• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presentasi Kasus GNAPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Presentasi Kasus GNAPS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Presentasi Kasus

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

Disusun oleh : Tommie Prasetyo U W 0906622542 Narasumber : dr. Sudung O Pardede, SpA (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA, April 2010

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

(2)

Usia : 12 tahun

Alamat : Cengkareng, Tangerang

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 338-32-96 Masuk rumah sakit : 30 Maret 2010

1.2. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. M

Usia : 30 tahun

Alamat : Cengkareng, Tangerang

Pekerjaan : Supir tembak

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pernikahan ke : 1

Penghasilan : Rp

400.000,-Nama ibu : Ny. I

Usia : 29 tahun

Alamat : Cengkareng, Tangerang

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD Agama : Islam Suku : Sunda Pernikahan ke : 1 Penghasilan : -ANAMNESIS

(3)

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ayah pasien serta dari rekam medik pada tanggal 31 Maret 2010 dan 2 April 2010.

Keluhan Utama

Sesak yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Riwayat Penyakit Sekarang

Tiga minggu SMRS terdapat luka bernanah dan koreng-koreng di kedua tangan dan kaki pasien. Luka tidak berdarah dan pasien tidak demam. Kemudian pasien berobat ke puskesmas diberikan bubuk PK untuk dicampurkan ke air mandi. Setelah itu nanah mulai mengering dan luka-luka membaik.

Satu minggu SMRS pasien mulai sering lelah. Pasien juga mengaku sesak saat beraktivitas, seperti berjalan jauh. Wajah tampak sembab di pagi hari namun hilang di siang hari. Selain itu pasien juga batuk berdahak tidak disertai pilek. Sejak 1 minggu SMRS buang air kecil pasien lebih sedikit dan jarang daripada biasanya dan warna air seni pasien seperti air cucian daging.

Tiga hari SMRS wajah pasien terlihat sembab, pasien juga tampak gelisah. Kedua kaki pasien juga tampak bengkak dan sesak pasien bertambah jika berbaring, namun membaik saat duduk. Batuk pasien juga semakin bertambah parah. Pasien berobat ke dokter umum, diberi dua macam obat namun pasien tidak tahu namanya. Sesak pasien tidak membaik setelah konsumsi obat tersebut.

Dua hari SMRS sesak pasien semakin bertambah, bahkan duduk juga tetap sesak dan kedua kaki semakin bengkak. Kemudian pasien berobat ke klinik 24 jam, di sana pasien diperiksa urin. Urin pasien berwarnah kemerahan seperti air cucian daging dan dikatakan sakit ginjal, kemudian pasien dirujuk ke RSU Cengkareng.

Satu hari SMRS pasien diperiksa darah dan difoto rontgen dada di RSU Cengkareng. Dokter di sana mengatakan pasien sakit ginjal dan paru. Pasien diberi obat suntik satu kali dan bengkak berkurang. Pasien disarankan untuk dirawat namun ruangan penuh, kemudian dirujuk ke RS Tarakan yang juga penuh, lalu pasien dirujuk ke RSCM.

Saat masuk IGD RSCM pasien tampak sesak saat duduk maupun tidur dan tampak gelisah. Kedua kelopak mata, perut, dan kedua kaki pasien tampak bengkak. Pasien tidak demam, buang air kecil berwarna kemerahan, dan belum buang air besar. Di IGD pasien diberikan furosemide dan amoxycilin.

(4)

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang serupa sebelumnya.

Pasien pernah korengan satu tahun sebelumnya, berobat di Puskesmas hingga sembuh. Kontak TB, alergi dan atopi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit ginjal di keluarga disangkal. Riwayat penyakit serupa di keluarga disangkal. Alergi, asma, dan atopi di keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Pemeriksaan antenatal teratur di bidan. Tidak ada riwayat sakit berat dan keputihan selama kehamilan. Ibu pasien tidak pernah dirawat di RS selama hamil.

Pasien lahir cukup bulan, spontan. Berat badan saat lahir dan panjang lahir pasien tidak diingat oleh ayah pasien. Saat lahir pasien langsung menangis, tidak terdapat kebiruan, pasien juga tidak tampak kuning dan tidak ada kelainan bawaan.

