• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Air, Uap, dan Bahan Bakar pada PLTU CFB

N/A
N/A
M Rusdan Mirsyad

Academic year: 2024

Membagikan "Kualitas Air, Uap, dan Bahan Bakar pada PLTU CFB"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

MATA PELAJARAN 2

Kualitas Air, Uap, dan Bahan Bakar pada PLTU CFB

TUJUAN PELAJARAN :

Setelah mengikuti pelajaran ini peserta mampu mengetahui standar kualitas air uap dan bahan bakar pada PLTU CFB.

DURASI : 2 JP

PENYUSUN :

(2)
(3)

KUALITAS AIR , UAP DAN BAHAN BAKAR

1. Pendahuluan Kualitas Air

Boiler dan turbin merupakan peralatan utama dalam sistem pembangkit listrik tenaga uap. Boiler atau steam generator merupakan alat yang menyerap panas hasil pembakaran bahan bakar untuk mengubah air menjadi uap panas lanjut. Uap tersebut memiliki energy potensial berupa entalphi yang kemudian oleh turbin diubah menjadi energy gerak/putaran.

Berbagai jenis permasalahan yang sering tejadi di pembangkit adalah carryover pada komponen turbin, korosi, dan pembentukan scale (kerak) pada sistem boiler dan turbin. Saat ini korosi merupakan momok perusak yang paling utama terhadap boiler. Oleh karena itu, untuk mengurangi permasalahan diatas, kualitas air yang yang masuk kedalam sistem boiler harus dijaga. Kualitas air boiler ditunjukkan oleh berbagai parameter terukur yang harus berada pada nilai tertentu untuk dapat merepresentasikan kualitas air boiler berada dalam kondisi baik.

Tabel 1. Standard kualitas air boiler menurut ABMA

(4)

Tabel 2. Standard kualitas air boiler menurut ASME

Beberapa parameter penting tersebut antara lain :

 Oksigen terlarut di dalam air sebesar 0,007-0,04 mg/l.

 Kapur (CaCO3) terlarut di dalam air sebesar 0,03-0,5 mg/l.

 pH air sebesar 7,5-11.

 Konduktivitas spesifik air sebesar 100-3500 µS/cm.

Dalam pengendalian kualitas air sebagai fluida kerja untuk pembangkit listrik, ada 3 hal yang harus diperhatikan a.l. :

 Sifat – sifat zat yang terkandung didalam air

 Pengaruh zat terkandung terhadap peralatan sistem

 Penanggulangan terhadap pengaruh kandungan air Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini :

(5)

Tabel 3. Standard Kualitas Air Pengisi Boiler

Tekanan Kerja ( atm ) 40 atm 60 atm 80 atm 170 atm Oksigen terlarut (ppm ) <0,02 <0,02 <0,02 0.007

Total besi ( ppm )

< 0,05 0,05

< 0,05 0,05

< 0,001 0,05

Total tembaga ( ppm )

< 0,01 0,01

< 0,01 0,01

< 0,005 0,01

pH pada 25oC ( ppm ) 8 – 9 8 - 9 8 - 9 9.2 -9.5

Silika ( ppm ) <0,02 <0,02 <0,02 < 0.02

Conductivity ( µmhos/cm) 100 50 30 < 10

Chlorida, Cl- (ppm) - - - -

Hydrazin, N2H4 (ppm) 0,01 - 0,03 0,01 - 0,03 0,01 - 0,03 > 0.03-0.05

Nilai-nilai parameter sifat air di atas berbeda untuk setiap tekanan kerja boiler. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tekanan kerja boiler, maka akan semakin tinggi pula temperatur didih air boiler. Sifat-sifat air sangat dipengaruhi oleh temperatur kerjanya. Semakin tinggi temperatur air, semakin tinggi pula korosifitasnya.

Sehingga semakin tinggi tekanan dan temperatur air, akan semakin ketat batasan parameter sifat air yang diijinkan.

Water treatment atau metode pengolahan air pada intinya bertujuan untuk meningkatkan umur peralatan (boiler dan turbin), peningkatan efisiensi operasi, dan peningkatan perlindungan terhadap lingkungan. Water treatment dapat dilakukan baik secara eksternal treatment (filtrasi, ion exchange, membrane separation, dll) maupun internal treatment (deaerasi, injeksi kimiawi,dll).

Selain permasalahan utama di atas, tabel dibawah menunjukkan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya zat pengotor pada air boiler.

(6)

Tabel 4. Masalah-Masalah yang disebabkan oleh Zat Pengotor pada Boiler

Di beberapa system pembangkit di Indonesaia, internal water treatment yang paling banyak dilakukan untuk mempertahankan kualitas air pembangkit adalah dengan menginjeksikan beberapa bahan sebagai berikut :

 Phospate (trisodium phospate, disodium phospate)

 Volatile amine (Ammonia, morfolin, dll.)

 Oxygent scavenger (Hydrazine, carbohydrazide, dll.)

Sistem injeksi kimia terdiri dari tangki pengencer yang dilengkapi pengaduk (agitator), pompa injeksi, injection line dan katup-katup.

A. Injeksi phospat

Phospat (Na3PO4 dan Na2HPO4) diinjeksikan ke dalam boiler drum dengan tujuan :

a) Untuk mencegah terjadinya pengerakan (scaling) di dalam boilersystem.

b) Membantu kontrol pH air boiler untuk mengurangi laju korosi.

Kehadiran ion-ion kalsium (Ca+) dan magnesium (Mg+) di dalam air boiler akan menyebabkan terbentuknya kerak CaCO3, CaSiO3 dan MgSiO3, kerak-

(7)

kerak tersebut akan terjadi pada permukaan pipa-pipa boiler, efeknya akan mengganggu perpindahan panas (lihat gambar 1) dan dapat menyebabkan local overheating.

Dengan adanya phospate maka ion kalsium akan bereaksi dengan phospat membentuk hydroxyapatite dengan reaksi sebagai berikut:

6PO43- + 10Ca+ + 2OH-  [Ca3(PO4)2]3.Ca(OH)2

[Ca3(PO4)2]3.Ca(OH)2 (hydroxyapatite)

berupa lumpur atau padatan tersuspensi (suspended solid) dan dapat dibuang lewat blowdown.

