan (Riyadi, 2016). Tidak heran dalam novel-novelnya Pramoedya banyak membahas kehidupan wong cilik dan mencoba mengangkat kehidupan mereka yang terkesan terabaikan, mengkritik dan menyoroti kebejatan kaum “santri” yang tidak peka pada masalah sosial, kritik terhadap kehidupan priyayi dan kehidupan feodal, keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan, mengkritik pemerintahan Jawa Sentris, mengkritik diskriminasi sosial pada zaman kolonial dan stratifikasi serta absolutisme yang rumit.

Karya-karya Pramoedya Ananta Toer banyak dilarang karena memiliki pemahaman sosialis, apalagi dalam konteks sastra Pramoedya Ananta Toer mempunyai hubungan dengan negara-negara beraliran sosialis di Eropa Timur. Karya-karya Pramoedya Ananta Toer diantaranya adalah ”Sepoeloeh Kepala Nica”(1946), ”Kranji-Bekasi Jatuh” (1947),

”Perburuan” dan ”Keluarga Gerilya” (1950), ”Di Tepi Kali Bekasi”, ”Midah-Si Manis Bergigi Emas”(1954), ”Panggil Aku Kartini Saja”(1962), ”Bumi Manusia”, ”Anak Semua Bangsa”

(1980), ”Jejak Langkah” (1985), ”Rumah Kaca” (1988) dan yang paling akhir adalah ”Jalan Raya Pos, Jalan Daendles”(2005) serta masih banyak karya lainnya.

Dalam makalah ini, peneliti melakukan kajian historiografi pada novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul ”Di Tepi Kali Bekasi”. Novel ini bercerita tentang masa Revolusi, dimana kondisi masyarakat sedang kesulitan pasca lepas dari penjajahan Jepang. Pemuda yang ikut berjuang merupakan pemuda yang tidak mempunyai jiwa yang militan serta baru terlepas dari bahaya kelaparan serta tidak mempunyai pengalaman kemiliteran. Perjuangan pemuda Indonesia selama satu setengah tahun di front Jakarta Timur pada bulan Oktober 1945 menghadapi pasukan Belanda dan Inggris. Walaupun dengan kondisi hampir semua pemudanya tidak tahu cara menembak, mereka belajar menembak pada saat terjadi pertempuran.

(4)

Seluruh buku ini didasarkan pada atas kejadian yang sebenarnya, walaupun terasa ada yang tidak selaras, itu disebabkan sebagian catatan sudah disita Belanda. Pramoedya Ananta Toer menyebutkan bahwa kejadian luar biasa yang dialami Bekasi sudah berlangsung sepanjang jaman, sejak penjajahan Belanda sampai sesudah proklamasi Kemerdekaan.

Peristiwa besar sudah terjadi di Bekasi, sejak jaman kolonial pertempuran terhadap marsose Belanda dengan ribuan korban berjatuhan dan rakyat menolak menyerahkan upeti. Pada masa penjajahan Jepang, Bekasi menjadi saksi perlawanan rakyat terhadap Jepang, hingga pada jaman revolusi sesudah proklamasi, terjadi pertamuran melawan tentara sekutu dan NICA (Toer P. A., 1995).

Sebagai bagian dari hasil penelitian, kritik sumber merupakan kegiatan pengujian secara kritis terhadap sumber sejarah yang telah ditemukan untuk memperoleh data yang otentik dan kredibel. Kritik sumber bertujuan untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Dalam penelitian ini, kajian terhadap kritik sumber dilakukan dengan cara menelusuri setiap lokasi dan objek sejarah yang diceritakan dalam Novel ”Ditepi Kali Bekasi”.

Penelusuran ini untuk mencari sumber otentik seperti yang yang dipaparkan dala novel tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan. Tujuan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah untuk mencari gambaran yang kompleks dan holisitik mengenai subjek permasalahan yang diteliti dalam hal ini mengenai Novel Sejarah karya Pramoedya Ananta Toer. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah dan dalam tulisan ini diungkapkan salah satu langkah yaitu kritik sumber. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah Novel DiTepi Kali Bekasi karya Pramoedya Ananta Toer dan teknik pengumpulan data conten analisis dan wawancara. Dengan demikian, penelitian ini akan berisi data berupa kutipan- kutipan, baik yang berasal dari hasil studi literatur, wawancara, catatan-lapangan, poto, rekaman vidoe-tape, dokuman pribadi, catatan/memo, dokumen resmi dan lain-lainnya. Subjek penelitian adalah Novel Di Tepi Kali Bekasi yang dibahas dalam kegiatan FGD dengan guru-guru yang berasal dari SMA di Provinsi DKI Jakarta yaitu SMAN 44 Jakarta, SMAN 100 Jakarta, SMAN 101

(5)

Jakarta, SMA Muhammadiyah 13 Jakarta, SMAN 68 Jakarta, SMAK Ketapang Jakarta, SMA Labschool Jakarta, SMAN 43 Jakarta SMA Islam Al-Azhar Jakarta dan SMAN 72 Jakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)

Kritik sumber dilakukan dengan cara menelusuri bukti-bukti sejarah yang tertulis di dalam novel Di Tepi Kali Bekasi. Penelusuran dilakukan berdasarkan hasil kajian heuristik yang dilakukan oleh peneliti dan guru-guru dalam kegiatan Focus Group Disscussion (FGD).

Kegiatan FGD yang dilaksanakan dalam kegiatan ini sebanyak dua kali, yang diikuti oleh seluruh tim peneliti dan guru sejarah dari 10 (sepuluh) SMA yang ada di Prov. DKI Jakarta.

FGD yang pertama bertujuan untuk memberikan gambaran kepada guru dalam melakukan analisis buku novel sejarah karangan Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Ditepi Kali Bekasi”. FGD 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Juli 2018 bertempat di Kampus Sekolah Pascasarjana UHAMKA Jalan Warung Buncit Raya no. 17 Jakarta Selatan.

Gambar 1 Suasana Pembukaan pada Kegiatan FGD ke-1

Kegiatan FGD diawali dengan pemaparan materi oleh para peneliti yaitu Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd. yang memberikan materi Historiografi, Wildan Insan Fauzi dengan materi Novel sejarah dan Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. dengan materi Kajian Heuristik dan Kritik Sumber. Setelah pemaparan dari para peneliti, peserta diberi lembaran analisis untuk menganalisis buku “DI Tepi Kali Bekasi”, masing-masing peserta diminta untuk menganalisis setiap peristiwa dan benda sejarah dengan melakukan heuristik dan kritik sumber. Peserta menganalisis setiap bab dalam buku tersebut dan dibagian akhir memaparkan hasil analisisnya. Pemaparan hasil analisis pada FGD ke-1 baru sebatas uji coba, untuk melihat

(6)

apakah cara peserta menganalisis sudah sesuai dengan kaidah penelitian sejarah. Hasil kajian heuristik salah satu peserta FGD dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil Analisis Buku Peserta FGD 1

Bab yang dianalisis : Bab 1 dan 2

Halaman : 9, 10, 22, dan 32

Nama : Dimas Eka Mitra Nugraha, S.Pd

Nama Sekolah : SMAN 43 Jakarta

Halaman Isi Fakta

9 Bukankah di bawah Jendral Belanda bermata satu itu tidak kurang dari lima belas ribu orang Aceh binasa?

Belanda mengirim pasukan Marsose ke Aceh, menewaskan sekitar 75.000 rakyat Aceh atau 15 persen penduduk wilayah itu. sumber :

https://tirto.id/kejahatan-perang-belanda-di-aceh-cFZJ 10 "Pemuda jaman sekarang," keluhnya.

"Bertempur mengempur... Orang tua dikesisikan.

“Masa itu dikenal sebagai masa perjuangan: Bersiap. Belanda

menamakannya: Bersiap-Periode,” tulis Rosihan Anwar dalam Napak Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949.

22 Pernah orang Van Mook dengan membawa uang dua miliyun rupiah dan bersenjata pestol ditangkap.

Tugas lebih berat harus diemban van Mook saat diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal pada 29 Desember 1941 oleh Ratu Wilhelmina.

Pengangkatan itu terjadi setelah Jepang berhasil menguasai Pearl Harbor pada 8 Desember 1941. Atas serangan ini, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh Stachhouwer, menyatakan perang terhadap Jepang.

https://tirto.id/dan-hubertus-van-mook-pun-kehilangan-tanah-airnya-cuLA 32 Sebagai seorang Heiho di jaman Jepang

keadaan itu sangat biasa baginya

Kendati namanya sebagai pasukan berani mati, namun Jibakutai seperti barisan semi militer lain bentukan Jepang (Peta atau Pembela Tanah Air dan Heiho), dipersiapkan hanya sebagai pendukung tentara Jepang. Sumber:

https://historia.id/modern/articles/pasukan-bunuh-diri-indonesia-dalam- perang-kemerdekaan-v543J

Kegiatan FGD Ke-1 diakhiri setelah seluruh peserta melakukan presentasi dan diskusi dengan tim peneliti pada pukul 17.30 WIB. Kesepakatan hasil FGD ke-1 adalah menugaskan seluruh peserta untuk melakukan analisis buku novel seluruh bab dan akan dipresentasikan serta didiskusikan pada kegiatan FGD ke-2. FGD ke-2 mengundang kembali guru-guru yang hadir pada FGD ke-1 dengan agenda kegiatan membahas dan mendiskusikan hasil analisis buku novel sejarah “Di Tepi Kali Bekasi” karya Pramoedya Ananta Toer. Kegiatan pada hari pertama tanggal 24 Agustus 2018, dimulai pukul 08.00 WIB dibuka dengan acara pembukaan yang menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan FGD ke-2. Acara dilanjutkan dengan pemaparan setiap bab dari buku “Di Tepi Kali Bekasi” yang dimulai dari peneliti dan dilanjutkan oleh peserta.

(7)

Gambar 2 Foto Bersama Peserta dan Peneliti pada Kegiatan FGD 2

Kritik Sumber Novel Di Tepi Kali Bekasi

Kegiatan yang dilakukan untuk melakukan kritik sumber adalah dengan melakukan studi objek historis ke beberapa lokasi yang disebutkan dalam novel sejarah “Di Tepi Kali Bekasi” seperti Benteng Cakung, Kali Bekasi, Ciluwek, Tugu TKR Cikampek dan Stasiun Kereta Api Cikampek. Peneliti melakukan survey ke tempat-tempat tersebut sekaligus mencari informan yang dapat digali penjelasannya mengenai kejadian setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Di wilayah Cikampek, peneliti mendatangi Ciluwek, sebuah tempat yang disebutkan dalam novel. Menurut keterangan informan yang peneliti temui di kampung Ciluwek, pada jaman kemerdekaan, wilayah Ciluwek merupakan satu kawasan hutan yang menjadi tempat persembunyian para pejuang. Pada saat ini Ciluwek merupakan nama kampung di Desa Cikampek Selatan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang. Kampung Ciluwek menjadi daerah padat dan strategis karena dekat dengan stasiun. Berdasarkan keterangan dari Bapak Kotib, markas TKR terletak tidak jauh dari kampung Ciluwek, namun sudah berubah fungsi menjadi Kantor sebuah Bank Pemerintah yang terletak di jalan Ahmad Yani Cikampek namun di halamannya terdapat tugu peringatan Tentara Keamanan Rakyat. Tugu tersebut berbentuk patung setengah badan Moefferini Moekmin, Soeroto Koento dan Sadikin yang semuanya berpangkat Letnan Kolonel yang menjadi Komandan Tentara Keamanan Rakyat pada tahun 1945 Resimen V Cikampek.

(8)

Gambar 3 Wawancara dengan Bapak Kotib di Kampung Ciluwek

Peneliti melakukan observasi ke Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi di Tepi Kali Bekasi yang disebut Tugu Kali Bekasi. Tugu ini dibuat untuk memperingati perlawanan TKR pada tanggal 19 Oktober 1945 terhadap tentara Jepang yang akan menuju Bandar Udara Kali Jati Subang dengan menggunakan kereta. Namun pada saat digeledah di tepi Kali Bekasi, pejuang TKR menemukan banyak senjata sehingga perang tidak terelakkan dan Kali Bekasi memerah akibat perang tersebut.