Riwayat Tumbuh Kembang Tengkurap : orang tua tidak ingat Duduk : orang tua tidak ingat Berdiri : orang tua tidak ingat Berjalan : 12 bulan

Bicara : 12 bulan

Saat ini pasien kelas 6 SD dan tidak pernah tinggal kelas. Kesan : tumbuh kembang dalam batas normal.

(5)

Ayah pasien tidak ingat imunisasi apa saja yang pernah diberikan pada anaknya, hanya imunisasi polio saja yang diingat oleh ayah pasien. Namun menurut ayah pasien anaknya mendapat imunisasi lengkap.

Kesan: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan Usia 6 bulan sudah mulai makan bubur biskuit.

Usia 1 tahun pasien diberi nasi lunak dengan sayur dan lauk (makanan keluarga) Sekarang makan biasa 3 kali sehari.

Kesan kuantitas dan kualitas cukup.

Riwayat keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Saudara pasien sehat. Keadaan rumah dan lingkungan

Pasien dan keluarga pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. PEMERIKSAAN FISIK (saat masuk IGD 30 Maret 2010)

Keadaan umum : tampak sakit berat, sesak (+), sianosis (-)

Kesadaran : compos mentis

Berat badan : 32 kg Tinggi badan : 130 cm LLA : 22 cm Status Gizi :  BB/U = 32/42 x 100% = 76,19 %  TB/U = 130/151 x 100% = 86,09%  BB/TB = 32/27,5 x 100% = 116%  LLA = 22/23,2 = 94,8%

(6)

Tanda vital : Tekanan darah 120/70 mmHg

Frekuensi nadi 120x/menit, reguler, isi cukup

Frekuensi napas 30x/menit, reguler, kedalaman cukup, napas cuping hidung (+), retraksi interkostal (+)

Suhu 36,5(C

Kepala : deformitas (-)

Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga : serumen

-/-Leher : JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba

Paru : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah halus tidak nyaring wheezing

-/-Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (+)

Abdomen : datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, asites (-), hepar teraba 5 cm di bawah arcus costae kanan dan 7 cm di bawah processus xiphoideus /limpa tidak teraba, BU(+) menurun, shifting dullnes (+)

Punggung : nyeri ketok costovertebrae angle (CVA)

-/-Genitalia : penis ukuran 6 cm, edema skrotum (-), skrotum hiperemis (-), nyeri (-)

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 3 detik, edema +/+ pitting

RESUME

Pasien anak laki-laki, usia 12 tahun, datang dengan keluhan sesak yang memberat sejak 2 hari SMRS. Tiga minggu SMRS pasien luka bernanah di kulit kedua tangan dan kaki. Satu minggu SMRS pasien sering lelah, sesak bila berjalan jauh, batuk (+) tanpa pilek. Wajah sembab (+), buang air kecil jarang dan berwarna seperti air cucian daging. Tiga hari SMRS wajah semakin bengkak, pasien tampak gelisah, kaki juga menjadi bengkak. Sesak (+) saat berbaring, membaik jika duduk. Batuk semakin parah. Dua hari SMRS sesak bertambah. Satu hari SMRS pasien cek darah dan foto roentgen thorax di RSU Cengkareng dikatakan terdapat penyakit ginjal dan paru. Pasien diberi obat suntik dan bengkak kemudian berkurang, pasien

(7)

direncanakan dirawat di RSU Cengkareng tetapi karena kamar penuh pasien dirujuk ke RS Tarakan yang juga penuh lalu akhirnya ke RSCM. Pada hari masuk RS pasien sesak saat duduk maupun tidur, tampak gelisah, bengkak di kelopak mata, perut dan kedua kaki. BAK pasien berwarna kemerahan. Di IGD RSCM pasien diberi furosemide dan amoxycilin. Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien compos mentis, tampak sesak, napas cuping hidung (+), retraksi intercostae (+), tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit regular, isi cukup, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,30C, BB= 32 kg, TB 130 cm, LLA = 22 cm, kesan gizi normal, perawakan pendek. Didapatkan edema palpebra bilateral, peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapang paru, gallop pada auskultasi jantung, hepatomegali, ascites, dan pitting edem pada kedua kaki.