Meskipun injeksi phospate diperlukan tetapi dalam pelaksanaannya harus hati-hati mengingat trisodium phospate dapat menyebabkan korosi alkali, untuk menghindari terjadinya alkali bebas sebagai akibat injeksi phospat maka harus memperhatikan kordinat phospat, yaitu hubungan antara pH, konsentrasi ion phosphate dan perbandingan mol antara Na : PO4, kisaran perbandingan mol Na : PO4 pada angka 2.6 ~ 3 merupakan angka yang cukup aman. Hubungan kordinat phospate tersebut diperlihatkan pada gambar 1.

Terjadinya alkali bebas sebagai akibat kontrol kordinat phospat yang kurang tepat dan oleh kehadiran komponen pengotor organik akan menyebabkan penyabunan di dalam boiler drum selanjutnya mengakibatkan terjadinya carry over.

Permasalahan lain yang diakibatkan oleh injeksi phospate ialah adanya fenomena phospate tersembunyi (hideout phosphate). Kelarutan ion phospate di dalam air sangat dipengaruhi oleh temperature kerja boiler, semakin tinggi temperatur kerja maka :

(8)

Gambar 1. Hubungan antara kelarutan trisodium phospate dan temperature air.

kelarutan phospate akan semakin kecil (lihat gambar 2), hal ini akan menyulitkan kontrol konsentrasi phospate terutama untuk boiler dengan fluktuasi beban dengan frekwensi yang tinggi. Pada waktu beban boiler naik phospate mengendap membentuk lapisan pada permukaan pipa atau permukaan boiler drum, pada waktu beban boiler turun lapisan tersebut akan terlarut kembali dan konsentrasi ion phospate akan terdeteksi sangat tinggi.

(9)

Gambar 2. Hubungan antara pH, konsentrasi ion phospate dan rasio mol Na/PO4 B. Injeksi ammonia.

Ammonia (NH4OH) diinjeksikan ke dalam LP line atau condensate line sebagai volatile amine dengan tujuan untuk menaikkan pH air pengisi boiler, pH uap dan pH kondensat sehingga terhindar dari korosi.

Ammonia juga dapat berfungsi sebagai penetralisir asam lemah yang terjadi akibat adanya gas CO2. Gas CO2 dapat menyebabkan korosi dengan mekanisme sebagai berikut:

CO2 + H2O  H2CO3

H2CO3  H+

+ HCO3- HCO3-  H+

+ CO32-

Produk reaksi dapat menurunkan pH dan menyebabkan korosi, dengan adanya amoniak maka reaksi menjadi sebagai berikut :

(10)

2NH4OH + H2CO3  (NH4)2CO3 + 2H2O

(NH4)2CO3 mempunyai sifat basa sehingga pH air akan terkontrol dengan baik.

Kenaikan pH air sebagai akibat injeksi ammoniak dapat membantu kecepatan reaksi oxygen scavenger dalam menghilangkan oksigen sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3. Pada gambar terlihat bahwa semakin tinggi pH air, laju reaksi penghilangan oksigen oleh oxygen scavenger akan semakin cepat

Gambar 3. Kurva pengaruh pH air terhadap laju reaksi penghilangan oksigen

C. Injeksi Oxygen scavenger.

Oxygen scavenger diinjeksikan ke dalam BFP suction line atau deaerator storage tank dengan tujuan untuk menghilangkan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) di dalam air pengisi boiler.

Beberapa jenis oxygen scavenger yang umum dipergunakan pada sistim boiler tekanan tinggi (high pressure boiler) adalah : hydrazine (N2H4) dan Carbohydrazide - (N2H3)2CO, adapun reaksi pengikatan oksigen di dalam air

(11)

pengisi adalah sebagai berikut :

a. Reaksi oksigen dengan hydrazine.

Reaksi bersifat homogen : N2H4 + O2  H2O + N2

Reaksi bersifat heterogen :

6Fe2O3 + N2H4  4Fe3O4 + N2 + 2H2O

Apabila ada oksigen maka reaksi akan berlanjut : 4Fe3O4 + O2  6Fe2O3

Untuk memperbaiki kinerja hydrazine dalam mengikat oksigen biasanya ke dalam larutan hydrazine ditambahkan katalisator. Efek katalisator dalam membantu reaksi pengikatan oksigen diperlihatkan pada gambar 4.

Kecepatan reaksi pengikatan oksigen oleh hydrazine juga dipengaruhi oleh temperatur kerja dari fluida, pada gambar 5 diperlihatkan hubungan temperatur terhadap kecepatan reaksi pengikatan oksigen tersebut.

(12)

Gambar 4. Efek katalisator terhadap kecepatan reaksi pengikatan oksigen

Gambar 5. Kurva pengaruh temperatur dan rasio N2H4/O2 terhadap kecepatan reaksipengikatan oksigen.

(13)

b. Reaksi oksigen dengan carbohydrazide.

(N2H3)2CO + 2O2  3H2O + 2N2 + CO2

Pada reaksi di atas terlihat adanya CO2 sebagai hasil samping reaksi, pengaruh CO2 terhadap kondisi air dapat dinetralisir dengan injeksi ammoniak sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Keperluan ammoniak untuk menetralisir CO2 dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Keperluan ammoniak untuk menetralisir 1 ppm CO2.

Kualitas air boiler merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengoperasian PLTU. Semakin tinggi tekanan operasi sebuah pembangkit maka kriteria atau kualitas air yang dibutuhkan juga semakin ketat. Continous improvement dan perubahan metode dalam menjaga kualitas air, pemahaman mekanisme pembentukan korosi, dan perkembangan bahan kimia baru, telah menghasilkan managemen pengelolaan air yang lebih ekonomis dan efisien.

