MANUSIA, ALAM, DAN BENCANA
Ahmad Subakir* Abstract
Disaster and accident represent divine verses spelled to human being convincing that God solely owns the supreme power and powerless for human to prevent or interfere. On the other hand, disaster and accident are meant as a scrutiny provided for human being. Scrutiny is given to human being, in this case Indonesian people and some other nations, to shift their extent. A nation, resilient and able to overcome the scrutiny, would be shifted up to higher and more valuable extent before Allah. This is the meaning which is often signalized in religious study concerning disaster and accident.
Moreover, Islam explains that various damage, including natural disasters, are also resulted from human conduct. It means natural disaster does not happen suddenly without a cause, yet it is caused by human conduct. Human being becomes the primary factor determining whether nature would be everlasting or destroyed. It depends on human being. When human being views this nature as resources from God for human to keep, which should be managed and taken care of, and human being behaves and acts accordingly, it might be everlasting nature. On the other hand, when human being views this nature as resources that God creates for human to have, which would be treated and exploited, and human being behaves and acts at his own will, it might be more beautiful or destroyed nature.
Kata kunci : Manusia, Alam dan Bencana.
Pendahuluan
Akhir-akhir ini, setidaknya dalam dua tahun terakhir ini, banyak terjadi bencana menimpa wilayah negara kesatuan Indonesia. Pada kira-kira bulan November tahun 2004 yang lalu, wilayah Nabire, Papua, tertimpa bencana gempa. Lebih kurang selama satu bulan gempa hampir setiap hari mengguncang wilayah tersebut. Gempa yang terjadipun cukup besar, yakni berkisar antara lima sampai enam skala rechter. Akibatnya banyak rumah yang roboh, korban materi yang tidak sedikit, dan bahkan korban jiwa. Masyarakat yang tertimpa musibah banyak yang mengungsi.
Pada penghujung bulan November 2004 lalu, tepatnya tangal 30 November 2004, sebuah pesawat Lion R jurusan Jakarta Surakarta yang banyak membawa para peserta Muktamar NU jatuh di landasan udara Adi Sumamo. Konon penyebab dari jatuhnya pesawat tersebut adalah karena cuaca. Hujan yang deras dan tak kunjung reda mengakibatkan landasan menjadi licin dan mengakibatkan pesawat tergelincir. Kecelakaan tersebut menimbulkan banyak korban, termasuk pilotnya. Korban meninggal akibat tergelincirnya pesawat tersebut mencapai lebih kurang 200 jiwa korban meninggal dan ratusan luka berat dan ringan.1
* Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri
1 Peristiwa ini dipublikasikan secara besar-besaran oleh stasiun televisi swasta (ANTv, Metro, SCTV, dan RCTI) sehingga menjadi perhatian masyarakat luas. Apalagi di antara korban kecelakaan pesawat adalah
Empirisma, Volume 15 No.2 Juli 2006
Pada awal bulan Desember 2004 di beberapa daerah terkena banjir. Beberapa desa di dua kecamatan, di wilayah Jember Timur dilanda banjir.2 Blitar, Tulung Agung, dan Kediri terkena banjir akibat hujan yang turun terus menerus dan sungai meluap.3 Menurut keterangan warga, banjir di Blitar yang melanda Kecamatan Lodoyo dan Kademangan selain karena air sungai meluap, juga diakibatkan oleh hutan di wilayah gunung gamping di Blitar selatan yang gundul.
Hutan di gunung yang telah gundul mengakibatkan air hujan tidak dapat meresap, sehingga banjir di wilayah Kecamatan Kademangan justru berasal dari gunung.
Belum sebulan kecelakaan pesawat Lion R tergelincir dari landasan, terjadi kecelakaan lain di tempat yang berbeda. Pesawat Helikopter milik TNI angkatan Udara yang sedang berlatih jatuh di wilayah Wonosobo. Konon kecelakaan tersebut juga disebabkan oleh hal yang sama, yaitu cuaca yang buruk. Hujan deras disertai oleh angin menjadi penyebab jatuhnya pesawat.
Kecelakaan tersebut menewaskan enam awak pesawat. Pada waktu yang hampir besamaan juga terjadi kecelakaan yang sama. Sebuah Helikopter jatuh di wilayah Nabire Papua. Akibat jatuhnya pesawat ini beberapa orang awaknya tewas.4
Pada hari minggu pagi jam 08.50 wib, tanggal 26 Desember 2004, Indonesia kembali dikejutkan oleh bencana. Di Propinsi Nangro Aceh Darussalam diguncang gempa dan diikuti oleh gelombang Tsunami. Bangsa Indonesia kembali ternganga, karena korban akibat gelombang Tsunami tidak sedikit. Gempa dan gelombang tersebut melanda NAD dan Sumatra Utara serta negara-negara tetangga, Malaysia, Thailand, Myanmar, India, Srilanka, dan beberapa negara lainnya. Korban jiwa, luka, dan korban materipun tak terbayangkan sebelumnya. Di Indonesia, jumlah korban tewas mencapai 100 ribu jiwa lebih, dan korban hilang juga mencapai angka yang sama. Banyak rumah hancur, dan materi tak karuan entah kemana hilangnya. Belum lagi bangsa Indonesia berhenti ternganga oleh peristiwa tersebut, datang bencana baru. Wilayah Aceh Tamiang dan Sumatra Selatan yang menjadi jalur untuk mengalirkan bantuan ke NAD terendam banjir. Akibatnya, selain korban jiwa di wilayah yang terkena banjir, harta benda yang hilang tersapu banjir, juga kegiatan penyaluran bantuan untuk warga NAD tersendat.5
Waktu terus berjalan, pada bulan Januari dan awal bulan Februari 2005 ketika pemerintah dan masyarakat Indonesia masih memusatkan perhatiannya tentang pemulihan wilayah NAD,
para peserta Muktamar NU ke 31 di Boyolali, termasuk anggota DPR RI yang ikut menjadi korban adalah Yusuf Muhammad dari Jember.
2 Jawa Pos, “Jember Timur Jadi Danau”, Kamis, 9 Desember 2004.
3 Surya, “Banjir Gelontor Blitar 5 Tewas”, Sabtu, 4 Desember 2004.
4 Peristiwa ini juga dipublikasikan dan menjadi perhatian masyarakat.
5 Peristiwa ini menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Peristiwa ini seolah menjadi perekat persaudaraan dan solidaritas bangsa Indonesia yang akhir-akhir ini cenderung bercerai berai. Peristiwa ini mendorong setiap stasiun televisi membuka pos bantuan, seperti Metro, SCTV, RCTI, TV7, dan juga lembaga-lembaga lain, partai politik, organisasi mahasiswa, dan organisasi sosial keagamaan, maupun LSM. Masing-masing seolah berlomba ingin ikut andil untuk memberi pertolongan kepada masyarakat NAD yang terkena bencana. Bahkan stasiun Mtero TV membuka acara-acara tertentu untuk memberikan bantuan kepada pemirsa yang ingin mencari saudara dan keluarganya di Aceh, seperti acara Jendela Kasih, serta membuat program acara tertentu yang mengupas tentang terjadinya peristiwa Tsunami.
Beliung, banjir di wilayah Jakarta dan Jawa Barat, gempa tektonik di Sulawesi dan Jawa Barat, mengakibatkan banyak rumah roboh serta korban materiil lainnya. Selain itu, masih banyak bencana lain yang terjadi, baik sebelum dan sesudah terjadinya Tsunami, yang semuanya menelan korban materi maupun jiwa.
