• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS GNAPS pdf

N/A
N/A
dwiky rama

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN KASUS GNAPS pdf"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

GNAPS

Disusun Oleh : dr. Dwiky Ananda Ramadhan

Pendamping : dr. Mutmainnah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT DR AGUNG KOTA BIMA

BATCH IV PERIODE NOVEMBER 2023 – MEI 2024

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Dwiky Ananda

Ramadhan Asal Universitas : Universitas YARSI

Judul kasus :

Diajukan : Maret

2024 Dipresentasikan :

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal

………..

Mengetahui,

Pendamping Direktur RS Dr. Agung Kota Bima

dr. Mutmainnah drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes

ii

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam rangkaian kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes selaku Direktur RS Dr. Agung Kota Bima.

2. dr. Mutmainnah selaku pendamping dokter internship di RS Dr. Agung Kota Bima.

3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus

Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Kota Bima, Maret 2024

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 5

1.1 Latar Belakang ... 5

BAB II LAPORAN KASUS ... 6

2.1 Identitas Pasien ... 6

2.2 Anamnesis ... 6

2.3 Pemeriksaan Fisik ... 9

2.4 Pemeriksaan Penunjang ... 17

2.5 Resume ... 19

2.6 Diagnosa ... 20

2.7 Tatalaksana ... 20

2.8 Prognosis ... 20

2.9 Follow Up ... 22 BAB III TINJAUAN PUSTAKA...Error! Bookmark not defined.

3.1 Definisi...Error! Bookmark not defined.

3.2 Etiologi...Error! Bookmark not defined.

3.3 Faktor Resiko...Error! Bookmark not defined.

3.4 Patogenesis...Error! Bookmark not defined.

3.5 Gejala Klinis...Error! Bookmark not defined.

3.6 Pemeriksaan Penunjang...Error! Bookmark not defined.

3.7 Penatalaksanaan...Error! Bookmark not defined.

3.8 Komplikasi...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA...Error! Bookmark not defined.

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3 Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).

5

(6)

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien

Nama Lengkap : An. MD

Usia : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Siswa

Status Perkawinan : Belum menikah Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Islam

Alamat : Mande

Tanggal Masuk : 08 Januari 2024 Ruang Perawatan : Jempiring

2.2 Anamnesis

Auto anamnesa & Allo anamnesa (19/11/22) Keluhan Utama : Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan pucat dan lemas sejak 5 hari SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan muka yang sedikit bengkak (sembab) pada kedua kelopak mata dan pipi sejak 2 hari SMRS. Keluhan lain berupa nyeri di bagian ulu hati dan penurunan nafsu makan. Buang air kecil 3 hari terakhir diakui hanya 2 sampai 3 kali sehari dengan urin berwarna pekat seperti teh. Buang air besar masih dalam batas normal. nyeri BAK disangkal, nyeri pinggang atau nyeri perut bawah disangkal ibu pasien khawatir penyakit yang dulu kambuh lagi karena pasien sempat di RS dengan diagnosa GNAPS dan dengan gejala yang mirip saat 2 bulan yang lalu.ibu pasien menjelaskan Pasien juga pernah mengalami demam naik turun saat pertama kali masuk RS 2 bulan yang lalu.

(7)

Riwayat persalinan pervaginam tidak ada kesulitan dengan berat lahir 3300 gr, riwayat imunisasi lengkap, riwayat kejang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Tidak terdapat riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan maag.

 Pasien mengalami keluhan serupa saat 2 bulan yang lalu Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa pada pasien.

Riwayat Kebiasaan Pribadi :

 Pasien sering membeli makanan, cemilan dan minuman dari luar.

Riwayat Penggunaan Obat :

 Pasien belum mengkonsumsi obat obatan

a. Keluhan keadaan umum : Panas badan : Tidak ada

Tidur : Tidak ada

Edema : Ada

Ikterus : Tidak ada

Haus : Tidak ada

Nafsu makan : Ada, Penurunan nafsu makan Berat badan : Tidak ada

b. Keluhan organ kepala : Penglihatan : Tidak ada

Hidung : Tidak ada

Lidah : Tidak

ada Gangguan menelan : Tidak ada Pendengaran

: Tidak ada

Mulut : Tidak ada

Gigi : Tidak ada

Suara : Tidak ada

(8)

c. Keluhan organ di leher : Rasa sesak di leher : Tidak ada Pembesaran kelenjar : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada

d. Keluhan organ di thorax : Sesak napas : Tidak ada Sakit dada : Tidak ada Nafas berbunyi : Tidak ada Batuk : Tidak ada Jantung berdebar : Tidak ada

e. Keluhan organ di perut :