Ada empat hal yang utama, mengapa pengolahan air begitu penting, diantaranya a. Terbentuknya Kerak Pada Tube

Air yang mengandung garam-garam terlarut atau zat pengotor, pada saat terjadi penguapan air, akan bereaksi dan membentuk kerak pada permukaan perpindahan panas (pipa sisi dalam). Kerak bersifat sebagai isolator karena memiliki koefisien perpindahan panas yang lebih rendah dari baja (steel) yaitu sekitar 1 kcal/m/oC/hr berbanding 15 kcal/m/oC/hr pada baja. Hal ini akan memicu overheating pada pipa dan kegagalan pada pipa boiler. Selain itu kerak juga

(14)

menghambat aliran air dalam pipa sehingga terjadi peningkatan pressure drop di pipa dan tube boiler. Hal tersebut sangat berpengaruh pada penurunan efisiensi unit.

b. FAC (Flow Assisted Corrosion)

Korosi disebabkan oleh kandungan oksigen terlarut pada air umpan. Reaksi oksidasi menjadi semakin agresif bila mendapat energi panas sehingga menciptakan korosi pada permukaan logam. Kerusakaan/kegagalan akibat korosi dapat terjadi pada drum boiler, header, dan pipa-2 kondensat.

FAC terjadi pada pipa carbon steel sehubungan dengan berkurangnya lapisan oksida pelindung (magnetit) akibat aliran air/uap yang tinggi.

PH yang rendah dan oksigen terlarut dalam air akan merusak pipa boiler. Hal itu akan menyebabkan oksigen pitting atau penipisan dari ketebalan pipa tube, mengawali terjadinya kegagalan (rupture) pada pipa boiler. Kontaminan lain seperti klorida, merupakan masalah bocornya sistem pendingin utama pembangkit, juga menimbulkan masalah yang sama.

Gambar 6. Hubungan level PH dan laju FAC

(15)

c. Carry Over

Carry over dapat diartikan terbawanya butiran-butiran zat padat bersama uap yang dapat menyebabkan pengerakan pada pipa-pipa uap (superheater) bahkan sudu-sudu turbin.

Kehadiran deposit dari garam-garam low thermal conductivity dalam pipa- pipa superheater, akan menaikan temperatur logam dan mengurangi lifetime-nya karena efek overheating. Demikian juga adanya deposit pada sudu-sudu turbin akan mengurangi effesiensi bahkan pada ketebalan tertentu akan menyebabkan vibrasi

Penyebab utama carry over ialah terjadinya pembusaan pada air ketel, zat-zat padat terutama yang ringan seperti silika terbawa bersama busa, karena level permukaan air menjadi tinggi akibat busa maka partikel padatan tersebut terbawa bersama uap. Pembusaan dapat terjadi apabila : air ketel mengandung TDS yang tinggi, mengandung zat-zat organik dan mengandung total alkalinity yang tinggi (pH tinggi).

Busa dapat dicegah dengan cara :

 Melakukan blowdown secara berkala

 Menjaga alkalinity pada batasan standar (pH sesuai standar)

d. Turunya Performance Boiler dan Turbin akibat kebocoran air laut

Gambar 7 menunjukkan efek kerusakan pada pipa boiler akibat kebocoran air laut. Kebocoran air laut kedalam sistem pembangkit akan terkonsentrasi di boiler dan menghasilkan asam klorida (HCl), yang menjadi penyebab terjadinya korosi asam pada peralatan. Kebocoran air laut diakibatkan oleh deteriorasi atau penurunan performa oleh waktu seperti korosi tube copper-alloys kondensor dan

(16)

hal itu telah diantisipasi dengan diterapkannya titanium tube kondensor.

Gambar 7. Penyebab kebocoran air laut

2. Kimia Air

2.1. Sistem air kondensat

Hydrazine (N2H4) di injeksikan kedalam dicharge pompa kondensat (Condensate Pump Discharge) atau sesudah Condensate Polisher agar dapat mengikat oksigen terlarut dan mengatur pH air condensate antara 9,2 – 9,4, juga agar pada inlet deaerator kadar hydrazine mencapai minimum 10 ug/l. Oksigen terlarut didalam air kondensat harus dijaga serendah mungkin jika lebih dari 20 ug/l, maka harus diidentifikasi sumber kebocoran dan ambil langkah pembetulan.

(17)

Tabel 6. Batasan oxygen air condensate

EPRI Figure 4-16 Cycle chemistry diagram for PC (H) with AVT (R)

Gambar 8. Sirkulasi air uap PLTU

(18)

Bila kondensor bocor, maka Cathion conducting dan Direct Conductivity akan naik, dan perlu mengambil langkah secepatnya. Sbb:

Tabel 7. Nilai Level Cathion Conducting & Direct Conductivity

Air kondensat Normal Level 1 Level 2 Level 3

Cathion Conductivity Direct Conductivity

< 50 us/cm

< 500 us/cm

> 50 < 140 us/cm

Identifikasi bagian yang bocor lalu out of service/ dengan menggunakan saw dust

> 140 us/cm

Beban diturunkan &

kondensor diisolasi

> 5000 us/ cm

Unit-trip

2.2. Sistem Air Pengisi

Tujuan Internal Treatment di daerah air pengisi ini adalah untuk mengurangi kontaminasi dan korosi, yang dapat menjadikan air boiler dan spray Desuperheater terkontaminasi.

Tabel 8 Batasan untuk air pengisi A n a l i s i s H a r g a Total Fe

Total Cu pH

O2 di air kondensat di deaerator N2H4 di air kondensat di deaerator outlet NH4OH

10 ug/I 10 ug/I 9,2 – 9,4

20 ug/I 5 ug/I 20 ug/I 10 ug/I

< 1000 ug/I

(19)

pH air pengisi dikontrol antara 9,2 – 9,4 dengan penambahan amonia sesudah condensat polisher. Dalam hal ini membutuhkan antara 0,5 – 1 ppm amonia.

Pengaturan pH ini untuk mengurangi korosi pada baja dan tembaga di high pressure feed heater. Hydrazine juga diinjeksikan secara kontinu di discharge condensate pump atau sesudah condensate polisher dan pada deaerator outlet, agar kadar N2H4 dijaga < 10 ug/I di economiser inlet (lihat tabel*).

Kontaminasi pada air pengisi disebabkan :

- Kebocoran kondensor, sehingga Ca+2 , Mg+2 dan CI- dapat masuk ke boiler.

- Kebocoran udara masuk ke kondensor atau daerah lain, sehingga Oksida Fe dan Cu dari korosi tube condensor dan heater heater dapat masuk ke boiler.

Hydrazine meskipun bereaksi lambat dengan oksigen, namun dapat mereduksi oksida-oksida Fe2O3 pada sistem air pengisi menjadi Fe3O4 (Magnetite Film).

Tabel 9. Parameter pengaturan kimia air di Economiser Inlet

EPRI Figure 4-16 Cycle chemistry diagram for PC (H) with AVT (R)

(20)

2.3. Sistem Air Boiler

Air boiler harus dijaga dalam kondisi normal , Internal boiler water pada boiler tekanan rendah biasanya dengan injeksi garam fosfat, untuk mengkontrol pH air boiler dan mencegah terbentuknya kerak Ca dan Mg sulfat atau silkat.

A. Hubungan Fosfat dengan pH adalah sebagai berikut:

Injeksi fosfat sebaiknya campuran antara Na3PO4 dan Na2HPO4, agar kondisi pH air boiler berada dibawah curve, karena tidak menimbulkan free caustic seperti pada campuran Na3PO4 dan NaOH. Dengan alasan fosfat dapat menimbulkan deposit ”Hide out”, maka ada unit lebih menyukai volatile treatment sebagai kontrol pH dan bebas padatan, tentunya kwalitas air pengisi harus baik dan tube-tube condensor dengan tergantung dari design boilernya. Bila kondisi air boiler dibawah atau diatas dari harga batasnya, maka maksimum waktu 4 jam dan blow down untuk menormalkan, selanjutnya harga pH < 8, maka segera harus shut down.

Boiler harus dioperasikan pada tahanan drum yang berkaitan dengan penentuan pada Curve antara silika dan tekanan.

Tabel 10. Batasan kurva kimia air pada tekanan tertentu

Parameter (600 to 900 psig) (900 to 1500 psig)

pH 9,4 to 9,8 9,3 to 9,5

M alkalinity, mg /l 50 (maximum) 20 (maximum)

As CaCO3, PO4, mg/l as such 5 to 10 4 to 6

SiO2 4,0 (maximum) 2,0 (maximum)

Spec, Cond, uS / cm 250 (maximum) 100 (maximum)

(21)

Disamping dengan Internal Treatment, maka korosi juga dapat dicegah dengan menjaga magnetite film pada boiler jangan sampai rusak, antara lain karena hydrogen damage, free caustic yang tinggi dan sering melaksanakan acid cleaning. Untuk sistem air pendingin kondensor, korosi water box kondensor dapat dicegah dengan cara menempatkan Zink anode atau dengan sistem cathodic protection.

Tabel 11. Standard Air Kondensat & Air Penambah (Ketel Bertekanan 170 /kg/cm2)

Item pH SC CC SiO2 DO2 Cu Fe

Air

Kondensat 9,2-9,5

< 10 Μ mho/Cm (Specific Conductivity)

< 0,3 Μ mho/cm Cation Conductivity

< 0,02 ppm

,0,015 ppm

<

0,01 ppm

<

0,02 ppm

Air

Penambah 7

< 0,3 Μ

mho/cm < 0,02

ppm

Tabel 12. Air Pengisi Ketel

Item pH SC SiO2 DO2 N2H4

Air pengisi ketel

9,2-9,5 < 10 μ mho/cm (specific conductivity)

<0,02 ppm

0,007 ppm

< 0,03- 0,05 ppm

(22)

Tabel 13. Standard Air Pengisi Ketel (untuk ketel bertekanan 170 kg/cm2) Tekanan kerja (atm)

Oksigen terlarut (ppm) Total besi (ppm) Total tembaga pH pada 25°C Conductivity (μS/cm) Chlorida

Hydrazin (N2H4) Silika (ppm) Phosphat (ppm)

40 atm

< 0.02

< 0,05

< 0,01 8-9

< 1,0 -

0,01 - 0,03 -

<10

60 atm

< 0.02

< 0,05

< 0,01 8-9

<0,5 -

0,01 - 0,03

< 10

< 10

80 atm

< 0.02

< 0,001

< 0,005 8-9

<0,3 -

0,01 - 0,03

< 4

< 3

(23)

3. Kualitas Bahan Bakar Batubara

Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang dapat diubah menjadi energi.

Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dikonversi menjadi bentuk energi yang lain. Kebanyakan bahan bakar oleh manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks), dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (fisi dan fusi nuklir).

Hidrokarbon (misal : bensin, solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan oleh manusia. Namun selain hidrokarbon ada jenis bahan bakar lain yang dapat digunakan seperti logam radioaktif.

bahan bakar Adalah suatu bahan yang apabila bereaksi dengan oxigen dapat terbakar. Bahan bakar umumnya mengandung unsur-unsur kimia carbon (C), Hidrogen (H), dan sulfur/belerang (S), yang akan menghasilkan energi panas, karena unsur-unsur tersebut di ruang bakar akan teroksidasi dan membentuk gas/asap. Selain ketiga unsur tersebut diatas bahan bakar juga mengandung air (H2O), nitrogen (N2), abu (A) dan Oksigen (O2). Pada bahan bakar berat (minyak residu/minyak bakar), masih ada unsur-unsur terkandung lainnya yaitu: Vanadium (V), Natrium/Sodium (Na) dan sediment.

 Padat : batu bara, arang, kayu, dll

 Cair : minyak solar, minyak Diesel, minyak residu, dll

 Gas : LPG, Gas alam, dll

Bahan Bakar Padat - Batu Bara

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil (Non-Renewable) yang terbentuk dari endapan, batuan organik, terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan

(24)

lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.