Tiga bulan lewat tiga hari bencana tsunami yang melanda wilayah NAD, Sumatra Utara, dan beberapa negara tetangga telah berlalu. Pada tanggal 29 Maret 2005 lalu wilayah Sumatra Utara, persisnya di wilayah Pulau Nias kembali diguncang gempa yang berkekuatan 9,8 skala rechter. Akibat dari gempa ini ratusan rumah hancur, ratusan orang tewas, dan ratusan lainnya mengungsi.7
Pada tanggal 27 Mei 2006 Yogyakarta dan Jawa Tengah diguncang oleh gempa berkekuatan 5,9 skala rechter. Akibat dari gempa ini ratusan orang tewas. Hampir bersamaan dengan gempa gunung Merapi berhari-hari mengeluarkan asap panas (wedus gembel) yang merusak daerah di sekitar gunung, bahkan memakan banyak korban jiwa. Gempa di Yoyakarta dan Jawa Tengah ini memunculkan banyak keprihatinan, sekaligus menambah daftar pertanyaan bagi bangsa Indonesia, ada apa dengan Indonesia.8
Sementara itu, masih dalam waktu yang bersamaan dengan gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, di Sidoarjo Jawa Timur terjadi semburan Lumpur akibat dari pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan tambang PT. Lapindo Brantas. Akibat dari semburan lumpur ini, setidaknya tiga desa tergenang oleh Lumpur. Selama tiga bulan berjalan semburan Lumpur tidak dapat dihentikan, sehingga menimbulkan banyak kerugian harta yang dialami oleh masyarakat sekitar.9
Pamaknaan Bencana
Banyaknya bencana alam dan kecelakaan yang dialami oleh bangsa Indonesia memunculkan pertanyaan ada apa dengan Indonesia? Dalam kajian keagamaan bencana alam dan kecelakaan sering dikaitkan dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bencana dan kecelakaan merupakan sebuah ayat yang diperlihatkan kepada manusia bahwa Tuhan memiliki kekuasaan yang tiada tandingan dan tiada kuasa bagi manusia untuk mencegah atau mempengaruhinya. Pada sisi lain, bencana dan kecelakaan dimaknai sebagai sebuah cobaan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Cobaan diberikan kepada manusia, dalam hal ini Indonesia dan negara atau bangsa lain yang tertimpa bencana, untuk dapat naik ke tingkat yang
6 JTV, Pojok Pitu Kurang Limo, Minggu, 6 Februari 2005.
7 Berita ini menjadi headline beberapa media cetak dan menjadi berita utama beberapa media elektronik.
8 Peristiwa ini menjadi sorotan mass media, baik cetak maupun elektronik.
9 Semburan Lumpur ini memang menjadi perdebatan, apakah termasuk bencana alam atau karena kelalaian PT. Lapindo dalam melakukan pengeboran. Konon menurut suatu sumber menyatakan bahwa semburan Lumpur ini tidak terjadi di tempat pengeboran, tetapi di dekatnya. Semburan itu sudah menunjukkan gejala sudah lama dan baru terjadi semburan setelah terjadi gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang gempa tersebut juga terasa samopai di Sidoarjo. Sementara menurut sumber lain menyatakan bahwa semburan Lumpur diakibatkan oleh kebocoran pipa pengeboran yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas.
Empirisma, Volume 15 No.2 Juli 2006
lebih tinggi. Suatu bangsa yang tabah dan dapat mengatasi cobaan akan dinaikkan derajatnya di hadapan Allah. Inilah makna yang sering ditonjolkan adalam kajian keagamaan menyangkut tentang bencana yang dihadapi.
Penonjolan makna tersebut kiranya perlu dikaji ulang. Hal ini bukan berarti makna tersebut salah. Sekali lagi bukan berarti begitu. Akan tetapi benarkah banyaknya bencana dan kecelakaan hanya bermakna cobaan bagi manusia? Apakah bencana dan kecelakaan tidak memiliki makna lain, seperti adzab atau balasan dan peringatan bagi manusia. Apakah makna adzab atau balasan dan peringatan tidak lebih dominan dalam banyaknya bencana alam dan kecelakaan yang terjadi di Indonesia, dari pada makna cobaan? Penonjolan makna bencana sebagai cobaan bagi manusia untuk dapat naik derajatnya di hadapan Tuhan cenderung menggiring manusia lupa diri dan tidak mau melakukan introspeksi diri. Makna seperti itu akan mendorong bangsa Indonesia tidak pernah mengkaji tentang sikap dan perilakunya terhadap alam di sekitarnya. Padahal Allah telah berfirman:
نﻮﻌﺟ ﺮﻳ ﻢﻬﻠﻌﻟ اﻮﻠﻤﻋ ىﺬﻟا ﺾﻌﺑ ﻢﻬﻘﻳ ﺬﻴﻟ سﺎﻨﻟا ىﺪﻳا ﺖﺒﺴآ ﺎﻤﺑ ﺮﺤﺒﻟاو ﺮﺒﻟا ﻰﻓ دﺎﺴﻔﻟا ﺮﻬﻇ )
موﺮﻟا
:41 (
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Rum 41).10
Dalam ayat tersebut mengandung pengertian bahwa berbagai kerusakan, tentu bencana alam dan kecelakaan termasuk dalam kategori kerusakan, adalah diakibatkan oleh ulah tangan- tangan manusia. Artinya bencana alam dan kerusakan alam lainnya bukanlah terjadi secara tiba- tiba dan tanpa sebab, tetapi semuanya diakibatkan oleh perilaku manusia. Manusia menjadi faktor utama yang menentukan apakah alam yang ditempatinya lestari atau rusak. Semuanya tergantung perilaku manusia. Bila manusia memiliki pandangan bahwa alam semesta merupakan suatu harta titipan Tuhan yang harus dikelola dan dirawat dengan baik, dan selanjutnya manusia bersikap dan bertindak menjaga kelestarian alam, maka alam akan dapat lestari. Tetapi bila manusia berpandangan bahwa alam semesta merupakan ciptaan Tuhan yang diperuntukkan bagi manusia, dan manusia bebas memperlakukannya sesuai dengan keinginannya, maka alam dapat rusak.
Islam adalah agama yang membawa missi rahmatan lil ‘alamin. Islam bukan hanya agama ritual, yang mementingkan pelaksanaan ritus-ritus keagamaan tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa alam merupakan ayat atau pertanda kekuasaan Tuhan. Alam menunjukkan kekuasaan Tuhan yang maha dahsyat. Islam mengajak umatnya untuk memperhatikan alam, karena alam menyimpan aneka ragam pengetahuan yang bila dipelajari akan dapat mengantarkan kebahagiaan hidup manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah alam al-Qur’an surat al-Baqarah 164 sebagai berikut:
10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Terj. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al- Qur’an), CV. Toha Putra Semarang, 1989, hal. 647.
ﺎﻨﻟا
ﻊﻔﻨﻳ ﺎﻤﺑ ﺮﺤﺒﻟاﻰﻓ ىﺮﺠﺗ ﻰﺘﻟا ﻚﻠﻔﻟاو رﺎﻬﻨﻟاو ﻞﻴﻟا فﻼﺘﺧاو ضرﻻاو تﻮﻤﺴﻟا ﻖﻠﺧ ﻰﻓ نا
حﺎﻳﺮﻟا
ﻒﻳﺮﺼﺗو ﺔﺑاد ﻞآ ﻦﻣ ﺎﻬﻴﻓ ﺚﺑو ﺎﻬﺗﻮﻣ ﺪﻌﺑ ضرﻻا ﻪﺑ ﺎﻴﺣﺎﻓ ءﺎﻣ ﻦﻣ ءﺎﻤﺴﻟا ﻦﻣ ﷲا لﺰﻧا ﺎﻣو س
نﻮﻠﻘﻌﻳ مﻮﻘﻟ ﺖﻳﻻ ضرﻻاو ءﺎﻤﺴﻟا ﻦﻴﺑﺮﺨﺴﻤﻟا بﺎﺤﺴﻟاو )ﻩﺮﻘﺒﻟا 164 (
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang bahera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (keringnya)- nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Q.S. al-Baqarah 164).11
Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai, menjaga dan mengolah alam dengan memperhatikan system dan hukum yang telah ditetapkan.12 Oleh karenanya Islam amat melarang dan membenci perilaku yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi.
Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam surat al-Qashash ayat 77 sebagai berikut:
دﺎﺴﻔﻟا
ﻎﺒﺗ ﻻو ﻚﻴﻟا ﷲا ﻦﺴﺣا ﺎﻤآ ﻦﺴﺣاو ﺎﻴﻧﺪﻟا ﻦﻣ ﻚﺒﻴﺼﻧ ﺲﻨﺗ ﻻو ةﺮﺧﻻا راﺪﻟا ﷲا ﻚﺗا ﺎﻤﻴﻓ ﻎﺘﺑاو
دﺎﺴﻔﻟا ﺐﺤﻳ ﻻ ﷲا نا ضرﻻاﻰﻓ )
ﺺﺼﻘﻟا 77
(
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77) 13
Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang fenomena alam dan ayat-ayat al- Qur’an yang menyinggung tentang kelestarian alam. Hal tersebut seharusnya memberikan pengertian kepada umat Islam, setidaknya umat Islam di Indonesia, tentang pentingnya kelestarian alam, sehingga perilaku umat Islam menjadi ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Akan tetapi mengapa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan berpegang kepada al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, justru kurang memperhatikan pesan-pesan al-Qur’an tentang tanggung jawabnya terhadap kelestarian alam? Di Indonesia banyak terjadi penggundulan hutan yang dapat mengakibatkan banjir, pembakaran hutan yang menimbulkan polusi udara dan mengganggu kesehatan, serta banyaknya pencemaran air yang dapat menimbulkan krisis air bersih dan penyakit. Apakah memang umat Islam Indonesia, yang sering disinyalir sebagai Islam abangan, memang kurang memahami dan meresapi pesan-pesan al-Qur’an tentang tanggung jawabnya terhadap kelestarian alam? Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji secara lebih mendalam.
11 Departemen Agama RI, Ibid, hal. 40. Dalam al-Qur’an Surat Ali Imran 190 juga dijelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal. Sedangkan dalam surat al-An’am ayat 97 dijelaskan bahwa penciptaan bintang (benda-benda di langit) sebagai petunjuk (arah) bagi manusia.
12 Lihat QS. Yunus ayat 5, QS. Yasin ayat 38, 39, dan 40.
13 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 623.
Empirisma, Volume 15 No.2 Juli 2006
Penciptaan Alam
Al-Qur’an banyak membahas tentang alam, manusia dan tuhan. Pembahasan Al-Qur’an tentang ketiga tema tersebut dilakukan secara berkelindan. Pada saat tertentu al-Qur’an membahas alam dalam kaitannya dengan manusia. Pada saat lain al-Qur’an membahas tentang alam berkaitan dengan Tuhan. Pada hal-hal tertentu al-Qur’an mengupas ketiga tema tersebut secara bersamaan. Sebagai sebuah contoh adalah bahwa penciptaan langit dan bumi merupakan sebuah pertanda (pengetahuan yang menarik untuk dikaji) bagi orang yang berakal. Adapun orang yang berakal adalah orang yang senantiasa mengingat Allah dan memikirkan (mengkaji) ciptaan-Nya, karena ciptaan Allah tidaklah sia-sia. Allah adalah Dzat Yang Maha Suci. Hal ini dikemukakan oleh Al-Qur’an dalam surat Ali Imran ayat 190-191.14
Pembicaraan Al-Qur’an tentang alam juga dapat ditemukan dalam banyak ayat dan banyak surat. Sebagai sebuah contoh ayat tentang penciptaan alam (langit dan bumi) yang dikemukakan dalam surat al-Anbiya’ ayat 30:
ﺆﻳ ﻼﻓا ﻲﺣ ﺊﻴﺷ ﻞآ ءﺎﻤﻟا ﻦﻣ ﺎﻨﻠﻌﺟو ﺎﻤﻬﻘﺘﻔﻓ ﺎﻘﺗر ﺎﺘﻧ ﺎآ ضرﻷاو تاﻮﻤﺴﻟا ّنأ اوﺮﻔآ ﻦﻳﺬﻟا ﺮﻳ ﻢﻟ وا
نﻮﻨﻣ ) ء ﺎﻴﺒﻧﻷا 30
(
“Dan Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu kdahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Q.S.
Al-Anbiya’ 30).15
Ayat tersebut mengisyaratkan tentang betapa penciptaan langit dan bumi merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji. Ayat tersebut di atas dianggap sejalan dengan fenomena ilmiah modern, yaitu fenomena tentang ledakan dahsyat (yang disebut dengan teori big bang) yang mengawali peristiwa penciptaan langit dan bumi. Pasca terjadinya ledakan dahsyat ini kemudian terjadi suatu fenomena ilmiah baru yaitu penyatuan energi alam yang berupa ‘kabut’.16 Lebih lanjut, Al-Qur’an juga mengemukakan sebuah fenomena alam yang amat menarik. Dalam surat Adz-Dzariat dikemukakan:
نﻮﻌﺳﻮﻤﻟ ﺎﻧاو ﺪﻳﺎﺑ ﺎهﺎﻨﻴﻨﺑ ء ﺎﻤﺴﻟاو )
تﺎﻳر اﺬﻟا
:47 (
“Dan langit itu, Kami bangun dengan kekuasaaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar- benar meluaskannya”. (Q.S. Adz-Dzariat: 47)17
Allah, menurut informasi ayat tersebut, meluaskan alam semesta. Kajian ilmiah menunjukkan bahwa alam memang mengalami pengembangan. 18 Alam yang disangka oleh kebanyakan manusia diam dan tidak mengembang ternyata mengalami ekspansi. Hal ini Sekali
14 Lihat pula dalam surat al-Baqarah ayat 164. Tentu masih banyak ayat-ayat lain yang mengemukakan tentang alam, manusia dan tuhan.
15 Departemen Agama RI, Ibid, hal. 499.
16 Abdul Basith Al-Jamal dan Daliya Shiddiq Al-Jamal, Ensiklopedi Ilmiah Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2003, hal. 16-17.
17 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 862.
18 Abdul Basith Al-Jamal dan Daliya Shiddiq Al-Jamal, Op.Cit., hal. 19.
ilmuwan modern (barat) telah berupaya mengkaji hal ini sejak beberapa abad yang lalu. Hasilnya dapat dilihat pada ditemukannya beberapa teori tentang penciptaan alam semesta, seperti teori big bang, teori nebular, teori creatio continua, dan sebagainya.19
Di sisi lain, al-Qur’an juga menginformasikan kepada manusia, muslim khususnya, tentang berbagai macam fenomena alam. Alam merupakan ciptakan Tuhan yang memiliki keteraturan dan ukuran tertentu. Bila suatu ciptakan (alam) telah melampaui aturan dan ukuran yang telah ditetapkan, maka alam akan menemui distabilitas dan kekacauan.20 Matahari, bulan, dan benda-benda langit lainnya berjalan sesuai dengan jalur dan aturan yang telah ditetapkan.21 Atas berbagai fenomena itu, manusia selalu diingatkan oleh Allah agar senantiasa memikirkan berbagai fenomena alam. Manusia selalu disuruh untuk memikirkan gunung, matahari dan bulan, siang dan malam, karena di sana banyak rahasia bagi manusia tentang kekuasaan Tuhan. Manusia dituntut untuk mempelajari alam agar menemukan aturan dan keteraturan yang telah diciptakan oleh Tuhan.22
Penciptaan Manusia
Kajian tentang penciptaan manusia, baik dari sudut pandang sains murni maupun keagamaan sampai saat ini tetap menarik. Kajian penciptaan manusia dari sudut pandang sains mendorong perkembangan kajian di bidang antropologi. Protoantropik, paleontropik, neontropik, adalah tingkatan-tingkatan perkembangan manusia menurut pandangan antropologi. Kajian ini berangkat dari beberapa temuan tentang fosil manusia purba yang dianggap merupakan bukti tentang perkembangan manusia. Australophithecus Africanus (manusia puba dari Afrika), pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak), homo soloensis (manusia dari Solo), homo cromagnonsis (manusia dari Cromagnon), dan homo sapiens (manusia cerdas) adalah beberapa temuan yang dalam pandangan antropologis dapat menjawab tentang asal-usul manusia.23
Dalam pandangan Islam, penciptaan manusia adalah merupakan penciptaan makhluk yang akan diberi tugas untuk menjadi khalifah (pengatur) di muka bumi. Islam tidak memberikan suatu keterangan secara tegas tentang bagaimana asal-usul manusia diciptakan. Al-Qur’an sebagai sumber utama Islam hanya menegaskan bahwa Tuhan akan menciptakan khalifah. Dalam surat al-Baqarah disebutkan:
ﺤﺑ ﺢﺒﺴﻧ ﻦﺤﻧو ءﺎﻣﺪﻟا ﻚﻔﺴﻳو ﺎﻬﻴﻓ ﻞﻌﺠﺗا اﻮﻟﺎﻗ ﺔﻔﻴﻠﺧ ضرﻻا ﻰﻓ ﻞﻋ ﺎﺟ ﻲﻧا ﺔﻜﺌﻠﻤﻠﻟ ﻚﺑر لﺎﻗذاو
كﺪﻤنﻮﻤﻠﻌﺗ ﻻ ﺎﻣ ﻢﻠﻋا ﻲﻧا لﺎﻗ ﻚﻟ سﺪﻘﻧو )
ةﺮﻘﺒﻟا
: 30 (19 Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, tt, hal. 106-107.
20 Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, Terj. Anas Mahyuddin, Bandung, Pustaka, 1996, hal 98.
21 Q.S. Yasiin, 38-40.
22 Fazlur Rahman, Major Themes… Op. Cit., hal. 99. Lihat, Q.S. Al-Baqarah 164 dan surat Ali Imran 190- 191.
23 Supartono, dkk., Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1999, hal. 100-102.
Empirisma, Volume 15 No.2 Juli 2006
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfireman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ “ (Q.S. Al-Baqarah: 30).24
Pada ayat lain dijelaskan tentang tujuan penciptaan manusia secara umum, yaitu menyembah Allah.
نوﺪﺒﻌﻴﻟ ﻻا ﺲﻧﻻاو ﻦﺠﻟا ﺖﻘﻠﺧ ﺎﻣو )
تﺎﻳراﺬﻟا
:56 (
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka menyembah-Ku.”
(Adz-Dzariat: 56)25
Misi Kekhalifahan Manusia
Tujuan penciptaan manusia secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu;
pertama, tujuan yang bersifat vertical, yaitu untuk melakukan penyembahan kepada Allah Swt.26 Kedua, tujuan yang bersifat horizontal, yaitu manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi.
Tujuan kedua ini disampaikan oleh al-Qur’an secara tersirat, bersamaan dengan tujuan pengangkatan Muhammad bin Abd Allah sebagai nabi dan rasul di bumi27, yaitu sebagaimana disebut dalam Surat al-Anbiya’ 107:
ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻠﻟ ﺔﻤﺣر ﻻا ك ﺎﻨﻠﺳرا ﺎﻣو )
ءﺎﻴﺒﻧﻻا 107 (
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya’ 107)28
Terkait dengan misi horizontal penciptaan manusia inilah al-Qur’an banyak mengemukakan cerita tentang kehidupan masyarakat atau kaum terdahulu, terutama cerita tentang kaum yang menemui kehancuran karena perilaku mereka yang berlebihan dan tidak sesuai dengan tuntunan yang telah digariskan oleh Tuhan melalui para nabi yang dikirimkannya.
Cerita tentang kehancuran kaum Saba’ yang hancur akibat perkebunannya yang kekeringan setelah subur, cerita Luqman yang senantiasa menasihati anaknya dengan petuah-petuah
24 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 13.
25 Departemen Agama RI, Ibid., hal 862.
26 Hal ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an Surat Adz-Dzariat ayat 56.
27 Termasuk di dalamnya adalah pengangkatan Nabi dan Rasul yang lain. Hal ini diungkap oleh al-Qur’an dalam beberapa ayat dengan berbagai penekanan. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi’, al-Mu’jam al- mufahras li al-Fadhil al-Qur’an, Dar al-Fikr, ttp, 1981 M/1401 H, hal. 312-313.
28 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal 508.
Tuhan kepadanya,30 dan sebagainya.
Cerita-cerita tersebut, tentu, dimaksudkan agar manusia mengambil pelajaran darinya, Pesan cerita tersebut, tentu, agar manusia tidak mengambil jalan hidup yang salah sebagaimana kaum terdahulu yang telah sesat, dan mengambil jalan hidup yang benar sebagaimana tokoh- tokoh yang dipuji oleh Allah. Dengan demikian, diharapkan manusia dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Manusia dengan cerita tersebut diharapkan dapat mengambil jalan hidup yang penuh hikmah, tidak hanya banyak menunaikan ibadah yang bersifat mahdlah, tetapi juga ibadah ghoiru mahdlah. Hal ini juga seringkali ditegaskan oleh al- Qur’an bahwa manusia tidak hanya sekedar dituntut untuk beriman (percaya kepada Tuhan) tetapi juga beramal shalih, yakni menjalankan aktivitas yang bersifat horizontal (insaniyah) dengan baik. Bahkan orang amal shalih termasuk salah satu dari syarat agar seseorang tidak merugi di dalam hidupnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam al-Qur’an Surat al-‘Ashr 1- 3:
ﺮﺼﻌﻟاو
)1 (
ﺮﺴﺧ ﻰﻔﻟ نﺎﺴﻧﻷا نا
)2 ( اﻮﺗو
ﻖﺤﻟﺎﺑ اﻮﺻاﻮﺗو تﺎﺤﻟ ﺎﺼﻟاﻮﻠﻤﻋو اﻮﻨﻣا ﻦﻳﺬﻟا ﻻا
ﺮﺒﺼﻟا باﻮﺻ )
ﺮﺼﻌﻟا
: 1 - 3 (Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menetapi kebenaran. (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3)
Penutup
Peran manusia di muka bumi sangat vital. Sebab hanya manusia yang dapat mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk mengelola alam. Akan diapakan dan akan dikelola dengan cara apa bumi beserta isinya ini, tergantung dari seberapa jauh pengetahuan manusia tentang alam. Ketika pengetahuan manusia tentang alam ini benar, tentu dia akan mengelolanya dengan baik. Tetapi jika pengetahuan manusia tentang alam ini salah, maka dia akan mengelola alam ini dengan pengelolaan yang buruk.
Agama, dalam hal ini Islam, mengajarkan manusia tentan bagaimana seharusnya manusia menyikapi dan mengelola, serta memanfaatkan alam. Ajaran Islam tentang pengelolaan alam ini, tentu, dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan perjalanan alam. Ketika alam ini berjalan dengan keseimbangan, maka alam akan lestari dan akan mengantarkan manusia memperoleh kehidupan yang sejahtera di muka bumi. Tetapi manakala alam dikelola dengan pengelolaan yang buruk, dan akhirnya menimbulkan distabilitas, maka akan mengantarkan manusia jauh dari kesejahteraan. Alam akan tergoncang, mengeluarkan segala isi perutnya, banyak mendatangakan bencana, dan sebagainya yang meresahkan kehidupan manusia. Dus pada akhirnya, manusia tidak dapat memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidupnya di muka bumi.
29 Cerita-cerita al-Qur’an ini dikaji secara tematik oleh Shalah A. Fattah al-Khalidy, Ma’a Qashashis- Saabiqiina fil-Qur’an, Terj. Setiawan Budi Utomo, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, hal 131-151, 184.
30 Q.S. Yasin, ayat 13-21.
Empirisma, Volume 15 No.2 Juli 2006
Banyaknya bencana di negara kita dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun terakhir ini, kiranya tidak dapat dilepaskan dari sikap dan pengelolaan manusia Indonesia yang tidak tepat terhadap alam di sekitarnya, sehingga menimbulkan banyak benana. Oleh karenanya, kiranya amatlah penting kita mencermati pesan-pesan al-Qur’an tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan, mengelola, dan memanfaatkan alam. Agar berbagai bencana tidak melanda.
Agar kehidupan manusia sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Basith Al-Jamal dan Daliya Shiddiq Al-Jamal, Ensiklopedi Ilmiah Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2003.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Terj. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an), CV. Toha Putra Semarang, 1989.
Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, (Terj. Anas Mahyuddin, Bandung), Pustaka, 1996.
Jawa Pos, “Jember Timur Jadi Danau”, Kamis, 9 Desember 2004.
JTV, Pojok Pitu Kurang Limo, Minggu, 6 Februari 2005.
Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, tt.
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi’, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadhil al-Qur’an, Dar al-Fikr, ttp, 1981 M/1401 H.