PRESENTASI KASUS II
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS dengan HIPERTENSI URGENSI
Disusun Oleh :
Zonavia Atlanta
030.08.268
Pembimbing :
Dr. Daniel Effendi, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1 BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi glomerulus, baik sebagai penyakit primer ginjal ataupun sebagai manifestasi proses penyakit sistemik.1
Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. GNAPS adalah salah satu penyebab gross hematuria glomelural yang paling sering pada anak. Gejala timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman Streptococcus β-hemoliticus grup A di saluran napas atas atau kulit.2
GNAPS masih merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi Streptococcus
β-hemoliticus grup A di dunia. Insidensi tertinggi adalah di negara-negara berkembang, yaitu
24,3-6,0 kasus per 100.000 orang.1
Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
2 BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS II
Nama Mahasiswa : Zonavia Atlanta Pembimbing : Dr. Daniel Effendi, SpA NIM : 030.08.268 Tanda tangan :
IDENTITAS PASIEN
Nama : Anak AS Suku bangsa : Betawi
Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : ME (SLTP)
Umur : 12 tahun 11 bulan Agama : Islam
Alamat : Jl. Tanah 80 Klender, Jakarta Timur Tempat/ tanggal lahir : Tangerang, 27-09-2000
Orangtua/ Wali
Ayah Ibu
Nama : Tn. A Umur : 38 tahun Pekerjaan : Pegawai swasta Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Palembang Agama : Islam
Alamat :
- Jl. Kampung Sumur no.77 Rt.08/Rw. 17 Klender, Duren Sawit, Jakarta-Timur
Nama : Ny.T Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SD
Suku bangsa : Betawi Agama : Islam
Alamat :
- Jl. Kampung Sumur no.77 Rt.08/Rw. 17 Klender, Duren Sawit, Jakarta-Timur
I. ANAMNESIS
Lokasi : Bangsal 615 Timur
Tanggal / waktu : 14 September 2013/ 13.30 WIB Tanggal masuk : 14 September 2013
Keluhan utama : Bengkak daerah wajah dan kaki sejak 4 hari SMRS Keluhan tambahan : Pusing, perut kembung, batuk
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh batuk dan nyeri tenggorok 10 hari SMRS. Batuk berdahak warna kuning kehijauan. Nyeri tenggorokan (+), nyeri menelan (+) pasien tidak mengkonsumsi obat untuk mengobati keluhan tersebut.
Sejak 5 hari SMRS, wajah dan kelopak mata terasa sembab. Batuk semakin berat hingga menimbulkan rasa sesak. Sembab dirasakan makin berat tiap harinya. Bengkak juga muncul pada daerah tungkai pasien, dirasakan sepanjang hari, tidak terpengaruh dengan aktivitas. Tungkai dirasakan membengkak tanpa adanya kemerahan dan rasa sakit. Perut pasien juga terasa begah dan membesar, yang makin lama makin berat. Pasien juga mulai merasa sakit kepala bersamaan dengan memberatnya keluhan bengkak. BAK pasien berwarna kuning pekat dengan frekuensi 5 x/hari dengan jumlah ± 250 cc.
Sesak saat akitivitas (-) pasien tidur dengan satu bantal, tidak pernah terbangun karena sesak di malam hari. Riwayat sakit kuning (-) riwayat transfusi darah (-) konsumsi obat-obatan (-) gangguan perdarahan (-).
Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya.
b. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah mengalami hal serupa.
4 c. Riwayat Kehamilan/ Persalinan
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2 kali
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah bersalin Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan Penyulit : -
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3000 gr Panjang lahir : 51 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu) Langsung menangis (+) Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu) Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : Kontrol kehamilan baik, persalinan spontan, langsung menangis. Nilai cukup bulan, sesuai masa kehamilan.
d. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : Umur 8 bulan (Normal: 5-9 bulan) Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 6 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan) Berjalan : Umur 18 bulan (Normal: 13 bulan) Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan) Perkembangan pubertas
Belum pubertas.
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terdapat gangguan perkembangan fisik maupun mental. Pasien belum pubertas.
5 e. Riwayat Makanan
Umur
(bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - - 2 – 4 ASI - - - 4 – 6 ASI - - - 6 – 8 ASI + + - 8 – 10 ASI + + + 10 -12 ASI + + +
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi 3 x/ hari & 2-3 centong
Sayur 3 x/ minggu
Daging -
Ayam 2 x/ minggu & 1 potong
Telur 1 x/ minggu & 1 buah
Tahu dan Tempe 1 x/ hari & 1 potong
Susu -
Ikan -
Kesimpulan riwayat makanan: Tidak ada kesulitan makan pada pasien, jenis makanan cukup bervariasi dengan jumlah yang cukup.
f. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan - - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - 6 tahun
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - 6 tahun
Campak 9 bulan - - - 6 tahun
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - -
Pneumokokus - - - - -
6 Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi ulangan dilakukan di SD saat kelas 1 SD. Imunisasi Pneumokokus dan Hib tidak pernah dilakukan.
g. Riwayat Keluarga a. Corak Reproduksi No Tanggal lahir Jenis kelamin Hidup Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan 1. 09- 01-1996 Perempuan + - - - Baik 2. 27-09-200 Laki-laki + - - - Pasien 3 10-10-2005 Laki-laki + - - - Baik 4 03-08-2008 Perempuan + - - - Baik b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. T
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SLTP SD
Agama Islam Islam
Suku bangsa Palembang Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu dari ayah menderita DM dan ayah dari ibu pasien menderita hipertensi. Penyakit ginjal disangkal.
Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa. Penyakit ginjal (-).
h. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di Pesantren. Pesantren beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Satu kamar berisi 7 orang siswa. Ventilasi dan pencahayaan kurang. Sumber air bersih dari air tanah. Sampah dibuang ke empang, menurut pasien tidak ada sampah yang ditimbun. Kerja bakti biasa dilakukan setiap hari Jumat.
7 Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan kurang baik.
i. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan untuk tambahan berdagang pulsa dengan penghasilan Rp.2.000.000,-/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik.
II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis Kesan Gizi : baik
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-) Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 48 kg Lingkar Kepala : 55 cm Berat Badan sebelum sakit : 44 kg Lingkar Lengan Atas : 25 cm Tinggi Badan : 155cm Lingkar Perut : 70 cm Berat badan – edema : 100/120 x 48 kg = 40 kg
Status Gizi
- BB / U = 40/ 46 x 100 % = 86 % (Gizi normal menurut kurva NCHS) - TB / U = 155/ 156 x 100 % = 99 % (Tinggi normal menurut kurva NCHS) - BB / TB = 40/ 46 x 100 % = 86 % (Gizi normal menurut kurva NCHS) - LK = 55 cm (+1 SD Kurva Neillhaus)
- LILA = 25 cm (persentil 50 - 75 tabel Frisancho A.R) Tanda Vital
Nadi : 146 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular Tekanan Darah : 180/ 130 mmHg
Pernapasan : 20 x/ menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3 Suhu : 36,80o C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
8 KEPALA : Deformitas (-), hematoma (-)
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal WAJAH : Wajah simetris, edema palpebra (+/+), luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : tidak dinilai Ptosis : -/- Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+ TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/- Liang telinga : lapang Membran timpani : intak +/+
Serumen : +/+ Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : - / -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- BIBIR:
- Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-) MULUT:
- Oral higiene baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-). Lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN:
- Arkus faring simetris, hiperemis (+). Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring hiperemis, granula (-), ulkus (-), massa (-), PND (-)
LEHER:
- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
- Tiroid tidak teraba membesar - JVP 5 + 1 cmH2O
9 THORAKS :
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V 1cm medial linea midklavikularis sinistra Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial linea midklavikularis sinistra Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU Inspeksi
- Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada.
Palpasi
- Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronkhi -/-, wheezing -/- ABDOMEN :
Inspeksi
- Perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi bermakna, benjolan (-), turgor baik Palpasi
- Datar, supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar. - Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (+) Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4 x / menit
ANOGENITALIA:
- Testis turun sempurna (+), edema skrotum (-), hipospadi (-), epispadi (-), fimosis (-), parafimosis (-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar Postaurikuler : tidak teraba membesar Submandibula : tidak teraba membesar
10 Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar Inguinal : tidak teraba membesar ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat ++/++
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain edema (-) edema (-)
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain edema (+) edema (+)
KULIT:
- Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler <2 detik
TULANG BELAKANG:
- Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-) TANDA RANGSANG MENINGEAL :
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)
Laseq (-) (-)
11 III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium Puskesmas Duren Sawit (13-09-2013)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 10,7 g/ dL Menurun
Hematokrit 33% Menurun
Leukosit 7.900/μL Normal
Trombosit 337.000/ μL Normal
SGOT 22,6 mU/dl Normal
SGPT 10,3 mU/dl Normal
Urinalisis
Warna Kuning agak keruh Jernih
Ph 6,0 Normal
Berat jenis 1.005 Normal
Darah samar ++ Meningkat
Sedimen Leukosit 10-15/ LPB Meningkat Eritrosit 40-70/ LPK Meningkat Silinder - Normal Epitel + Normal Kristal - Normal Pemeriksaan Hematologi 14-09-2013
Hematologi Hasil Nilai Normal
Leukosit 6,1 ribu/ uL Normal
Eritrosit 4,9 juta/ uL Normal
Hemoglobin 12,5 g/dL Normal
Hematokrit 39% Normal
Trombosit 357,000/ uL Normal
LED 7 mm/jam Normal
Hitung jenis - Basofil - Eosinofil 1% 6% Normal Normal
12 - Netrofil Batang - Netrofil Segmen - Limfosit - Monosit 0% 44% 41% 8% Menurun Menurun Batas atas Normal KIMIA KLINIK HATI
Protein total 6,1 g/ dL Batas atas
Albumin 3,4g/ dL Menurun
GINJAL
Ureum 15 mg/ dL Normal
Kreatinin 0,85 mg/ dL Normal
IMUNOSEROLOGI
ASTO 600 IU/mL Meningkat
AUTOIMUN
CRP Kuantitatif 18 mg/L Meningkat
Laju Filtrasi Glomerulus = 127,6 cm/mg/dL (Tidak ada penurunan LFG) Urinalisis
Urine Lengkap Hasil Nilai normal
Warna Kuning Normal
Kejernihan Agak keruh Tidak normal
Glukosa - Normal
Bilirubin - Normal
Keton - Normal
Ph 5,5 Normal
Berat Jenis 1.020 Normal
Albumin urin - Normal
Urobilinogen 0,2 E.U/dl Normal
Nitrit - Normal
Darah +2 Normal
Esterase lekosit - Normal
Sedimen urin
13 Eritrosit 3 – 5/ LPB Meningkat Epitel - Normal Silinder - Normal Kristal - Normal Bakteri - Normal Jamur - Normal IV. RESUME
Pasien laki-laki usia 13 tahun dengan keluhan bengkak pada daerah mata, wajah, dan tungkai. Perut pasien terasa begah dan membesar, mual (+), dan nyeri kepala (+). Riwayat sakit tenggorok dan batuk (+) 10 hari SMRS. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 170/ 130 mmHg, nadi: 146 x/menit, pernapasan: 24xmenit. Edema palpebra +/+, shifting dullness (+), edema pretibial dan dorsum pedis (+/+). Hasil laboratorium menunjukkan terdapat hipoalbuminemia, mikrohematuria, ASTO 600 IU/mL, dan CRP 18 mg/L.
V. DIAGNOSIS KERJA
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan hipertensi urgensi VI. DIAGNOSIS BANDING
- Glomerulonefritis akut non pasca streptokokus dengan hipertensi urgensi - Nefropati igA dengan hipertensi urgensi
- Glomerulonefritis membranoploriperatif dengan hipertensi urgensi VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Pemeriksaan C3 - Biopsi ginjal - Pemeriksaan elektrolit - Rontgen thorax PA VIII. TATALAKSANA Non-medikamentosa
- Informasi dan edukasi mengenai keadaan dan penyakit pasien - Observasi tanda vital
- Tirah baring
14 - IV line
- Diet rendah garam Medikamentosa
- Nifedipin 5 mg + Diazepam 2 mg → Puyer 4 x 5 mg p.o - Furosemid 2 x 40 mg p.o
- Amoxicilin 3 x 500 mg p.o IX. PROGNOSIS
- Ad Vitam : dubia ad bonam - Ad Sanationam : bonam
- Ad Fungsionam : dubia ad bonam X. FOLLOW UP Tanggal S O A P 15-09-2013 Bengkak ↓ Kembung ↓ Batuk berdahak (+) Sesak (-) Nyeri kepala (+) KU/Kes: tss/ CM TD: 130/ 90 mmHg, N: 80 x/ menit, S: 36,6 o C, P: 20 x/ menit Mata: edema palpebra +/+, CP -/-
Hidung: nch -, sekret -/-
Mulut: bibir kering (+), faring hiperemis (+) Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) SD (+)
Ext: edema pretibial & dorsum pedis (+/+) GNAPS dengan hipertensi urgensi Venflon Captopril 2 x 12,5 mg Amoxicilin 3 x 500 mg Furosemid 2 x 40 mg
15 BB: 44 kg M: 500 cc U: 2400 cc, kuning pekat BC: -1900 cc D: 2,3 cc/ kgBB/ jam LP: 68 cm 16-09-2013 Bengkak ↓ Kembung ↓ Batuk berdahak (+)↑ Sesak (-) KU/Kes: tss/ CM TD: 110/ 80 mmHg, N: 72 x/ menit, S: 36,5 o C, P:18 x menit Mata: edema palpebra +/+, CP -/-
Hidung : nch -, sekret -/-
Mulut: bibir kering (-), faring hiperemis (+) Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) SD (+)
Ext: edema pretibial (-/-) BB: 44 kg M: 1500 cc, kuning pekat U: 1500 cc BC: 0 cc D:1,4 cc/ kgBB/ jam LP: 65 cm GNAPS dengan hipertensi urgensi Venflon Captopril 2 x 12,5 mg Amoxicilin 3 x 500 mg Furosemid 2 x 40 mg Ambroxol 3 x 1 tab
16 17-09-2013 Bengkak ↓ Kembung (-) Batuk berdahak (+) Sesak (-) KU/Kes: tss/ CM TD: 110/ 80 mmHg, N: 68 x/ menit, S: 36,8 o C, P: 20 x/ menit Mata: edema palpebra -/-, CP -/-
Hidung : nch -, sekret -/-
Mulut: bibir kering (+), Faring hiperemis (+) Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) SD (+)
Ext: edema pretibial (-/-) BB: 43 kg M: 300 cc U: 1000 cc BC: -700 cc D: 0,96 cc/ kgBB/ jam LP: 63 cm GNAPS dengan hipertensi urgensi Venflon Captopril 2 x 12,5 mg Amoxicilin 3 x 500 mg Furosemid 2 x 40 mg Ambroxol 3 x 1 tab 18-09-2013 Bengkak ↓ Kembung (-) Batuk berdahak (+)↓ KU/Kes: tss/ CM TD: 110/ 80 mmHg, N: 68 x/ menit, S: 36,5 o C, P:20 x/ menit Mata: edema palpebra -/-, CP -/- Hidung : nch -, sekret GNAPS dengan hipertensi urgensi Venflon Captopril 2 x 12,5 mg Amoxicilin 3 x 500 mg Ambroxol 3 x 1 tab
17 -/-
Mulut: bibir kering (+), faring hiperemis (-) Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel, BU (+), NT (-) SD (-)