Masalah

1. Dekompensatio coris NYHA class IV dengan edema paru ec overload cairan 2. Gagal ginjal akut ec GNAPS

3. Prurigo hebra 4. Perawakan pendek Rencana

Rencana diagnosis 1. DPL

2. Kimia darah dan elektrolit 3. Urin lengkap

4. ASTO, C3

5. Foto rontgen thorax

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Perifer Lengkap (31 Maret 2010)

Pemeriksaan Hasil Hb Ht Leukosit Diff count Trombosit 12,6 (13 –16 g/dl) 38% (40 – 48 %) 22.400/ul (5000 – 10000/ul) 0/0/4/81/15/0 447.000/ul (150.000 – 400.000/ul)

(8)

MCV MCH MCHC LED (laki-laki) 80 ( 82-92 fl) 26 (27-31 pg) 33 (22-36 g/dl) 16 (0-10 mm) Urinalisa (31 Maret 2010) Pemeriksaan Hasil Urinalisis Sel epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Berat jenis pH Protein Glukosa Keton Darah/Hb Bilirubin Urobilinogen Nitrit Leukosit esterase + (negatif) 10-13 (1-5/LPB) Banyak (1-3/LPB) + (negatif) Negatif (negatif) + (negatif) 1.030 (1.003-1.030) 5.0 (4.5-8.0) +++ (negatif) Negatif (negatif) Negatif (negatif) +++ (negatif) Negatif (negatif) 0.2 (0.1-1.0) + (negatif) + (negatif) Kimia Darah (31 Maret 2010)

Pemeriksaan Hasil Ur Cr SGOT SGPT Albumin 98 (10-50) 1,0 (0,5-1,5) 170 (10-35) 86 (10-36) 3,0 (3,5- 4,8) LFG hitung: 71,5 ml/menit/1,73 mm2 Elektrolit (31 Maret 2010)

(9)

Pemeriksaan Hasil Na K Cl 134 (135-147) 4,6 (3,5-5,5) 106 (100-106) Analisa gas darah (31 Maret 2010)

Pemeriksaan Hasil pH pCO2 pO2 SO2% BE SBC HCO3 TCO2 7,431 (7,35-7,45) 23,4 (35-45) 76,7 (75-100) 96,1 -8,8 (-2,5-2,5) 18,5 15,7 (21-25) 16,4 (21-27)

Foto thorax (dari RSU Cengkareng)

Kesan edema paru, kardiomegali sulit dinilai karena inspirasi kurang. Tatalaksana

Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari) Oksigen 1-2 L/menit bila sesak

Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO Furosemid 2 x 20 mg PO

Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam , diuresis balans negatif Follow up

31/3/2010

S : Demam (-), batuk (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-) O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis

Tidak ada sesak maupun sianosis

TD= 100/60 mmHg di keempat ekstremitas, FN= 120x/menit, reguler, isi cukup, FP= 30x/menit, reguler, kedalaman cukup, Suhu= 36,3(C.

Mata : konjungtiva pucat , sklera ikterik , edem palpebra -/-THT : faring tidak hiperemis, T1-T1

(10)

Mulut : mukosa lembab

Paru : vesikuler +/+, rhonki wheezing

-/-Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-) Ekstremitas : akral hangat, CRT< 3” edema minimal

A : Dekompensatio cordis NYHA class IV ec overload cairan Gagal ginjal akut ec GNAPS

Prurigo hebra Perawakan pendek

P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari) Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO

Furosemid 2 x 20 mg PO Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam 1/4/2010

S : Demam (-), batuk (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-) O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis

Tidak ada sesak maupun sianosis

TD= 100/70 mmHg di keempat ekstremitas, FN= 110x/menit, reguler, isi cukup, FP= 24x/menit, reguler, kedalaman cukup, Suhu= 36(C.

Mata : konjungtiva pucat , sklera ikterik , edem palpebra -/-THT : faring tidak hiperemis, T1-T1

Mulut : mukosa lembab

Paru : vesikuler +/+, rhonki wheezing

-/-Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-) Ekstremitas : akral hangat, CRT< 3” edema minimal

Diuresis hingga 05.00 (11 jam) = 5,32 ml/kg/jam Laboratorium (1/4/10)

C3 : 26 mg/dL (90-180) ASTO : 350 IU/mL (<320)

A : Dekompensatio cordis NYHA class IV ec overload cairan Gagal ginjal akut ec GNAPS

(11)

Prurigo hebra Perawakan pendek

P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari) Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO

Furosemid 2 x 20 mg PO Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam 2/4/2010

S : Demam (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-), BAK lancar, bengkak berkurang O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis

Tidak ada sesak maupun sianosis

TD= 100/70 mmHg di keempat ekstremitas, FN= 82x/menit, reguler, isi cukup, FP= 24x/menit, reguler, kedalaman cukup, Suhu= 37(C.

Mata : konjungtiva pucat , sklera ikterik , edem palpebra -/-THT : faring tidak hiperemis, T1-T1

Mulut : mukosa lembab

Paru : vesikuler +/+, rhonki wheezing

-/-Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-) Ekstremitas : akral hangat, CRT< 3” edema

Diuresis 18.00-06.00 > 1,2 ml/kg/jam

A : Gagal ginjal akut ec GNAPS Riwayat dekompensatio cordis Perawakan pendek

Prurigo hebra

P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari) Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO

Furosemid 2 x 20 mg PO Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam PROGNOSIS

(12)

Ad functionam : bonam

Ad sanactionam : bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. GNAPS adalah salah satu penyebab gross hematuria glomerular yang paling sering pada anak-anak. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman streptokokus β-hemolitikus grup A di saluran nafas atas atau di kulit.

Etiologi dan Epidemiologi

Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) muncul setelah infeksi pada tenggorokan atau kulit oleh strain “nefritogenik” tertentu dari streptokokus β-hemolitikus

(13)

grup A. Faktor-faktor yang menyebabkan hanya strain tertentu yang menjadi nefritogenik masih belum jelas. GNAPS biasanya muncul setelah faringitis streptokokal yang timbul selama musim dingin/penghujan dan infeksi kulit atau pioderma selama musim panas, sedangkan di daerah tropis infeksi kulit streptokokal dapat terjadi sepanjang tahun. Walaupun secara epidemis nefritis telah ditemukan berhubungan dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) dan kulit (serotype 49), penyakit ini paling sering muncul secara sporadis.

GNAPS paling sering menyerang anak usia sekolah (5-12 tahun) dan jarang menyerang anak usia kurang dari 3 tahun. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.

Risiko munculnya glomerulonefritis akut tergantung apakah infeksi disebabkan oleh strain nefritogenik, risiko serangan 10-15% dan dapat terjadi pada perjalanan infeksi tenggorok atau kulit. Terdapat masa laten tertentu sebelum munculnya sindrom nefritis akut, biasanya 1-2 minggu setelah faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma streptokokal.

GNAPS adalah salah satu penyebab hematuria glomerular terbanyak pada anak, hanya dikalahkan oleh IgA nefropati. GNAPS merupakan glomerulonefritis akut pasca infeksi yang paling sering ditemukan. Selain Streptokokus juga telah dibuktikan terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi stafilokokus, pneumokokus, coxsackie virus B, echovirus tipe 9, influenza, dan mumps.

GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self-limiting, tetapi dapat juga menyebabkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

Patofisiologi

Kebanyakan bentuk glomerulonefritis akut dimediasi oleh proses imunologik. Pada GNAPS, bukti-bukti menunjukkan bahwa kompleks imun, yang dibentuk oleh kombinasi antibodi spesifik dan antigen streptokokus, terlokalisir di dinding kapiler glomerulus dan mengaktivasi sistem komplemen. Sistem imun mungkin juga diaktivasi oleh antigen steptokokal yang menempel ke struktur glomerulus dan berperan sebagai “planted antigen” atau dengan perubahan antigen endogen.

(14)

Gambar 1. Patofisiologi GNAPS, terjadi penumpukan kompleks imun di subepitel glomerulus

Bermacam sitokin dan faktor imunitas seluler menginisiasi suatu respon inflamasi yang bermanifestasi menjadi proliferasi seluler dan edema di glomerular.

Hanya beberapa strain streptokokus yang menyebabkan glomerulonefritis akut. Penelitian yang dilakukan 50 tahun lalu menunjukkan identifikasi strain tertentu dari streptokokus grup A yang nefritogenik. Yang lebih baru, streptokokus non-grup A, terutama grup C, ditemukan juga menyebabkan glomerulonefritis.

Sedikitnya 2 antigen diisolasi dari streptokokus nefritogenik, zymogen (suatu precursor dari exotoksin B) dan glyceraldehydes phosphate dehydrogenase (GNADH), telah diidentifikasi dan dipercaya mampu menginisiasi respons imunologik. Fraksi tersebut memiliki afinitas tertentu terhadap glomerulus dan telah terbukti menginduksi respons antibodi. Hal ini membawa pada aktivasi sejumlah jalur mediator proinflamasi di glomerulus. Walaupun infeksi streptokokus dihubungkan secara erat dengan GNAPS, sesungguhnya mekanisme kerusakan pada ginjal masih dijabarkan secara tidak komplit. Penelitian terbaru juga menunjukkan kemampuan dari SPEB dan NAPIr, suatu reseptor plasmin streptokokal, untuk terikat dan mengaktivasi plasmin, dengan demikian menginisiasi kaskade inflamasi.

