KIPRAH PERJUANGAN RAHMAH EL YUNUSIYYAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA PADA ABAD
KE-20
KARYA TULIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Jenjang Mua’llimin
Oleh:
Yeni Maharani NIS 2122.10.769
PESANTREN PERSATUAN ISLAM 45 RAHAYU MARGAASIH-BANDUNG
1445 H/2023 M
Lembar Persetujuan Karya Tulis Ilmiah ini:
KIPRAH PERJUANGAN RAHMAH EL YUNUSIYYAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA PADA ABAD
KE-20
Yang disusun oleh:
Yeni Maharani NIS. 2122.10.769
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Robi Riyadi, S.E NPA. 13.3436
Lembar Pengesahan Karya Tulis Ilmiah ini:
Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke-20”
Yang disusun oleh:
Yeni Maharani NIS. 2122.10.769
Telah diujikan pada tanggal 13 November 2023 dan disahkan oleh:
Pembimbing
Robi Riyadi, S.E NPA. 13.3436
Penguji
Ismail Fajar Romdhon, S. Pd NIAT. 01.02.43700.030 Mengetahui,
Mudir Mu’alimin
H. Usman Bin Affan NIAT. 01.02.12281.030
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke-20” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan.
Bandung, 23 Oktober 2023 Yang Membuat Pernyataan
Yeni Maharani NIS 2122.10.769
ABSTRAK
Karya tulis ini berjudul “Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke-20”. Karya ini mempunyai latar belakang, yaitu penulis menyadari bahwa seorang perempuan mempunyai pengaruh besar terhadap peradaban, maka seorang perempuan diharuskan mendapatkan pendidikan yang pantas apalagi pendidikan Islam.
Mengulik dari sejarah Indonesia, bahwa sebelum Indonesia ini merdeka, keadaan kaum perempuan dalam bidang pendidikan sangatlah memprihatinkan, Rahmah El Yunusiyyah sebagai seorang perempuan asal Padang Panjang ini menyadari akan krisis pendidikan Islam bagi perempuan pada zamannya yaitu pada abad ke- 20. Maka dengan tekadnya yang kuat, beliau dapat mengembangkan pendidikan Islam melalui didirikannya lembaga pendidikan Islam bagi perempuan yaitu Diniyyah School Puteri, kiprah perjuangannya ini dapat dijadikan inspirasi dan motivasi akan pentingnya menjunjung tinggi pendidikan Islam bagi perempuan sebagai pembentuk peradaban, bagaimana bisa peradaban dapat dikatakan maju, jika para perempuannya tidak berpendidikan. Adapun pembahasan dalam rumusan masalah dalam karya tulis ini yaitu pertama siapakah Rahmah El Yunusiyyah itu yang membahas tentang biografi Rahmah El Yunusiyyah terkait silsilah keluarga, lingkungan, masa kecil, pendidikan dan wafatnya beliau, kedua apa itu pendidikan Islam yang membahas tentang pendidikan Islam terkait pengertian, dasar dan tujuannya, ketiga bagaimana kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir, keempat apa urgensi pendidikan Islam bagi perempuan, kelima bagaimana kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke- 20 yang membahas tentang kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke-20 terkait konsep pemikiran beliau terhadap pendidikan Islam bagi perempuan, Diniyyah School Puteri atau lembaga yang dibangunnya dari awal mula dirikannya serta bagaimana sistem pendidikan yang ada di lembaga tersebut dan dinamika perjalanan beliau dalam mengembangkan pendidikan Islam dari berbagai rintangan yang beliau hadapi, keaktifan beliau yang tidak hanya dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan namun perjuangannya dalam kemerdekaan Indonesia serta apresiasi yang beliau dapatkan di dunia pendidikan Islam diantaranya pemberian gelar Syaikhah oleh rektor Universitas al-Azhar dan keenam apa saja nilai-nilai keteladanan Rahmah El Yunusiyyah. Adapun metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif analitik yaitu dengan menggambarkan apa adanya sesuai dengan yang dianalisa. Karya tulis ini juga ditampilkan dengan penjelasan yang tidak menggurui, tetapi mengajak kembali mengulik sejarah yang terjadi di negeri kita ini agar dapat menjadi motivasi dalam menjunjung tinggi pendidikan Islam di Indonesia, karena hakikatnya sejarah memang tentang masa lalu, namun hikmah yang didapatkan begitu luar biasa untuk menjadi bekal dalam menghadapi tantangan di masa depan kelak.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang bisa terucap selain ucapan syukur alhamdulillah bi idznillah atas diberikannya kelancaran dan kemudahan oleh sang Maha Kuasa, penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis yang berjudul “Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke-20” sebagai salah satu tugas akhir di jenjang Mua’llimin, karena antara ada dan tiada, selesai dan tidak hanya Allahlah yang berkuasa.
Karya tulis ini menjelaskan tentang biografi sosok Rahmah El Yunusiyyah, pengertian pendidikan Islam, kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir, urgensi pendidikan Islam bagi perempuan dan kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke-20 serta nilai- nilai keteladanan beliau.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, tidak menutup kemungkinan masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang dapat membangun jati diri penulis agar menjadi lebih baik pun lebih teliti. Namun bagaimanapun hasilnya, selesainya karya tulis ini merupakan pengalaman berharga bagi penulis. Semoga karya tulis ini bukan hanya sekedar terselesaikannya tugas akhir semata, tetapi dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Tentu bukan suatu hal yang mudah dalam penyusunan karya tulis ini, berbagai rintangan penulis hadapi karena pengetahuan dan kemampuan penulis yang terbatas, akan tetapi berkat do’a dan dorongan dari banyak pihak karenanya penyusunan ini terasa mudah, sehingga akhirnya terselesaikanlah penyusunan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Al-Ustadz H. Muhammad Nurdin, selaku Mudir’Am PPI 45 Rahayu yang senantiasa menasihati para santri dengan nasihat yang luar biasa
2. Al-Ustadz H. Usman, selaku Mudir Khos Mu’allimin ppi 45 Rahayu yang senantiasa mendidik dan membimbing santrinya dengan penuh kesabaran
3. Al-Ustadz Abdul Qodir, selaku wali kelas XII A Mu’allimin yang senantiasa memberikan nasihat, dukungan dan bimbingannya kepada kami 4. Al-Ustadz Robi Riyadi, selaku pembimbing dalam penyusunan karya tulis
ini yang telah banyak meluangkan waktu juga senantiasa memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
5. Seluruh ustaz-ustazah jenjang Mu’allimin PPI 45 Rahayu yang selalu sabar memberikan edukasi dan dedikasinya dalam membimbing kami 6. Seluruh pihak asrama yang selalu membimbing kami dengan penuh
kesabaran dan memberikan fasilitas dalam penyusunan karya tulis ini 7. Teristimewa untuk kedua orang tua terkasih dan keluarga tercinta yang tak
hentinya mendoakan dan memberikan dorongan baik moril dan material dalam segala bentuk terjalnya hidup yang dihadapi.
8. Teman-teman seperjuangan MURA 12 yang saling memberi semangat dan kesan, akan menjadi fragmen sejarah indah dalam ingatan, semoga.
9. Gurl Serbi, teman-teman di asrama yang senantiasa saling bertukar pikiran, bercanda ria, memberi semangat serta bantuan yang begitu luar biasa
10. Baraya 39 yang senantiasa menjadi rumah kedua bagi penulis dan tempat bertukar pikiran dalam penyusunan karya tulis ini
11. Lisma Amalia, sahabat tersayang penulis yang senantiasa selalu membuka telinga atas seluruh cerita dan memberikan afirmasi positif bagi penulis 12. Kakak tingkat yang telah memberikan banyak contoh untuk dijadikan
referensi dalam penyusunan karya tulis ini.
13. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Teriring doa Jazakumullahu Khairan Katsiraa
Bandung, 23 Oktober 2023
Yeni Maharani NIS 2122.10.769
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR GAMBAR...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan Penulisan...4
D. Manfaat Penulisan...4
E. Metode Penulisan...5
BAB II KIPRAH PERJUANGAN RAHMAH EL YUNUSIYYAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA PADA ABAD KE-20 A. Biografi Rahmah El Yunusiyyah...6
1. Silsilah Keluarga Rahmah El Yunusiyyah...6
2. Masa Kecil dan Lingkungan Rahmah El Yunusiyyah...7
3. Pendidikan Rahmah El Yunusiyyah...8
4. Wafatnya Rahmah El Yunusiyyah...9
B. Pendidikan Islam...10
1. Pengertian Pendidikan...10
2. Pengertian Pendidikan Islam...11
3. Dasar Pendidikan Islam...14
4. Tujuan Pendidikan Islam...16
C. Kondisi Perempuan dalam Bidang Pendidikan di Indonesia Sebelum Rahmah El Yunusiyyah Lahir...18
D. Urgensi Pendidikan Islam bagi Perempuan...20 E. Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi
Perempuan di Indonesia pada Abad ke-20...23 1. Konsep Pendidikan Rahmah El Yunusiyyah Tentang Pendidikan Islam
bagi Perempuan...23 2. Diniyyah School Puteri...24 3. Dinamika Perjalanan Rahmah El Yunusiyyah dalam Mengembangkan
Pendidikan Islam...28 F. Nilai-Nilai Keteladanan Rahmah El Yunusiyyah...36
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...38 B. Saran ...39 Daftar Pustaka...41 Riwayat Hidup
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Foto Rahmah El Yunusiyyah...6 Gambar 2.2 Gedung Asrama Diniyyah School Puteri Padang Panjang...25
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia adalah hal yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun. Setiap orang menyadari bahwa pendidikan merupakan modal penting yang harus dimiliki seseorang dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan dikelola untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita luhur yang terkandung dalam pendidikan sendiri dapat dilihat dari tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional yaitu: “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab.”
Namun jauh sebelum UU No. 20 Tahun 2003 dijadikan sebagai landasan dari tujuan pendidikan Indonesia, terdapat tokoh-tokoh pejuang pendidikan yang lebih dahulu berkontribusi dalam memajukan pendidikan Indonesia.
Begitupun dengan pendidikan Islam, pada awal abad ke-20 Indonesia telah dimasuki oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam, sekaligus ide-ide itu juga memasuki dunia pendidikan. Salah satu yang terlihat dari pembaharuan pendidikan itu adalah munculnya upaya-upaya pembaharuan dalam bidang materi dan metode.
Dr. Muhammad SA Ibrahimy (Hidayat, 2016) mengemukakan pengertian pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan memiliki tujuan penting bagi perempuan tersendiri, bukan sekedar melahirkan para perempuan yang intelektual, namun pendidikan bagi
perempuan juga berguna membina jati diri mereka agar menjadi sosok madrasatul uulaa bagi anak-anaknya, terutama pendidikan Islam agar dalam menjalani hidup dan mendidik anak-anak sesuai dengan apa yang telah Allah Swt. sampaikan melalui Rasulullah saw.
Namun perempuan dan pendidikan memiliki coretan sejarah yang panjang di Indonesia pada abad ke-20, perempuan sering dijadikan “warga kelas dua” dalam kesempatan mendapatkan pendidikan, peran perempuan hanya sekedar pada aktivitas rumah saja.
Hal inilah yang disadari oleh tokoh pejuang pendidikan Islam bagi perempuan yang bernama Rahmah El Yunusiyyah. Rahmah El Yunusiyyah adalah seorang perempuan berjiwa pejuang kelahiran Padang Panjang, 29 Desember 1900, yang memiliki idealisme kokoh, cita-cita tinggi, dan pandangannya yang jauh ke depan. la berharap kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat tidak hanya sebagai istri yang akan melahirkan anak-anak dan keturunan semata, akan tetapi lebih dari itu dia menginginkan terangkatnya derajat kaum perempuan ke tempat yang lebih wajar dan pantas.
Perempuan juga mampu memberikan peran dan kontribusi terhadap peradaban. Kaumnya harus mengerti hak dan kewajibannya sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu dan sebagai anggota masyarakat. Kaum perempuan harus dapat menjalankan peranannya sebagaimana yang telah digariskan oleh agama Islam.
Semua yang harus diketahui oleh kaum perempuan itu tidak bisa terjadi secara serta-merta. Semuanya harus melalui pendidikan dan pengajaran, perempuan harus dituntut untuk terus belajar dan berupaya untuk memahami persoalan yang ada di sekitar mereka. Selama mereka masih berada dalam kebodohan, maka nasib kaum perempuan itu tidak akan berubah. Oleh karena itu Rahmah berpendapat bahwa perempuan itu harus mendapatkan akses pendidikan Islam, sebagaimana kaum pria mendapatkan kesempatan yang sama. Hak untuk mempunyai ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam antara pria dan perempuan adalah sama.
Sayangnya Rahmah El Yunusiyyah merupakan pejuang pendidikan perempuan yang kurang banyak dikenal orang seperti tokoh pejuang pendidikan kalangan perempuan sebelumnya yaitu R.A Kartini. Namun kontribusinya sangat besar dirasakan oleh kaumnya (kalangan perempuan). Ia tergugah untuk berkiprah dalam pendidikan islam bagi perempuan untuk meningkatkan posisi kaumnya. Sebelum ia meningkatkan posisi kaumnya, ia harus bersungguh sungguh dalam memperoleh pendidikan agar gagasannya itu terwujud.
Ketekunan Rahmah El Yunusiyyah dalam berguru demi memperoleh pendidikan membuatnya memiliki ide untuk membangun madrasah khusus putri yang diberi nama Diniyyah School Puteri yang berlokasi di Padang Panjang, Sumatra Barat. Madrasah ini berdasarkan catatan sejarah telah melahirkan lulusan perempuan yang unggul. Madrasah ini mengukuhkan Rahmah El-Yunusiyyah sebagai pelopor munculnya madrasah pertama khusus untuk perempuan.
Kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah ini menarik perhatian banyak kalangan dalam dunia Islam, tidak hanya di Indonesia namun sampai ke luar negeri. Karena perjuangannya, beliau mendapatkan gelar Syaikhah oleh Universitas Al Azhar Cairo Mesir.
Sosok Rahmah El Yunusiyyah di atas sangat memotivasi untuk merubah paradigma yang mengatakan bahwa perempuan dan pendidikan merupakan hal yang tak dapat disatukan. Justru hal ini membawa pencerahan untuk dapat menyadari bahwa perempuan dan pendidikan merupakan hal yang tak dapat terpisahkan. Hal ini dapat dilihat dari betapa pentingnya peran perempuan dalam membentuk generasi yang unggul.
Maka dari latar belakang tersebut, penulis mengangkat judul “Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke 20”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis mengambil beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Siapakah Rahmah El Yunusiyyah itu?
2. Apa itu pendidikan Islam?
3. Bagaimana kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir?
4. Apa urgensi pendidikan Islam bagi perempuan?
5. Bagaimanakah kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke-20?
6. Apa saja nilai-nilai keteladanan Rahmah El Yunsiyyah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui biografi Rahmah El Yunusiyyah 2. Mengetahui definisi pendidikan Islam
3. Mengetahui kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir
4. Mengetahui urgensi pendidikan Islam bari perempuan
5. Mengetahui kiprah perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke-20
6. Mengetahui nilai nilai keteladanan Rahmah El Yunusiyyah
D. Manfaat Penulisan
Setiap yang ada di dunia ini pasti memiliki manfaat. Begitu pun dengan karya tulis ini, diantaranya memiliki manfaat dari aspek teoritis dan praktisnya.
Dari aspek teoritis, penulis berharap bahwa karya tulis ini dapat menjadi sebuah wawasan baru bagi para pembaca dan khususnya diri penulis sendiri mengenai salah satu tokoh perempuan yaitu Rahmah El Yunusiyyah yang berjuang untuk pendidikan Islam bagi perempuan di Indonesia pada abad ke-20 serta kiprah perjuangannya yang begitu luar biasa.
Sedangkan dari aspek praktis, penulis berharap bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat umumnya bagi semua pembaca dan khususnya diri penulis sendiri sebagai motivasi untuk lebih menjunjung tinggi pendidikan Islam di Indonesia ini.
E. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: Metode (Yunani: methodos) adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Kuntjaraningrat, 1997:7).
Metode yang ditawarkan adalah metode deskriptif analitik. Metode ini merupakan suatu bentuk penelitian yang paling dasar yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang masalah yang diangkat dalam penulisan karya tulis ilmiah tersebut melalui analisa yang mendalam.
BAB II
KIPRAH PERJUANGAN RAHMAH EL YUNUSIYYAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA PADA ABAD
KE-20
A. Biografi Rahmah El Yunusiyyah
1. Silsilah Keluarga Rahmah El Yunusiyyah
Rahmah El Yunusiyyah lahir di Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat, 29 Desember 1900 atau 01 Rajab 1318 H. Kelahiran Rahmah El Yunusiyyah memungkasi abad ke-19 dan membuka abad ke- 20. Ibunya bernama Rafi’ah dan ayahnya bernama Muhammad Yunus bin Imanuddin bin Hafazhah (Sugiantoro, 2021: 9-10).
Gambar 1.2 Foto Rahmah El Yunusiyyah
Ayah Rahmah El Yunusiyyah ini merupakan ulama besar dan seorang qadhi yang ahli ilmu falak dan hisab di Pandai Sikat. Sedangkan ibunya juga masih berdarah keturunan ulama, empat tingkat di atasnya masih ada hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan Paderi.
Kakeknya juga terkenal sebagai ulama dan tokoh tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, beliau juga masih ada darah keturunan dengan pembaharu Islam yang juga tokoh Paderi yaitu Tuanku Nan Pulang di Rao. Dari sini,
terlihat bahwa Rahmah El Yunusiyyah hidup dalam keluarga dari kalangan ulama sehingga mudah baginya memperoleh pendidikan (Isnaini, 2016: 5).
Rahmah merupakan putri bungsu dari lima bersaudara, yaitu Zainuddin Labay (1890-1924), Mariah (1893-1972), Muhammad Rasyad (1895-1956) dan Rihanah (1898-1968). Kakaknya yang bernama Zainuddin Labay dikenal sebagai tokoh pembaharuan yang mendirikan Diniyyah School untuk murid laki-laki dan perempuan. Rahmah juga memiliki delapan saudara berlainan ibu yaitu Abdus Samad, Hamidah, Pakih Bandaro, Liah, Aminudin (Labai nan Kari), Safiah, Samihah dan Kamsiah (Sugiantoro, 2021: 11).
2. Masa Kecil dan Lingkungan Rahmah El Yunusiyyah
Terlahir dari keluarga yang kuat agama dan pendidikan memengaruhi karakter Rahmah. Pada masa kecilnya, ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya. Namun hal ini hanya berlangsung singkat karena ayahnya meninggal saat ia berusia menjelang enam tahun pada tahun 1906. Kakak-kakaknya yang telah dewasa kemudian melanjutkan bimbingan kepada Rahmah (Susiyanto, 2005:20).
Rahmah memperoleh pengalaman masa kecil yang positif, banyak didikan dari sang ibunda yang terus terpatri dalam diri Rahmah.
Sebagaimana ibunya, Rahmah memiliki keterampilan memasak dan membuat kerajinan tangan, Rahmah pun meniru ibunya yang sangat menyayangi binatang. Rahmah terus tumbuh menjadi anak yang berbakti dan patuh terhadap ibunya. (Sugiantoro, 2021: 12).
Sejak kecil Rahmah aktif mengunjungi pengajian-pengajian yang sangat banyak diadakan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada saat itu telah ada di lingkungan masyarakat Minangkabau sekitar delapan surau yang melakukan kegiatan pengajian secara bergiliran. Walaupun usianya masih sangat muda untuk mengikuti pengajian tersebut, namun bagi Rahmah mengunjungi pengajian ini tampaknya merupakan kesenangan bagi dirinya (Hamruni, 2004: 105).
Padang Panjang, tempat kelahiran Rahmah merupakan salah satu kota paling tua di Indonesia yang dinyatakan berdiri sejak 1 Desember 1790. Jika Aceh disebut Serambi Mekah, maka Padang Panjang berjulukan Kota Serambi Mekah, julukan ini juga tersemat dalam lambang kota Padang Panjang (Sugiantoro, 2021: 15).
Dalam sejarahnya, Padang Panjang menjadi kota yang mempunyai tiga fungsi, pertama sebagai kota pusat perdagangan, kedua sebagai kota tempat pembaharuan dan perkembangan pendidikan serta pengajaran agama Islam, ketiga sebagai saluran untuk masuknya pengaruh-pengaruh dari luar (Ajisman, dkk. 2017: 21).
Pengaruh Islam begitu kuat di kota ini, bukan hanya para orang tua yang menjadi para ulama besar Islam tak sedikit para generasi mudanya yang menempuh pendidikan ke Timur Tengah terutama Mesir. Mesir memberikan pengaruh dari sisi literasi di kota kelahiran Rahmah ini.
Hubungan dengan negeri berperadaban tertua itu terjalin rekat terutama menjelang abad ke-20 (Sugiantoro, 2021:16).
3. Pendidikan Rahmah El Yunusiyyah
Dari keterangan di atas telah dijelaskan awal pendidikan Rahmah telah diperoleh dari sang ayah dan dilanjutkan oleh kakak-kakaknya.
Selanjutnya, selain itu Rahmah kecil juga telah mendapatkan pendidikan formal sekolah dasar selama tiga tahun di kota kelahirannya, Padang Panjang. Ketika ia berusia 15 tahun, pendidikan bahasa Arab dan Latin telah ia dapatkan dari Diniyyah School yang didirikan oleh kakaknya (Isnaini, 2016: 6).
Selama ia menjadi siswa Diniyyah School, ia dapat menuntut ilmu dengan baik dan dengan kecerdasan Rahmah mendorong dirinya untuk bersikap kritis. Tidak puas dengan sistem koedukasi pada Diniyyah School yang kurang memberikan penjelasan terbuka kepada siswa puteri mengenai persoalan khusus perempuan, maka ia mengikuti pengajian- pengajian di luar perguruan ini (Hamruni, 2004: 110).
Tidak hanya mempelajari ilmu agama, Rahmah pun tekun mempelajari ilmu-ilmu umum. Sekitar tahun 1931-1935, Rahmah belajar ilmu kebidanan dan ilmu kesehatan di Rumah Sakit Umum Kayutaman. Bahkan dari belajar ilmu itu, Rahmah mendapatkan izin praktik dari dokter.
Rahmah sempat pula belajar ilmu gymnastic dari seorang guru belanda di Meisjes Normal School di Guguk Malintang (Sugiantoro, 2021: 27).
Rahmah mengimplementasikan filosofi belajar sepanjang hayat.
Belajar bukan demi sekolah, tetapi demi eksistensi hidup. Belajar tak terbatas ruang dan waktu. Ia tekun mempelajari ilmu agama, ilmu pendidikan dan disiplin ilmu lainnya. Kepiawaiannya berpidato telah terlatih sejak masih belia. Ia pun memperdalam kemampuan berbahasa asing. Rahmah terus mengasah keterampilan dan kecakapan dalam hidup.
Untuk belajar bertenun pun bukan dengan alat mesin, ia mendatangi beberapa pusat pertenunan di Silungkang, Pandai Sikat dan Bukittinggi (Sugiantoro, 2021: 28).
Membaca Rahmah adalah membaca sosok yang unik. Ia tak pernah menikmati bangku sekolah yang dibentuk pemerintah kolonial belanda.
Pendidikan formalnya hanya sekolah dasar selama tiga tahun dan tamatan Diniyyah School. Rahmah mampu menyelami dan meresapi pendidikan di ranah informal, formal dan nonformal bagi pembentukan dan perkembangan intelektual, emosional dan spiritualnya (Sugiantoro, 2021:
40).
4. Wafatnya Rahmah El Yunusiyyah
Manusia sebagai makhluk yang berjiwa pasti akan mati. Jalan kematian setiap manusia pun bermacam-macam. Allah Swt. menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara manusia yang lebih baik amalnya. Sebesar apa pun kontribusinya tidak akan mungkin terhindar dari takdir kematian, setiap amal kebaikan akan beroleh pahala.
Rahmah El Yunusiyyah mengakhiri usianya di dunia ini pada Rabu, 26 Februari 1969 atau 10 Dzulhijjah 1388 H. Ia wafat dalam usia 68 tahun 59
hari. Dalam liputannya, harian Angkatan Bersenjata edisi Padang menerangkan (Sugiantoro, 2021: 221):
“Almarhumah menghembuskan napas terakhir tepat pada jam 18.00 sore menjelang Magrib. Beberapa saat sebelumnya, beliau masih bercengkerama dengan beberapa orang tamu. Waktu mau berwudhu, beliau tiba-tiba pening, kemudian muntah. Dan setelah dibawa ke tempat tidur, beliau meninggal dengan tenang.
Berita meninggalnya tokoh wanita Islam itu secara cepat tersebar ke seluruh penjuru daerah dan pada kesempatan sembahyang Hari Raya Idul Adha kemarin di beberapa tempat yang mengetahui peristiwa itu melakukan sembahyang ghaib.”
Kepergian Rahmah El Yunusiyyah sangat mengagetkan masyarakat kota Padang Panjang dan Sumatera Barat pada umumnya. Berita duka kepergian beliau cepat tersebar ke seluruh daerah. Berbagai media memberitakan meninggalnya Rahmah El Yunusiyyah, bahkan sampai ke luar negeri dimana banyak terdapat murid beliau (Ajisman dkk, 2017:41)
Dihadiri Gubernur Sumatera Barat dan beberapa pejabat, prosesi pemakaman dilakukan di kompleks Perguruan Diniyyah Puteri. Beratus- ratus orang bergantian melayat. Harun Zein selaku Gubernur Sumatera Barat menyerukan kepada masyarakat untuk mengibarkan bendera setengah tiang selama tiga hari (Sugiantoro, 2021: 222).
Rahmah dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana secara anumerta oleh pemerintah pada 13 Agustus 2013. Susilo Bambang Yudhoyono, saat itu selaku presiden Republik Indonesia, menganugerahkannya di Istana Negara, Jakarta. Bintang Mahaputera Adipradana diterima oleh pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri, Fauziah Fauzan (Sugiantoro, 2021: 224).
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pendidikan berasal dari kata “paedagogie” dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “paes” artinya anak dan “agogos”
artinya membimbing. Jadi paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Romawi pendidikan berasal dari kata
“educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada dari dalam.
Sedangkan dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan dengan kata “to educate” yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan educare, yakni: membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak (Hidayat, 2009: 23).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata didik yang berarti pelihara dan latih. Sedangkan pendidikan berarti proses, cara, perbuatan mendidik dan proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah salah satu usaha pokok untuk memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup rakyat yang berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru (penyerahan kultur), tidak hanya berupa “pemeliharaan” serta “memperkembangkan”
kebudayaan, menuju ke arah keseluruhan hidup kemanusiaan (Dewantara, 2011: 344).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam bentuk bimbingan, pembelajaran dan pelatihan terhadap peserta didik untuk mencapai
kedewasaannya menuju kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan kehidupan.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan berasal dari kata tarbiyat.
Namun dalam literatur berbahasa Arab ada kata lain yang sering dialihbahasakan oleh para penerjemah kata pendidikan/pengajaran itu dengan ta’lim, tadris, tahzib dan ta’dib. Kelima istilah ini sering digunakan dalam literatur pendidikan dengan pengertian sebagai berikut (Rosyidin, 2009:19-25):
a. Tarbiyat
Secara umum kata tarbiyat dapat dikembalikan kepada tiga kata kerja yang berbeda, yaitu rabaa yarbuu yang berarti namaa yanmuu yaitu berkembang, rabii yarbii yang berarti nasa’a, tara’ra’a yaitu tumbuh, dan rabba yarabbu yang berarti aslahahu, tawalla amruhu, sasahu, wa qama alaihi, wa ra’ahu yang berarti memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya atau mendidik.
Menurut ‘Atiyah al-Abrasi, tarbiyat meliputi pendidikan jasmani, akal, akhlak, sosial, emosional dan estetika. Sedangkan menurut Fahir ‘Aqil, tarbiyat merupakan proses menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia: jiwa dan raganya, akal dan perasaannya, perilaku dan kepribadiannya, sikap dan pemahamannya, cara hidupnya dan cara berpikirnya.
b. Ta’lim
Al-Asfahani di dalam kitabnya Mu’jam Mufradat Alfaz al- Qur’an, ia menjelaskan bahwa: “kata a’lamtuhu dan ‘allamtuhu pada asalnya satu makna yaitu pemberitahuan, hanya al-i’lam diperuntukkan bagi pemberitahuan yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering sehingga berbekas pada diri muta’allim (pembelajar). Dan ta’lim adalah menggugah untuk memersepsikan makna dalam pikiran.
Abdurrahman al-Bani menyebutkan ta’lim umumnya berkenaan dengan informasi, aspek intelektual, dan kadang berkenaan dengan penguasaan suatu keterampilan. Menurut Salih bin Sa’ad, ta’lim menunjukkan proses yang memperhatikan aspek intelektual, yakni aspek pengetahuan yang meliputi pemindahan informasi hakikat dan pemahaman.
c. Tadris
Kata tadris adalah bentuk masdar dari darrasa artinya membacakan (tulisan/kitab/sesuatu) dilakukan dengan sering, berulang-ulang agar mudah hafal. Kata tadris menunjukkan makna bacaan yang dibacakan sering, berulang-ulang sehingga mudah.
Dalam pemakaian selanjutnya diartikan pengajaran.
Al-Hasimi menyebutkan bahwa proses tadris adalah aktivitas diri manusia yang dilakukan dengan terus menerus atau terus berganti, yang dengannya pengajaran (tadris) berlangsung dalam berbagai bentuk, prestasi dan keberhasilan di dalamnya harus disertai dengan kesabaran, ketekunan dan kontinuitas.
d. Tahzib
Makna asal tahzib menurut al-Jubaydi adalah membersihkan pohon dengan meranting batang-batangnya agar tumbuh baik dan bertambah besar, kemudian berubah penggunaannya pada membersihkan, membereskan dan memurnikan sesuatu dari kotoran-kotoran sehingga menjadi benar-benar bersih. Dengan demikian inti dari makna tahzib ialah membersihkan, membetulkan, memperbaiki dari hal-hal yang tidak perlu, tidak patut yang ada/telah ada sehingga menjadi bersih dan bagus.
Dalam penggunaannya berikutnya tahzib mengalami perubahan dan perluasan makna, tidak hanya bermakna pembersihan tetapi bermakna pendidikan.
Abdul Qadir Ahmad menjelaskan bahwa tahzib memperhatikan pendidikan nurani dan pembersihan hati dari kedengkian, dendam,
hasad, nifak, buruk sangka terhadap manusia. Nurani tidak mungkin bangkit dan hidup kecuali dengan rasa takut kepada Allah. Yang demikian terjadi dengan menanamkan akidah yang benar di dalam jiwa dan mendidiknya dengan akhlak yang utama.
Sedangkan menurut Aziz Salim tahzib adalah pembinaan akhlak, perbaikan perilaku, pembangkitan nurani, penajaman cita- cita dan pendidikan kemauan atas asas-asas keislaman yang hasil- hasilnya akan menyampaikan kepada terwujudnya insan muslim yang sebenarnya, yang berakhlak dengan akhlak Al-Quran dan adab Islam. Tahzib merupakan proses penumbuhan rasa keagamaan pada anak, berpegang pada keutamaan dan akhlak, juga pencegahan dari kerendahan dan kebiasaan buruk serta hal-hal yang bertentangan dengan agama.
e. Ta’dib
Kata ta’dib berasal dari kata al-adabu yang berarti budi pekerti yang baik. Menurut pakar bahasa, kata ta’dib artinya mengajar (adab) sehingga ia beradab, mendidik akhlak, memperbaiki, melatih kedisiplinan, menghukum mengambil tindakan dan melatih.
Al-Bagdadi menjelaskan pendidikan akhlak (ta’dib) ialah penanaman akhlak yang baik, sifat yang terpuji, adab yang mulia, serta pengokohan pada diri seorang muslim. Menurut Ulwan bahwa yang dimaksud pendidikan akhlak (ta’dib) ialah serangkaian sendi akhlak, keutamaan tingkah laku dan naluri yang wajib dilakukan anak, diusahakan dan dibiasakan sejak ia mumayyiz dan mampu berpikir sehingga menjadi mukallaf, berangsur memasuki usia pemuda dan siap menyongsong kehidupan.
Dari kelima istilah di atas menunjukkan satu konsep pendidikan dalam Islam, dengan demikian pengertian pendidikan Islam ialah mencakup keseluruhan pengertian yang terkandung di dalam istilah
tarbiyat, ta’lim, tadris, tahzib, ta’dib. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses menyeluruh tentang pembinaan yang dilakukan terhadap manusia dalam membentuk kesempurnaan hidup manusia dalam naungan Islam yakni beribadah kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya.
3. Dasar Pendidikan Islam
Al-Quran dan Sunah merupakan sumber utama pendidikan Islam. Al- Quran dan Sunah diyakini mengandung kebenaran yang mutlak yang bersifat universal dan abadi, sehingga kedua sumber ini akan dapat terus memenuhi kebutuhan manusia kapan saja dan dimana saja. Al-Quran dan Sunah telah menguraikan dengan jelas dasar-dasar pendidikan Islam sebagai berikut (Nata, 2005: 61-63):
a. Dasar Tauhid
Seluruh kegiatan pendidikan Islam dijiwai oleh nilai-nilai ilahiyyah dan sekaligus dimotivasi sebagai ibadah. Dengan ibadah pekerjaan pendidikan lebih bermakna, tidak hanya makna material tetapi juga makna spiritual.
b. Dasar Kemanusiaan
Yang dimaksud dengan dasar kemanusiaan adalah pengakuan akan hakikat dan martabat manusia. Hak-hak seseorang harus dihargai dan dilindungi, karena setiap muslim memiliki persamaan derajat, hak dan kewajiban yang sama. Yang membedakan antara seorang muslim dengan muslim lainnya hanyalah ketaqwaannya.
c. Dasar Kesatuan Umat Manusia
Yang dimaksud dengan dasar ini adalah pandangan yang melihat bahwa perbedaan suku bangsa, warna kulit, bahasa dan sebagainya, bukanlah halangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan ini, karena pada dasarnya semua manusia memiliki tujuan yang sama yaitu beribadah kepada Allah Swt. Prinsip karena kesatuan ini selanjutnya menjadi dasar pemikiran global tentang
nasib umat manusia karena hal-hal yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan keamanan manusia termasuk masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
d. Dasar Keseimbangan
Yang dimaksud dengan dasar keseimbangan adalah prinsip yang melihat antara urusan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, individu dan sosial serta ilmu dan amal. Prinsip keseimbangan ini merupakan dasar terwujudnya keadilan, yakni keadilan terhadap diri sendiri dan adil terhadap orang lain.
e. Dasar Rahmatan Lil Alamin
Yang dimaksud dengan dasar ini adalah melihat bahwa seluruh karya setiap muslim termasuk dalam bidang pendidikan adalah berorientasi pada terwujudnya rahmat bagi seluruh alam. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Anbiya ayat 107
َنيِمَلَٰعْلّل ًةَمْحَر للِإ َكَٰنْلَسْر َأ اَمَو
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta” (QS. Al-Anbiya [21]: 107).
Pendidikan untuk mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan rahmatan lil alamin.
Dari penguraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam itu bersumber dari Al-Quran dan Sunah dengan dasar-dasar tertentu diantaranya dasar tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan dan rahmatan lil alamin. Dengan dasar-dasar tersebut, maka pendidikan Islam dikelola sedemikian rupa dalam membantu manusia menjadi manusia seutuhnya dalam naungan dan ridho-Nya.
4. Tujuan Pendidikan Islam
Setiap kegiatan dalam bentuk apapun akan senantiasa memiliki suatu tujuan, sebab setiap sesuatu yang tidak memiliki tujuan akan menjadi kurang berarti, terlebih pada pendidikan Islam. Karena tujuan merupakan
cita-cita yang diharapkan sesuai dengan keinginan, maka tujuan pendidikan Islam mutlak diperlukan.
Tujuan pendidikan Islam tentu tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
ِنوُدُبْعَيِل للِإ َسنِ ْل َو لنِجْل ُتْقَلَخ اَمَو ٱ ٱ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).
Maka tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut tujuan umum pendidikan Islam. Adapun diantara tujuan khususnya, menurut Al-Abrasi yaitu (Rosyidin, 2009: 41):
a. Pembentukan akhlak mulia
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat
c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada kesempurnaan
d. Menumbuhkan ruh ilmiah para anak didik dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu
e. Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah mencari rezeki
Menurut Al Syaibani (Nata, 2005: 55) tujuan pendidikan Islam adalah:
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan masyarakat
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah terwujudnya pribadi muslim yang menguasai pengetahuan, kemampuan berkembang dan keterampilan menuju kesempurnaan hidupnya yang tidak lepas dari apa yang disampaikan agama Islam itu sendiri.
C. Kondisi Perempuan dalam Bidang Pendidikan di Indonesia Sebelum Rahmah El Yunusiyyah Lahir
Pada masa awal kolonial Belanda bahwa keadaan dan kedudukan perempuan Indonesia waktu itu sangat terbelakang, karena adat istiadat yang membelenggu, kurangnya pendidikan dan pengajaran, kesewenang-wenangan dalam perkawinan dan sebagainya. Hal ini juga merupakan akibat dari sistem penjajahan yang menindas dan menghambat kemajuan (Tanukas, 2018: 35).
Penindasan etnis perempuan ini merupakan penindasan terpanjang sepanjang sejarah. Lebih lama dari penindasan etnis kulit hitam di Asia- Afrika. Penindasan warna kulit lebih diuntungkan karena banyak orang yang bersimpati dan mendukung perjuangan persamaan hak untuk semua tanpa dibedakan warna kulit. Namun penindasan etnis perempuan ini cenderung dipelihara. Sayangnya tidak semua perempuan memahami dan mengetahui penindasan tersebut (Karim, 2020: 111).
Kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir adalah kondisi perempuan pada abad ke-19 yaitu ketika masa penjajahan kolonial belanda, merujuk pada waktu kapan Rahmah El Yunusiyyah lahir yaitu mengawali abad ke-20. Kondisi perempuan pada masa tersebut sangatlah memprihatinkan baik dalam aspek budaya, sosial, ekonomi apalagi pendidikan.
Secara umum adat istiadat yang dianut oleh negeri kita pada masa itu adalah budaya patriarki, budaya mengagungkan kaum laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Penindasan terhadap perempuan ini banyak terjadi hampir
di seluruh Indonesia, kesewenangan para kaum laki-laki yang bebas mempunyai istri sebanyak yang diinginkan dan seorang istri harus menurut saja tanpa mengeluh ini dianggap suatu kewajaran, bahkan banyak sekali terjadi kawin paksa. Hal ini juga mengakibatkan persepsi masyarakat Indonesia bahwa pendidikan hanya untuk kaum laki-laki, dimana perempuan tidak mendapatkan hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Peran seorang perempuan hanya untuk melayani suami dan pekerjaan rumah saja, karena bagi mereka untuk apa seorang perempuan berpendidikan tinggi-tinggi padahal akhirnya hanya sebatas di rumah saja (Abdullah, 2019: 22-23).
Pada abad ke-19, pada zaman penjajahan kolonial Belanda yang diskriminatif, pihak bangsawan dan keturunan ningrat saja yang boleh mengenyam pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Kalangan rakyat biasa hanya dapat merasakan pendidikan rendah dengan tujuan diperdayakan tenaganya untuk bekerja sebagai tenaga-tenaga administratif dan teknisi tingkat bawah pada instansi-instansi dan perusahaan swasta milik kolonial Belanda (Permana, 2020: 43). Hal inilah yang membentuk opini masyarakat kalau sekolah itu bekerja. Dengan kata lain sekolah untuk dapat pekerjaan, bekerja itu di luar rumah dan yang bekerja adalah laki-laki, maka ketika perempuan bersekolah tujuannya agar dapat bekerja di sektor publik ini didominasi oleh kaum laki-laki (Takunas, 2018: 35).
Sepanjang abad ke-19, perempuan selalu mendapatkan julukan-julukan yang kurang cerdas dan menghina secara terang-terangan. Hal ini jelas disebabkan oleh bagaimana perempuan diperlakukan, tak sedikit perempuan yang bekerja sebagai Nyai pada pejabat daerah atau pegawai Belanda, selain itu Nyai juga sebutan untuk gundik orang asing (terutama orang Eropa).
Mereka diperlakukan layaknya budak, fungsinya yaitu All In artinya selain mengurusi rumah, para perempuan itu juga mengurusi kebutuhan nafsu para tuannya. Selain itu, perlakuan terhadap Nyai bahwa pergundikan hanya pengganti sementara dan tidak memiliki hak secara resmi, dengan demikian para Nyai tidak bisa menuntut kemana-mana (Desi, 2017: 20). Hal ini juga
yang menyebabkan para kaum perempuan tidak bisa mengenyam pendidikan dengan semestinya.
Dilihat dari narasi sejarah singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi perempuan dalam bidang pendidikan di Indonesia sebelum Rahmah El Yunusiyyah lahir sangatlah memprihatinkan. Kondisi pendidikan ini tentu tidak terlepas dari bagaimana kondisi budaya, sosial maupun ekonomi. Karena aspek tersebutlah yang menyebabkan keterbatasan perempuan dalam mendapatkan hak pendidikan. Bukan hanya karena sistem pemerintah kolonial belanda yang disebut diskriminatif, akan tetapi persepsi masyarakat juga memiliki pengaruh besar terhadap kondisi pendidikan perempuan Indonesia dalam saat itu salah satunya karena adat istiadat yang masyarakat pegang.
D. Urgensi Pendidikan Islam bagi Perempuan
Dalam percakapan keseharian, urgensi sudah sangat lekat dengan lisan para penutur di Indonesia. Istilah ini diserap dari bahasa inggris yaitu
“urgent” yang berarti kepentingan yang mendesak dan harus segera ditunaikan. Mengutip KBBI, urgensi adalah suatu kewajiban yang mendesak atau hal yang sangat penting. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa urgensi adalah suatu kondisi yang teramat penting dan membutuhkan perhatian segera (Amin, 2022).
Islam adalah agama yang tidak menghinakan kaum perempuan, tidak pula memanjakan dan tidak pula mempersamakan antara laki-laki dan perempuan (emansipasi yang kabur), tetapi agama Islam menghormati kaum perempuan dan derajatnya sama dengan laki-laki, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 124 yang berbunyi:
َكِئَٰٓل ُأَف ٌنِمْؤُم َوُهَو ٰىَثنُأ ْوَأ ٍرَكَذ نِم ِتَٰحِلٰلصل َنِم ْلَمْعَي نَمَو ۟و ٱ اًريِقَن َنوُمَلْظُي َلَو َةلنَجْل َنوُلُخْدَي ٱ
“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS. An-Nisa [04]:
124).
Berdasarkan firman Allah Swt. di atas jelaslah bahwa Islam meletakan prinsip nilai yang sangat adil dan mulia. Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan yang beramal shalih dalam pemerolehan pahala baginya yaitu surga.
Konsep inilah yang ingin dipahami terkait hak perempuan dalam mengenyam pendidikan terutama pendidikan Islam. Menanggapi pemikiran yang menyatakan bahwa perempuan tidak memerlukan pendidikan atau tidak perlu berpendidikan tinggi adalah pernyataan yang keliru dan perlu diluruskan. Sedangkan di dalam Islam pendidikan bagi perempuan merupakan salah satu indikator penting yang akan membantunya menjadi sosok perempuan yang mulia. Perempuan mulia di dalam Islam digelar dengan
“shalihah” atau wanita yang baik. Sebagaimana dalam hadist Nabi saw.
dijelaskan bahwa sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita shalihah.
هللا ىللَص هللا َلْوُسَر لنَا ِصاَعلا ِنْب وٍرْمَع ِنْب هللاِدْبَع ْنَع
ُةَاْرَملا ٍعاَتَم ُرْيَخَو ٌعاَتَم اَهللُك اَيْنّدلا لنِا َلاَق َمللَس َو ِهْيَلَع
ُةَحِلالصلا
“Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan, dan sebaik baik perhiasan dunia adalah wanita Shalihah.” (HR.
Muslim).
Khusnul Khatimah mengungkapkan bahwa perempuan yang baik bukanlah yang penurut dan tunduk membabi buta pada egoisme kaum laki- laki, melainkan perempuan selain shalihah, lembut budi pekerti juga mempunyai nilai tawar pencerahan terhadap keluarga dan masyarakat.
Perempuan bukan orang yang mudah ditindas, lebih dari itu perempuan menjadi penyangga yang mampu memberikan warna perubahan dan pencerahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah bangsa yang kuat dan bermartabat (Asnawan, 2012: 72)
Perempuan digolongkan baik manakala mampu melaksanakan tanggung jawabnya pada peran-perannya berikut ini (Silfiani, 2020: 26):
1. Sebagai anak
Perempuan yang mampu berperan sebagai anak yang baik manakala ia mampu menjadi sebab kedua orang tuanya masuk ke dalam surga dan bukan sebaliknya. Maka untuk mewujudkan anak perempuan yang shalihah, seorang anak tentu perlu dibekali dengan pendidikan Islam yang baik. Maka dengan ini pendidikan Islam merupakan hak bagi seorang perempuan.
2. Sebagai istri
Perempuan sebagai istri selain berperan dalam tanggung jawab rumah tangga namun juga tidak lepas dari hak berpendidikan Islam. Seorang istri merupakan pendamping dalam hidup suaminya. Maka jika istri memiliki pengetahuan agama dan juga didukung pengetahuan lainnya selain dapat menentramkan hak suami, ia juga mampu menjadi rekan bertukar pikiran yang menopang kesuksesan suaminya.
3. Sebagai ibu
Sebagai seorang ibu, perempuan berperan sebagai “madrasatul ulaa”
bagi anak-anaknya, oleh karenanya bekal pendidikan terutama pendidikan Islam merupakan hal penting yang harus diperoleh perempuan. Bagaimana mungkin peran menjadi pendidik pertama bagi anak akan berjalan sesuai harapan jika sebagai seorang ibu tidak memiliki pengetahuan tentang mendidik anak.
Dari rincian peranan perempuan pada tiap perannya maka tampaklah dengan jelas bahwa perempuan sangat mengambil andil dalam kemajuan peradaban. Tentunya hal ini dapat terwujud manakala para perempuan telah dibekali pengetahuan terutama pengetahuan agama.
Seorang penyair terkenal bernama Ahmad Syauki mengatakan: “Ibu ibarat Madrasah, jika engkau persiapkan maka sebenarnya anda sedang mempersiapkan bangsa yang besar”. (Asnawan, 2012: 74).
Tidak hanya itu, perempuan juga memiliki peran dalam kenegaraan.
Soekarno menuliskan sepenggal kalimat dalam bab pertama bukunya yang berjudul Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Pejuangan Republik Indonesia yaitu “perempuan adalah tiang negara, apabila dia baik maka baiklah negara, dan apabila dia rusak maka rusaklah negara itu.” Dari sini maka seharusnya perempuan sadar akan posisinya untuk mencetak peradaban bangsa yang berkemajuan. Sedangkan alat untuk menjalankannya ialah pendidikan, jika perempuan mendapatkan pendidikan yang baik, maka jangan heran jika sebuah negara dimana perempuan itu berpijak akan mengangkat martabat bangsa dan negara tersebut.
Melihat dari peranannya yang begitu banyak juga bukan merupakan suatu hal yang mudah, maka pendidikan terutama pendidikan Islam begitu penting bagi seorang perempuan, hakikatnya pendidikan dan perempuan merupakan dua hal yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan.
E. Kiprah Perjuangan Rahmah El Yunusiyyah dalam Pendidikan Islam bagi Perempuan di Indonesia pada Abad ke 20
1. Konsep Pemikiran Rahmah El Yunusiyyah Tentang Pendidikan Islam bagi Perempuan
Memasuki abad ke-20, kondisi sosial Sumatera Barat sedang berubah, penduduk Minangkabau berkembang menjadi masyarakat yang secara insentif mengalami proses modernisasi. Dalam kerangka pembaharuan Islam masyarakat Minang tidak saja menyaksikan berdirinya lembaga- lembaga pendidikan modern menggantikan lembaga pendidikan tradisional sistem surau, namun juga tampilnya sejumlah ulama yang mengetengahkan pemikiran baru yang disemangati oleh perubahan dan modernisasi (Isnaini, 2016: 9).
Keluarga yang memiliki latar belakang taat beragama dan aktif dalam gerakan pembaharuan menjadi ladang bagi bersemainya kesadaran pembaharuan dalam diri Rahmah. Ia menilai bahwa kaum perempuan sebagai tiang negara mestinya mendapatkan pendidikan yang baik
sebagaimana kaum laki-laki. Keterbelakangan pendidikan kaum perempuan ini menurutnya berakar dari persoalan pendidikan dan melalui bidang ini dapat terselesaikan (Isnaini, 2016: 9).
Belum lagi wajah pendidikan dan tingkat keberaksaraan perempuan.
Nasib kaum perempuan dalam pendidikan yang belum merata dilihat Rahmah sebagai problem. Hal ini tidak melulu karena akses pendidikan yang terbatas, tetapi juga akibat paradigma masyarakat. Tak sedikit orang tua yang tidak memprioritaskan pendidikan bagi anak perempuannya (Sugiantoro, 2021: 51).
Rahmah El Yunusiyyah menolak pembatasan mencari ilmu bagi perempuan, namun Rahmah El Yunusiyyah tidak menyetujui emansipasi seperti yang digaungkan oleh feminis. Kaum feminis berpendapat bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dan setara apa yang dikerjakan oleh kaum laki-laki maka kaum perempuan juga diberikan kesempatan. Sedangkan Rahmah El Yunusiyyah ingin perempuan tetap pada fitrahnya mendapatkan posisinya dalam pendidikan sebagaimana agama Islam menempatkan kaum perempuan (Ajisman, dkk. 2017:104).
Rahmah menilai bahwa posisi kaum perempuan dalam Islam cukup sentral, dalam hal ini tidak ada perbedaan dengan kaum laki-laki.
Perbedaan peran memang ada, namun dalam hal pendidikan bukan merupakan wilayah yang kemudian dijadikan pembenaran sebagai bukti adanya suatu diskriminasi. Ia ingin berupaya memperbaiki kondisi kaumnya melalui bidang pendidikan, sebab menurutnya perempuan pada akhirnya akan berperan sebagai seorang ibu. Melalui ibu inilah corak pandang dan kepribadian awal seorang anak akan terbentuk. Oleh karena itu menjadi penting bagi Rahmah untuk memberikan bekal bagi kaum perempuan ilmu-ilmu agama dan ilmu terkait lainnya sehingga memiliki pengetahuan yang baik (Isnaini, 2016: 11).
Inilah konsep pendidikan yang menjadi pemikiran Rahmah, tidak hanya terpaku dalam kebudayaan dan tradisi masyarakatnya yang tertutup bagi perempuan tapi bagaimana konsep pendidikan yang berdasarkan
Islam dapat menyesuaikan dan menjadi solusi untuk perkembangan pendidikan bagi perempuan.
2. Diniyyah School Puteri
Berawal dari konsep pemikiran Rahmah El Yunusiyyah tentang pendidikan Islam bagi perempuan, Rahmah berkeinginan meluaskan bidang pengajaran. Bukan hanya sekedar seorang guru, tetapi juga memiliki semacam sekolah. Rahmah mengalami pergulatan pemikiran yang panjang. Ia pun melakukan analisis analisis sosial dan memetakan permasalahan (Sugiantoro, 2021: 52).
Cita-cita memperjuangkan pendidikan terbaik bagi kalangan perempuan merupakan semangat juangnya yang terus berkobar tanpa pernah padam, sehingga Rahmah menyampaikan keinginan tersebut kepada kakak tertuanya, yaitu Zainuddin Labai. Mendengar cita-cita luhur sang adik maka Zainuddin Labai mengapresiasi dan mendukung ide Rahmah (Silfiani, 2020: 52).
Maka pada tanggal 1 November 1923 di kota Padang Panjang berdirilah lembaga pendidikan agama Islam khusus bagi perempuan yang diberi nama “Al-Madrasatul Diniyyah Lil Al-Banat.” Dalam perkembangannya, terjadi perubahan nama dari Al-Madrasatul Diniyyah Lil Al-Banat menjadi Diniyyah School Puteri. Ini merupakan strategi Rahmah untuk menjangkau kaum perempuan di setiap kalangan. Dengan perubahan nama itu, ia ingin menarik golongan masyarakat berpendidikan Barat, golongan masyarakat Islam, dan golongan masyarakat budaya Indonesia. Menurut Aminuddin Rasyad, strategi ini boleh dikatakan
cerdas. Meskipun hanya sebuah nama, namun menyiratkan kerangka berpikir lebih maju dengan menggabungkan tiga bahasa: Diniyyah (Arab), School (Belanda) dan Puteri (Indonesia) (Sugiantoro, 2021: 54).
Gambar 2.2 Gedung Asrama Diniyyah School Puteri Padang Panjang Pada awalnya, muridnya berjumlah 71 orang. Pelajaran yang diajarkan yaitu ilmu agama dan tata bahasa Arab, namun dalam perkembangannya sekolah ini menerapkan pendidikan modern dengan menggabungkan pendidikan agama, pendidikan sekuler dan pendidikan keterampilan (Isnaini, 2016: 13).
Landasan ideal dari pelaksanaan cita-citanya yaitu berpegang kepada Al-Quran dan Sunah. Sedangkan tujuan pendidikan Diniyyah Puteri yang ia kembangkan adalah: “Membentuk puteri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian Allah subhanahu wa ta’ala” (Isnaini, 2016: 14).
Terkait aspek pendidikan dapat digali konsep pemikiran Rahmah, antara lain (Sugiantoro, 2021: 208-212):
a. Urgensi pendidikan perempuan sebagai agen perubahan b. Tidak ada dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum c. Menjadi guru, menjadi pendidik
d. Kesejahteraan guru tidak boleh diabaikan
e. Pendidikan harus terhindar dari kepentingan pragmatis politik Rahmah benar-benar fokus membina dan mendidik perempuan. Di luar Diniyyah School Puteri itu, ia tetap melakukan pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga dengan diadakannya Menjesal School.
Mata pelajaran dalam Menjesal School tak hanya membaca menulis dan berhitung. Rahmah juga memasukan mata pelajaran tauhid, fikih dan akhlak. Namun, sekolah ini hanya berlangsung sampai 1932, sebab Rahmah ingin mencurahkan perhatian pada pendidikan pelajar putri yang jumlahnya kian meningkat (Sugiantoro, 2021: 58).
Dalam kurikulum dan sistem pendidikan Diniyyah School Puteri sejak berdirinya, selalu mempertahankan sistem pendidikan tritunggal, yaitu kerja sama yang erat antara lingkungan sekolah, asrama dan rumah tangga atau masyarakat. Dengan sistem pendidikan yang dianut oleh perguruan ini terjalinlah kerja sama yang erat antara ketiga macam sistem lingkungan untuk mencapai tujuan sesuai dengan yang telah digariskan. (Isnaini, 2016: 15).
Perpaduan sistem kurikulum yang dicanangkan dalam Diniyyah School Puteri menggambarkan tentang sistem pendidikan yang melibatkan berbagai pihak. Tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui kerja sama yang erat antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Pendidikan tidak serta merta diserahkan sepenuhnya kepada madrasah tapi juga harus mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakatnya untuk dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapatkan siswa dari madrasah. Maka terdapat sinegritas dalam memajukan pendidikan dan peningkatan kualitasnya dari pihak-pihak tersebut (Isnaini, 2016: 15).
Di lembaga pendidikannya, Rahmah tidak memisahkan ilmu agama dan ilmu umum. Tak sekadar pelajaran Al-Quran, akidah, fikih, ushul fikih, hadits, adab, tafsir, tarikh dan sejenisnya. Ilmu bumi, ilmu ukur, aljabar, berhitung, ilmu alam, ilmu-ilmu sosial, ilmu hukum, ilmu kimia dan ilmu bangsa-bangsa diajarkan. Begitu pula dengan pelajaran olahraga, kesehatan, kesenian dan bahasa. Para perempuan terus dibekali dengan berbagai keterampilan seperti memasak, menjahit, mengayam dan sebagainya (Sugiantoro, 2021: 71).
Rahmah berprinsip bahwa lembaga pendidikan yang dibinanya seyogianya tidak terlibat dalam politik aliran maupun politik praktis.
Lembaga pendidikan dan organisasi politik memiliki fungsi masing- masing. Banyak organisasi-organisasi yang ingin menyatukan sekolahnya dalam naungannya, namun hal itu ditolaknya. Ia pun pernah menguntai kalimat “Biarkanlah perguruan ini tetap terasing selama-lamanya dari
partai politik dan tinggalkan ia menjadi urusan dan tanggung jawab orang banyak, yang macam-macam aliran politiknya” (Sugiantoro, 2021: 65).
Rahmah mendirikan beberapa jenjang pendidikan guna mengembangkan Diniyyah School Puteri, diantaranya: Freubel School (Taman Kanak-Kanak), Junior School (setingkat HIS), hingga Diniyyah School Puteri 7 tahun secara berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (4 tahun) dan Tsanawiyah (3 tahun). Kemudian pada 1937 didirikan program Kulliyat al-Muallimat al-Islamiyah (3 tahun) untuk mendidik calon guru, dan untuk tingkat peguruan tinggi didirikan Fakultas Tarbiyah dan Dakwah (1967). Di samping itu, ia juga mendirikan Sekolah Tenun (1936) di kompleks Diniyyah Puteri (Sugiantoro, 2021: 75).
3. Dinamika Perjalanan Rahmah El Yunusiyyah dalam Mengembangkan Pendidikan Islam
Untuk mengembangkan pengetahuannya tentang kurikulum sekolah, Rahmah melakukan studi banding melalui kunjungan-kunjungan sekolah ke Sumatera dan Jawa (1931). Berbagai rintangan dilewati Rahmah mulai dari gempa bumi yang meratakan bangunan Diniyyah School, melakukan perjalanan keliling di daerah Sumatera Utara, Aceh sampai ke Semenanjung Melayu untuk mencari dana pembiayaan sekolahnya, bahkan sampai sekolahnya itu disita pengadilan. Namun hal tersebut tidak membuat semangat Rahmah luntur, dinamika perjalanan Rahmah dalam mengembangkan pendidikan yang tidak mudah menjadi motivasi baginya dalam mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengelola dan mengembangkan lembaga pendidikan agar dapat berkembang pesat.
Pijakan pertama yang dilakukan Rahmah dalam mengembangkan pendidikan di Diniyyah Puteri yaitu seorang guru harus mempelajari ilmu- ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang berguna di masa depan. Pijakan keduanya yaitu dengan melakukan pendekatan yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan pendekatan 3M, yaitu mendidik dengan keteladanan, mendidikan bukan hanya mengajar dan mendidik tanpa emansipasi (Ajisman, dkk. 2017:87).
Selain kiprahnya dalam pendidikan Islam, Rahmah El Yunusiyyah juga aktif dalam pergerakan menentang praktik-praktik penindasan ataupun pergerakan oleh penjajah Belanda. Hal itu dilakukan antara lain dengan mendirikan Perserikatan Guru-Guru Poetri Islam di Bukittinggi, menjadi ketua panitia penolakan Kawin Bercatat dan ketua Penolakan Organisasi Sekolah Liar. Pada tahun 1933, Rahmah El Yunusiyyah memimpin rapat umum kaum ibu di Padang Panjang, hal ini menyebabkan dia didenda pemerintah Belanda 100 gulden karena dituduh membicarakan politik (Susiyanto, 2015: 21).
Rahmah aktif pula dalam kepengurusan Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS). Ia juga bersama Ratna Sari mewakili kaum ibu Sumatera Tengah menuju Batavia dalam Kongres Perempuan II. Dalam kongres yang berlangsung 20 Juli sampai 24 Juli 1935 ini, Rahmah memperjuangkan ide tentang busana perempuan hendaknya mengenakan kerudung. Ia juga mengemukakan gagasan untuk mengembangkan pendidikan agama di berbagai kota. Idenya direspons positif. Ia juga diberi peluang mendirikan sekolah agama di Batavia (Sugiantoro, 2021: 105).
Dalam masa penjajahan jepang ia turut menentang sejumlah kebijakan yang ditelorkan oleh tentara Jepang. Rahmah bersama rekannya menggawangi berdirinya organisasi sosial politik yang dinamakan
“Anggota Daerah Ibu (ADI)” di Sumatera Tengah. Tujuan pendirian ADI ini adalah untuk menentang aktivitas pengerahan kaum perempuan Indonesia terutama di Sumatera Tengah sebagai jugun ianfu atau perempuan penghibur bagi tentara Jepang (Susiyanto, 2015: 21).
Berkat keaktifannya, nama Rahmah El Yunusiyyah cepat dikenal secara luas di kalangan pergerakan di Jawa. Sampai-sampai setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno memasukkan namanya sebagai Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun Rahmah batal pergi ke Jakarta karena tak bisa meninggalkan ibunya yang sedang sakit di Padang Panjang (Susiyanto, 2015: 21).
Dalam peran sertanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Rahmah El Yunusiyyah terjun dalam berbagai kegiatan. Antara lain terlibat langsung dalam berbagai aktivitas sebagai berikut (Susiyanto, 2015: 21):
a. Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sumatera Barat b. Ketua Haha no Kai (organisasi perempuan) di Padang Panjang c. Ikut mengayomi laskar-laskar barisan Islam yang dibentuk oleh
sejumlah organisasi Islam pada waktu itu seperti Laskar Sabilillah dan Laskar Hidzbulwathan
Oleh karena itulah para pemuda pada masa itu menjuluki Rahmah El Yunusiyyah sebagai “Ibu kandung perjuangan.”
Upaya-upaya Rahmah El Yunusiyyah dalam mendirikan dan mengembangkan Diniyyah School Puteri, yang bertujuan untuk mencerdaskan kaum perempuan mendapatkan perhatian khusus dari dunia Islam. Keberhasilan Rahmah ini menarik perhatian Syekh Abdurrahman Taj, Rektor Universitas al-Azhar Cairo Mesir. Bahkan pada tahun 1955, Syaikh Abdurrahman mengadakan kunjungan ke sekolah yang terletak di Padang Panjang ini. Beliau tertarik dengan sistem pembelajaran khusus yang diterapkan kepada putri-putri Islam di Indonesia. Ia banyak menimba pengalaman dari sekolah yang didirikan Rahmah. Pada waktu itu, al-Azhar belum memiliki Lembaga pendidikan khusus bagi kaum perempuan. Tak lama setelah kunjungan, Universitas al-Azhar membuka pendidikan khusus perempuan yang bernama Kulliyat al-Banat (Susiyanto, 2015: 22).
Sebagai rasa terima kasih, Syaikh Abdurrahman mengundang Rahmah ke Universitas al-Azhar. Tahun 1957 Rahmah menunaikan haji, dan pulangnya mampir ke Cairo untuk menghadiri undangan Sang Rektor.
Tak diduga sebelumnya, Rahmah ternyata mendapat anugerah berupa gelar Syaikhah oleh Universitas itu. Pemberian gelar ini belum pernah diberikan kepada siapa pun sebelumnya. Gelar yang baru disandangnya itu setara dengan gelar Syeikh Mahmoud Syalthout, salah seorang mantan Rektor al- Azhar (Susiyanto, 2015: 22).
Demikianlah uraian singkat dinamika perjalanan Rahmah El Yunusiyyah dalam mengembangkan pendidikan Islam dan berbagai peran sertanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, perjuangannya penuh pesona begitu panjang kiprah perjuangannya, beliau telah menjadi perempuan perkasa di zamannya.
Sebagai penutup berikut ini momen-momen penting yang ditulis Aminuddin Rasyad dalam buku yang berjudul Hajjah Rahmah El Yunusiyyah dan Zainuddin Labay El Yunusy, Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia dari rekam jejak perjalanan hidup Rahmah El Yunusiyyah atas kiprah yang diberikannya dalam perjuangan yang beliau lalui hingga akhir hayatnya (Silfiani, 2020: 83-89):
a. Zaman Kolonialisme Belanda
1915 Belajar di Diniyyah School yang didirikan oleh Zainuddin Labay El Yunusy
1919 Menjadi pengajar Al-Quran yang diatur dengan sistem kelas
1923 Menjadi Ketua Persatuan Murid-Murid Diniyyah School (PMDS) bagian puteri periode 1923-1926 dari perguruan yang didirikan Zainuddin Labay El Yunusy Mendirikan Diniyyah School Puteri
1924 Meninggalnya Zainuddin Labay El Yunusy pada 10 Juli 1924
Mendirikan Sekolah Menjesal
1926 Pada tanggal 28 Juni, terjadi gempa besar dan menghancurkan gedung Diniyyah Puteri serta menewaskan seorang guru bernama Nanisah
1927 Pada 29 Agustus, berangkat ke Medan dan kota-kota lain di Sumatera Utara serta Aceh dalam rangka
menggalang dana untuk biaya mendirikan gedung Diniyyah Puteri
Pada bulan Desember, pembangunan unit pertama mulai didirikan
1931 Meninjau sekolah agama di pulau Jawa
1933 Membentuk Perserikatan Guru-Guru Agama Puteri Islam (PGAPI) dan menjadi ketuanya
Menjadi Ketua Panitia Penolak Ordonasi Sekolah- Sekolah Liar di Padang Panjang
Menjadi Ketua Panitia Penolak Ordonasi Kawin Bercatat di Bukittinggi
Ketua Rapat Kaum Ibu dan dihukum denda 100 gulden karena dituduh membicarakan politik
Anggota Pengurus Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS) di Padang Panjang
1934 Belajar Ilmu Kebidanan di Rumah Sakit Kayutaman dan mendapat izin praktik
1935 Gedung Diniyyah Puteri disita karena sisa hutang kepada H. Abdul Ghani belum terlunasi
Wakil Kaum Ibu Sumatera Barat ke Kongres Perempuan Indonesia di Jakarta
Mendirikan tiga sekolah Diniyyah di Jakarta di Gang Nangka Kwitang, Jatinegara dan Kebon Kacang Tanah Abang
1936 Mendirikan Sekolah Tenun di kompleks Diniyyah Puteri
1937 Pada tanggal 1 Februari mendirikan Kulliyatul Muallimat al Islamiyyah (KMI)
1938 Menghadiri Kongres Perempuan Indonesia di Bandung Pada tanggal 17 Juli mendirikan Kutub Khanah (Perpustakaan) di Padang Panjang