Ext: edema pretibial (-/-) BB: 42 kg M: 1200 cc U: 500 cc BC: -700 cc D: 0,5 cc/ kgBB/ jam LP: 60 cm 19-09-2013 Bengkak (-) Kembung (-) Batuk berdahak (+)↓ KU/Kes: tss/ CM TD: 110/ 70 mmHg, N: 72 x/ menit, S: 36,7 o C, P:20 x/ menit Mata: edema palpebra -/-, CP -/-
Hidung : nch -, sekret -/-
Mulut: bibir kering (-), faring hiperemis (-) Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: GNAPS dengan hipertensi urgensi Venflon Captopril 2 x 12,5 mg Amoxicilin 3 x 500 mg Ambroxol 3 x 1 tab
18 Supel, BU (+), NT (-)
SD (-)
Ext: edema pretibial (-/-) BB: 42 kg M: 500 cc U: 900 cc BC: -400 cc D: 0,4 cc/ kgBB/ jam LP: 59 cm LAB - Na+: 140 mmol /L - K+ : 4,7 mmol /L - Cl- : 99 mmol /L
19 BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS a. DEFINISI
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi glomerulus, baik sebagai penyakit primer ginjal ataupun sebagai manifestasi proses penyakit sistemik.1
Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. GNAPS adalah salah satu penyebab gross hematuria glomelular yang paling sering pada anak. Gejala timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman Streptococcus
β-hemoliticus grup A di saluran napas atas atau kulit.2
b. EPIDEMIOLOGI
GNAPS masih merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi Streptococcus
β-hemoliticus grup A di dunia. Insidensi tertinggi adalah di negara-negara berkembang,
yaitu 24,3-6,0 kasus per 100.000 orang.1 Insidensi yang lebih rendah dipengaruhi oleh faktor kebersihan lingkungan dan penyebaran antibiotik untuk mengobati infeksi
Streptococcus β-hemoliticus grup A. Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada
tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Usia rata-rata penderita GNAPS adalah usia 6-8 tahun. Prevalensinya rendah pada usa dibawah 2 tahun dan diatas 20 tahun. Laki-laki berisiko dua kali lebih besar dibandingkan perempuan.1
GNAPS sering didahului faringitis saat musim dingin atau didahului pioderma saat musim panas. Infeksi Streptococcus β-hemoliticus grup A di tenggorok disebabkan serotype 12 sedangkan di kulit disebabkan serotype 49.4
20 c. ETIOLOGI
Terdapat 80 subtipe Streptococcus β-hemoliticus grup A yang diklasifikasikan berdasarkan protein M permukaannya. Masa inkubasi bakteri ini adalah 7-14 hari, tapi dapat lebih lama pada pioderma Streptococcus β-hemoliticus grup A.1
GNAPS didahului oleh infeksi Streptococcus β-hemoliticus grup Amjarang oleh streptokokus dari tipe lain. Hanya sedikit Streptococcus β-hemoliticus grup A strain nefritogenik yang mampu menimbulkan GNAPS. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah dari tipe M 1, 2, 4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M 49, 55, 57, 60.2
d. PATOGENESIS
Secara umum patogenesis glomerulonefritis telah dimengerti, namun mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya lesi glomerulus dan hematuria pada GNAPS belumlah jelas. Pembentukan kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan kompleks-imun in situ telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis GNAPS. Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuroamidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang mengubah IgG endogen sehingga menjadi autoantigenik. Akibatnya terbentuklah autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut yang mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian mengendap di ginjal.2
Kebanyakan bentuk glomerulonefritis akut dimediasi oleh proses imunologik. Pada GNAPS, bukti-bukti menunjukkan bahwa kompleks imun, yang dibentuk oleh kombinasi antibodi spesifik dan antigen streptokokus, terlokalisir di dinding kapiler glomerulus dan mengaktivasi sistem komplemen. Sistem imun mungkin juga diaktivasi oleh antigen steptokokal yang menempel ke struktur glomerulus dan berperan sebagai
21
Gambar 1. Patofisiologi GNAPS5
Bermacam-macam sitokin dan faktor imunitas seluler menginisiasi suatu respon inflamasi yang bermanifestasi menjadi proliferasi seluler dan edema di glomerular.5 Hanya beberapa strain streptokokus yang menyebabkan glomerulonefritis akut. Penelitian yang dilakukan 53 tahun lalu menunjukkan identifikasi strain tertentu dari streptokokus grup A yang nefritogenik. Yang lebih baru, streptokokus non-grup A, terutama grup C, ditemukan juga menyebabkan glomerulonefritis.5
Sedikitnya 2 antigen diisolasi dari streptokokus nefritogenik, zimogen (suatu prekursor dari exotoksin B) dan glyceraldehydes phosphate dehydrogenase (GNADH), telah diidentifikasi dan dipercaya mampu menginisiasi respons imunologik. Fraksi tersebut memiliki afinitas tertentu terhadap glomerulus dan telah terbukti menginduksi respons antibodi. Hal ini membawa pada aktivasi sejumlah jalur mediator proinflamasi di glomerulus.