Gambar 2.

Etiopatogenesis GNAPS. Nefritogenisitas dari NAPIr-GAPDH streptokokus (kiri) diperkirakan berhubungan dengan aktivitas pengikatan-plasmin yang mampu memicu reaksi

(15)

inflamasi dan degradasi Membran Basal Glomerulus, kompleks ini menempati glomerulus dengan plasmin, tapi tidak dengan IgG atau komplemen. SpeB dan zSpeB (kanan) dapat menginduksi immune-complex-mediated glomerulonephritis ketika SpeB menempel dengan komplemen dan IgG dan tampak di tumpukan subepitelial, dimana merupakan penampakan khas dari GNAPS.

Pada kebanyakan pasien dengan GN akut sedang-berat, terjadi penurunan filtrasi glomerulus, dan kemampuan untuk mengekskresi garam dan air biasanya berkurang, menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Volume cairan ekstraseluler yang meningkat menyebabkan edema, dan juga berperan dalam hipertensi, anemia, kongesti sirkulasi, dan ensefalopati.

Gambaran patologi

Seperti pada GN akut lain, ginjal terlihat membesar simetris. Pada mikroskop cahaya, seluruh glomeruli tampak membesar dan bloodless dan menampakkan proliferasi sel mesangial difus dengan pembesaran matriks mesangial.

Gambar 3. Glomerulus pasien GNAPS terlihat membesar dan perdarahan kurang dan menunjukkan proliferasi mesangial dan eksudasi netrofil. (400x)

PMN sering ada di glomerulus selama masa awal penyakit. Kresentik dan inflamasi intersisial mungkin dapat terlihat pada kasus sangat berat. Perubahan-perubahan ini tidak spesifik untuk GNAPS. Mikroskopik imunofloresensi menampakkan deposit yang bertumpuk-tumpuk dari immunoglobulin dan komplemen di membrane basalis glomerulus dan di mesangial. Pada mikroskop electron, deposit electron-dense atau “humps” terlihat pada sisi epitel membran basalis glomerulus.

(16)

Gambar 4. Mikroskop electron pada GNAPS memperlihatkan deposit electron dense (D) di sisi epitel (Ep) dari membrane basalis glomerulus. PMN

(P) tampak di dalam lumen (L)

kapiler. BS =

Bowman space. M = mesangium.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria non-glomerular: sel darah merah dalam bentuk dan ukuran yang seragam namun

menunjukkan dua populasi sel karena sejumlah kecil sel kehilangan pegmen hemoglobinnya. Gambar 6: Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas

(17)

pada hematuria glomerular: sel darah merah kecil dan bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan kandungan hemoglobin

Gambar 7:

Microscopy of urinary sediment. A cast containing numerous erythrocytes, indicating glomerulonephritis.

Manifestasi klinis

GNAPS paling sering terjadi pada anak berumur 5-12 tahun dan jarang sebelum usia 3 tahun. Pasien biasanya menunjukan gejala sindrom nefritis akut 1-2 minggu setelah faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma. Tingkat keparahan kerusakan bervariasi dari hematuria mikroskopik asimtomatik dengan fungsi ginjal normal hingga gagal ginjal akut. Pasien dapat juga mengalami ensefalopati dan/atau gagal ginjal yang disebabkan oleh hipertensi atau hipervolemia. Ensefalopati dapat juga terjadi karena akibat langsung dari efek toksik bakteri streptokokus di system saraf pusat. Edema biasanya disebabkan dari retensi air dan garam dan sindrom nefrotik dapat muncul pada 10-20 % kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen/pinggang, dan demam umum terjadi. Edema subglotis akut dan gangguan pernapasan juga pernah dilaporkan muncul.

Tanda kardinal yang khas terdiri dari :

1. Hematuria dengan urin berwarna teh/cucian daging tanpa disertai disuria, 2. Edema terutama periorbital dan dapat juga seluruh tubuh,

3. Hipertensi, 4. Oliguria / anuria.

(18)

Dapat disertai dengan tanda-tanda sindrom nefrotik seperti proteinuria dan hipoalbuminemia. Selain itu karena komplikasinya dapat terjadi tanda-tanda kongesti dan ensefalopati.

Gambar 5. Urin pada GNAPS. Berwarna teh

tua.

Fase akut

biasanya menyembuh sendiri dalam 6-8

minggu. Walaupun

ekskresi protein urin dan hipertensi biasanya normal dalam 4-6 minggu setelah onset, hematuria mikroskopik dapat bertahan hingga 1-2 tahun.

Diagnosis

Dari urinalisis didapatkan eritrosit, biasanya bersama dengan silinder eritrosit, proteinuria, dan lekosit PMN. Anemia normositik yang ringan mungkin dapat terjadi karena hemodilusi dan hemolisis ringan. Serum C3 menurun pada fase akut dan akan kembali normal dalam 6-8 minggu.

Konfirmasi diagnosis membutuhkan adanya bukti yang jelas tentang infeksi streptokokus yang invasive. Kultur tenggorok yang positif dapat mendukung diagnosis atau menunjukkan keadaan karier. Di sisi lain, peningkatan antibodi terhadap antigen streptokokal memastikan adanya infeksi streptokokus. Penting untuk diketahui titer antistreptolisin O (ASTO) biasanya meningkat setelah infeksi faring namun jarang meningkat setelah infeksi kulit pioderma. Titer antibodi tunggal yang paling baik untuk menunjukkan adanya infeksi streptokokus di kulit adalah deoxyribonuclease (DNase) B antigen. Tes streptozim merupakan suatu pemeriksaan alternative untuk mendeteksi antibody terhadap streptolysin O, DNase B, hyaluronidase, streptokinase, dan nicotinamide-adenine dinucleotidase menggunakan tes slide aglutinasi.

Diagnosis secara klinis GNAPS dapat ditegakkan pada seorang anak dengan sindrom nefritis akut (gross hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal), bukti infeksi strptokokus sebelumnya, dan C3 serum yang rendah. Walaupun begitu, penting untuk memikirkan diagnosis lain seperti SLE dan eksaserbasi akut glomerulonefritis kronik. Renal

(19)

biopsi hanya dipertimbangkan bila terdapat gagal ginjal akut, sindrom nefrotik, tidak adanya bukti infeksi streptokokal, atau komplemen serum yang normal. Biopsi ginjal juga dipertimbangkan bila hematuria dan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, dan/atau C3 serum bertahan lebih dari 2 bulan.

Diagnosis banding GNAPS termasuk beberapa penyebab hematuria yang lainnya, seperti misalnya IgA nefropati. Glomerulonefritis akut juga dapat mengikuti infeksi stafilokokus koagulase-positif dan koagulase-negatif, Streptococcus pneumonia, dan bakteri gram negative. Dan juga, endokarditis bacterial dapat menimbulkan glomerulonefritis hipokomplementik dengan gagal ginjal. Akhirnya, glomerulonefritis akut dapat timbul setelah jamur tertentu, rickettsia, dan penyakit virus, terutama influenza.

Komplikasi

Komplikasi akut dari penyakit ini disebabkan terutama karena hipertensi dan disfungsi ginjal akut. Hipertensi terdapat pada 60% pasien dan dapat dihubungkan dengan ensefalopati hipertensi pada 10% kasus. Komplikasi lain termasuk gagal jantung, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang, dan uremia.

Pencegahan

Antibiotik sistemik pada awal infeksi faringitis streptokokus dan pioderma tidak mengurangi resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga dari pasien dengan GN akut harus dikultur untuk streptokokus β-hemolitikus grup A dan harus diobati bila kulturnya positif. Tata laksana

Tata laksana ditujukan untuk menangani efek akut dari penurunan fungsi ginjal dan hipertensi. Walaupun pemberian 10 hari antibiotic sistemik dengan penisilin dianjurkan untuk membatasi penyebaran organism nefritogenik, terapi antibiotic tidak memperngaruhi perjalanan penyakit dari glomerulonefritis. Pembatasan garam, dieresis, dan farmakoterapi dengan antagonis kalsium, vasodilator, atau ACE-inhibitor adalah terapi standar yang digunakan untuk menangani hipertensi.

(20)

Penyembuhan sempurna terdapat pada >95% anak dengan GNAPS. Mortalitas dari fase akut dapat dicegah dengan penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Jarang terjadi, fase akut sangat berat dan membawa pasien pada hialinisasi glomerular dan insufisiensi ginjal kronik. Walaupun begitu diagnosis GNAPS harus dipertanyakan pada pasien dengan disfungsi ginjal kronik karena diagnosis lain seperti glomerulonefritis membranoproliferatif mungkin muncul. Rekurensi sangat jarang terjadi.

(21)

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Aspek diagnosis

Pasien anak laki-laki, usia 12 tahun, datang dengan keluhan sesak yang memberat sejak 2 hari SMRS. Tiga minggu SMRS pasien luka bernanah di kulit kedua tangan dan kaki. Satu minggu SMRS pasien sering lelah, sesak bila berjalan jauh, batuk (+) tanpa pilek. Wajah sembab (+), buang air kecil jarang dan berwarna seperti air cucian daging. Tiga hari SMRS wajah semakin bengkak, pasien tampak gelisah, kaki juga menjadi bengkak. Sesak (+) saat berbaring, membaik jika duduk. Batuk semakin parah. Dua hari SMRS sesak bertambah. Satu hari SMRS pasien cek darah dan foto roentgen thorax di RSU Cengkareng dikatakan terdapat penyakit ginjal dan paru. Pasien diberi obat suntik dan bengkak kemudian berkurang, pasien direncanakan dirawat di RSU Cengkareng tetapi karena kamar penuh pasien dirujuk ke RS Tarakan yang juga penuh lalu akhirnya ke RSCM. Pada hari masuk RS pasien sesak saat duduk maupun tidur, tampak gelisah, bengkak di kelopak mata, perut dan kedua kaki. BAK pasien berwarna kemerahan. Di IGD RSCM pasien diberi furosemide dan amoxycilin. Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien compos mentis, tampak sesak, napas cuping hidung (+), retraksi intercostae (+), tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit regular, isi cukup, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,30C, BB= 32 kg, TB 130 cm, LLA = 22 cm, kesan gizi normal, perawakan pendek. Didapatkan edema palpebra bilateral, peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapang paru, gallop pada auskultasi jantung, hepatomegali, asites, dan pitting edem pada kedua kaki.

Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah tepi didapatkan anemia mikrositik hipokrom, leukositosis dengan dominasi netrofil segmen, trombositosis, dan terdapat peningkatan LED. Dari urinalisis didapatkan sel epitel, leukosituria, hematuria, bakteriuria, proteinuria, nitrit dan leukosit esterase positif. Dari pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan kadar ureum, SGOT, SGPT, dan hipoalbuminemia. Dari nilai kreatinin didapatkan LFG hitung sebesar 71,5 mL/menit/1,73 m2. Dari pemeriksaan gas darah didapatkan kesan asidosis metabolik terkompensasi penuh.

Dari data di atas didapatkan sesak yang memberat, awalnya sesak memberat dengan aktivitas, terdapat orthopnea, dan akhirnya sesak terjadi saat pasien sedang istirahat. Gejala

(22)

sesak pasien merupakan gejala khas gejala gagal jantung, yaitu gagal jantung kongestif fungsional kelas IV, ditambah adanya ronkhi basah halus tidak nyaring pada kedua lapang paru dan edema paru semakin menguatkan diagnosis gagal jantung kelas IV.

Pasien tampak sesak dan gelisah, ditambah adanya ronkhi basah halus tidak nyaring pada kedua lapang paru, saturasi oksigen darah yang turun, dan hasil foto rontgen toraks menunjukkan adanya edema paru sebagai komplikasi gagal jantung.

Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus ditegakkan atas dasar didapatkannya infeksi kulit pada 10-21 hari sebelum timbul glomerulonefritis, kencing berwarna kemerahan, sembab pada mata, dan bengkak pada kaki. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda retensi cairan berupa pitting edem di kaki, asites di perut, dan edema palpebra serta gejala gagal jantung dan edema paru. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom akibat kehilangan darah dari ginjal, leukositosis dan peningkatan LED yang menunjukkan adanya infeksi, dominasi netrofil segmen menunjukkan kemungkinan infeksi bakteri. Sedangkan dari urinalisis didapatkan proteinuria yang menyebabkan hipoalbuminemia yang juga menyebabkan edema, hematuria yang menyebabkan anemia, leukosituria, bakteriuria, nitrit, dan leukosit esterase menunjukkan adanya infeksi saluran kemih. Diagnosis GNAPS diperkuat dengan pemeriksaan kadar C3 yang menurun dan ASTO yang meningkat.

Gagal ginjal akut pada pasien ditegakkan berdasarkan adanya riwayat BAK yang sedikit jumlahnya, gejala overload cairan dan diagnosis GNAPS sebagai penyebab gagal ginjal akut. Dari laboratorium didapatkan penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan ureum dan asidosis metabolik yang terkompensasi.

Pada pasien ini GNAPS menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Gagal ginjal membuat terjadinya overload cairan yang akhirnya mengakibatkan gagal jantung kongestif fungsional kelas IV dan edema paru.

Aspek terapi

Pada pasien ini diberikan makan berupa makanan biasa karena pasien masih bisa makan dengan biasa dengan kalori 1800 kkal (protein 20g/hari, garam 1g/hari).

Pada pasien diberikan Amoksisilin 3 x 500 mg per oral selama 10 hari untuk mengeradikasi kuman streptokokus. Walaupun pemberian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit, namun pemberian antibiotik tetap baik untuk dilakukan untuk membatasi penyebaran kuman nefritogenik dan juga eradikasi kuman dan antigen yang beredar

(23)

Gagal ginjal pada pasien ditatalaksana dengan diuretik furosemid 2 x 20 mg PO (2-4 mg/ kg) dibantu dengan retstriksi cairan sebanyak insensible water loss ditambah jumlah cairan yang dikeluarkan lewat urin pada hari itu. Selanjutnya diberikan tatalaksana yang sesuai bila didapatkan kelainan elektrolit maupun asidosis metabolik.

Dilakukan juga monitor keadaan umum untuk mengawasi kemungkinan komplikasi GNAPS, tanda vital terutama untuk menilai tekanan darah. Selain itu juga penjelasan mengenai penyakitnya, sehingga compliance pasien baik dan tingkat kesembuhannya tinggi. Pada keluarga pasien disarankan melakukan swab tenggorok untuk mengetahui kemungkinan karier streptokokus pada keluarga. Bila hasilnya positif, keluarga juga perlu diobati.

Aspek prognosis

Prognosis quo ad vitamnya bonam karena GNAPS 95% pasien dapat sembuh sendiri. Pada pasien juga tidak terdapat edema dan hipertensi yang memungkinkan terjadinya komplikasi lebih lanjut. Prognosis quo ad functionamnya bonam karena penyakit ini akan sembuh sendiri dan fungsi ginjal pada pasien juga normal. Prognosis quo ad sanactionamnya bonam karena rekurensi penyakit ini sangat jarang ditemukan.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis ID, Avner ED. Conditions Particularly Associated with Hematuria. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Pennsylvania: Saunders; 2004.

2. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 18th edition. New York: McGraw Hill; 2006.

3. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview

4. Diunduh dari: http://www.nature.com/ki/journal/v71/n11/fig_tab/5002169f2.html 5. Diunduh dari:

http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/AcutePostStreptococcalGlomerulonephritis .pdf

6. Diunduh dari: http://www.merck.com/mmpe/sec17/ch226/ch226h.html

Gambar

ILUSTRASI KASUS
Foto thorax (dari RSU Cengkareng)
Gambar 1. Patofisiologi GNAPS, terjadi penumpukan kompleks imun di subepitel glomerulus
Gambar 3. Glomerulus pasien GNAPS terlihat membesar dan perdarahan kurang dan menunjukkan proliferasi mesangial dan eksudasi netrofil
+3

Referensi

Dokumen terkait

Gagal ginjal akut dapat terjadi pada semua tipe sindrom nefrotik, tetapi lebih jarang terjadi pada penderita dengan minimal change disease (MCD).. Hipertensi lebih sering terjadi

Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

klinis  yang  memiliki  hasil  positif  untuk  tes  infeksi  HIV  yang  dilakukan  pada  saat   ditegakkan  diagnosis  TB  atau  memiliki  bukti  dokumentasi

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut,

Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit ginjal, sindrom cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehammilan

Klasifikasi HIV/AIDS Stadium Klinis Kondisi Klinis atau Gejala Infeksi primer HIV  Asimptomats  Sindrom retrovirus akut Infeksi stadium I  Asimptomats  Limfadenopat

Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria