Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Pada Anak Laki-laki Usia 5 Tahun Elizabeth Angelina
102012354
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061 [email protected]
Pendahuluan
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses imunologik. Istilah akut, misal glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) secara klinik berarti bersifat temporer atau suatu onset yang bersifat tiba-tiba, sedangkan secara histopatologik didapatkan leukosit polimorfonuklear dalam glomerulus. 1
Glomerulonefritis akut terutama terjadi pada usia sekolah. Secara khas penyakit ini terjadi 7-14 hari setelah infeksi tenggorokan oleh kuman streptokokus β-hemolitikus grup A tetapi terjadi kenaikan persentase kejadian karena penyebab lain, mungkin oleh virus. Di beberapa daerah dunia dengan higiene yang buruk, glomerulonefritis yang timbul setelah infeksi streptokokus pada kulit berupa pioderma merupakan keadaan relatif yang sering ditemukan. Hanya sterotipe streptokokus tertentu yang merupakan penyebab dan deteksi antigen streptokokus pada mesangium glomerulus mendukung konsep proses kompleks akut terlarut. Penurunan kadar komplemen serum merupakan tanda terjadinya proses imunologik.2 Anamnesis
Pada anamnesis umum pediatrik, yang harus ditanyakan kepada pasien (keluarganya) ialah:
Identitas pasien (nama, usia, dsb)
Riwayat penyakit sekarang (keluhan utama) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Riwayat makanan dan sosial
Sedangkan pada anamnesis yang berkenaan dengan dengan sistem urologi pada anak sulit dilakukan karena Sebanyak 50% kasus GNAPS yang telah dibuktikan melalui laboratorium bersifat asimptomatik (tidak ada keluhan). Pertanyaan mengenai sistem urologi terutama mengarah kepada ada atau tidaknya rasa nyeri pada berbagai organ sistem urologi (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, uretra, penis, skrotum) dan bagaimana dengan produksi urin pasien (frekuensi, aliran, waktu, perubahan warna, bau, dll).3
Selain itu, dapat pula diajukan beberapa pertanyaan untuk menunjang diagnosis GNAPS, yaitu: Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami infeksi tenggorokan atau infeksi kulit?
Apakah urin pasien berwarna gelap seperti teh atau berwarna merah? Apakah produksi urin pasien dalam sehari jumlahnya sedikit (oliguria)?
Apakah pasien mengalami pembengkakkan oleh karena penimbunan cairan (edema)? Apakah pasien mengalami gejala-gejala non spesifik seperti lemas, lesu, anoreksia?
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang baru kembali dari liburan di daerah pedesaan bersama dengan neneknya. Menurut neneknya, anak selama berada disana bermain dengan kotor sekali. Dua minggu yang lalu, anak mengalami infeksi pada luka bekas gigitan nyamuk di daerah leher dan dagu, saat itu luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak ke klinik dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata dan nafas pendek. Pada pemeriksaan awal didapati hipertensi, edema wajah dan kedua tungkai.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pengamatan terhadap keadaan umum pasien dan kesadaran, sklera, konjungtiva tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi serta auskultasi pada toraks dan abdomen.
Sekurang-kurangnya 50% pasien glomerulonefritis akut tidak memiliki gejala (asimtomatik) sehingga penyakit ini ditemukan hanya dengan pemeriksaan urin. Akan tetapi pada anak dengan penyakit yang berat terdapat tanda-tanda seperti oliguria berat, edema, hipertensi, azotemia, dan dengan proteinuria dan hematuria. Oleh karena ini, pemeriksaan fisik pada kasus glomerulonefritis kurang bersifat diagnotif. Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan adalah:
Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh.
Keadaan umum dan kesadaran
Pada keadaan umum dan kesadaran yang dinilai adalah:
1. Keadaan sakitnya (berat, sedang atau ringan) 2. Kesadaran (pasien dalam keadaan tidak tidur)
o Kompos mentis o Apatis o Somnolen o Sopor o Koma o Delirium
o 3. Status mental dan tingkah laku o Gembira, tenang, koperatif o Gelisah, murung, cengeng
o 4. Kelainan-kelainan yang segera tampak o Edema
o Pucat /lemas o 5. Posisi dan Aktivitas
o Datang dengan berjalan/ digendong
o 6. Fasies pasien
o Melihat keadaan muka pasien (seperti misalnya edema mata, napas melalui
mulut cepat dan dalam, dsb).
Inspeksi
o Perhatikan ada atau tidak pembesaran pada daerah abdomen dan pinggang, jika ditemui dapat didagnosa sebagai tumor. Perhatikan jika terdapat trauma seperti luka. Pada penderita GNAPS dapat ditemukan sembap atau udem pada daerah mata (preorbital) dan dapat juga anasarka.
Palpasi
o Pemeriksaan dengan posisi baring, dapat dilakukan tes ballottement. Pada GNAPS tes
o ballottement negative. Tidak nyeri tekan saat palpasi. Perkusi
o Dilakukan tes shifting dullness. Pada GNAPS dengan edema atau asites pada daerah abdomen tes akan positif.
Auskultasi
o Terdengar suara bising yaitu sistolik bruit pada stenosis atau aneurisma arteri renalis dan pada GNAPS tes negatif.
Antopometri
Panjang / tinggi badan Berat badan
o Pengukuran antopometri (berat dan tinggi badan) dan tekanan darah dilakukan untuk mengetahui adanya edema dan hipertensi yang diakibatkannya. Sedangkan pemeriksaan lainnya ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan sistem saraf pusat.4
o Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan hasil hipertensi dan edema pada wajah dan kedua tungkai.
o Pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dapat dilakukan terutama mengarah kepada pemeriksaaan darah, urinalisis, uji fungsi ginjal dan uji serologi, uji imunologi, USG ginjal dan pemeriksaan histologik.
o o Urinalisis
o Urine biasanya menjadi sangat berkurang, pekat dengan warna mulai dari kelabu berkabut sampai merah coklat. Warna tersebut sebagai akibat degradasi hemoglobin menjadi asam hematin. Proteinuria biasanya sesuai dengan tingkat hematuria dan berkisar antara seangin sampai 2+ (sampai 100 mg/dl). Ekskresi protein jarang melebihi 2 g/m2 luas permukaan tubuh per hari. Hampir 2-5% pasien glomerulonefritis akut pasca streptokokus menunjukan proteinuria masif dengan gambaran sindrom nefrotik. Hematuria merupakan kelainan urine yang selalu ada. Torak eritrosit sebagai tanda adanya perdarahan glomerulus kadang-kadang terlihat pada pemeriksaan urinalisis.1 Jumlah urin kurang dari 500 ml sehari (oliguria)
Berat jenis meninggi Warna urin pekat
pH urin menurun (asam) Proteinuria (0,2-3g/dL)
Hematuria makroskopis (gross hematuria) ditemukan pada 50% penderita
Ditemukan pula eritrosit (++), merupakan eritrosit dismorfik (eritrosit dengan ukuran kecil, hipokromik, terdapat/ mengalami distorsi dan fragmentasi), leukosit (+), silinder eritrosit, silinder hialin, dan silinder berbutir.
o
Pemeriksaan darah lengkap LED meningkat
Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Jumlah leukosit dan trombosit normal
o
Uji fungsi ginjal
o Sebagian besar pasien GNAPS yang rawat inap menunjukan kenaikan kadar BUN dan kreatinin serum. Sebagian pasien menunjukan gejala uremia dengan asidosis metabolik dan hiperkalemia. Penurunan fungsi ginjal berkorelasi dengan parahnya jejas glomerulus. Profil elektrolit biasanya normal. Hiperkalemia dan asidosis metabolik hanya terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berat. Albumin serum sedikit menurun, ureum dan kreatinin darah meningkat.1
Uji Serologi
o Bila tanda-tanda adanya infeksi Streptokokus secara langsung tidak didapatkan, uji serologik dapat dipakai untuk membuktikan adanya respon imun terhadap antigen Streptokokus. Kenaikkan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASO) terlihat dalam 10-14 hari setelah terjadinya infeksi Streptokokus. Tetapi respon titer ASO pada pasca infeksi kulit sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena efek lemak kulit yang menghambat antigenisitas streptolisin O. Sebaliknya dilakukan kombinasi dengan uji lainnya seperti misalnya anti hyaluronidase dan anti deoxyribonuclease B atau uji streptozyme yang meningkat pada infeksi streptokokus tanpa terpengaruh lokasi infeksi. Jika titer ASO lebih dari 250 U maka besar kemungkinan adanya infeksi Streptokokus.1 Uji Imunulogi
o Yang penting dan paling konsisten pada glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah menurunnya kadar komplemen ketiga (C3). Kadar C3 menurun pada saat onset pada 80-90% pasien dan akan kembali normal dalam 8-10 minggu setelah onset. Pemeriksaan ini berguna untuk pemantauan penyakit.1
o
Radiologi
o Untuk pemeriksaan radiologi dapat melakukan USG ginjal tetapi pemeriksaan radiologi sendiri tidak spesifik. Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinan adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Foto toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru, efusi pleura, kardiomegali ringan dan efusi perikardial. Foto abdomen dapat melihat adanya asites1
o Biopsi ginjal
o Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum biopsi dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan kontra indikasi biopsi ginjal. Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat, dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membran basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gamma, komplemen, dan antigen Streptococcus.1
o Working Diagnosis
o Working diagnosis yang diambil adalah glomerulonefritis akut pasca Streptokokus. Glomerulonefritis akut terutama terjadi pada usia sekolah. Secara khas penyakit ini terjadi 7-14 hari setelah infeksi tenggorokan oleh kuman streptokokus β-hemolitikus grup A tetapi terjadi kenaikan persentase kejadian karena penyebab lain, mungkin oleh virus. Di beberapa daerah dunia dengan higiene yang buruk, glomerulonefritis yang timbul setelah infeksi streptokokus pada kulit berupa pioderma merupakan keadaan relatif yang sering ditemukan. Hanya sterotipe streptokokus tertentu yang merupakan penyebab dan deteksi antigen streptokokus pada mesangium glomerulus mendukung konsep proses kompleks akut terlarut. Penurunan kadar komplemen serum merupakan tanda terjadinya proses imunologik.2
o Differensial Diagnosis
o Differensial diagnosis dari Glomerulonefritis Akut pasca Streptokokus Grup A adalah sindrom nefrotik dan infeksi saluran kemih.
o Sindrom Nefrotik
o Sindrom nefrotik terjadi apabila terdapat pengeluaran protein urine secara nyata yang menyebabkan hipoalbuminemia dan edema. penyakit ini jarang terjadi dengan insidens 2 kasus per 100.000 anak dengan puncak kejadian pada anak usia 1-5 tahun. Laki-laki lebih sering menderita sindrom nefrotik daripada perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Penyebabnya belum diketahui. Gejala pertama yang diperhatikan adalah edema preorbital atau edema dependen dan asites abdomen. Dapat juga ditemukan nyeri pada abdomen, muntah dan diare. Hipovolemia dan kolaps sirkulasi merupakan keadaan yang sangat berbahaya pada fase awal penyakit akibat perpindahan cairan dari intravaskular ke ruang ekstraseluler dan hal ini dapat diperberat oleh diare dan muntah. 4 gejala yang khas pada sindrom nefrotik adalah proteinuria masif atau proteinuria nefrotik, hipoalbuminemia, edema (pada palpebra atau pretibia, dapat juga edema skrotum) dan hiperlipidemia. Dapat juga disertai hiperkolesterolemia. 2,5
o Infeksi Saluran Kemih
o Infeksi saluran kemih pada anak sering ditemukan. Merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak sesudah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak perempuan berkisar 3-5% dan pada anak laki-laki sekitar 1%. Infeksi oleh bakteria gram negatif Enterococci merupakan penyebab terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa pasien. Infeksi berulang sering terjadi pada pasien yang rentan atau terjadi karena adanya kelainan anatomik atau kelainan fungsi dari saluran kemih menyebabkan terjadinya stasis urin atau refluks. ISK terbagi 2 yaitu
lower urinary tract infection dan upper urinary infection. Manifestasi klinis dari ISK adalah demam, disurea, nyeri ketok sudut CVA.1
o Etiologi
o Glomerulonefritis pasca streptokukus hanya disebabkan oleh infeksi dari streptokokus. Penyebab yang umumnya ditemukan adalah Streptokokus Grup A. GNAPS didahului oleh piodermatitis oleh streptokokus M tipe 47, 49, 55, 2, 60 dan faringitis oleh streptokokus M tipe 1, 2, 4, 3, 25, 49 dan 12.6 o Patofisiologi
o Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLA-DR. Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukan proses imunologis memegang peranan penting dalam mekanisme penyakit. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan diduga menyebabkan terbentuknya komplek Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas neutrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuroamidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autogen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut mengakibatkan perubahan komplek imun yang bersirkulasi dan kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh IgG dan sebagian kecil IgM atau IgA yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresens. Mikroskop elektron menunjukan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.5
o GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya ke dalam glomerulus.
3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan(molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen).
o
o Gambar 1. Patofisiologi7
o
o Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air. Sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.7
o Manifestasi Klinis
o GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi Streptokokus β hemolitikus grup A melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. 7
o GNAPS simtomatik: o 1. Periode laten
o Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang
dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.7
o 2. Edema
o Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan intertisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.7
o
o 3. Hematuria
o Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.7
o 4. Hipertensi
o Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang.7
o 5. Oliguria
o Keadaan ini jarang dijumpai. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.7
o 6. Gejala Kardiovaskular
o Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.7
o a. Edema paru
o Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Bentuk yang tersering adalah bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Kelainan radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pneumonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.7 o 7. Gejala-gejala lain
o Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.7
o Epidemiologi
o Insidens glomerulonefritis yang terdeteksi secara klinis selama penyakit ini mewabah adalah lebih dari 10% pada anak dengan faringitis dan 25% pada anak dengan impegtigo. Pada sebuah penelitian dilaporkan adanya perubahan pada epidemiologi GNAPS dan menemukan farIngitis telah menggeser impegtigo sebagai penyebab predominan dari GNAPS. Insidensnya menurun di United States dan Eropa. Kebanyakan GNAPS terjadi di negara-negara berkembang seperti Afrika dan negara-negara-negara-negara di Timur tengah. Insidens terbesar terjadi pada Australia Aborigin yaitu 239 per 10000 dan insidens terendah pada orang Italia yaitu 0,04 per 100000 dan penelitian ini dilakukan pada orang-orang berusia dibawah 60 tahun. Alasan perubahan epidemiologi ini kemungkinan karena status gizi komunitas, semakin bebasnya pemakaian antibiotik profilaksis dan kemungkinan perubahan pada potensial nefritogenik dari streptokokus.6
o Mortalitas dari GNAPS pada anak-anak kurang dari 1 % sedangkan pada dewasa 25%. Ini merupakan sekunder untuk terjadinya gagal jantung kongestif dan azotemia. Gagal jantung kongestif sering ditemukan pada orang dewasa (43%) dari pada anak-anak (< 5%). Proteinuria lebih sering ditemukan pada orang dewasa (20%) dari pada anak-anak (4-10%). Kira-kira 83% orang dewasa mengalami azotemia sedangkan anak-anak 25-40% .6
o Pada GNAPS, laki-laki 2 kali lebih banyak terkena dibandingkan perempuan. Anak-anak yang sering terkena pada usia 2-12 tahun. Pada usia dibawah 2 tahun sekitar 5% dan pada usia diatas 40 tahun 10%.6
o o o
o Penatalaksanaan o Medikamentosa
o Terapi untuk pasien GNAPS adalah antibiotik dan simptomatik. Antibiotik (penisilin atau eritromisin) selama 10 hari diperlukan untuk eradikasi streptokokus. Simptomatik, pada kasus ringan dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat antihipertensi yang sesuai. Untuk obat-obat antihipertensi dapat diberikan Calcium Channel Blocker, vasodilator (Hidralazin) dan diuretik (furosemid).6
o Pengobatan antibiotik dapat mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akanmengurangi kejadian GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat.7
o Non medika mentosa
o Pasien dilakukan tirah baring, istirahat total, restriksi cairan, pengaturan nutrisi, diet rendah protein, pemberian diet yang mengandung kalori adekuat.7
o Edukasi
o Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan, masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk. Perlu dijelaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.7
o Komplikasi
o Komplikasi yang sering dijumpai adalah : Ensefalopati hipertensi (EH).
o EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg.
Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) Edema paru
o Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.7
o Prognosis
o Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat
jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Prognosis GNAPS baik, tetapi dapat juga terjadi kematian terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.6
o Kesimpulan
o Anak laki-laki usia 5 tahun dengan keluhan warna urinenya gelap, bengkak pada mata dan nafas pendek diduga menderita glomerulonefritis akut pasca Streptokokus dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik dan juga riwayat penyakit dahulu.
o Daftar Pustaka
1. Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, et al. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. Hal 57- 62; 72, 131.
2. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 182-183.
3. Welsby PD. Pemeriksaaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Hal 104-5.
4. Rudolph AM, Wahab AS. Buku ajar pediatri rudolph volume 2. Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. Hal1486-1500.
5. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Saripediatri vol. 5; 2003. hal 58-63.
6. Geetha D. Poststreptococcal Glomerulonephritis. Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/240337-overview. 21 Maret 2014.
7. Rachmadi D. Diagnosis dan penatalaksanaan glomerulonefritis akut. Bandung : Falkultas Kedokteran UNPAD-RS. Dr. Hasan Sadikin; 2010.
o o o