Gambar 4 Tugu Peringatan Markas TKR di Cikampek

(9)

Tempat berikutnya adalah benteng Cakung di Kampung Petukangan, Rawa Teratai.

Benteng Cakung sebenarnya adalah gudang peluru yang baru dibangun oleh Belanda.

Menurut sejarah bangunan itu dulunya bernama Ammonitie Opslagplaaps atau gudang amunisi tentara Belanda. Dikabarkan bangunan itu sudah ada sejak tahun 1930-an. Tapi ada versi yang menyebutkan bahwa bangunan ini disahkan tahun 24 Januari 1947 berdasarkan dokumen yang ditemukan dan ditandatangani oleh AB Dimaar, perwira Zeni Belanda.

Gambar 5 Benteng Cakung

Beberapa tempat yang dikunjungi terkait dengan tempat-tempat yang disebutkan dalam novel, seperti Kampung Cikunir – Kampung dua Kranji – Kali Cakung Bojongrangkong – Pupar (Benteng Belanda/Gudang Amunisi) – Penggilingan Cakung (Sumur Bor) – Kali Bekasi – Gedung Juang Tambun – Cikarang – Stasiun Lemah Abang – Karawang – Ciluwek (Markas TKR) - Stasiun Cikampek – Stasiun Kereta Api Cibungur. Di masing-masing lokasi peserta mendapatkan penjelasan dari peneliti mengenai keterkaitan tempat-tempat bersejarah dengan alur cerita yang ada dalam novel “Di Tepi Kali Bekasi”. Berikut beberapa gambar yang terkait dengan kegiatan kritik sumber.

Gambar 6 Di Tepi Kali Bekasi

(10)

Pemberhentian pertama tim peneliti dan peserta adalah jembatan dan tugu Kali Bekasi.

Sayangnya tidak dapat masuk ke dalam tugu, karena pagar terkunci dan pembawa kunci datang di siang hari. Setelah berbincang dengan narasumber, peneliti dan rombongan menuju stasiun kereta api Cikampek. Perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki karena lokasi stasiun persis di belakang Tugu TKR, namun melewati gang dan masuk melalui pintu yang biasa dilalui warga untuk menyeberang. Berbatasan dengan stasiun kereta terdapat tanki air yang sudah tidak berfungsi. Pada masa perjuangan setelah kemerdekaan, disebutkan dalam Novel Di Tepi Kali Bekasi, bahwa tanki ini dijadikan sebagai tempat berlindung ketika terjadi serangan dari pihak musuh.

Gambar 7 Tanki Air di Stasiun Cikampek

Kemudian rombongan menuju Stasiun Kereta Api Cikampek, dan diterima langsung oleh Kepala Stasiun Cikampek. Kepala Stasiun memberikan penjelasan singkat mengenai Stasiun Cikampek di ruangannya, setelah itu mempersilahkan peneliti dan rombongan melakukan eksplorasi di seluruh wilayah Stasiun Kereta Api Cikampek.

(11)

Gambar 8 Penjelasan Singkat dari Kepala Stasiun Kereta Api Cikampek

Selain itu untuk menggali lebih lanjut, peneliti melakukan kunjungan ke Rumah Pram di Jalan Warung Ulan No.9 Bojong Gede Bogor. Di tempat ini masih ada anak dari Pramoedya Ananta Toer yang bernama Astuti Ananta Toer. Tujuan datang ke rumah itu untuk mengetahui lebih dalam tentang Pramoedya Ananta Toer dari sudut pandang anaknya. Namun disayangkan penghuni rumah sedang tidak ditempat, dan pagar rumahnya terkunci. Menurut keterangan dari warga sekitar, ibu Astuti sering tidak dirumah. Akhir hidup Pramoedya Ananta Toer dihabiskan di rumah ini karena merasa rumah ini tenang dan dapat menyalurkan hobinya dalam membakar sampah. Rumah ini sendiri cukup luas dan mewah walau bukan berada di jalan utama. Berikut foto dari luar rumah Pramoedya Ananta Toer di Bogor.