Walaupun infeksi streptokokus dihubungkan secara erat dengan GNAPS, sesungguhnya mekanisme kerusakan pada ginjal masih belum dijelasskan secara detail. Penelitian terbaru juga menunjukkan kemampuan dari SPEB dan NAPIr, suatu reseptor plasmin streptokokal, untuk terikat dan mengaktivasi plasmin, dengan demikian menginisiasi kaskade inflamasi.
22
Gambar 2. Etiopatogenesis GNAPS 5
Nefritogenisitas dari NAPIr-GAPDH streptokokus (kiri) diperkirakan berhubungan dengan aktivitas pengikatan-plasmin yang mampu memicu reaksi inflamasi dan degradasi Membran Basal Glomerulus, kompleks ini menempati glomerulus dengan plasmin, tapi tidak dengan IgG atau komplemen. SpeB dan zSpeB (kanan) dapat menginduksi immune-complex-mediated glomerulonephritis ketika SpeB menempel dengan komplemen dan IgG dan tampak di tumpukan subepitelial, dimana merupakan penampakan khas dari GNAPS.5
Pada kebanyakan pasien dengan GN akut sedang-berat, terjadi penurunan filtrasi glomerulus, dan kemampuan untuk mengekskresi garam dan air biasanya berkurang yang menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Volume cairan ekstraseluler yang meningkat menyebabkan edema, dan juga berperan dalam hipertensi, anemia, kongesti sirkulasi, dan ensefalopati.5
e. PATOLOGI
Seperti pada GN akut lain, ginjal terlihat membesar simetris. Pada mikroskop cahaya, seluruh glomeruli tampak membesar dan bloodless dan menampakkan proliferasi sel mesangial difus dengan pembesaran matriks mesangial.4
23
Gambar 3. Glomerulus pasien GNAPS terlihat membesar dan perdarahan kurang dan menunjukkan proliferasi mesangial dan eksudasi netrofil. (400x) 4
PMN sering ada di glomerulus selama masa awal penyakit. Kresentik dan inflamasi intersisial mungkin dapat terlihat pada kasus sangat berat. Perubahan-perubahan ini tidak spesifik untuk GNAPS. Mikroskopik imunofloresensi menampakkan deposit yang bertumpuk-tumpuk dari immunoglobulin dan komplemen di membrane basalis glomerulus dan di mesangial. Pada mikroskop electron, deposit electron-dense atau “humps” terlihat pada sisi epitel membran basalis glomerulus.4
Gambar 4. Mikroskop electron pada GNAPS memperlihatkan deposit electron dense
(D) di sisi epitel (Ep) dari membrane basalis glomerulus. PMN (P) tampak di dalam lumen (L) kapiler. BS = Bowman space. M = mesangium.4
24
Gambar 5. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria non-glomerular: sel darah merah dalam bentuk dan ukuran yang seragam namun menunjukkan dua populasi sel karena sejumlah kecil sel kehilangan pegmen hemoglobinnya.4
Gambar 6. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria glomerular: sel darah merah kecil dan bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan kandungan hemoglobin.4
f. GEJALA KLINIS
Gejala klinis klasik dari GNAPS adalah sindrom nefritik akut yang ditandai dengan hematuria, edema, hipertensi, dan gangguan ginjal. Makroskopik hematuria terdapat pada sepertiga pasien, dan biasanya akan menghilang setelag beberapa hari. Namun, mikroskopik hematuria dapat bertahan hingga bertahun-tahun dan memburuk saat demam.4
25 Tabel 1. Penyakit primer ginjal yang bermanifestasi sebagai glomerulonefritis akut 4
Pasien biasanya menunjukan gejala sindrom nefritis akut 1-2 minggu setelah faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma. Tingkat keparahan kerusakan bervariasi dari hematuria mikroskopik asimtomatik dengan fungsi ginjal normal hingga gagal ginjal akut. Pasien dapat juga mengalami ensefalopati dan/atau gagal ginjal yang disebabkan oleh hipertensi atau hipervolemia. Ensefalopati dapat juga terjadi karena akibat langsung dari efek toksik bakteri streptokokus di system saraf pusat. Edema biasanya disebabkan dari retensi air dan garam dan sindrom nefrotik dapat muncul pada 10-20 % kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen/pinggang, dan demam umum terjadi. Edema subglotis akut dan gangguan pernapasan juga pernah dilaporkan muncul.1
Tanda kardinal yang khas terdiri dari :
1. Hematuria dengan urin berwarna teh/cucian daging tanpa disertai disuria, 2. Edema terutama periorbital dan dapat juga seluruh tubuh,
3. Hipertensi, 4. Oliguria / anuria.6
Dapat disertai dengan tanda-tanda sindrom nefrotik seperti proteinuria dan hipoalbuminemia. Selain itu karena komplikasinya dapat terjadi tanda-tanda kongesti dan ensefalopati.