Klasifikasi Batubara dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 14. Coal Rank Clasification

Klasifikasi Batubara menurut kementrian ESDM dibagi sebagai berikut:

Batubara Kalori Rendah (lignite), dengan nilai kalori < 5100 kCal/kg (adb) dengan cadangan (reserves) sekitar 20,22 %

Batubara Kalori Sedang, dengan nilai kalori 5100 – 6100 kCal/kg (adb) dengan cadangan (reserves) sekitar 66,39 %

Batubara Kalori Tinggi, dengan nilai kalori 6100-7.100 kCal/kg (adb) dengan cadangan (reserves) sekitar 12,43 %

Batubara Kalori Sangat Tinggi (Antrasit), dengan nilai kalori > 7.100 kCal/kg (adb) dengan cadangan sekitar 0,96 %

(25)

3.1. Parameter Kualitas Batubara

Parameter kualitas batubara yang dilakukan pengujian di laboratorium terdiri dari :

 Proksimate : air (moisture), abu (ash content), zat terbang (volatile matter) dan karbon padat (fixed carbon)

 Ultimate : carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen

 Calorific value (nilai kalor)

 Ash Analysis (komposisi abu)

 Ash Fusion Temperature (titik leleh abu)

 Hardgrove Grindability Index (index ketergerusan)

 Size Analysis (ukuran partikel)

 Slagging dan Fouling index

A. Total Moisture

Total moisture (TM) adalah air (moisture) yang terkandung dalam batubara, yang menggambarkan kandungan keseluruhan moisture yang terdapat dalam batubara. Total moisture dalam analisa terdiri dari Free Moisture dan Residual Moisture. Tinggi rendahnya total moisture tergantung pada :

 Peringkat Batubara (Rank)

 Size Distribusi

 Kondisi pada saat sampling (pengambilan sample)

B. Proksimate

Pada proses pembakaran batubara pada suhu tertentu terjadi beberapa perubahan fisik pada komponen batubara. Moisture akan menguap. Mineral akan terbakar menghasilkan residu yang disebut dengan ash dan menguapkan sedikit zat terbang yang kemudian terukur sebagai sebagian kecil dari volatile matter.

Organic matter akan menghasilkan residu karbon yang disebut dengan fixed carbon serta gas hidrokarbon ringan yang menguap sebagai volatile matter. Jadi

(26)

proksimate adalah rangkaian pengujian untuk mengukur unsur moisture, abu, volatile matter dan fixed carbon.

Moisture

Moisture dalam standar ASTM disebut Moisture in the Analysis Sample adalah moisture yang terkandung dalam batubara dikeringkan dalam udara.

Besar kecilnya dipengaruhi oleh peringkat batubara, makin tinggi peringkatnya maka semakin rendah moisturenya.

Nilainya tergantung pada humiditas (kelembaban) dan temperatur ruangan di mana moisture tersebut dianalisa.

Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum moisture dianalisa (standar preparasi)

Abu (Ash Content)

Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash Content. Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous. Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara. Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar batubara

Zat terbang (Volatile Matter)

Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperatur tertentu. Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus, yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.

(27)

Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.

Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar

C. Ultimate

Ultimate adalah rangkaian pengujian untuk mengukur unsur yang terkandung dalam organic matter, yaitu carbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, oxygen dan unsur lainnya yang jumlahnya tidak terlalu besar seperti chlorine dan flourine. Pada saat pembakaran, komponen organic matter inilah yang menghasilkan kalori.

D. Calorific Value (Nilai Kalor)

Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa banyak energi yang dihasilkan per satuan massanya. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat yang disebut Bomb Kalorimeter. Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan MJ/Kg, Kcal/Kg atau Btu/Lb. Nilai kalori tesebut dinyatakan dalam Gross dan Net.

Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Nilai kalori juga dipengaruhi oleh moisture dan abu. Semakin tinggi moisture dan abu, semakin rendah nilai kalorinya.

E. Ash Analysis

Ash analysis adalah pengujian untuk menentukan komposisi kimia residu sisa pembakaran (abu).

Parameter yang dianalisa adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), besi (Fe2O3), kalsium (CaO), Kalium (K2O), Natrium (Na2O), Magnesium (MgO), Titanium (Ti2O), posfor (P2O5), Mangan (Mn3O4), dan sulfur (SO3). Data ash analysis ini dapat dipakai untuk menghitung potensi slagging dan fouling yang akan terjadi di ruang bakar.

(28)

F. Ash Fusion Temperature

Ash Fusion Temperature adalah pengujian untuk melihat perilaku abu ketika dipanaskan pada suhu tertentu. Abu tersebut meleleh atau tidak. Parameter yang dilaporkan adalah suhu pada saat contoh abu (yang dibentuk seperti piramid) berubah bentuk sesuai dengan profil-profil yang tersedia dalam metode standar.

Profil-profil tersebut, yaitu deformation, spherical, hemispherical dan flow.

G. Hardgrove Grindability Index (Index Ketergerusan)

Hardgrove Grindability Index (HGI) atau nilai ketergerusan hardgrove adalah angka yang menunjukkan kemudahan batubara untuk digerus oleh alat penggerus (pulverizer) di PLTU. Nilai HGI yang tinggi menyatakan batubara tersebut mudah digerus dan sebaliknya.

H. Size Analysis ( Analisa Ukuran Partikel)

Size analysis ialah pengujian yang mengukur distribusi/penyebaran ukuran patikel batubara. Pengujian ini penting artinya dalam perancangan preparation plant, mengukur kinerja crushing plant dan terutama dalam PLTU adalah perancangan peralatan Pulverizer.

I. Slagging dan Fouling Index

Slagging adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu batubara meleleh dan membentuk kerak yang menempel di dinding ruang bakar pada daerah radiasi seperti di wall tube boiler. Slagging Index adalah indeks yang dihitung dari data ash analysis maupun data ash fusion temperature (titik leleh abu), yang dapat memberikan indikasi kecenderungan suatu batubara menimbulkan masalah slagging selama pembakaran.

Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu batubara halus yang mengandung sodium menguap bersama sama sulfur dan bereaksi membentuk endapan dan menempel di pipa boiler pada daerah konveksi seperti di superheater dan reheter. Fouling Index adalah indeks yang dihitung dari data ash analysis, yang dapat memberikan indikasi kecenderungan suatu batubara menimbulkan masalah fouling selama pembakaran.

(29)

3.2. Pengaruh Kualitas Batubara Terhadap Kinerja Operasi PLTU

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa kualitas batubara yang digunakan pada PLTU akan berdampak terhadap kinerja operasi PLTU baik terhadap kapasitas output, efisiensi operasi maupun keandalan operasinya, karena secara umum desain suatu PLTU yang berkaitan dengan konsumsi batubara seperti Crusher, Mill dan Boiler di desain dengan mempertimbangkan Typical batubara yang akan digunakan.

Gambar 9 PLTU Cilacap (2 x 300 MW)

Secara umum, pengaruh penggunaan batubara terhadap peralatan dapat dilihat pada tabel 15

Tabel 15 Pengaruh Kandungan Batubara Terhadap Peralatan Pembangkit

PERALATAN Total Moisture

Ash Content

Volatile

Matter HHV Sulfur HGI Ash Properties

Furnace O O O O O O

Burners O O

Pulverizers O O O O O O

Superheater O O

Reheater O O

Sootblowers O O O

(30)

Air Heater O O O O

Precipitator O O O O

FD/PA Fan O O

ID Fan O O O O O

Coal/Ash

Handling O O O O

Uraian berikut ini akan memberikan contoh dampak dari beberapa item spesifikasi batubara terhadap Kinerja Operasi PLTU maupun lingkungan sebagai berikut : A. Calorific Value (kCal/kg)

Nilai kalor / Calorific Value (CV) adalah suatu sifat bahan bakar yang menyatakan kandungan energi pada bahan bakar tersebut. Nilai kalor / Calorific Value (CV) dari batubara akan berpengaruh terhadap Daya Mampu dari PLTU, semakin tinggi nilai CV batubara yang dikonsumsi maka kapasitas outputnya akan semakin besar, demikian pula sebaliknya semakin rendah CV batubara yang dikonsumsi maka Kapasitas Outputnya akan menurun (Derating).

Dengan kata lain bahwa untuk memproduksi satu kWh menggunakan batubara dengan CV yang lebih tinggi konsumsinya akan semakin rendah atau SFC (Specific Fuel Consumption) nya akan semakin menurun.

Secara umum nilai CV batubara ditentukan oleh kadar abu dan TM, semakin tinggi kadar abu dan TM, maka nilai CV batubara akan semakin rendah, sebaliknya bila kadar Ash dan TM nya rendah maka nilai CV batubara akan semakin tinggi.

Dampak keputusan pilihan jenis batubara (LRC/MRC/HRC) untuk PLTU akan berpengaruh terhadap ukuran Boiler dan peralatan pendukungnya, semakin rendah CV batubara maka ukuran boiler akan semakin besar yang berarti ada tambahan investasi, namun perlu diingat bahwa harga batubara LRC lebih murah, sehingga perlu dilakukan kajian kelayakan investasi dan operasinya, manakah yang Biaya Produksinya paling kompetitif.

(31)

B. Total Moisture (TM)

Total Moisture menunjukkan besarnya kadar air dalam batubara yang terdiri dari Inherent Moisture dan Free Moisture yang dinyatakan dalam %, yang akan berpengaruh langsung terhadap kapasitas output PLTU. Semakin besar nilai TM maka akan menyebabkan penurunan terhadap kapasitas output PLTU, sebaliknya bila kandungan TM nya semakin kecil, maka akan meningkatkan kapasitas output pembangkit, karena CV nya akan semakin tinggi. Itulah kenapa belakangan ini muncul keinginan untuk menggunakan teknologi Coal Dryer untuk menurunkan TM.

Gambar 10 Stockpile PLTU

Pengertian Inherent moisture adalah air yang secara fisik terikat di dalam rongga- rongga kapiler serta pori-pori batubara yang relatif kecil, serta mempunyai tekanan uap air yang lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap air yang terdapat pada permukaan batubara, sehingga sulit untuk keluar.

Sedangkan Free moisture adalah kandungan air yang berada di permukaan batubara, karena adanya air hujan, embun, dan lain-lain.

Total moisture yang tinggi pada batubara akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

 Menambah berat.

 Kapasitas grinding mill berkurang setiap penambahan moisture.

(32)

Gambar 11. Coal Mill

 Kehilangan panas pada nilai CV batubara setiap penambahan.

 Berpengaruh langsung terhadap kapasitas output PLTU.

 Penurunan Efisiensi : Secara umum kenaikan moisture akan menurunkan efisiensi boiler.

Hal ini terjadi karena kenaikkan loses panas latent di boiler sehingga jumlah aliran batubara masuk ke ruang bakar juga akan naik. Barubara low rank memiliki moisture lebih tinggi sehingga effisensi boiler akan turun dan berarti aliran batubara juga akan naik akibat kenaikkan moisture. Bila effisiensi di turbine dan generator dianggap konstan maka efisiensi plant akan juga akan turun sebesar. Total moisture dalam batubara menentukan jumlah primary air yang dibutuhkan untuk proses drying. Ketidaksempurnaan dalam proses drying akan mempengaruhi stabilitas api dan menyebabkan pergeseran pembakaran.

C. Kadar Sulfur

Kandungun sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur dan organis sulfur. Secara umum kadar sulfur akan berpengaruh terhadap pembentukan kerak (slagging) dan korosi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu

(33)

kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, serta pengaruhnya terhadap lingkungan bila kadarnya melampaui Baku Mutu Emisi SOx & NOx yang sudah ditentukan, di Indonesia yaitu 750 mg/m3 (SO2) dan 850 mg/m3 (Nox).

Gambar 12. Electrostatic Precipirator

Alternatif solusi yang digunakan pada PLTU untuk mengurangi dampak Sulphur terhadap lingkungan yaitu dengan memasang FGD (Flue Gas Desulphurization) dan penggunaan batu kapur (limestone).

Gambar 13. Flue Gas Desulfurization D. Kandungan Abu (Ash Content)

Kandungan abu yang tinggi akan mempercepat terjadinya slagging dan fouling (pengotoran) dan hal ini akan menurunkan heat transfer sehingga menurunkan

(34)

efisiensi boiler atau Heat Rate PLTU (kCal/kWh) yang pada akhirnya akan menaikkan biaya produksi.

Ash yang terbawa dalam flue gas di daerah konveksi menyebabkan erosi pipa sehingga umur pipa akan menurun.

Gambar 14. Fly Ash Silo

Selain itu, kandungan abu yang tinggi akan mempengaruhi kapasitas peralatan untuk fuel dan ash handling yang otomatis akan menaikkan biaya operasi dan maintenance.

E. Volatile Matter (VM)

Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperatur tertentu Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).

Gambar 15. Belt Conveyor & Magnetic Separator

(35)

Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1,2 maka kecepatan pembakaran akan menurun.

F. HGI (Hardgroove Grindability Index)

HGI merupakan parameter yang menyatakan tingkat kemudahan batubara untuk digerus atau mudah pecah menjadi bagian yang lebih kecil/halus.

Gambar 16. Dedusting System Untuk Meminimalisir Debu

Semakin tinggi nilai HGI, maka akan semakin mudah batubara tersebut untuk digerus, Sebaliknya semakin rendah angka HGI, berarti batubara semakin keras dan ini akan memperpendek umur mills. Nilai HGI yang paling disukai untuk PLTU berada dikisaran 45-55.

Batubara kalori rendah (Low Rank Coal) umumnya memiliki HGI yang tinggi sehingga berpotensi meningkatnya Fine Material (di atas 20%). Fine material yang tinggi dengan kandungan Volatile Matter yang tinggi pada suhu di atas 40oC dan disertai dengan hembusan udara yang tinggi, maka LRC akan berpotensi terjadinya Self Combustion.

G. AFT (Ash Fusion Temperature)

Ash Fusion Temperature adalah titik leleh abu batubara yang dinyatakan dalam temperature dalam berbagai kondisi pelelehan yaitu: Deformasi, Spherical , hemispherical, dan flow Analisis AFT dilakukan untuk mengetahui temperatur kritis dimana abu akan bereaksi ketika dipanaskan hingga 1000-1600 oC, terdiri dari :

(36)

a. Initial deformation temperature (IT) b. Softening (sphere) temperature (ST) c. Hemisphere temperature (HT)

Gambar 17. Formasi AFT sesuai suhu pembakaran

Initial deformation temperature yang rendah ke memicu pembentukan klinker sehingga menyulitkan pembersihan tungku.

AFT batubara perlu mendapatkan perhatian karena akan berpengaruh terhadap terjadinya pengerakan (slagging) di boiler. Semakin rendah AFT maka akan berpotensi mempercepat terjadinya pengerakan yang menimbulkan banyak masalah, karena selain lengket dan bisa menempel pada dinding pembakaran, sebagian komponennya juga menguap dan mengerak pada bagian-bagian yang kritis, sehingga menimbulkan masalah korosi dan berkurangnya penyaluran panas, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap penurunan kinerja operasi PLTU.

Oleh karena itu AFT dengan Initial deformation temperature < 1200o C umumnya dihindari.

Perlu diketahui bahwa untuk merubah nilai AFT ini tidak bisa dilakukan dengan cara Blending, melainkan dengan cara menambahkan additive.

(37)

4. Pembakaran Sempurna

Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua zat yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, H2O (air), dan gas SO2, sehingga bahan yang dapat terbakar menjadi tak tersisa lagi

4.1. Udara Lebih (Excess Air)

Dalam prakteknya, pembakaran sempurna dengan udara teoritis sangat sulit dicapai karena ada kenyataannya, disebabkan oleh beberapa faktor, tidak semua Oksigen dapat bertemu dan bereaksi dengan unsur-unsur dalam bahan bakar. Karena itu, untuk menjamin terlaksananya proses pembakaran sempurna, maka dioberikan sejumlah udara lebih (Excess air).

Tapi mengingat udara lebih akan membawa panas keluar cerobong, maka jumlah udara harus merupakan kompromi antara bertujuan untuk menciptakan pembakaran sempurna serta usaha untuk mengurangi kerugian panas kecerobong sekecil mungkin. Jumlah udara lebih yang diperlukan tergantung pada tipe ketel dan komposisi bahan bakar yang sedang dibakar serta jenis bahan bakar seperti batubara, minyak atau gas. Secara umum, udara lebih pada ketel modern berkisar antara 19% - 35%.

Udara lebih dapat diketahui dengan rumus : udara sebenarnya - udara teoritis

% excess air = 100%

udara teoritis

Dibawah ini dapat dilihat banyaknya gas CO2 yang keluar dicerobong dan udara lebih (Excess air) yang dibutuhkan.

(38)

Tabel 16. Hubungan Gas CO2 dan Excess Air CO2 % UDARA LEBIH CATATAN/KETERANGAN

18,5 0 Teoritis

18,0 16,0 14,0

5 19 36

batasan normal

untuk boiler Pulverized Fuel

12,0 10,0 8,0

58 90 138

batasan untuk Chain Grate

Dalam hal ini pengoperasian ketel, nilai CO2 itu tersendiri tidak penting.Tetapi bila dikaitkan dengan masalah efisiensi, pemantauan harga CO2 menjadi sangat penting karena % CO2 merupakan indikator yang tetap terhadap banyaknya udara lebih yang dimasukkan kedalam ketel.

Dengan memonitor persentase O2 dalam gas buang, kita juga dapat mengetahui persentase udara lebih. Hubungan antara CO2 dan O2 dalam gas buang dinyatakan dengan :

2 2

21- %O

% CO = 15,93×

21

Adanya kesulitan dalam hal keandalan terhadap pengukuran CO2 dan O2

menyebabkan dipakainya Instrumen pencatat Carbonmonoksida yang bisa berfungsi lebih reliabel dengan sensitivitas yang tinggi. Munculnya Carbonmonoksida dalam gas buang merupakan indikasi terjadinya pembakaran yang tidak sempurna. Ini dapat diantisipasikan dengan menaikkan jumlah udara lebih atau memperbaiki efisiensi Pulverizer.

Jika kita memonitor co2 dalam gas asap, udara lebih juga dapat kita ketahui dengan rumus sebagai berikut :

(39)

 

 

 

2 2

CO teoritis

% excess air = -1 100%

CO aktual

Secara umum, harga % CO2 teoritis untuk bahan bakar adalah sebagai berikut : Tabel 17. Harga Persentase CO2 Bahan Bakar

BAHAN BAKAR % CO2

Bahan bakar minyak 15,3 Batubara Bituminous 18,5

Gas alam 11,7

Pemantauan terus-menerus terhadap jumlah udara lebih yang disuplai ke ketel dapat dilakukan dengan cara mengukur persentase Carbondioksida. Hal ini disebabkan karena makin banyak udara lebih ditambahkan kedalam ketel, maka persentase Carbondioksida dalam gas asap akan turun sebagai akibat dari bertambahnya jumlah total udara yang dipakai. Dengan kata lain, udara lebih akan menipiskan (dilute) Carbondioksida.

4.2. Menentukan Udara Lebih berdasarkan jumlah Gas O2 Keluar Cerobong Besarnya udara lebih pada boiler bisa ditentukan dari jumlah O2 dalam gas asap dengan persamaan sebagai berikut :

2

2

%O 100

% excess air =

21 - %O

Dengan mensubtitusikan sembarang harga % O2 ke dalam rumus diatas, maka akan diketahui % udara lebih (excess air) seperti contoh berikut :

Tabel 18. Contoh Perhitungan Udara Lebih berdasarkan % O2

% O2 0 2 4 6 8 10 10,5

% Udara Lebih 0 10,53 23,53 40 61,54 90,9 100

(40)

4.3. Menentukan Udara Lebih berdasarkan jumlah Gas CO2 keluar Cerobong Selain itu, udara lebih juga bisa ditentukan dari % CO2 bila CO2 maksimal teoritis untuk bahan bakar yang digunakan diketahui. Seperti sudah diperlihatkan sebelumnya bahwa presentase CO2 ini adalah sekitar 18,5 % untuk batubara Bituminous.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

 

 

 

2 2

%CO teoritis

% excess air = -1 ×100%

%CO aktual

Bila kita subtitusikan harga CO2 aktual kedalam rumus di atas, maka akan kita peroleh % udara lebih seperti pada contoh dibawah.

Tabel 19. Contoh Perhitungan Udara Lebih Berdasarkan

% CO2 aktual pada Pembakaran Batubara Bituminous

% CO2 aktual 18,5 16,0 14,0 10,0 8,0 6,0

% Udara Lebih 0 15,6 32,1 85 131,3 208,3

4.4. Pengaruh Udara Lebih (Excess Air)

Seperti telah diuraikan diatas bahwa tanpa udara lebih sulit memperoleh pembakaran sempurna. Karena itu, dalam proses pembakaran selalu diperlukan udara lebih. Besarnya udara lebih yang diperlukan untuk bahan bakar batubara tidak sama dengan yang diperlukan oleh bahan bakar minyak. Besarnya udara lebih harus tepat karena sebenarnya udara lebih ini akan membawa sejumlah panas keluar ke cerobong. Jadi sebenarnya udara lebih ini merupakan suatu kerugian bila ditinjau dari segi efisiensi. Sekalipun demikian, tanpa udara lebih juga merupakan kerugian bila ditinjau efisiensi. Karena itu jumlah udara lebih harus tepat dan ini merupakan kompromi antara besarnya kerugian karena udara lebih dengan kerugian

(41)

karena pembakaran tak sempurna. Dengan kata lain, jumlah udara lebih harus dibuat pada suatu harga tertentu dimana pada harga tersebut besarnya kerugian yang diakibatkan berada pada tingkat minimum.

Dibawah ini dapat dilihat gambar ilustrasi proses pembakaran dengan variasi Excess Air.

Gambar 18. Proses Pembakaran Tanpa Excess Air, 15% Excess Air dan 100% Excess Air

(42)

Pada gambar terlihat bahwa tanpa udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna mencapai nilai 25% (15% kerugian gas asap dan 10% kerugian abu dan debu). Dengan diberikannya 15% udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna akan berkurang menjadi 3% (1% kerugian gas asap dan 2% kerugian abu dan debu). Sedangkan dengan 100% udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna akan naik drastis menjadi 40,5% (40% kerugian gas asap dan 0,5%

kerugian abu dan debu).

Jadi dengan naiknya udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna turun tetapi kerugian karena panas yang dibawa oleh gas keluar cerobong bertambah.

Kurva besarnya kedua kerugian tersebut dapat dilihat pada gambar , yaitu kurva menunjukkan hubungan antara jumlah Excess Air yang dipakai dan Heat Loss (kehilangan panas) pada ketel.

Gambar 19. Hubungan Antara Excess Air dan Heat Loss.

Pada gambar diatas terlihat bahwa kerugian minimum (heat loss terendah) terjadi pada harga Excess Air sekitar 22%. Untuk pengoperasian yang efisien, maka ketel harus dioperasikan dengan jumlah udara lebih dimana harga kerugian minimum.

Karena itu, memonitor udara lebih menjadi hal yang cukup penting. Pada Pembangkit PLTU untuk memonitor banyaknya Excess Air dengan mengukur % gas CO2 atau % gas O2 pada gas buang.

Gambar

Tabel 1. Standard kualitas air boiler menurut ABMA
Tabel 2. Standard kualitas air boiler menurut ASME
Tabel 3. Standard Kualitas Air Pengisi Boiler
Tabel 4. Masalah-Masalah yang disebabkan oleh Zat Pengotor pada Boiler
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energy panas dari uap (steam) untuk memutar turbin sehingga dapat digunakan untuk

Analisis Pengaruh Perubahan Beban Generator Terhadap Efisiensi Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap.. (Aplikasi Pada PLTU Pangkalan Susu 2 x

ANALISIS BEBAN GENERATOR PROTOTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP PLTU Yogi Pratama1, Radhiah2, Fauzan3 1,2,3 Program Studi Teknologi Rekayasa Pembangkit Energi Jurusan Teknik

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah Suatu sistem pembangkit tenaga listrik yang mengkonversikan energi kimia listrik denganmenggunakan uap air sebagai fluida kerjanya,

terhadap laju aliran massa, konsumsi spesifik bahan bakar, heat rate (tara kalor), dan efisiensi termal pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).. Membandingkan prakiraan

Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT.PLN Persero Sektor Pembangkitan Belawan, turbin uap digunakan untuk membangkitkan energi listrik dengan cara mengubah energi panas

Tenaga listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta MFO untuk star up awal.Perbedaan PLTU dengan pembangkit listrik lain adalah

Dokumen ini menjelaskan langkah-langkah mengoptimalkan efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi dan merancang program untuk