(12)

Gambar 9 Peneliti di Depan Rumah Pramoedya di Bojong Gede, Bogor

Pada tanggal 29 Oktober 2018, peneliti dan tim menuju Kota Blora melalui Kota Semarang. Tim peneliti tiba di Kota Semarang pada pukul 9.30 dan melanjutkan perjalanan ke Kota Blora. Tujuan ke Kota Blora adalah untuk mengetahui kehidupan Pramoedya Ananta Toer ketika masih sekolah dan masa kecil. Dalam buku “Di Tepi Kali Bekasi” diceritakan Pramoedya Ananta Toer disekolahkan di Sekolah Boedi Oetomo dimana Ayahnya yang bernama Mastoer menjadi kepala sekolah dan meminta guru yang mengajar Pramoedya Ananta Toer untuk tidak menaikkannya ke kelas yang lebih tinggi, sampai 3-4 kali. Menurut penjelasan Soesilo Toer “Pramoedya Ananta Toer itu sekolahnya memang tidak pintar” dan kerap dimarahi ayahnya karena sering tertinggal dalam pelajaran. Hal ini menjadikan Pramoedya Ananta Toer kecewa dan sakit hati pada ayahnya.

Peneliti dan tim tiba sekitar pukul 13.30 di Kota Blora. Kunjungan pertama adalah Rumah Pramoedya Ananta Toer di Jalan Sumbawa No. 40 Kota Blora. Rumah tersebut kini ditempati oleh adik Pramoedya Ananta Toer yang bernama Soesilo Toer, istri dan anaknya.

Terdapat perpustakaan kecil yang diberi nama PATABA (Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa). Kesan pertama peneliti, rumah tersebut kurang terurus, sampah dan makanan untuk ayam dan kambing tampak berserakan, tiga ekor kambing (satu diikat) terlihat di depan rumah, beberapa ayamnya pun berkeliaran di halaman rumahnya yang cukup luas. Di bagian

(13)

sayap kiri rumah adalah perpustakaan PATABA, berada disamping rumah utama yang bernuansa hijau.

Ibu Suratiyem mempersilahkan peneliti untuk memasuki perpustakaan PATABA.

Sama seperti keadaan luar, perpustakaanpun tampak tidak terurus. Buku-buku tentang Pramoedya Ananta Toer disimpan disatu sisi tembok di dalam rak buku. Sementara dindingnya penuh dengan foto-foto yang terkait dengan Pramoedya Ananta Toer dan tokoh- tokoh kontroversial seperti Kartosuwiryo dan Karl Marx. Tidak heran karena Pramoedya Ananta Toer dan Soesilo Toer mendalami filosofi ajaran Marxisme dan Leninisme terutama yang terkait dengan realisme sosial (Toer S. , 2018). Di sebelah perpustakaan terdapat kamar tamu untuk menerima tamu menginap baik dari dalam maupun luar negeri yang juga dipenuhi oleh buku-buku. Kamar tersebut kondisinya belum dirapihkan karena baru menerima tamu dari Prancis beberapa hari sebelumnya.

Gambar 10 Rumah Pramoedya di Blora

Wawancara dengan Ibu Suratiyem awalnya berlangsung kaku, karena Ibu Sur merasa menjawab tentang Pramoedya Ananta Toer bukan kapasitasnya. Namun lambat laun pembicaraan menjadi lebih cair. Ibu Sur menceritakan awal pernikahan dengan Soesilo Toer yang bertemu dengannya di Kota Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Soesilo Toer selama ini. Ibu Sur mengenal baik dan menilai Pramoedya Ananta Toer adalah sosok yang pendiam, penyendiri dan jarang berbicara. Pramoedya Ananta Toer meninggal 2006 di Jakarta dan dimakamkan di pemakamana Karet Bivak. Pramoedya Ananta Toer

(14)

menghabiskan sisa usianya di rumah yang terletak di Jalan Warung Ulan Bojong Gede Kabupaten Bogor

Gambar 11 Bersama Ibu Suratiyem di Perpustakaan PATABA

Rumah Pramoedya Ananta Toer sendiri akan dipugar oleh Pemerintah Kabupaten Blora dan dijadikan objek wisata sejarah. Tujuannya adalah agar nama Pramoedya Ananta Toer terus dikenang dengan berbagai aktivitas serta tulisan-tulisan yang tersimpan baik di perpustakaannya. Namun Soesilo Toer masih belum mengomentari rencana pemugaran rumahnya, namun memastikan bahwa rumah tersebut tidak akan dijual karena merupakan peninggalan dari keluarga (Toer S. , 2018).