26
Fase akut biasanya menyembuh sendiri dalam 6-8 minggu. Walaupun ekskresi protein urin dan hipertensi biasanya normal dalam 4-6 minggu setelah onset, hematuria mikroskopik dapat bertahan hingga 1-2 tahun.7
Edema terjadi pada 90% pasien, tetapi edema yang terjadi biasanya ringan. Hipertensi terjadi pada 80% anak dan setengahnya merupakan hipertensi berat sehingga memerlukan terapi antihipertensi. Edema dan hipertensi biasanya akan membaik setelah 5-10 hari. 5% anak mengalami komplikasi otak akibat hipertensi seperti nyeri kepala, kejang, perubahan kesadaran, dan gangguan penglihatan.1
g. DIAGNOSIS
Diagnosis secara klinis GNAPS dapat ditegakkan pada seorang anak dengan sindrom nefritis akut (gross hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal), bukti infeksi strptokokus sebelumnya, ASTO + dan C3 serum yang rendah.1,4,7
h. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Konfirmasi diagnosis membutuhkan adanya bukti yang jelas tentang infeksi streptokokus yang invasive. Kultur tenggorok yang positif dapat mendukung diagnosis atau menunjukkan keadaan karier. Di sisi lain, peningkatan antibodi terhadap antigen streptokokal memastikan adanya infeksi streptokokus. Penting untuk diketahui titer antistreptolisin O (ASTO) biasanya meningkat setelah infeksi faring namun jarang meningkat setelah infeksi kulit pioderma. Titer antibodi tunggal yang paling baik untuk menunjukkan adanya infeksi streptokokus di kulit adalah deoxyribonuclease (DNase) B antigen. Tes streptozim merupakan suatu pemeriksaan alternative untuk mendeteksi antibodi terhadap streptolysin O, DNase B, hyaluronidase, streptokinase, dan
nicotinamide-adenine dinucleotidase menggunakan tes slide aglutinasi.8
27 i. TATALAKSANA
Tatalaksana ditujukan untuk menangani efek akut dari penurunan fungsi ginjal dan hipertensi. Walaupun pemberian 10 hari antibiotik sistemik dengan penisilin dianjurkan untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik, terapi antibiotik tidak memperngaruhi perjalanan penyakit dari glomerulonefritis. Pembatasan garam, dieresis, dan farmakoterapi dengan antagonis kalsium, vasodilator, atau ACE-inhibitor adalah terapi standar yang digunakan untuk menangani hipertensi.1,4,7,8
j. PROGNOSIS
Penyembuhan sempurna terdapat pada >95% anak dengan GNAPS. Mortalitas dari fase akut dapat dicegah dengan penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Fase akut sangat berat dan membawa pasien pada hialinisasi glomerular dan insufisiensi ginjal kronik sangat jarang terjadi. Rekurensi sangat jarang terjadi.
28 II. KRISIS HIPERTENSI
Hipertensi krisis adalah keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera. Hipertensi krisis dibedakan atas hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi berarti hipertensi yang disertai kerusakan organ target sedangkan hipertensi
urgensi merupakan hipertensi yang tidak disertai kerusakan organ target.9,10 Umumnya
hipertensi pada anak adalah hipertensi sekunder, dan penyebab hipertensi krisis yang paling sering adalah penyakit renoparenkim dan renovaskular. Penyebab tersering krisis hipertensi pada anak adalah glomerulonefritis akut, penyalahgunaan obat, penyakit vascular kolagen,
hipertensi renovaskular, dan trauma kepala.(10)
Hipertensi krisis terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain melalui sistem renin angiotensin, overload cairan, stimulasi simpatetik, disfungsi endotel, dan obat-obatan. Sebagai keadaan gawat darurat, prinsip tata laksana hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepatnya untuk mencegah kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah secara cepat tidak direkomendasikan mengingat hipotensi, mekanisme kegagalan autoregulasi, dan kemungkinan iskemia otak dan viseral. Penurunan tekanan darah pada 6-12 jam pertama tidak melebihi sepertiga dari total reduksi tekanan darah yang diinginkan, diikuti dengan sepertiganya 24 jam berikutnya, dan sepertiga terakhir pada 2-4 hari
29
30
31
Tabel 6. Evaluasi klinis pada anak dengan hipertensi 11
Hipertensi urgensi adalah hipertensi berat tanpa disertai kerusakan target organ. Obat anti-hipertensi oral biasanya berhasil untuk mengontrol tekanan darah, walaupun pada
32
Terdapat banyak obat yang aman yang dapat digunakan utuk anak dengan krisis hipertensi, antara lain sodium nitrprussidem nikardipin, labetalol, nifedipin, esmolol, diazoxide, hidralazin, dan minoxidil. Nifedipin merupakan obat yang sangat efektif dalam
mengontrol krisis hipertensi.11,14-17 Pada suatu penelitian nifedipin sublingual 2,5-10 mg
diberikan untuk menangani krisis hipertensi pada 31 pasien anak. Rata-rata tekanan darah adalah 160/ 111 mmHg. Sistolik dan diastolik turun dalam 5 menit dan efek maksimal didapatkan setelah 60 menit. Sesuai dengan data, nifedipin dapat diberikan sublingual ataupun ditelan. Nifedipin akan menurunkan tekanan darah dalam 5 – 20 menit, dengan efek maksimum pada 60 – 90 menit setelah pemberian. Dosis awal pemberian adalah 0,25 –
0,50 mg/kg, sampai dosis maksimal 10 mg.11,18
33 BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pasien laki-laki usia 13 tahun datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan tungkai, BAK pasien berwarna kuning jernih, dan terdapat riwayat sakit tenggorok & batuk 10 hari sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan adanya hipertensi urgensi dimana tekanan darah pasien 170/130 mmHg tanpa disertai kerusakan organ target. Tekanan darah pasien berada diatas persentil 99 untuk anak diusianya baik sistolik maupun diastolik. Maka pasien dapat didiagnosis dengan Hipertensi berat/ Stage II dengan krisis hipertensi. Didapatkan bahwa hipertensi terjadi pada 80% anak dan setengahnya merupakan hipertensi berat.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan urinalisis, hal ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya kerusakan organ target dan kemungkinan etiologi dari hipertensi yang terjadi. Untuk membedakan hipertensi emergensi dengan hipertensi urgensi perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang minimal pemeriksaan EKG dan funduskopi, untuk melihat ada atau tidaknya kerusakan target organ. Hasil urinalisis menunjukkan kadar ureum, kreatinin, sgot, sgpt yang normal hal ini menunjukkan tidak terjadi kerusakan organ ginjal maupun hati sehingga diagnosis pada pasien adalah hipertensi urgensi.
Pada pasien diberikan nifedipin 2 x 5 mg untuk menangani hipertensi urgensi, hal ini sesuai dengan literatur dimana dosis nifedipin sublingual/oral untuk anak adalah 0,25-0,5 mg/kgBB dengan dosis maksimal 10 mg.
Pasien datang dengan bengkak pada wajah dan tungkai, nyeri kepala, perut kembung, dengan begitu diagnosis banding adalah gangguan ginjal, jantung, atau hati. Diagnosis gangguan jantung disingkirkan karena pada penyakit ini akan ditandai dengan edema yang dimulai dari tungkai, berdebar, nyeri dada khas, pasien tidur menggunakan 1 bantal, tidak suka terbangun saat malam karena sesak yang tidak ditemukan pada pasien ini. Gangguan hati tidak menjadi diagnosis karena pada pasien tidak didapatkan riwayat kuning, hepatomegali, riwayat transfuse ataupun riwayat menggunakan obat-obatan.
34 Diagnosis mengarah kepada gangguan ginjal, dimana edema yang terjadi berawal dari periorbital, lalu tungkai, kemudian rongga perut. Pasien menyangkal riwayat BAK berwarna cucian daging menyingkirkan diagnosis banding nefropati IgA dimana pada penyakit ini pasien akan melewati fase hematuria berat diselingi dengan fase non-hematuria intermittent. Pasien menyangkal adanya BAK seperti cucian daging tidak menyingkirkan adanya sel darah merah pada urin pasien, dimana menurut data didapatkan 50% kasus GNAPS bermanifestasi sebagai mikrohematuria.
GNANon-PS disingkirkan dengan adanya riwayat ISPA 10 hari lalu. Riwayat sakit tenggorok menunjukkan adanya fokus infeksi awal dari Streptokokusus β hemolitikus grup A yang sering menyerang saluran napas atas atau kulit dan memiliki masa inkubasi antara 7-14 hari sesuai dengan pada kasus dimana pasien mengalami infeksi tenggorok 10 hari sebelumnya.
GNMP belum bisa disingkirkan karena diagnosis pada penyakit ini harus menggunakan gambaran histopatologis, maka pada oemeriksaan anjuran saya mencantumkan pemeriksaan biopsi ginjal.
Edema menunjukkan terdapat kegagalan filtrasi glomerulus ditandai dengan hipoalbuminemia dan hematuria pada pasien. Laju filtrasi glomerulus pasien adalah 127,6 cm/mg/dL menunjukkan tidak terjadi gagal ginjal akut.
Dasar diagnosis GNAPS pada pasien ini adalah adanya riwayata ISPA 7 hari SMRS, hematuria tanpa disertai dengan disuria, edema, hipertensi, dan hasil ASTO +600 IU/mL.
Terapi pada GNAPS bertujuan untuk menangani atau mencegah penurunan fungsi ginjal. Ampisilin bertujuan untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik. Anti hipertensi yang digunakan adalah captopril yang merupakan golongan ACE-inhibitor dimana akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus dengan cara vasodilatasi pembuluh darah eferen glomerulus.
Prognosis ad vitam dubia ad bonam karena derajat penyakit pada pasien ini tidak berat dan akan membaik dengan penanganan yang adekuat. Sesuai dengan literature dimana >95% kasus GNAPS akan sembuh sempurna. Prognosis ad fungsionam dubia ad bonam karena tidak ada penurunan fungsi ginjal akut pada pasien. Prognosis ada sanationam bonam karena menurut literature rekurensi pada kasus GNAPS adalah sangat jarang.
35 DAFTAR PUSTAKA
1. McCaffrey J, Shenoy M. The glomerulonephritides. Symposium: Nephrology. Pediatrics and Child Health, 2011: 22:8
2. Rusdidjas,Ramayati R, Infeksi Saluran Kemih dalam: Buku Ajar NefrologiAnak: Edisi 2: Alatas H,dkk : IDAI : Jakarta, 2002: 323-61
3. Sardjito DRH, Alatas H, Singadipoera B, et al. Glomerulonefritis pasca streptokokus pada anak – studi kolaboratif multisenter. Dalam: Kosnadi L dkk, ed. Naskah lengkap Simposium Nasional IV Nefrologi Anak dan peningkatan berkala I. Kesehatan Anak ke 6. Semarang, 23-24 Juni 1989; 176-94
4. Davis ID, Avner ED. Conditions Particularly Associated with Hematuria. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Pennsylvania: Saunders; 2004
5. Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis. Diunduh dari:
http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/objectifyMedia.aspx?file=pdf/10/84.pdf. Diakses 14 September 2013.
6. Kasahara T, et all. Prognosis of ASPGN is excellent in children, when adequately diagnosed. Pediatrics International, 2001, 43:364-7
7. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 18th edition. New York: McGraw Hill; 2006.
8. Madaio MP, Harrington JT. The Diagnosis of Glomerular Disease. Arch Intern Med, 2011; 161: 25-34
9. John AR. Diagnosis and management of hypertension in childhood. Pediatr Ann 1997;26: 105-10.
10. Fivush B, Neu A, Furth S. Acute hypertensive crises in children: emergencies and urgencies. Curr Opin Pediatr 1997;9:233-6.
11. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents. The fourth report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics. Aug 2004;114(2 Suppl 4th Report): 555-76.
12. Acute Hypertension and Hypertensive Crisis in Children. Diunduh dari: http://www.pedheartsat.org/articles/Acute%20Hypertension%20and%20Hypertensive%20C risis%20in%20Children.html. Diakses 14 September 2013
36
13. Treatment of Pediatric Hypertension. Diunduh dari:
http://www.medscape.com/viewarticle/409504_7. Diakses 15 September 2013
14. Evans JHC, Shaw NJ, Brocklebank JT. Sublingual nifedipine in acute severe hypertension. Arch Dis Child 1988;63:975-7.
15. Dilmen U, Caglar K, Senses A, Kinik E. Nifedipine in hypertensive emergencies in children. Am J Dis Child 1983;137:1162-5.
16. Lopez-Herce J, Albajara L, Garcia S, Ruza F. Treatment of hypertensive crises in children with nifedipine. Intensive Care Med 1988;14:519-21.
17. Roth B, Herkenrath J, Krebber J, Abu-Chaaban T. Nifedipine in hypertensive crises in infants and children. Clin Exp Theory Pract 1986;A8:871-7.
18. Deal JE, Barratt TM, Dillon MJ. Management of hypertensive emergencies. Arch Dis Child 1992;67:1089-92.