• Tidak ada hasil yang ditemukan

CONTOH PUTUSAN PTUN FIKTIF POSITIF DAN PTUN FIKTIF NEGATIF

N/A
N/A
Marsala

Academic year: 2023

Membagikan "CONTOH PUTUSAN PTUN FIKTIF POSITIF DAN PTUN FIKTIF NEGATIF"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

CONTOH PUTUSAN PTUN FIKTIF POSITIF DAN PTUN FIKTIF NEGATIF

Oleh:

NAMA : MARSELA GUSNEFA N P M : B1A022048

KELAS : A (Semester 3)

MATAKULIAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DOSEN PENGAMPU MATAKULIAH : 1. ISKANDAR,Prof.Dr.,S.H,M.Hum 2. WULANDARI,S.H.,M.H

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BENGKULU

2023

(2)

CONTOH KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF POSITIF.

Contoh Putusan KTUN Fiktif Positif Putusan PTUN SERANG Nomor 2/P/FP/2020/PTUN.SRG

Tanggal 26 Nopember 2020 - Pemohon: PT. SURYA SENTRA GEMILANG SENTOSA Termohon:

1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten 2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

 OBJEK SENGKETA: Bahwa adapun keputusan fiktif positif dari TERMOHON selaku BadanPejabat Pemerintah (Kepala Kantor Pertanahan) berupa sikap diam yang tidakmenindak lanjuti / tidak merespon menjawab Surat Firma Hukum Mas Waluyo,S.H..

M.H & Partners Nomor: 17/08/2020/FH MN tanggal 26 Agustus 2020perihal : Permohonan Pembukaan Blokir Sertifikat Hak Guna Bangunan ke 3dari PEMOHON' dimana surat tersebut telah di terima oleh TERMOHON

dengan bukti cap stempel No: 2427/KPT/VIII/2020 tanggal 26 Agustus 2020 untuk selanjutnya disebut sebagai Objek Sengketa Bukti P 16); Bahwa adapun keputusan fiktif positif dari TERMOHON II selaku BadanPejabat Pemerintah (Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional)berupa sikap diam yang tidak menindak lanjuti / tidak merespon menjawabSurat Firma Hukum Mas Waluyo, S.H., M.H & Partners Nomor:

21/09.2020/FHMN tanggal 01 September 2020 Perihal Permohonan Untuk Evaluasi KembaliKinerja Kepala Kantor Pertanahan Permohonan Pembukaan Blokir SHGB.

KEDUDUKAN HUKUM ;PEMOHON merasa sangat dirugikan oleh TERMOHON karena telahmengirimkan Surat Firma Hukum Mas Waluyo, S.H., M.H & Partners Nomor :17/08/2020/FH MN tanggal 26 Agustus 2020 perihal : Permohonan Pembukaan Blokir Sertifikat Hak Guna Bangunan ke 3 kepada TERMOHON Halaman 5 dari 39 Halaman Putusan Nomor: 2/P/FP/2020/PTUNSRGdan surat telah diterima tanggal 26 Agustus 2020 namun sampai Permohonanini diajukan TERMOHON tidak mengeluarkan keputusan yang menjadikewajibannya untuk menjawab /merespon (fiktif positif).

(3)

M.H & Partners Nomor :21/09.2020/FH MN tanggal 01 September 2020 Perihal:

Permohonan UntukEvaluasi Kembali Kinerja Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang danPermohonan Pembukaan Blokir SHGB kepada TERMOHON II dan surat telahditerima tanggal 2 September 2020 namun sampai Permohonan ini diajukan,tidak mengeluarkan keputusan yang menjadi kewajibannya untuk menjawab/merespon fiktif positif.

PEMBAHASAN :

Keputusan Fiktif Positif adalah suatu permohonan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dikabulkan secara hukum akibat dari tidak ditanggapinya permohonan tersebut hingga batas waktu yang telah ditentukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku1. Frasa dianggap dikabulkan membawa konsekuensi bahwa akibat hukum yang timbul dari tindakan faktual pejabat TUN yang tidak menindaklanjuti dan/atau mengabaikan permohonan administrasi negara adalah pengabulan atas permohonan tersebut dan pejabat TUN itu wajib untuk mengeluarkan keputusan TUN yang diminta. Konsepsi fiktif positif dalam UU AP adalah sebuah fiksi hukum yang mensyaratkan otoritas administrasi untuk menanggapi atau mengeluarkan keputusan/tindakan yang diajukan kepadanya dalam limit waktu sebagaimana yang ditentukan dan apabila prasyarat ini tidak terpenuhi otoritas administrasi dianggap mengabulkan permohonan penerbitan keputusan/tindakan yang dimohonkan kepadanya

Keputusan Tata Usaha negara Yang Fiktif Positif ini menganut prinsip Lex Silencio Positif Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip Lex Silencio Positivo adalah sebuah aturan hukum yang mensyaratkan otoritas administrasi untuk menanggapi atau mengeluarkan permohonan keputusan/tindakan yang diajukan kepadanya dalam limit waktu sebagaimana yang ditentukan peraturan dasarnya dan apabila prasyarat ini tidak terpenuhi, otoritas administrasi dengan sendirinya dianggap telah mengabulkan permohonan penerbitan keputusan/tindakan itu.

Prinsip tersebut dalam Undang-Undang Admisitrasi Pemerintahan diatur dalam pasal 53 yang pada pokoknya sebagai berikut : Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika ketentuan peraturan perundangundangan tidak menentukan batas waktu, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

(4)

wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Apabila dalam batas waktu tersebut Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum. Konsep ini dalam khasanah hukum administrasi disebut keputusan fiktif positif. .

Pada tingkat implementasi di Pengadilan Tata Usaha Negara, tata cara Permohonan Fiktif Positif tersebut telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2017, tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan Atau Pejabat Pemerintah. Perkara fiktif positif memberikan kewenangan pengadilan sangat besar diberikan oleh pembuat undang- undang, sehingga jangan sampai kewenangan ini disalahgunakan (abuse of functions). Idealnya, hakim-hakim dalam perkara fiktif positif mendapatkan sertifikasi pelatihan dari Mahkamah Agung (MA). Terlebih lagi berlakunya prinsip fiktif positif dalam UUAP tidak dibarengi dengan perubahan pada Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) yang masih menganut prinsip fiktif negatif. Karena itu, ditemui adanya semacam polarisasi pandangan di kalangan hakim Peratun, polarisasi tersebut dalam arti sebagian sudah menggunakan fiktif positif dan sebagian lain masih belum mengakui pranata fiktif positif . 7 Di samping itu di tataran praktik juga masih ditemukan permasalahan mengenai objek permohonan, tenggang waktu pengajuan permohonan, luas dan batas pembuktian hakim, dan akses hukum bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan terhadap keputusan fiktif positif.

Analisis Contoh Kasus Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Positif

 Limitasi Objek Permohonan (objectum litis) Fiktif Positif.

Secara normatif, prosedur penyelesaian permohonan fiktif positif, selain diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ( PERMA) Nomor. 8 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan Atau Pejabat Pemerintah. Peraturan Mahkamah Nomor 8 ini adalah perubahan dan penyempurnaan dari Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan

(5)

Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan. Berdasarkan Pasal 3 PERMA No. 8 Tahun 2017, Objek permohonan fiktif positif adalah kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan administrasi pemerintahan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi permasalahan hukum adalah, apakah seluruh permohonan yang tidak dikabulkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan harus secara hukum dianggap dikabulkan dan oleh karenanya yang bersangkutan dapat menjadikan keadaan itu menjadi objek permohonan di Pengadilan Tata Usaha Negara ? Menjawab pertanyaan tersebut, PERMA No, 8 Tahun 2017 mengatur, bahwa tidak semua permohonan kepada pemerintah yang tidak ditanggapi dapat dijadikan abjek permohonan fiktif positif di Pengadilan Tata Usaha Negara, akan tetapi dilakukan limitasi (pembatasan) sebagai berikut :

1. Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat pemerintahan dimana permohonan tersebut diajukan

2. Permohonan diajukan dalam lingkup menyelenggarakan fungsi pemerintahan; - 3. Hal yang dimohon adalah keputusan dan /atau tindakan yang belum pernah

ditetapkan dan/atau dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan; dan 4. Permohonan untuk kepentingan Pemohon secara langsung

Berdasarkan kriteria yang diatur dalam PERMA No. 8 Tahun 2017 tersebut, maka ditekankan bahwa yang dapat dijadikan objek permohonan fiktif positif di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah suatu permohonan terhadap terbitnya keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan. Dengan demikian, misalnya permohonan pembatasan terhadap Keputusan yang sudah ditetapkan, maka apabila hal tersebut tidak ditanggapi dalam waktu yang ditentukan, hal tersebut tidak termasuk perkara fiktif positif, tetapi merupakan gugatan biasa di pengadilan Tata Usaha Negara.

(6)

CONTOH KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF POSITIF Contoh Putusan KTUN Fiktif Negatif :

Putusan PTUN SAMARINDA Nomor 19/G/2013/PTUN-SMD Tanggal 5 Maret 2014 — PT. MUTIARA ETAM COAL (PT. MEC);

melawan –WALIKOTA SAMARINDA; -NOR HASANAH (TERGUGAT II INTERVENSI)

Mengadili Dalam Eksepsi :-Menolak Eksepsi Tergugat seluruhnya ; DALAM POKOK SENGKETA:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan batal Keputusan Penolakan (fiktif negatif) atau sikap diam Walikota Samarinda (Tergugat) yang tidak menerbitkan atau memproses lebih lanjut surat permohonan PT. Mutiara Etam Coal Nomor : 036/MEC-SP/I/13 tanggal 28 Januari 2013 perihal Surat Permohonan Perubahan IUP PT. Mutiara Etam Coal;

Bahwa Tergugat sebagai badan atau pejabat tidak mengeluarkan keputusan (beshcikking) yang menjadi kewajibannya (keputusan fiktif negatif);. Bahwa gugatan Penggugat diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukanoleh undangundang;. Bahwa keputusan fiktif negatif Tergugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana pasal 53 ayat 2 huruf a Undang-undang nomor9 Tahun 2004, yaitu undang-undang tentang Minerba.

Bahwa keputusan fiktif negatif Tergugat bertentangan dengan asas-asas umum-pemerintahan yang baik, khususnya asas kepastian hukum, sas tertib-penyelengaraan negara, asas kepentingan umum dan asas kecermatan formal;Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas, dengan ini Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda atau Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan putusan sebagai berikut 1. Menimbang,Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya.

Bahwa Fiktif negatif atau sikap diam Walikota Samarinda (Tergugat) yang tidak menerbitkan atau memproses lebih lanjut surat permohonan PT. MEC yang lama dan merubahnya menjadi IUP yang baru sesuai dengan permohonan penggugat,Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas,maka Majelis Hakim berkesimpulan keputusan penolakan

(7)

(fiktif negatif) atau sikap diamTergugat yang tidak memproses permohonan Penggugat untuk menerbitkan ataumemproses perubahan IUP PT.

Menyatakan batal Keputusan Penolakan (fiktif negatif) atau sikap diam Walikota Samarinda (Tergugat) yang tidak menerbitkan atau memproses lebih lanjut surat permohonan PT. Mutiara Etam Coal Nomor : 036/MECSP/I/13 tanggal 28 Januari2013 perihal Surat Permohonan Perubahan IUP PT. Mutiara Etam Coal;Memerintahkan kepada Tergugat untuk memproses dan menerbitkan keputusan yang dimohonkan oleh Penggugat dalam surat permohonan PT.

PEMBAHASAN KTUN FIKTIF NEGATIF

Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif Yaitu keputusan Tata Usaha Negara yang dimohonkan seseorang atau Badan Hukum Perdata, tetapi tidak ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Sehingga dianggap bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah mengeluarkan keputusan penolakan (negatif).

KTUN fiktif negatif adalah keputusan yang dianggap ditolak karena Badan atau Pejabat Pemerintahan hanya diam saja tanpa menetapkan dan/atau melaksanakan suatu Keputusan/Tindakan Administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam batas waktu kewajiban sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan atau dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah.

Bentuk keputusan tata usaha negara fiktif negatif diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. ―Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.

2. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang- undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan dimaksud.

(8)

3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersang-kutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.‖

Sebagai contoh yang lebih sederhana dapat saja jelaskan jika ada Warga Masyarakat telah mengajukan permohonan untuk memperoleh Pemasangan Aliran Listrik , dan Badan atau Pejabat Pemerintahan hanya diam saja tanpa menetapkan dan/atau melaksanakan suatu Keputusan /Tindakan Administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam batas waktu kewajiban sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan atau dalam waktu paling lamma 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah, maka permohonan tersebut dianggap ditolak (fiktif negatif).

KUTIPAN : “Kami sudah mengajukan permohonan ke PLN untuk pemasangan aliran listrik, untuk penerangan jalan umum, namun belum ada tindak lanjutnya dari PLN. Apa yang dapat kami lakukan atas tidak dilayaninya permohonan kami”

Dari contoh itu, dapat dilihat bahwa keinginan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan aliran listrik telah diabaikan oleh suatu badan tata usaha negara(TUN) atau pemerintah, yang dalam hal ini adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).Sebagai pelaksana fungsi administrasi negara, seharusnya PLN bertanggung jawab untuk dengan segera melayani permohonan masyarakat untuk pemasangan aliran listrik. Namun permohonan tersebut tidak ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara Dalam hal ini selaku PLN, Sehingga dianggap bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah mengeluarkan keputusan penolakan (negatif). Karna secara sederhana defenifi Keputusan Fiktif negatif adalah apabila ada permohonan mengajukan (perizinan) kepada pejabat pemerintahan untuk mengeluarkan sebuah keputusan atau tindakan, tetapi pejabat pemerintah yang bersangkutan hanya diam saja, maka dianggap permohonan itu ditolak. Asas fiktif negatif yang dianut UU PTUN (vide pasal 3 UU PTUN).

(9)

Dasar Hukum

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menegaskan:

1. Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara.

2. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang- undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Kemudian, di dalam bagian Penjelasan Pasal 3 disebutkan:

 Ayat (1) Cukup jelas.

 Ayat (2) Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan badan atau pejabat tata usaha negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan yang telah diterimanya.

 Ayat (3) Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan, tergugat

(3) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Hakim yang diduga melakukan pelanggaran dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak

(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengambilan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam

(3) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Hakim yang diduga melakukan pelanggaran dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak

“walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi

Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

Selain jenis dan hiierarki perundang-undangan yang disebutkan diatas pada pasal 8 ayat (1) undang-undang tersebut menyebutkan bahwa : jenis peraturan perundang-undangan

(2) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dimaksud pada ayat (1) pasal