KESIMPULAN

1. Novel Sejarah yang dikaji dalam tahun pertama adalah Novel “Di Tepi Kali Bekasi”

merupakan karya Pramoedya Ananta Toer yang bercerita tentang pengalamannya selama masa perang kemerdekaan dengan tujuan untuk mengenang masa-masa revolusi. Peristiwa terjadi di Bekasi sebagai garis pertahanan antara Pasukan Sekutu dan Tentara Republik Indonesia persisnya di Kali Bekasi. Tema yang mengalir dalam novel ini berkisah tentang keberanian, kepengecutan, ketulusan, persellingkuhan.

Benturan kepentingan antara kaum tua dan kaum muda pun diceritakan dalam novel ini.

(15)

2. Hasil wawancara dan observasi di beberapa tempat tinggal Pramoedya Ananta Toer, mulai dari kecil sampai meninggal memperlihatkan kecintaannya terhadap Indonesia yang dituankan dalam novel dan karya sastra lainnya. Pengaruh ayahnya sebagai guru dan kepala sekolah cukup kuat menempel dalam diri Pramoedya Ananta Toer sehingga menjadi salah satu penulis yang paling aktif menghasilkan karya sastra.

UCAPAN TERIMAKASIH atau CATATAN

Direktorat Riset dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, LLDIKTI III, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta c.q. Dinas Pendidikan dan Dinas Penanaman Modal, Rektor, Ketua Lemlitbang, Direktur Sekolah Pascasarjana, Dekan FKIP dan pihak-pihak lain yang membantu dilingkungan UHAMKA, Kepala Sekolah dan Guru Sejarah SMA di DKI Jakarta, Tim Pembantu Peneliti dan semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian pada tahun pertama ini.

REFERENSI Bibliography

Wildan, Harun, M., & Safrida, Y. (2015). Fakta Sejarah dalam Novel Perempuan Keumala Karya Endang Moerdopo. Cendekia , 25-36.

Djokosujatno, A. (2010). Novel Sejarah Indonesia: Konvensi, Bentuk, Warna, dan Pengarangnya. Makara Hubs-Asia , 14-19.

Bachtiar, T. A. (2016). Muatan Nilai Islam dalam Penulisan Dan Pengajaran Sejarah. Jurnal Pendidikan Agama Islam , 201-218.

Khakim, M. N. (2016). Telaah Penulisan Karya Sastra Sejarah sebagai Refleksi Sumber Pembelajaran Sejarah. Sejarah Budaya , 94-100.

Barone, R., Oswalt, B., & Barone, D. (2014). Historical Fiction through Fifth Graders’ Eyes.

Journal of Classroom Research In Literacy .

Sliwka, C. (2008). Connecting to History Through Historical Fiction. Language Arts Journal of Michigan .

Fatmalia, W., Thahar, H. E., & Nurizzati, N. (2012). Bias Gender dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian Feminisme. Bahasa dan Sastra , 12-21.

Riyadi, A. (2016). Nilai-Nilai Profetik dalam Pemikiran Pramoedya Ananta Toer: Studi Literatur Roman Tetralogi Pulau Buru. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga.

Toer, S. (2015). Pram dalam Kelambu. Blora: PATABA Press.

Toer, P. A. (1995). Di Tepi Kali Bekasi. Jakarta: Hasta Mitra.

Toer, S. (2018, Juli 1). Cerita dari Blora. 52-57. (Sujatmiko, Interviewer) Tempo.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan langkah-langkah yang dilakakukan sebagai berikut, mencari dan menandai kritik psikologi sastra yang terdapat pada novel Relung Rasa Raisa, mencatat kutipan dalam novel Relung

LEMBAR HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : JURNAL ILMIAH NASIONAL Judul Karya Ilmiah Artikel Jum lah Penulis Status Pengusul : Hubungan Sleep Hygiene