Nyeri lokal : Nyeri perut kanan bawah Nyeri tekan : Nyeri tekan d regio RLQ Nyeri berhubungan dengan :

- Makanan : Tidak ada

- BAB : Tidak ada

- Haid : Tidak ada Perasaan tumor di perut: Tidak ada Muntah-muntah : Tidak ada Diare: Tidak ada

Obstipasi : Tidak ada Tenesmi ad ani : Tidak ada Perubahan dalam BAB: Tidak ada Perubahan dalam miksi:

Tidak ada Perubahan dalam haid : Tidak ada

f. Keluhan tangan dan kaki : Rasa kaku : Tidak ada Rasa lelah : Tidak ada Nyeri otot/sendi : Tidak ada Kesemutan/baal : Tidak ada

(9)

Patah tulang : Tidak ada Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada Nyeri tekan : Tidak ada Luka/bekas luka : Tidak ada

Bengkak : Tidak ada

g. Keluhan-keluhan lain :

Kulit : Tidak ada

Ketiak : Tidak

ada Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada Keluhan kelenjar endokrin :

1. Haid : Tidak ada 2. DM : Tidak ada 3. Tiroid : Tidak ada 4. Lain-lain : Tidak ada h. Anamnesis Tambahan

a. Gizi : kualitas : Cukup kuantitas : Cukup b. Penyakit menular : Tidak ada c. Penyakit turunan : Tidak ada d. Ketagihan : Tidak ada e. Penyakit venerik : Tidak ada 2.3 Pemeriksaan Fisik (19/11/22)

Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital Kesadaran : Compos Mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tanda Vital :

TD : 150/110mmHg

HR : 112 x / menit

RR : 20 x / menit

Suhu : 36,6 °C Status Generalis

(10)

Kepala 1. Tengkorak

Inspeksi : Simetris, normocephal Palpasi : Tidak ada kelainan 2. Muka

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada kelainan

3. Mata

Letak : Simetris

Kelopak Mata : Edema (+/+)

Kornea : Tidak ada kelainan

Refleks Kornea : + / +

Pupil : Bulat, isokor

Reaksi Konvergensi : + / +

Sklera : Ikterik - / -

Konjungtiva : Anemis -/-, injeksi konjungtiva -/-

Iris : Tidak ada kelainan

Pergerakan : Normal ke segala arah Reaksi Cahaya : Tidak dilakukan pemeriksaan Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan 4. Telinga

Inspeksi : Tidak ada kelainan Palpasi : Tidak ada kelainan Pendengaran : Tidak ada kelainan 5. Hidung

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Sumbatan : Tidak ada

Ingus : Tidak ada

6. Bibir

Sianosis : Tidak ada

Kheilitis : Tidak ada

Stomatitis angularis : Tidak ada

Rhagaden : Tidak ada

(11)

Perleche : Tidak ada

a. Gigi dan gusi

8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 X : Karies 8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8

b. Lidah

- Besar : Normal

- Bentuk : Simetris

- Pergerakan : Tidak ada kelainan - Permukaan : Basah, bersih

- Frenulum linguae: Tidak ada kelainan 7. Rongga Mulut

- Hiperemis : Tidak ada - Lichen : Tidak ada - Aphtea : Tidak ada - Bercak : Tidak ada 8. Rongga leher

- Selaput lendir : Tidak ada kelainan - Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan

- Tonsil : T1 – T1 tenang

9. Leher Inspeksi

Otot leher : Tidak ada kelainan Trachea : Tidak terlihat deviasi Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat

pembesaran Pembesaran vena : Tidak ada kelainan Pulsasi vena leher : Tidak ada

Tekanan vena jugular : 5 + 2 cm H2O (normal) Hepatojugular reflux : (-) Palpasi

· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar

· Kelenjar Tiroid : Tidak teraba

· Tumor : Tidak ada

(12)

· Otot leher : Tidak ada kelainan

· Kaku kuduk : Tidak ada 10. Axilla

Inspeksi :

· Rambut ketiak : Tidak ada

· Tumor : Tidak ada

Palpasi :

· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar

· Tumor : Tidak ada

11. Pemeriksaan thorax Thorax depan

Inspeksi

- Bentuk umum : Simetris

- Ø frontal & sagital : Ø frontal = Ø sagital

- Sela iga : normal

- Sudut epigastrium : < 90

- Pergerakan : Simetris

- Muskulatur : Tidak ada kelainan

- Kulit : Tidak ada kelainan

- Tumor : Tidak ada

- Ictus cordis : Tidak terlihat

- Pulsasi lain : Tidak ada

- Pelebaran vena : Tidak ada Palpasi

- Kulit : Tidak ada kelainan - Muskulatur : Tidak ada kelainan - Mammae : Tidak ada kelainan

- Sela iga : Normal

- Pergerakan : Simetris - Vocal fremitus: Normal

Ictus cordis

-Lokalisasi : ICS V Linea Midclavicularis sinistra -Intensitas : cukup kuat

-Pelebaran : Tidak ada

(13)

-Thrill : Tidak ada Perkusi

- Paru

- Suara perkusi : Sonor/Sonor - Batas paru hepar: ICS VI - Peranjakan : 1 sela iga - Jantung

Batas atas : ICS II

Batas kanan : ICS IV Linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi

- Paru

Suara pernafasan : Vesikuler/Vesikuler Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-

Vocal resonansi : tidak ada kelainan , kanan = kiri - Jantung

· Irama : Regular

· bunyi jantung pokok : S1S2 tunggal

· Bunyi jantung tambahan : murmur (-), gallop (-)

· Bising jantung : Tidak ada

· Bising gesek jantung : Tidak ada Thorax belakang

Inspeksi

- Bentuk : Simetris

- Pergerakan : Simetris

- Kulit : Tidak ada kelainan - Muskulatur : Tidak ada kelainan Palpasi

- Muskulatur : Tidak ada kelainan

- Sela iga : Tidak melebar dan tidak menyempit - Vocal fremitus : tidak ada kelainan , kanan = kiri Perkusi

- Batas bawah : vertebra Th. X ‘/ vertebra Th. XI

(14)

- Peranjakan : 1 sela iga Auskultasi

- Suara pernapasan : Vesikuler/Vesikulrt - Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-

- Vocal resonansi : Tidak ada kelainan , kanan = kiri 12. Abdomen

Inspeksi

- Bentuk : Datar

- Kulit : Normal

- Otot dinding perut : Tidak ada kelainan - Pergerakan waktu nafas: Tidak ada kelainan - Pergerakan usus : Tidak terlihat - Pulsasi : Tidak ada

Palpasi

- Dinding perut : Soepel

- Nyeri tekan lokal : Nyeri tekan epigastrium (+) - Nyeri tekan difus : Tidak ada

- Nyeri lepas : Ada - Defance muskulair : Tidak ada

- Hepar : Tidak Teraba

• Besar : tidak teraba

• Konsistensi : tidak teraba

• Permukaan : tidak teraba

• Tepi : tidak teraba

• Nyeri tekan : -

- Lien

• Pembesaran : -

• Kosistensi : -

• Permukaan : -

• Insisura : -

• Nyeri tekan : -

• Tumor/massa : Tidak teraba

• Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / - Perkusi

-Suara perkusi : Tympani

(15)

-Ascites : Tidak ada

- Pekak samping : Tidak ada - Pekak pindah : Tidak ada

- Fluid wave : Tidak ada

Auskultasi

-Bising usus : (+) -Bruit : Tidak ada

-Lain – lain : Tidak ada kelainan

13. CVA (Costo vertebral angle) : Nyeri ketok - / - 14. Lipat paha

Inspeksi

- Tumor : Tidak ada

- Kel. Getah bening : Tidak terlihat pembesaran

- Hernia : Tidak ada

Palpasi

- Tumor : Tidak ada

- Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran

- Hernia : Tidak ada

- Pulsasi A. Femoralis : Ada Auskultasi

- A. Femoralis : Tidak ada kelainan

15. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan 16. Sacrum : Tidak dilakukan pemeriksaan 17. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan 18. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah

Inspeksi

- Bentuk : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Pergerakan : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Kulit : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Otot – otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Edema : Tidak ada Tidak ada

- Clubbing finger : Tidak ada Tidak ada

- Palmar eritem : Tidak ada Tidak ada

(16)

- Liver nail : Tidak ada Tidak ada Palpasi

- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada

- Tumor : Tidak ada Tidak ada

- Edema (pitting/non pitting) : Tidak ada

Tidak ada

- Pulsasi arteri : A. Brachial (+) A. Dorsum pedis (+) 19. Sendi-sendi

Inspeksi

- Kelainan bentuk : Tidak ada - Tanda radang : Tidak ada

- Lain-lain : Tidak ada kelainan Palpasi

- Nyeri tekan : Tidak ada - Fluktuasi : Tidak ada

- Lain-lain : Tidak ada kelainan 20. Neurologik

Refleks fisiologis

KPR : + / +

APR : + / +

Refleks patologis : - / - Rangsang meningen : Tidak ada

Sensorik : + / +

(17)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19/11/2022

Hematologi Nilai Nilai normal

Hb 10.1 11.0 – 15.0 g/dL

Leukosit 5.6 4.000 – 10.000/ ul

Hct 31.2 37 – 47 %

Trombosit 187.000 150 – 450 ribu/uL

HITUNG JENIS

Lymph 1.9 0,8 – 4.0

Mid 0.4 0,1 – 1,5

Gran 3.3 2.0 - 7

Lymph% 22.9 20 - 40 %

Mid% 8.8 3 - 15 %

Gran% 58.1 50.0 – 70.0 %

Kimia Darah Nilai Nilai normal

Gula Darah Sewaktu 81.3 <140 mg/dl

(18)

Urine Lengkap

Urinalisa Hasil Nilai normal

Warna Kuning

Kejernihan Jernih

PH 6.0 4.5-8.5

Protein Negatif Negatif

Darah (+) 3 Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit Negatif Negatif

Sedimen mikroskopis

Leukosit 2-3 /Lp 0-1

Eritrosit 9-12/Lp 0-2

Epitel gepeng 1-3 0-2

Silinder Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

(19)

2.5 Resume

Pasien anak usia 11 tahun datang dengan keluhan pucat dan lemas sejak 5 hari SMRS.

Selain itu pasien juga mengeluhkan muka yang sedikit bengkak (sembab) pada kedua kelopak mata dan pipi sejak 2 hari SMRS. Keluhan lain berupa nyeri di bagian ulu hati dan penurunan nafsu makan. Buang air kecil 3 hari terakhir diakui hanya 2 sampai 3 kali sehari dengan urin berwarna pekat seperti teh. Pasien memiliki riwayat serupa 2 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Keadaan umum : Kesadaran : Compos mentis Kesan sakit : tampak sakit sedang Vital sign : Tekanan darah : 150/110 mmHg

Nadi : 112x/menit, regular, kuat angkat Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36.6 oC Keringat dingin : Tidak ada Kepala Muka : Kesan edema

periorbital (+) Mata : Sklera : ikterik -/-

Konjungtiva : anemis +/+

Mulut. : Tidak ada kelainan Lidah : Mukosa Basah, bersih,

Leher JVP : 5 + 2 cmH2O (normal), Hepatojugular reflux (-) Thorak : Bentuk dan gerak simetris

Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerak simetris Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

paru kanan = paru kiri

sela iga kanan & kiri tidak melebar Perkusi : sonor paru kanan = paru kiri

Auskultasi : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, ronchi -/- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Bentuk : Datar

Kulit : Normal

(20)

Dinding perut : Lembut Nyeri tekan : Ada

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat - Hepar : Tidak Teraba

- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube kosong Ren : Tidak teraba

CVA : -/-

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas (anggota gerak) : atas bawah

Akral hangat kering Akral hangat kering

2.6 Diagnosa

Diagnosis Kerja : GNAPS relapse 2.7 Tatalaksana

Terapi Non-medikamentosa:

- Pantau tanda-tanda vital - Pantau urine output - Tirah baring

Terapi Medikamentosa:

- IVFD Ringer Laktat 20tpm mikro/24jam - Inj Ceftriaxone 1 gr vial/ 12 jam/ IV

2.8 Prognosis

-Quo ad Vitam : Ad bonam -Quo ad Functionam : Ad bonam -Quo ad Sanationam : Ad bonam

(21)

2.9 Follow Up

Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning

09/01/2024 - Lemas (+) - Demam (-)

- Bengkak pada mata (+) - Nyeri ulu hati (+)

- Kesadaran : CM - TD : 130/70 mmHg - Nadi : 100 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,4

- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,

anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2

tunggal, regular - Pulmo : Vesikular

+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :

Soepel, BU (+) normal

- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (+)

- GNAPS

(relapse) - Anemia - Hipertensi

1. RL 14 tpm mikro/IV 2. Inj Ceftriaxone 1 gr/12

jam/IV

3. Inj Ranitidine 10mg/12 jam/IV

4. Urinter 200mg/12 jam/IV

5. Inj Furosemide 20 mg/12 jam/IV

6. Captopril 12,5 mg/12 jam

7. CaCO3 2x1 tab

8. Sucralfat syr 5mL/8 jam 9. Transfusi PRC 300 ml

(Premed dexamethasone 1 amp (5mg)

10. Post transfusi furosemide 15 mg

(22)

Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 10/01/2024 - Lemas (+)

- Demam (-)

- Bengkak pada mata (-) - Nyeri ulu hati (-)

- Kesadaran : CM - TD : 130/70 mmHg - Nadi : 100 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,4

- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,

anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2

tunggal, regular - Pulmo : Vesikular

+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :

Soepel, BU (+) normal

- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (+)

- GNAPS

(relapse) - Anemia - Hipertensi

1. RL 14 tpm 2. Inj Ceftriaxone 1

gr/12 jam

3. Inj Ranitidine 3x10 mg

4. Urinter 2x200 5. Inj Furosemide 20

mg/12 jam 6. Captopril 12,5

mg/12 jam 7. CaCO3 2x1 tab 8. Sucralfat syr 4x5ml 9. Transfusi PRC 300

ml (Premed dexamethasone 1 amp (5mg) 10. Post transfusi

furosemide 15 mg

(23)

Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 11/01/2024

(24)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi

Glomerulonefritis akut pasca sterptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.1,4

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.6

3.2 Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.6,7

3.3 Patofisiologi

Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis, selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.

(25)

Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,6

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.1

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus.

Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,6

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.1

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin.

Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.1

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit.

Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-

(26)

sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks- kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.

Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :1

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.4 3.4 Epidemiologi

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku

(27)

atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.2,4

3.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang- kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.2,6

Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginjal biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,5,6

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,6

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.

Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,6

(28)

2.6 GAMBARAN LABORATORIUM 1. Urin

 Proteinuria

Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/ m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/

m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala- gejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

 Hematuria mikroskopik :

Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut.

2. Darah

 Reaksi serologis

Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk- produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO,

(29)

AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.4,5,7

 Aktivitas komplemen :

Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1 C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan 80- 92% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus. 4,7

 Laju endap darah :

LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi walaupun gejala klinik sudah menghilang.

3.6 Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai

(30)

glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.11

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO

> 100 kesatuan Todd. 1,2

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,11 2.9 DIAGNOSIS BANDING 1

Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala seperti GNAPS.

1. Penyakit ginjal :

a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya sangat berbeda.

Perlu dipikirkan adanya penyakit ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya

(31)

gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala- gejala nefritis dapat membantu diagnosis.

b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria

Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria.

Umumnya penyakit ini tidak disertai edema atau hipertensi. Hematuria mikroskopik yang terjadi biasanya berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi saluran napas tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung sangat singkat.

c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)

RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Kelainan ini sering sulit dibedakan dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan adanya oliguria atau anuria. Titer ASO, AH ase, AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal ginjal.

2. Penyakit-penyakit sistemik.

Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-Schöenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala- gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS, sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat fokal.

3. Penyakit-penyakit infeksi

GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β- hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.

(32)

2.10 PENATALAKSANAAN 1,4 1. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan- bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari temantemannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.

2. Diet

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.

Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).

3. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan.

Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (>

3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

4. Simptomatik

(33)

a. Bendungan sirkulasi

Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.

b. Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

c. Gangguan ginjal akut

Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.

3.6.1 Gambaran Patologi 8,12

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.8

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.12

(34)

Gambar 1. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×

Keterangan gambar : Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembesaran glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Gambar 2. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 3. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron

keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

(35)

Gambar 4. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence” 8,12

3.7 Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai adalah : 1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) Pengobatan konservatif :

a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari

b. Mengatur elektrolit :

 Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

 Bila terjadi hipokalemia diberikan :

(36)

 Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari

 NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari

 K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari • Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

3. Edema paru

Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.

4. Posterior leukoencephalopathy syndrome

Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.4,6

3.8 Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.

Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.3

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya

(37)

diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.6,11

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiguno .P, et al, 2018, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, Balai Penerbit FKUI:

Jakarta. Hal: 969

2. Husein Alatas, 2015, Glomerulonefritis akut, Infomedika: IDAI: Jakarta.

3. Yumi.J, 2019, GNA, http://youmedical zone.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/

4. Antonius, P, et al, 2014, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, dalam: Pedoman Pelayanan Medis, PP IDAI: Jakarta. Hal: 89-91

5. lorraine, W dan Sylvia, P, 2016, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed 6, EGC, Jakarta. Hal: 867

6. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2020, ed Wahab, A. Samik, Ed 21, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, EGC: Jakarta. Hal: 1813-1814

7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.2017 8. http://www/.5mcc.com/ Assets/ original article of glomerulonefritis/TP0373./2008/html.

9. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html .laboronline2017.

10. Potter,http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/potter.0005/2601000596/pi/article.jhtm?term

=g lomerunopritis+salt+dialysis.2014/html

11.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak /20 15/efr

12.http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologiaglomerulonefritis/19-20x.JPG . 2016/ocid

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi

Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut, meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah