• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kumpulan khutbah jumat

N/A
N/A
Gogar

Academic year: 2024

Membagikan "Kumpulan khutbah jumat "

Copied!
420
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pengarang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 27

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah); atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)

Fajri Al-Mughni, dkk

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

(4)

Risalah KhUTBah JUM'aT

© Fajri Al-Mughni dkk

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved

Cetakan pertama: April 2014

Penanggung Jawab : Fuad Rahman, M.Ag.

Redaktur : H. Sissah, MHI.

Penyunting : Arfan Aziz

Desain Grafis dan Fotografer : Heri Apriadi, M.Kom.

Pembuat Artikel Utama : Fajri Al-Mughni

H. Abdullah Firdaus, Lc. MA.

Tata Letak Isi & Desain Cover : Onie Creativa

Diterbitkan Oleh:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Jl. Jambi-Muara bulian KM 16, Simpang Sungai Duren, Kec. Jambi Luar Kota, Kab. Muara Jambi 36363 Telepon/Fax: (0741) 583183

Bekerjasama dengan Diandra Creative Jl. Kenanga No. 164 Sambilegi Baru Kidul, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta Telp. (0274) 4332233, Fax. (0274) 485222

xviii + 402 hlm, 15,5 x 23 cm ISBN ...

(5)

SAMBUTAN KETUA LP2M

IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Pujian dan rasa syukur ke pada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan, terutama nikmat Iman, Islam dan kesehatan. Shalawat dan salam kepada Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabat dan para pengikutnya.

Untuk mendukung terciptanya sarjanawan Islam yang ideal, sarjanawan yang siap mengemban amanah, meneruskan akselerasi perjuangan para nabi, maka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) menerbitkan buku “‘Risalah Khutbah Khutbah Jum’at Pilihan:

Menuju Masyarakat Jambi Agamis” Cerdas Spiritual Emosional Social Dan Intelektual (CSESI)’”.

Selain artikel khutbah Jum’at yang menarik dan sesuai dengan problema masyarakat muslim Indonesia khususnya Jambi, buku ini juga menyajikan pembahasan khilafiah di dalam pelaksanaan shalat dan khutbah Jum’at itu sendiri. Buku ini juga merupakan salah satu sarana penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan keislaman para sarjanawan muslim Jambi.

Harapan kami, kiranya buku ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi para khatib dalam melaksanakan tugasnya dan sebagai sarana pelengkap bagi pengurus masjid demi kelancaran pelaksanaan ibadah Jum’at, serta sebagai bahan bacaan penambah wawasan ke-Islaman bagi masya rakat Jambi khususnya.

Untuk itu kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang sudah mencurahkan ilmunya kedalam bentuk artikel khutbah. Juga kepada pemerintah daerah yang selalu memberikan dukungan terhadap pendidikan di Jambi.

(6)

Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan Buku “‘Risalah Khutbah Khutbah Jum’at Pilihan: Menuju Masyarakat Jambi Agamis, Cerdas, Spiritual, Emosional Social Dan Intelektual (CSESI)’

Ketua LP2M IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Fuad Rahman, M.Ag

(7)

SAMBUTAN GUBERNUR JAMBI

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala atas nikmat keimanan, ketenangan dan kedamaian yang diwariskan oleh agama Islam yang suci, yang dibawa oleh Rasul Agung Muhammad, salawat dan salam bagi beliau.

Saya menyambut baik kehadiran buku ‘Risalah Khutbah Khutbah Jum’at Pilihan: Menuju Masyarakat Jambi Agamis” Cerdas, Spiritual, Emosional Social Dan Intelektual (CSESI)’ yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi ini. Buku ini penting menjadi rujukan, tidak hanya bagi kalangan praktisi agama, ustadz dan pegawai syara’ di Provinsi Jambi, akan tetapi juga bagi khalayak ramai termasuk para birokrat yang terlibat dalam pemerintahan. Bagi saya, prasyarat birokrasi cerdas adalah kecerdasan ruhani para birokrat yang melaksanakan birokrasi itu.

Saya juga merasakan kegelisahan masyarakat saat ini, bahwa era modern dan pembangunan juga membawa serta ekses negatif. Ekses negatif tersebut adalah munculnya barang-barang dan kegiatan yang dilarang oleh agama: obat-obatan terlarang, kenakalan remaja, seks bebas hingga kebutaaksaraan Al Quran yang sangat memprihatinkan. Khusus untuk buta aksara Al Quran ini, Pemerintah Provinsi Jambi telah menjadikannya fokus.

Sekuat tenaga, bekerjasama dengan pihak-pihak lain, pemerintah melakukan program-program yang dapat membantu mengurangi kebutaaksaraan Al Quran, di samping juga memerangi beredarnya narkotika, obat-obatan ter- larang dan menanggulangi budaya kekerasan dan kenakalan di kalangan remaja. Dalam konteks ini, agama menjadi sendi sosial utama yang sangat

(8)

membantu serta dapat memelihara generasi penerus agar menjadi generasi yang berintegritas dan tidak terpapar ekses negatif era modern.

Buku ini tentu saja akan menyebarkan maksud baik agama tersebut;

membantu mewujudkan perdamaian dan ketenangan serta menolong upaya peminimalan ekses era modern melalui materi-materi agama yang disampaikan oleh khatib, dalam mimbar jumat setiap minggu dan mimbar solat hari raya setiap tahunnya.

Akhirnya, sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi atas hadirnya buku ini, semoga Allah meridoi karya baik dan memudahkan terwujudnya masyarakat Jambi yang sejahtera dan agamis, amin.

Jambi, Februari 2014 Gubernur Jambi

H. Hasan Basri Agus

(9)

SAMBUTAN REKTOR

IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kita hingga dapat menyaksikan hadirnya buku yang baik ini. Solawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliau yang membawa ketenangan dan inspirasi kehidupan damai dengan berpegang kepada Islam yang diwaris- kannya.

Saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah bekerja keras mengumpulkan berbagai konsep khutbah dari para penulis hingga terdokumen menjadi sebuah buku yang hadir di tangan para pembaca ini. Buku “‘Risalah Khutbah Khutbah Jum’at Pilihan: Menuju Masyarakat Jambi Agamis” Cerdas Spiritual Emosional Social Dan Intelektual (CSESI)’” akan membantu para khatib Jumat di Provinsi Jambi untuk mentransfer kesejukan ajaran Islam ke segenap masyarakat Jambi melalui mimbar solat Jumat dan solat hari raya. Muatan buku ini adalah refleksi para penulisnya atas kehidupan keagaamaan masyarakat Jambi. Karenanya, buku ini kontekstual untuk ummat Islam di Jambi.

IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai perguruan tinggi Islam tentu ikut memikul tanggung jawab terhadap situasi sosial keagamaan di Jambi. Karena itu pula, IAIN akan senantiasa melakukan kegiatan-kegiatan yang memang berorientasi mewujudkan masyarakat yang religius di Jambi.

Masyarakat yang religius akan melahirkan pemimpin dan pemerintahan yang religius juga.

(10)

Kami ucapkan selamat kepada LP2M yang telah menerbitkan buku ini dan selamat membaca dan menerapkan isi buku ini kepada para dai dan khatib. Semoga Allah mudahkan kerja agama yang dilaksanakan.

Rektor IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

DR. H. Hadri Hasan, MA.

(11)

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA LP2M IAIN SULTHAN THAHA

SAIFUDDIN JAMBI ... v SAMBUTAN GUBERNUR JAMBI ... vii SAMBUTAN REKTOR IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI ix DAFTAR ISI... xi JUM’AT DAN SEGALA AMALANNYA ... xv

KHUTBAH JANUARI Hamba Allah Dan Umat Nabi Muhammad Saw

• ... 2

Merenungi Gaya Hidup Anak Manusia

• ... 7 Musibah dan Dosa Umat Manusia

• ... 12 Khutbah Februari

Utamanya Sebuah Keteguhan Iman dan Istiqomah

• ... 18

Perjalanan Manusia

• ... 28 Permata Yang Bernama Hidayah

• ... 38 Waspadai Bisikan Syetan

• ... 45 Khutbah Maret

Membelakangi Al-Quran, Masalah Besar

• ... 56 Islam dan Profesionalitas

• ... 61 Kemajuan Umat Ditandai Dengan Ilmu

• ... 67

(12)

Konsep Taubat

• ... 73 Maulid Nabi dan Kemandirian Umat

• ... 79 Khutbah April

Ancaman Yang Bernama “Syirik”

• ... 88 Bagaimana Allah Mencintai Hambanya

• ... 94 Kesesatan yang Nyata

• ... 100 Ketenangan Jiwa

• ... 104 Khutbah Mei

Akhir Cerita yang Baik

• ... 110 Kesungguhan Menjalani Hidup Di Dunia Adalah Bekal Menuju

Akherat ... 116 Islam adalah Pilihan

• ... 121 Syubhat dan Syahwat sebagai Fitnah

• ... 131 Khutbah Juni

Anak Shalih adalah Aset Orang Tua

• ... 138 Balasan atas Maksiat yang dianggap Remeh

• ... 145

Islam tidak punya Tradisi Mengemis

• ... 150 Musuh yang bernama Kebodohan akan Agama

• ... 154

Khutbah Juli Ikhlas Dan Riya Dalam Pandangan Islam

• ... 160 Tauhid adalah Dasar Utama Kejayaan Umat

• ... 166

Wanita Perlu Dibela

• ... 173 Kerugian pada Hari Kiamat merupakan akibat dari

perbuatan kita selama hidup di dunia ... 179 Khutbah Agustus

Virus Penghancur Iman dan Akhlak

• ... 186 Etika Sosial

• ... 190 Sya’ban dan Keutamaanya

• ... 201 Trik Mengendalikan Zina Pikiran

• ... 206 Wisata ke Surga

• ... 210

(13)

Khutbah September Merenungi Perjalanan Hidup Manusia

• ... 218 Penerapan “Ihsan” Dalam Kehidupan

• ... 224 Selamat Datang Ramadhan

• ... 228 Khutbah Oktober

Peran Masjid dalam Kehidupan

• ... 234 Syawal dan Amalannya

• ... 240 Wasiat Rasulullah

• SAW ... 244 Khutbah November

Islam dan Keutamaannya

• ... 250 Dengan Taqwa Membangun Masa Depan yang Lebih Baik

dari Masa yang Telah Lalu ... 261 Memahami Ibadah dalam Menyambut Haji

• ... 266

Amal yang tak terputus

• ... 270 Khutbah Desember

HAJI DAN KEINGINAN HATI

• ... 276 MEMANFAATKAN 10 ZULHIJJAN DENGAN AMAL SHALEH

• . 280

RENUNGAN AKHIR TAHUN

• ... 285 Suap (

Risywah) Dalam Perspektif Islam ... 292

KHUTBAH DUA HARI RAYA KHUTBAH IDUL ADHA

Hari Raya Qurban Sebagai Realisasi Komitmen Umat

Muslim yang Mengabdi dan Menghamba Secara Total ... 302 Memperkokoh Persaudaraan & Kebersamaan Umat

• ... 318

Memperkokoh Persaudaraan & Kebersamaan Umat

• ... 325

Spritualitas Ibadah Haji Dan Makna Pengorbanan

• ... 332

KHUTBAH IDUL FITRI Sifat Orang Bertakwa

• ... 343 Menggali dan Memberdayakan Potensi Diri

• ... 353

Ramadhan Membangun Kejujuran, Kepedulian

dan Solidaritas Kebangsaan ... 366

(14)

Bekal dalam Mengarungi Kehidupan yang akan datang

• ... 373

Ramadhan Adalah Sebuah Madrasah Untuk Melatih

Diri Menaati Allah Tanpa Reserve. ... 391

(15)

JUM’AT

DAN SEGALA AMALANNYA

Hari Jum’at adalah hari raya kaum muslimin”. Dalil ini menyiratkan bahwa hari Jum’at merupakan hari istimewa bagi umat muslim di Dunia. Hari dimana sebagian besar umat muslim menjadikan Jum’at sebagai hari libur demi untuk merayakan hari istimewa ini dan meraup pahala sebanyak- banyaknya dengan melaksanakan ibadah Shalat Jum’at.

Imam Nawawi memberikan nama untuk hari Jum’at menjadi tiga:

Al-Jumu’ah, Al-Jum’ah, dan Al-Juma’ah. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Qurtubi yang mengatakan bahwa penamaan tersebut sesuai dengan dimana pada hari itu umat muslim berkumpul untuk melaksanakan ibadah, seperti shalat berjama’ah dan mendengarkan pidato (khutbah).1

Dalam penyebaran agama Islam, Khutbah Jum’at merupakan amalan inti yang paling efektif. Bagaimana tidak, karena ia merupakan penopang utama dalam penyebaran dak’wah Islam di seluruh dunia. ia juga merupakan salah satu sarana penting guna menyampaikan pesan dan nasehat kepada orang lain atau suatu kaum. Hal ini sebagaimana kaidah yang ada dalam islam: “menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran”.

Begitu pentingnya hal ini, sehingga menjadi konsentrasi para ulama terdahulu hingga ulama kontemporer saat ini. Banyak buku telah disusun yang membahas secara jelas dan terperinci tentang khutbah secara umum dan khutbah Jum’at secara khusus. Bahkan dibeberapa perguruan tinggi Islam, ilmu khitabah menjadi materi khusus ditambah jam training. Hal

1 Musthafa Ibrahim Al-Damiri, Yaum Al-Jumu’ah fi Al-Quran wa Al-Sunnah wa Mukhtashar ilmu Al-Khitabah, edisi II, penerbit Abu Syukriah Al-Haditsah, Cairo, 2005 hal. 11

(16)

ini memberikan deskripsi bahwa menyusun dan menjadi khatib yang baik bukanlah hal yang mudah. Tetapi perlu pembelajaran khusus dan mendalam, juga latihan yang berkesinambungan. Lebih dari itu seorang khatib harus membekali diri dengan berbagai ilmu.

Khutbah Jum’at dan Syari’at

Islam telah menegaskan bahwa hukum shalat Jum’at adalah wajib.

Sebagaimana disyariatkan pula khutbah sebelum melakukan shalat. Sebagai- mana firman Allah dalam al-qur’an:

Artinya: wahai orang-orang beriman, jika adzan untuk shalat jum’at sudah dikumandangkan maka bersegeralah mengingat Allah dan ting- galkan jual beli. apa yang diperintahkan itu lebih bermanfaat bagi kalian jika kalian mengetahuinya. (Q.S Al-Jumu’ah : 9)

Khutbah Jumat dilakukan sebelum shalat. Sebagaimana dijelaskan pada ayat diatas bahwa makna dari kata “az-zikr” dalam ayat ini adalah khutbah yang dilakukan sebelum salat. Maka diantara syarat sahnya salat jum’at adalah khutbah. yang dilakukan saat waktu dzuhur. Dengan maksud tujuan pembelajaran dan pemberi peringatan atas segala nikmat Allah swt. Semua ini adalah keutamaan islam yang selalu menjunjung tinggi peranan ilmu dan para ulama. Karena dengan ilmu kita mengetahui agama serta mengetahui hukum-hukumnya. Sehingga tidaklah seorang muslim melakukan sesuatu kecuali atas dasar ilmu.

Maka dari itu Allah swt mencela mereka yang meninggalkan Rasulullah saw saat beliau berkhutbah jum’at. Hal ini digambarkan dalam surah Al- Jumuah ayat 11:

Artinya: jika mereka melihat perniagaan dan permainan yang menye- nangkan, mereka menuju situ dan meninggalkan kamu yang berdiri menyampaikan khutbah. katakan kepada meeka,”karunia dan pahala Allah lebih bermanfaat bagi kalian daripada perdagangan dan per- mainan.Allah adalah sebaik-bainya pemberi rizki. maka mintalah rizki dengan senantiasa menanti-Nya.

Shalat Jum’at di Syari’atkan kepada Laki-laki

Shalat Jum’at tidak diwajibkan kepada kaum perempuan. Namun begitu bukan berarti perempuan dilarang untuk ikut melaksanakan shalat Jum’at.

Di beberapa Negara Timur Tengah seperti Mesir, dan Maroko perempuan juga ikut melaksanakan shalat Jum’at sama halnya seperti kaum lakki-laki.

(17)

Adapun kewajiban itu bagi kaum muslim laki-laki berdasarkan kepada hadis nabi; Dari Thariq bin Syihab ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan ber- jamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas 4 orang. [1] Budak, [2] Wanita, [3]

Anak kecil dan [4] Orang sakit.” (HR Abu Daud)

Kemudian pada hadist yang lain dari Jabir menambahkan bahwa shalat Jum’at juga tidak diwajibkan kepada Musafir (orang yang melakukakan perjalanan jauh). Dengan alasan bahwa shalat jum’at membutuhkan waktu yang kemungkinan besar tidak bisa diikuti orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Pendapat ini sesuai dengan kesepakatan para imam mazhab.2

Shalat jum’at merupakan pengganti dari shalat Zuhur.

Hukum shalat jum’at menggugurkan kewajiban shalat zuhur tidak hanya kepada kaum laki-laki saja, tetapi juga kepada kaum perempuan. Maka siapa saja baik laki-laki atau perempuan yang tidak melaksanakan shalat jum’at maka berkewajiban untuk melakukan shalat Zuhur. Di masa Rasulullah SAW perempuan juga melaksanakan shalat jum’at, setelah melaksanakan shalat jumat Rasulullah menyampaikan bahwa siapa saja baik laki-laki atau perempuan yang melaksanakan shalat jum’at maka tidak diwajibkan untuk melakukan shalat Zuhur.

Alasan mengapa perempuan tidak diwajibkan mengikuti shalat jum’at

Yang menjadi alasan utama perempuan tidak diwajibkan mengikuti shalat jum’at adalah karena ditakutkan kehadiran perempuan akan meng- akibatkan fitnah bagi perempuan itu sendiri. Pendapat ini didukung oleh beberapa Imam mazhab.

Pertama menurut pendapat Imam Hanafi. Perempuan sebaiknya me- lakukan shalat jum’at dirumah, yaitu diganti dengan shalat Zuhur. Karena pada dasarnya perempuan tidak disyariatkan untuk mengikuti shalat jum’at.

Sedangkan menurut Maliki, perempuan tidak diwajibkan karena alasan takut mengumbar fitnah melalui kecantikannya, kelemahannya dan hal-hal lain yang sifatnya perempuan. Pendapat ini juga sejalan dengan Imam Syafi’I yang memberikan hukum makruh kepada perempuan untuk mengikuti

2 Musthafa Ibrahim Al-Damiri, Yaum Al-Jumu’ah fi Al-Quran wa Al-Sunnah wa Mukhtashar ilmu Al-Khitabah, edisi II, penerbit Abu Syukriah Al-Haditsah, Cairo, 2005 hal. 144

(18)

shalat jum’at. sedangkan pendapat Imam Hanbali, boleh saja perempuan mengikuti shalat jum’at asalkan bisa menjaga sikap dan penampilannya.

Dalil-dalil tersebut menunjukkan kewajiban melakukan shalat jum’at bagi lelaki muslim. Jika kewajiban itu ditinggalkan, maka ia mendapatkan dosa besar.

Rukun Khutbah Jum’at

Ada baiknya sebelum kita membahas rukun khutbah, kita bedakan terlebih dahulu antara rukun dan syarat. Keduanya antara rukun dan syarat adalah penentu terjadinya sesuatu, dimana sesuatu itu tidak akan berdiri tanpanya. cuma perbedaan yang mendasar antara keduanya terletak pada apakah hal itu termasuk dalam perilaku itu atau di luar perilaku. Rukun termasuk dalam perilaku tersebut dan tidak begitu halnya dengan syarat.

Rukun khutbah sebagaimana disepakati jumhur ulama ada 4 :

1. Hendaknya khutbah diawali dengan kalimat tauhid. Minimal dengan kalimat Alhamdulillah. Lebih dari itu lebih bagus.

2. Bershalawat atas Nabi SAW. Sebagaimana diperintahkan dalam al- qur’an surat Al-ahzab ayat: 57

Artinya: Allah swt telah melimpah kasih sayang dan meridhoi nabi- Nya. para malaikat memanjatkan doa untuknya. Maka, orang-orang beriman, panjatkanlah shalawat salam atas Nabi.

3. Pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah swt. Kerana sesungguhnya tujuan utama dari khutbah Jum’at adalah saling menasehati dalam kebaikan dan memberi peringatan. Inilah yang dilakukan oleh Rasu- lullah dan para sahabat terdahulu. Mereka berkhutbah di depan kaum- nya, Menyeru mereka untuk senantiasa mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

4. Membaca beberapa ayat Al-qur’an walau hanya satu ayat. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh rasulullah saw di setiap khutbah beliau.

5. Doa untuk umat Islam di khutbah kedua.

(19)

Khutbah Januari

(20)

Hamba Allah

Dan Umat Nabi Muhammad Saw

*Muhammad Syaikhul Arif

Dosen Ma’had Al-Jami’ah IAIN STS Jambi

Hadirin jama’ah Jum’at rahimakumullah

Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, Jika kesadaran itu hilang dari jiwa seorang mukmin maka tindakan dan amalan akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.

Kesadaran pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala.

yang kita tampakkan dalam setiap aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (ِةَّيِدْوُب�ُعْلا رُاَهْظِإ) Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah. Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:

.)158/3 ،يذمرتلا حيحص( .ُهْنِم اَنْمِعْطَأَو ِهْيِف اَنَل ْكرِاَب َّمُهَّللَا

“Yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami makan darinya”

Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya.

Begitu pula kita punya mobil atau kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang sendiri, namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:

(21)

اَّنَأَو َنْيِنِرْقُم ُهَل اَّنُك اَمَو اَذَه اَنَل َرَّخَس ْيِذَّلا ِهللا َناَحْبُس ِهَّلِل ُدْمَحْلا ِهللا ِمْسِب .)156/3 ،يذمرتلا حيحص( .َنْوُبِلَقْنُمَل اَنِّبَر ىَلِإ

Ikhwan fillah rahimakumullah

Itulah contoh bahwa setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika pernyataan itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Musa p yang ketika itu pengusanya lalim dan sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah raja Fir’aun.

Kenyataan di atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.

Ihwan Fillah rahimakumullah

Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56).

Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui oleh kaum Muslimin:

.ِةَّلِد َألْاِب ِمَالْسِإلْا ِهِنْيِد ُةَفِرْعَمَو ِهِّيِبَن ُةَفِرْعَم ،ِهللا ُةَفِرْعَم َوُهَو ُمْلِعْلَا ىَلْوُألْا

.ِهْيَلِإ ُةَوْع َّدلَا ُةَثِلاَّثلا .ِهِب ُلَمَعْلَا ُةَيِناَّثلا

(22)

“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”

Ikhwan fillah rahimakumullah.

Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan menunjuk kan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar (syirik kecil).

Akibat buruk orang yang mencampuradukan keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik tetapi Dia meng- ampuni segala dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehen daki.”

نبا نع يراخبلا( .َراَّنلا َلَخَد ا ًّدِن ِهللا ِنْوُد ْنِم ْوُعْدَي َوُهَو َتاَم ْنَم .)دوعسم

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”

اًئْيَش ِهِب ُكِرْشُي َيِقَل ْنَمَو َةَّنَجْلا َلَخَد اًئْيَش ِهِب ُكِرْشُي َال َهللا َيِقَل ْنَم .)رباج نع ملسم( .َراَّنلا َلَخَد

“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga, tetapi barangsiapa mene- muinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti masuk Neraka.”

Ihwan fillah rahimakumullah.

Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur syubhat dan kesyirikan.

(23)

Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.

Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam

Kesadaran sebagai umat rasul, adalah menyadari bahwa amalan- amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintah nya, menjahui segala larangn-nya, menetapkan perkara dengan syariat dan ridha dengan putusannya.

Pastilah dari kalangan ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sebagaimana hadits berikut:

.)ملسم( .ٌّدَر َوُهَف اَنُرْمَأ ِهْيَلَع َسْيَل ًالَمَع َلِمَع ْنَم

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim).

.)ملسمو يراخبلا( .ٌّدَر َوُهَف ُهْنِم َسْيَل اَم اَذَه اَنِرْمَأ يِف َثَدْحَأ ْنَم

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Melihat hadits di atas, setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir atau ketetapan.

Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang menyalahi manhaj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan kebanyakan mereka tidak menge- tahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa, sandiwara, fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain. Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul

(24)

Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu Masu’d berkata:

ِةَقَفاَوُمِب َّالِإ ٌةَّيِن َالَو ٍةَّيِنِب َّالِإ ٌلَمَعَو ٌلْوَق َالَو ٍلَمَعِب َّالِإ ٌلْوَق ُعَفْنَي َال .ِةَّن ُّسلا

“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”

ِتاَيآلْا َنِم ِهْيِف اَمِب ْمُكاَّيِإَو ْيِنَعَفَنَو ،ِمْيِظَعْلا ِنآْرُقْلا يِف ْمُكَللَو ْيِل ُهللا َكَراَب

.ْمُكَللَو ْيِل َمْيِظَعْلا َهللا ُرِفْغَتْسَأَو اَذَه ْيِلْوَق ُلْوُقَأ .ِمْيِكَحْلا ِرْكِّذلاَو

(25)

Merenungi Gaya Hidup Anak Manusia

*Ilyas Idris, M.Ag

Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia rahimakumullah

Melalui mimbar khutbah ini, saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada para jama’ah sekalian, marilah kita bersama-sama senantiasa meningkatkan kadar ketaqwaan kepada Allah SWT. Taqwa dalam arti yang sebenarnya. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan me- ninggalkan semua laranganNya. Bahwasannya tidak ada perbedaan antara seseorang dengan seorang yang lainnya. Maka alangkah bahagia dan beruntungnya orang yang termasuk dalam golongan muttaqin. Karena kelak akan mendapat tempat dan maqam yang mulia di sisi Ilahi.

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia rahimakumullah

Bulan Muharam merupakan permulaan bulan yang berkah bagi perjalanan hidup anak manusia dan ladang untuk meningkatkan keimanan.

Sebagai upaya dalam meningkatkan iman dan taqwa kepada-Nya, maka melalui datangnya Tahun Baru Hijriyah ini kita menelaah dan merenungi gaya hidup masa kini.

Di dalam dunia ini manusia minimal mempunyai dua tujuan yang pertama adalah kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as- sa’adah). Hanya saja masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang men- dasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.

Dalam pandangan Islam gaya hidup itu dikelompokkan menjadi dua golongan, yang pertama adalah gaya hidup Islami, dan yang kedua adalah gaya hidup jahili.

(26)

Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili ber- landaskan bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.

Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah berikut ini:

ِهَّللا َناَحْبُسَو ۖ يِنَعَبَّتا ِنَمَو اَنَأ ٍةَريِصَب ىَلَع ِهَّللا ىَلِإ وُعْدَأ يِليِبَس ِهِذَه ْلُق

﴾1٠8﴿ َنيِكِرْشُمْلا َنِم اَنَأ اَمَو

Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).

Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukum- nya wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya.

Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:

اًعاَرِذَو ٍرْبِشِب اًرْبِش اَهَلْبَق ِنْوُرُقْلا ِذْخَأِب ْيِتَّمُأ َذُخْأَت ىَّتَح ُةَعا َّسلا ُمْوُقَت َال َّالِإ ُساَّنلا ِنَمَو : َلاَقَف .ِمْوُّرلاَو َسِراَفَك ،ِهللا َلْوُسَر اَي : َلْيِقَف .ٍعاَرِذِب .)حيحص ،ةريره يبأ نع يراخبلا هاور( . َكِئ�لَلوُأ

Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?”

(HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).

اْوُلَخَد ْوَل ىَّتَح ٍعاَرِذِب اًعاَرِذَو ٍرْبِشِب اًرْبِش ْمُكَللْبَق َناَك ْنَم َنَنَس َّنَعِبَّتَتَل

(27)

.ْنَمَف : َلاَق .ىَراَصَّنلاَو ُدْوُهَيْلَا ،ِهللا َلْوُسَر اَي : اَنْلُق .ْمُهْوُمُتْعِبَت ٍّبَض َرْحُج .)حيحص ،يردخلا ديعس يبأ نع يراخبلا هاور(

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”.

Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi,

“Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah.

Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya mengkin bisa saja zaman itu adalah zaman masa kini karena jiwa mereka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang islam yang ber- dasarkan ketentuan agama islam, karena telah mengadopsi dengan gaya hidup yang lain. Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami malah persis seperti orang yang non muslim? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.)سابع نبا نع دمحأو دواد وبأ هاور( .ْمُهْنِم َوُهَف ٍمْوَقِب َهَّبَشَت ْنَم

Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).

Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?

Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir ber- pakaian dan gaya hidup lainya seperti pakaian mereka, berlaku/berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka seperti orang yang non muslim. Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.

(28)

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah

Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak mempertontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.

Hadirin, marilah ingat ancaman diakhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin ada dari keluarga kita yang disiksa oleh Allah di dalam neraka nanti. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:

ِرَقَبْلا ِباَنْذَأَك ٌطاَيِس ْمُهَعَم ٌمْوَق ؛اَمُهَرَأ ْمَل ِراَّنلا ِلْهَأ ْنِم ِناَفْنِص َّنُهُسْوُؤُر ٌتَالِئ�اَم ٌتَالْيِمُم ٌتاَيِراَع ٌتاَيِساَك ٌءاَسِنَو ، َساَّنلا اَهِب َنْوُبِرْضَي اَهَحْيِر َّنِإَو ،اَهَحْيِر َنْدِجَي َالَو َةَّنَجْلا َنْلُخْدَي َال ِةَلِئ�اَمْلا ِتْخُبْلا ِةَمِنْسَأَك .)حيحص ،ةريره يبأ نع ملسم هاور( .اَذَكَو اَذَك ِةَرْيِسَم ْنِم ُدَجْوُتَل

Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang bergoyang.

Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR.

Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).

(29)

Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak- porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam apalagi menikmati pakaian yang tidak memenuhi standarisasi syariat hukum islam tersebut. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada gaya non kafir yang jelas-jelas ber- gaya hidup jahili.

Hadirin rahimakumullah

Sebagai penutup khutbah ini saya mengajak kepada kita semua untuk memperhatikan, merenungi dan mentaati sebuah firman Allah yang artinya:

اَهْيَلَع ُةَراَجِحْلاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَه ُّيَأ اَي َنوُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَمَأ اَم َهَّللا َنوُصْعَي ال ٌداَدِش ٌظالِغ ٌةَكِئ�الَم

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At- Tahrim: 6).

ِتاَيآلْا َنِم ِهْيِف اَمِب ْمُكاَّيِإَو ْيِنَعَفَنَو ،ِمْيِظَعْلا ِنآْرُقْلا يِف ْمُكَللَو ْيِل ُهللا َكَراَب

.ْمُكَللَو ْيِل َمْيِظَعْلا َهللا ُرِفْغَتْسَأَو اَذَه ْيِلْوَق ُلْوُقَأ .ِمْيِكَحْلا ِرْكِّذلاَو

(30)

Musibah dan Dosa Umat Manusia

*Muhammad Hafiz El-Yusufi

Pimpinan Yayasan Pendidikan Al-Azhar Jambi

Ma’assyirol muslimin, rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang beriman, yang telah menunjuki kita shiratal mustaqim, jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah ditempuh orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.

Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, semoga shalawat dan salam selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau dengan baik hingga hari kiamat.

Selanjutnya dari atas mimbar ini, perkenankanlah saya menyampaikan wasiat kepada saudara-saudara sekalian dan kepada diri saya sendiri, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala selama sisa umur yang Allah karuniakan kepada kita, dengan berusaha semaksimal mungkin menjauhi larangan-laranganNya dan melaksanakan perintah-perintahNya dalam seluruh aktivitas dan sisi kehidupan.

Sungguh kita semua kelak akan menghadap Allah sendiri-sendiri untuk mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas yang kita lakukan. Pada hari itu, hari yang tidak diragukan lagi kedatangannya, yaitu hari kiamat, tidak akan bermanfaat harta benda yang dikumpul-kumpulkan dan anak yang dibangga-banggakan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim, hati yang betul-betul bersih dari syirik sebagaimana firmanNya dalam Surat Asy-Syu’aro ayat 88-89:

(31)

(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy- Syu’ara’: 88-89)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam kesempatan khutbah Jum’at kali ini saya akan membahas tentang hubungan antara dosa dan bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Allah juga berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 112:

Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang ke pada nya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya meng ingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”

Seorang ulama’ yang bernama Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mem beri ulasan terhadap kedua ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat- ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala’ dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat dan pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah” (Jalan Golongan Yang Selamat, 1998:149)

Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menim pa manusia hanya dengan logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya becana alam berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain- lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam kehidupan ber masyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan aman, tenteram dan sejahtera, hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional manusia. Sehingga, solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada

(32)

penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh kebaikan dan kepadaNya lah dikembalikan segala urusan.

Bila umat manusia masih terus menerus menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-laranganNya, maka bencana demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti sehingga mereka betul- betul bertaubat kepada Allah.

Ikhwani fid-din rahimakumullah

Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita. Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara terbuka dan merata di tengah-tengah masya- rakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi demikian juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi serta pembunuhan tanpa alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari.

Pertanyaannya sekarang, mengapa segala kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang agung dari Allah Subhannahu wa Ta’ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab dan paling mampu untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan efisien. Karena pemerintah memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan, meskipun kewajiban mengingkari kemungkaran itu merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ِهِناَسِلِبَف ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ِهِدَيِب ُهْرِّيَغُيْلَف اًرَكْنُم ْمُكْنِم ىَأَر ْنَم .ِناَمْي ِإلْا ُفَعْضَأ َكِلَذَو ِهِبْلَقِبَف

Artinya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendak- lah merubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Namun harus diketahui bahwa memberantas kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya dilakukan oleh individu-individu, karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi. Sehingga kewajiban amar ma’ruf nahi

(33)

mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif oleh pemerintah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu , khalifah umat Islam yang ketiga:

“Sesungguhnya Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan Al-Qur’an”

Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tugas utama sebuah pemerintahan, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewa- jiban lain seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya ke- kuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu Taimiyah: 171- 173).

Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka sebagai akibatnya Allah akan menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:

َّنَكَشْوُيَل ْوَأ ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْنَتَلَو ِفْوُرْعَمْلاِب َّنُرُمْأَتَل ِهِدَيِب ْيِسْفَن ْيِذَّلاَو .ْمُكَلل َباَجَتْسُي َالَف ُهَنْوُعْدَت َّمُث ُهْنِم اًباَقِع ْمُكْيَلَع َثَعْبَي ْنَأ ُهللا

Artinya: “Demi Allah yang diriku berada di tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan”.

Demikian pula Allah menegaskan di dalam QS. Al-Maidah ayat: 78- 79, bahwa salah satu sebab dilaknatnya suatu bangsa adalah bila bangsa tersebut meninggalkan kewajiban saling melarang perbuatan mungkar yang muncul di kalangan mereka.

Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Subhannahu wa Ta’ala . Dengan demikian supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala bidang dan selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan

(34)

para pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan mungkar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan- larangan dalam seluruh aspek kehidupan.

َنِم ِهْيِف اَمِب ْمُكاَّيِإَو ْيِنَعَفَنَو ،ِمْيِظَعْلا ِنآْرُقْلا يِف ْمُكَللَو ْيِل ُهللا َكَراَب

.َنْيِمِحاَّرلا ُرْيَخ َتْنَأَو ْمَحْراَو ْرِفْغا ِّبَر ْلُقَو ،ِمْيِكَحْلا ِرْكِّذلاَو ِتاَيآلْا

(35)

Khutbah Februari

(36)

Utamanya Sebuah Keteguhan Iman dan Istiqomah

*Fuad Rahman, M.Ag

Dosen Fakultas Syari’ah IAIN STS Jambi

Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah

ُهللا َيِضَر ْيِفَقَّثلا ِهللا ِدْبَع ِنْب َناَيْفُس ،َةَرْمَع ْيِبَأ َلْيِقَو ،وٍرْمَع ْيِبَأ ْنَع ُهْنَع ُل َأْسَأ َال ًالْوَق ِمَالْسِإلْا يِف ْيِل ْلُق ِهللا َلْوُسَر اَي ُتْلُق ،َلاَق ُهْنَع )ملسم هاور( ْمِقَتْسا َّمُث ِهللاِب ُتْنَمآ ْلُق َلاَق ،َكَرْيَغ اًدَحَأ

Dari Abu Amr atau Abu Amrah ra; Sufyan bin Abdullah Atsaqafi ra berkata, Aku berkata Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan menanyakannya kepada seorangpun selain padamu. Rasulullah menjawab, “Katakanlah Saya beriman kemudian istiqomahlah.” (HR. Muslim)

Sanad Hadits :Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Jami’ Aushaf Al- Islam, hadits no : 38) :

اَنَث َّدَحَو ح ٍرْيَمُن ُنْبا اَنَث َّدَح َلاَق ٍبْيَرُك ْوُبَأَو َةَبْيَش ْيِبَأ ِنْب ٍرْكَب ْوُبَأ اَنَث َّدَح

ٍبْيَرُك ْوُبَأ اَنَث َّدَحَو ح ٍرْيِرَج ْنَع اًعْيِمَج َمْيِهاَرْبِإ ُنْب ُقاَحْسِإَو ٍدْيِعَس ُنْب ُةَبْيَتُق

ِنْب ِناَيْفُس ْنَع ِهْيِبَأ ْنَع َةَوْرُع ِنْب ٍماَشِه ْنَع ْمُهُّلُك َةَماَسُأ ْوُبَأ اَنَث َّدَح

(37)

يِف ْيِل ْلُق ِهللا َلْوُسَر اَي ُتْلُق ،َلاَق ُهْنَع ُهللا َيِضَر ْيِفَقَّثلا ِهللا ِدْبَع ْمِقَتْساَف ِهللاِب ُتْنَمآ ْلُق َلاَق ،َكَرْيَغ اًدَحَأ ُهْنَع ُلَأْسَأ َال ًالْوَق ِمَالْسِإلْا )ملسم هاور(

Dilihat dari isi kandungannya, hadits ini menggabungkan dua pokok permasalahan besar dalam Islam, yaitu Iman dan Istiqomah. Iman merupakan implementasi dari tauhid yang merupakan inti ajaran islam, sedangkan istiqomah merupakan implementasi dari pengamalan aspek-aspek tauhid dalam kehidupan nyata. Dan kedua hal tersebut terang kum dalam hadits singkat ini, melalui pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah SAW.

Makna Hadits

Hadits di atas menggambarkan tentang dua makna besar dalam Islam, yaitu Iman dan keteguhan hati. Dua hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam keislaman seseorang. Karena Iman (sebagaimana digambarkan di atas) merupakan pondasi keislaman seseorang dimana pun dan kapan pun. Tanpa Iman, maka segala amal seseorang tiada akan pernah memiliki arti di hadapan Allah SWT. Namun hanya iman saja tidak cukup:

يفكي ال هدحو ناميإلا

Penggambaran Rasulullah SAW dalam hadits di atas adalah berangkat dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an (QS. Fusshilat 41:30):

اْوُفاَخَت َّالَأ ُةَكِئ�َالَمْلا ُمِهْيَلَع اْوُلَّزَنَتَت اْوُماَقَتْسا َّمُث ُهللا اَنُّبَر اْوُلاَق َنْيِذَّلا َّنِإ

* َنْوُدَعْوُت ْمُتْنُك ْىِتَّلا ِةَّنَجْلاِب اْوُرِشْبَأَو اْوُنَزْحَت َالَو

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malai- kat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan ber gem- bira lah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”

(38)

Iman harus dibekali dengan keistiqomahan dalam implementasi kon- sekwensinya, hingga akhir masa kehidupan untuk menghadap Allah SWT.

Sehingga peranan keistiqomahan dalam perjalanan iman (baca; dakwah), sangatlah penting. Hingga demikian pentingnya, tidak sedikit para salafuna shaleh yang mencoba memberikan gambaran mengenai istiqomah ini:

Jika ditinjau dari segi asal katanya, istiqomah (ةماقتسلإا) merupakan bentuk mashdar (baca; infinitif) dari kata istaqama (ماقتسا) yang berarti tegak dan lurus:

لدتعا ىنعمب ،اماقتسا – ميقتسي – ماقتسا نم ردصم : ةماقتسإلا

بصتناو

Istiqomah merupakan mashdar dari fi’il istaqama – yastaqimu – istiqaman, yang berarti tegak dan lurus.

Sedangkan dari segi istilahnya dan hakekatnya, digambarkan sebagai berikut:

1. Abu Bakar al-Shiddiq Suatu ketika beliau pernah ditanya:

ىلاعت هللا يضر قيدصلا ركب وبأ – ةماقسا اهمظعأو ةمألا قيدص لئس ائيش هللاب كرشت ال نأ“ لاقف ؟ ةماقتسإلا نع – هنع

“Suatu ketika orang yang paling besar keistiqamahannya ditanya oleh seseorang tentang istiqamah. Abu Bakar menjawab, ‘istiqamah adalah bahwa engkau tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun”.

(Al-Jauziyah,: 331).

Ibnu Qayim mengomentari, bahwa Abu Bakar menggambarkan isti- qamah dalam gambaran tauhidullah (mengesakan Allah SWT). Karena seseorang yang dapat istiqamah dalam pijakan tauhid, insya Allah ia akan dapat istiqamah dalam segala hal di atas jalan yang lurus. Iapun akan beristiqamah dalam segala aktivitas dan segala kondisi. (Al- Jauziyah, : 331)

2. Umar bin Khatab Umar bin Khatab pernah mengatakan:

بلعثلا ناغور غورت الو ،يهنلاو رمألا ىلع ميقتست نأ : ةماقتسإلا

(39)

Istiqamah adalah, bahwa engkau senantiasa lurus (baca; konsisten) dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, serta tidak menyimpang seperti menyimpangnya rubah. (Al-Jauziyah,:331) 3. Usman bin Affan Beliau mengatakan mengenai istiqamah:

هلل لمعلا اوصلخأ : اوماقتسا

Beristiqamahlah kalian: (maknanya) ikhlaskanlah amal kalian hanya kepada Allah SWT.

4. Ali bin Abi Thalib & Ibnu Abbas Mereka berdua mengatakan me- ngenai istiqamah:

ضئارفلا اودأ : اوماقتسا

Istiqamahlah kalian (perintah untuk beristiqamah), berarti : laksanakanlah kewajiban (perintah untuk melaksanakan segala kewajiban) (Al-Jauzi:

331)

5. Al-Hasan (Hasan al-Bashri) Beliau mengemukakan:

هتيصعم اوبنتجاو ،هتعاطب اولمعف ،هللا رمأ ىلع اوماقتسا

Isttiqamahlah kalian melaksanakan perintah Allah, dengan beramal untuk mentaati-Nya dan menjauhi berbuat kemaksiatan pada-Nya. (Al- Jauzi,: 331)

6. Imam Mujahid Beliau mengtakan:

هللاب اوقحل ىتح هللا الإ هلإ ال نأ ةداهش ىلع اوماقتسا

Istiqamahlah kalian dalam syahadat La ilaha illallah sampai kalian bertemu dengan Allah SWT. (Al-Jauzi, tt : 331)

7. Ibnu Taimiyah Beliau mengatakan:

ةرسي الو ةنمي هنع اوتفتلي ملف ،هتيدوبعو هتبحم ىلع اوماقتسا

Isttiqmahlah kalian dalam mahabah (kepada Allah) dan dalam berubudiyah kepada-Nya. Dan jangalah menoleh dari-Nya (berpaling walau sesaat) baik ke kanan ataupun ke kiri. (Al-Jauzi, tt : 332)

8. Ibnu Rajab Al-Hambali Beliau mengemukakan bahwa istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, tanpa belok ke kiri dan ke kanan,

(40)

tercakup di dalamnya ketaatan yang tampak maupun yang tidak tampak, serta meninggalkan larangan.

Antara Istiqomah Dan Istighfar

Dalam salah satu ayat di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menggandeng antara istiqomah dengan istighfar kepada Allah SWT, yaitu dalam QS.

Fushilat/41 :6:

ِهْيَلِإ اوُميِقَتْساَف ٌدِحاَو ٌهَلِإ ْمُكُهَلِإ اَمَّنَأ َّيَلِإ ىَحوُي ْمُكُللْثِم ٌرَشَب اَنَأ اَمَّنِإ

َنيِكِرْشُمْلِل ٌلْيَوَو ُهوُرِفْغَتْساَو

“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya).”

Ayat di atas menggambarkan, bahwa betapapun sempurnanya seorang insan, namun ia pasti pernah melakukan satu kelalaian atau kesalahan.

Dan kendatipun seseroang berusaha untuk selalu istiqomah, tentu suatu ketika, jiwanya akan juga terjatuh pada satu kesalahan dan kekeliruan. Oleh karenanya, seorang muslim yang baik adalah yang senantiasa introspeksi diri terhadap segala kekurangan dan kesalahan-kesalahannya, untuk kemudian berusaha untuk memperbaikinya dengan terlebih dahulu beristighfar dan bertaubat memohon ampunan kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

ُّلُك َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ َلاَق ُهْنَع ُهللا َيِضَر ٍسَنَأ ْنَع )يذمرتلا هاور( َنْوُباَّوَّتلا َنْيِئ�ا َّطَخْلا ُرْيَخَو ٌءا َّطَخ َمَدآ ىِنَب

Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Semua anak cucu adam berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah, adalah mereka-mereka yang bertaubat.” (HR.

Tirmidzi)

Para ulama mengemukakan bahwa proses perbaikan diri dari kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat, adalah juga bagian yang tak terpisahkan dari istiqomah itu sendiri. (Al-Bugha, 1993 : 175).

(41)

Keutamaan Istiqomah

Istiqomah memiliki beberapa keutamaan yang tidak dimiliki oleh sifat- sifat lain dalam Islam. Diantara keutamaan istiqomah adalah :

1. Istiqomah merupakan jalan menuju ke surga. Dalam sebuah ayat-Nya, Allah SWT berfirman:

اْوُفاَخَت َّالَأ ُةَكِئ�َالَمْلا ُمِهْيَلَع اْوُلَّزَنَتَت اْوُماَقَتْسا َّمُث ُهللا اَنُّبَر اْوُلاَق َنْيِذَّلا َّنِإ

* َنْوُدَعْوُت ْمُتْنُك ْىِتَّلا ِةَّنَجْلاِب اْوُرِشْبَأَو اْوُنَزْحَت َالَو

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”

kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malai kat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan ber gem biralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.

2. Berdasarkan ayat di atas, istiqomah merupakan satu bentuk sifat atau perbuatan yang dapat mendatangkan ta’yiid (baca; pertolongan dan dukungan) dari para malaikat.

3. Istiqomah merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT Dalam sebuah hadits digambarkan :

اوُمَلْعاَو اوُبِراَقَو اوُدِّدَس َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ َةَشِئ�اَع اَهُمَوْدَأ ِهَّللا ىَلِإ ِلاَمْع َألا َّبَحَأ َّنَأَو َةَّنَجْلا ُهُلَمَع ْمُكَدَحَأ َلِخْدُي ْنَل ْنَأ )يراخبلا هاور( َّلَق ْنِإَو

Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)

4. Berdasarkan hadits di atas, kita juga diperintahkan untuk senantiasa beristiqomah. Ini artinya bahwa Istiqomah merupakan pengamalan dari sunnah Rasulullah SAW.

(42)

5. Istiqomah merupakan ciri mendasar orang mu’min. Dalam sebuah riwayat digambarkan:

ْنَلَو اوُميِقَتْسا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َناَبْوَث ْنَع َّالِإ ِءوُضُوْلا ىَلَع ُظِفاَحُي َالَو َةَال َّصلا ْمُكِللاَمْعَأ َرْيَخ َّنَأ اوُمَلْعاَو اوُصْحُت )هجام نبا هاور( ٌنِمْؤُم

Dari Tsauban ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik- baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mu’min.) (HR.

Ibnu Majah)

Cara Untuk Merealisasikan Istiqamah

Setelah kita memahami mengenai istiqamah secara singkat, tinggallah sebuah kenyataan yang ada dalam diri kita semua, yaitu bahwa kita semua barangkali masih jauh dari sifat istiqamah ini. Kita masih belum mampu merealisasikannya dalam kehidupan nyata dengan berbagai dimensinya.

Oleh karena itulah, perlu kiranya kita semua mencoba untuk merealisasikan sifat ini. Berikut adalah beberapa kiat dalam mewujudkan sikap istiqamah:

1. Mengkikhlaskan niat semata-mata hanya mengharap Allah dan karena Allah SWT. Ketika beramal, tiada yang hadir dalam jiwa dan fikiran kita selain hanya Allah dan Allah. Karena keikhlasan merupakan pijakan dasar dalam bertawakal kepada Allah. Tidak mungkin seseorang akan bertawakal, tanpa diiringi rasa ikhlas.

2. Bertahap dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin.

Bahkan sifat kerutinan ini jika dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud sebuah amalan yang rutin meski- pun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan. Seperti dalam bertilawah Al-Qur’an, dalam qiyamul lail dan lain sebagainya; hendaknya dimulai dari sedikit demi sedikit, kemudian ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

3. Diperlukan adanya kesabaran. Karena untuk melakukan suatu amalan yang bersifat kontinyu dan rutin, memang merupakan amalan yang berat. Karena kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang di- hinggapi rasa giat dan kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan

(43)

kesa baran dalam menghilangkan rasa malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi

4. Istiqamah tidak dapat direalisasikan melainkan dengan berpegang teguh terhadap ajaran Allah SWT. Allah berfirman (QS. 3: 101)

ْمِصَتْعَي ْنَمَو ُهُلوُسَر ْمُكيِفَو ِهَّللا ُتاَياَء ْمُكْيَلَع ىَلْتُت ْمُتْنَأَو َنوُرُفْكَت َفْيَكَو

ٍميِقَتْسُم ٍطاَرِص ىَلِإ َيِدُه ْدَقَف ِهَّللاِب

“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah- tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

5. Istiqamah juga sangat terkait erat dengan tauhidullah. Oleh karenanya dalam beristiqamah seseorang benar-benar harus mentauhidkan Allah dari segala sesuatu apapun yang di muka bumi ini. Karena mustahil istiqamah direalisasikan, bila dibarengi dengan fenomena kemusyrikan, meskipun hanya fenomena yang sangat kecil dari kemusyrikan tersebut, seperti riya. Menghilangkan sifat riya’ dalam diri kita merupakan bentuk istiqamah dalam keikhlasan.

6. Istiqamah juga akan dapat terealisasikan, jika kita memahami hikmah atau hakekat dari ibadah ataupun amalan yang kita lakukan tersebut.

Sehingga ibadah tersebut terasa nikmat kita lakukan. Demikian juga sebaliknya, jika kita merasakan ‘kehampaan’ atau ‘kegersangan’ dari amalan yang kita lakukan, tentu hal ini menjadikan kita mudah jenuh dan meninggalkan ibadah tersebut.

7. Istiqamah juga akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i. Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengnigatkan. Berbeda dengan ketika kita seorang diri. Ditambah lagi, nuansa atau suasana beraktivitas secara bersama memberikan ‘sesuatu yang berbeda’ yang tidak akan kita rasakan ketika beramal seorang diri.

8. Memperbanyak membaca dan mengupas mengenai keistiqamahan para salafuna shaleh dalam meniti jalan hidupnya, kendatipun berbagai cobaan dan ujian yang sangat berat menimpa mereka. Jusrtru mereka

(44)

merasakan kenikmatan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan tersebut.

9. Memperbanyak berdoa kepada Allah, agar kita semua dianugerahi sifat istiqamah. Karena kendatipun usaha kita, namun jika Allah tidak mengizinkannya, tentulah hal tersebut tidak akan pernah terwujud.

Hikmah Tarbawiyah

Hadits di atas memiliki hikmah tarbawiyah yang patut untuk dicermati dan diajadikan pelajaran bagi aktivis dakwah masa kini. Diantara hikmahnya adalah:

1. Antusias sahabat dalam “menimba ilmu” dari Rasulullah SAW, terutama mengenai hal yang terkait dengan kebahagiaan hakiki di kemudian hari bagi mereka sendiri. Bahkan sahabat tidak segan-segan menggunakan bahasa pertanyaan yang sangat spesifik, yang seolah jawabannya tidak dimiliki oleh siapapun kecuali hanya dari Rasulullah SAW.

2. Jawaban yang diberikan Rasulullah SAW kepada sahabat yang bertanya padanya, merupakan jawaban yang singkat, padat, mudah dimengerti serta tidak menggunakan bahasa yang rumit dan sukar dipahami. Hal ini sekaligus memberikan pelajaran bagi para aktivis dakwah, bahwa hendaknya dalam memberikan arahan kepada audiens dakwah, meng- gunakan bahasa yang sesuai dengan kadar kemampuan mereka, serta jelas dari segi poin-poinnya.

3. Dari segi isi haditsnya, dapat ditarik satu kesimpulan yaitu bahwa sesungguhnya tidak dapat dipisahkan antara iman dan istiqomah.

Karena konsekwensi iman adalah istiqomah. Sedangkan istiqomah merupakan keharusan dari adanya keimanan kepada Allah SWT.

Oleh karenanya dalam keseharian, seorang akh cukup dengan hanya penempaan keimanan melalui sarana-sarana tarbiyah dan ia dapat

“bagus” di dalamnya, namun hendaknya seorang al-akh juga harus tetap istiqomah kendatipun berada di luar majlis tarbiyahnya. Seperti ketika sedang berbisnis, ia harus “istiqomah” menjaga nilai-nilai tarbawi yang telah didapatnya dalam halaqah, ketika melakukan transaksi bisnis, baik dengan sesama ikhwah maupun dengan pihak lain. Demikian juga dalam aspek-aspek yang lainnya, seperti ketika berpolitik juga harus senantiasa istiqomah dalam implementasinya, kendatipun terdapat perbedaan yang sangat tajam antara lingkungan tarbawi dengan ling- kungan siyasi.

4. Namun walau bagaimanapun juga, se-shaleh-shalehnya seorang yang shaleh, ia juga tetap merupakan seorang manusia biasa yang tentunya

(45)

tidak akan luput dari noda dan dosa. Ketika berinteraksi mengamalkan nilai-nilai tarbawi di “dunia lain”, tentunya banyak lobang menganga yang siap “menelan” langkah-langkah kaki kita. Seperti salah dalam bertindak, sifat emosi dan marah, salah memberikan kebijakan dan lain sebagainya. Namun jika semua kesalahan tersebut “diakui” serta kemudian diperbaiki, ma

Referensi

Dokumen terkait

Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang

(Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,. kemungkaran

Allah „azza wa jalla memudahkan kita semua untuk menunaikan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam). Demikian pula Allah subhanahu wa ta‟ala memberi karunia

Sesungguhnya seburuk-buruk perbuatan fajir dan sebesar-besar dosa di sisi Allah adalah seseorang sengaja menumpahkan darah orang yang tak bersalah. Membunuh jiwa yang dijaga

Pendapat para Mufassir dari surat Ar-ruum ayat 41-42, Allah SWT menjelaskan bahwa, dari kerusakan lingkungan yang terjadi dikarenakan akibat ulah perbuatan manusia

‘’ Telah Nampak kerusaka di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia’’. Oleh karana itu apabila kita dalam menata kehidupan perekonomian,

Padahal, orang yang ragu dengan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, seharusnya dia ragu dengan keberadaan dirinya dengan alasan karena tidak satu pencipta pun selain

Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” Akhirnya, semoga kelak kita termasuk hamba Allah yang dapat beramal baik selama hidup kita, meninggal dalam keadaan