• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KESEHATAN KESELAMATAN KERJAKAPITA SELEKTA KAPITA A2

N/A
N/A
Putri Andriana

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN KESEHATAN KESELAMATAN KERJAKAPITA SELEKTA KAPITA A2"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA KAPITA SELEKTA KAPITA A2

DISUSUN OLEH:

PUTRI ANDRIANA 200110173 M. ANGGA BAIHAQI 200110222 BAGUS PRASTYO 200110223 PUTRI ATTINA RIZKYA 200110245

RUSDA YANTI 190110161

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH 2022

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang-bidang pertanian, perikanan dan perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan yang kurang memadai mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan tingginya angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan pemakaian zat-zat berbahaya yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak terungkap termasuk kanker, penyakit jantung dan stroke. Praktek-praktek ergonomis yang kurang memadai mengakibatkan gangguan pada otot, yang mempengaruhi kwalitas hidup dan produktivitas pekerja. Selain itu, masalah- masalah sosial kejiwaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental (Pia K. M., 2004)

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

(3)

Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan-kecelakaan dan penyakitpenyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP).

ILO melaporkan juga bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di dunia. Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir kasus kecelakaan kerja meningkat. Dari 96.314 kaus kecelakaan kerja di Tahun 2009, meningkat mencapai 103.285 kasus kecelakaan kerja di Tahun 2013. BPJS Ketenagakerjaan, yang semula dikenal dengan nama PT Jamsostek mencatat, di Indonesia tidak kurang dari 9 orang meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja setiap harinya dimana angka kematian akibat kerja di Inggris sebagai pembanding, hanya mencapai angka 2 orang per harinya.

Tidak hanya kecelakaan kerja yang menjadi masalah utama selain itu, Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.

Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan

(4)

pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids

(6)

Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

2.1.1 Sebab-sebab Kecelakaan

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.

(7)

Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

2.1.2 Faktor - faktor Kecelakaan

Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen. Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.

(8)

2.1.3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

2.1.4 Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%

masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%

kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.

Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2.1.5 Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

(9)

2.1.6 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease

& Work Related Diseases).

2.1.7 Pengertian dan Jenis – jenis alat pelindung diri

Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain ditempat kerja

1. Safety Helmet

Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

2. Safety Belt

Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di atas ketinggian.

3. Safety Shoes

Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.

4. Sepatu Karet

Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja yang berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

(10)

5. Sarung Tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

6. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

7. Jas Hujan (Rain Coat)

Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).

8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)

Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

9. Penutup Telinga (Ear Plug)

Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising 10.Pelindung Wajah (Face Shield)

Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda).

CARA MENGGUNAKAN APD

Secara teknis APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi akan dapat meminimaliasi tingkat keparahan kecelakaan atau keluhan / penyakit yang terjadi. Dengan kata lain, meskipun telah menggunakan APD upaya pencegahan kecelakaan kerja secara teknis, teknologis yang paling utama. APD dipakai apabila usaha rekayasa ( engineering ) dan cara kerja yang aman ( work praktis ) telah maksimum. Dalam penggunaan APD masih memiliki beberapa kelemahan seperti :

(11)

a.Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna b.Tenaga kerja tidak merasa aman

c.Komunikasi terganggu

Adapun jenis – jenis Alat Pelindung diri yang digunakan yaitu : a.Alat pelindung kepala

-Topi pengaman ( safety helmet ), untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda – benda

-Topi / Tudung, untuk melindungi kepala dari api, uap, debu, kondisi iklim yang buruk.

-Tutup kepala, untuk melindungi kebersihan kepala dan rambut b.Alat pelindung telinga

-Sumbat telinga ( ear plug ) -Tutup telinga ( ear muff )

c.Alat pelindung muka dan mata ( face shield ) -Kaca mata biasa

-Goggles

d.Alat perlindungan pernafasan

-Respirator yang sifatnya memurnikan udara

-Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih -Respirator dengan supply oksigen e.Pakaian kerja

Pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu

(12)

seperti :

-Terhadap radiasi panas -Terhadap radiasi mengion

-Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia

Pakaian pelindung dipakai pada tempat kerja tertentu misalnya Apron (penutup / menahan radiasi), yang berfungsi untuk menutupi sebagian atau seluruh badan dari panas, percikan api, pada suhu dingin, cairan kimia, oli, dari gas berbahaya atau beracun, serta dari sinar radiasi.

f.Tali / sabuk Pengaman

Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler g.Sarung Tangan

Fungsinya melindungi tangan dan jari – jari dari api, panas, dingin, radiasi, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, lecet dan infeksi.

h.Pelindung kaki

Fungsinya untuk melidungi kaki dari tertimpah benda – benda berat, terbakar karena logam cair, bahan kimia, tergelincir, tertusuk. Namun demikian APD memiliki syarat – syarat sebagai berikut : 1.Enak dipakai

2. Tidak mengganggu

3. Memberikan perlindungan yang efektif sesuai dengan jenis bahaya tempat kerja.

(13)

2.2 Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan 2.2.1 Pengertian Tenaga Kesehatan

Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;

pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap

(14)

pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.

2.2.2 Jenis Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;

pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Jenis tenaga kesehatan terdiri dari : a) Perawat

b) Perawat Gigi c) Bidan

d) Fisioterapis

e) Refraksionis Optisien f) Radiographer

g) Apoteker

h) Asisten Apoteker i) Analis Farmasi j) Dokter Umum k) Dokter Gigi

(15)

l) Dokter Spesialis m) Dokter Gigi Spesialis n) Akupunkturis

o) Terapis Wicara dan p) Okupasi Terapis.

2.3 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global.

Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.

Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk

(16)

mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.

Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi.

Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku.

Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.

Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2.4 Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit

(17)

akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi : Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.

Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:

a) Anamnese pekerjaan

b) Penyakit yang pernah diderita c) Alrergi

d) Imunisasi yang pernah didapat e) Pemeriksaan badan

f) Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu : g) Tuberkulin test

h) Psiko test

Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus

(18)

merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

(19)

BAB III PEMBAHASAN Hari ke I

Awal dari Rangkaian Pelatihan bertempat di Kampus II UNRIYO, kami diberikan pembekalan dari sejumlah pembicara terkait Pelatihan ini. Yaitu :

Kebijakan Nasional K3. KEMENAKERTRANS.

Oleh Nurhaini Muchtar yaitu Kabid Pengembangan SDM dan Kompetensi K3. Unit Kerja : Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dimana dalam pembahasannya tentang kebijakan nasional k3 amanat dari MENAKERTRANS yaitu Hanif Dani.

Dari 269.000 perusahaan hanya ada 140.00 perusahaan yang menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu, kondisi saat ini. Data ketenagakerjaan : Total angkatan kerja kurang lebih 118.000.000 orang (BPS 2013). Dengan tingkat pendidikan;

• Tidak sekolah / SD : 53.910.000 orang.

• SMTP : 22.014.000 orang.

• SMTA : 19.077.000 orang.

• SKM : 11.025.000 orang.

• Akademi/Diploma : 3.011.000 orang.

• Universitas : 8.001.000 orang.

Serta lainnya :

• Pengangguran : 7.022.000 orang.

• Jumlah perusahaan : 253.000 Kelembagaan :

P2K3 (Panitia Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Didasarkan Undang - Undang Kelamatan dan Kesehatan Kerja N0.1 tahun 1970, Undang - Undang No.13 tahun 2013 Ketenagakerjaan Pasal 86 dan 87 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan Pasal 190 tentang Sanksi.

(20)

Kemudian, Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimana :

• Palang yang dimana artinya Bebas dari kecelakaan dan penyakit Kerja.

• 11 Gerigi yaitu sesuai dengan 11 isi jumlah dari BAB Undang – Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Berkaitan 3 unsur dasar dilatarbelakangi :

1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagisesuatu usaha.

2. Adanya tenaga kerja.

3. Adanya bahan kerja dan tempat kerja.

Apa yang dimaksud pengurus dan pengusaha ?

• Pengurus merupakan orang yang ertanggung jawab secara umum kepada perusahaan.

• Pengusaha merupakan perseorangan yang mempunyai badan hukum.

SMK3 atau Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1 adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan,prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sebagaimana terdapat pada lampiran 1 PERMENAKER NO : PER05/MEN/MEN/1996 sebagai berikut :

1. Komitmen dan kebijakan

• Kepemimpinan dan komitmen

• Tinjauan awal k3

(21)

• Kebijakan k3 2. Perencanaan

• Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian resiko

• Peraturan perundangan dan persyaratan lainnya

• Tujuan dan sasaran

• Indikator kinerja

• Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung.

3. Penerapan

• Jaminan kemempuan SDM sarana dan Dana.

• Identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengendalian resiko.

4. Pengukuran dan evaluasi

• Inspeksi dan pengujian

• Audit SMK3

• Tindakan perbaikan dan pencegahan

5. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.

6. Model dalam penerapan sistem K3

• Safe person control strategy

• Safe place control strategy

• Traditional management

• Innovative management.

Audit SMK3

Untuk pembuktian penerapan SMK3 dapat dilakukan Audit melalui lembaga Audit Independen di tunjuk oleh Menteri. Hasil audit dilaporkan Kemenakertrans ->

tembusan Gubernur -> Bupati-> Disnaker Audit K3.

(22)

Hari ke II

Pada hari kedua Pelatihan membahas tentang Potensi Bahaya Ditempat Kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan dan mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan anatara keselamatan dan kesehatan. Lingkungan kerja adalah istilah generik yang mencakup identifikasi dan evaluasi faktor – faktor lingkungan yang memberikabn dampak pada kesehatan tenaga kerja.

a. Bahaya Biologi akibat bakteri virus, bakteri dan parasit.

Faktor – faktor bahaya lingkungan kerja pada faktor biologi belum ada peraturan pelaksanaan.

Contoh : Pekerjaan pertanian, klinik dokter hewan, dll.

b. Bahaya Kimia akibat bahan kimia.

Bahaya ini adalah bahaya yang berasal dari bahan yang dihasilkan selama produksi.

Dalam Toksisitas, ada 5 faktor yang mempengaruhi : 1. Sifat fisiknya

2. Sifat kimiawinya 3. Kode entri

4. Kerentanan individu 5. Lama paparan.

Contoh : Kebocoran dari peralatan atau instalasi yangdi gunakan dalam proses kerja.

c. Bahaya fisik.

Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana para pekerja beraktifitas sehari- hari mengandung banyak bahaya, langsung maupun tidak langsung bagi keselamatan dan kesehatan pekerja.

(23)

Contoh : bahaya getaran, kimia, radiasi, thermal dan pencahayaan.

Stress Kerja.

Masalah – masalah tentang stress pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi dilingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seseorang karyawan dengan aspek aspek pekerjaannya. Masalah stress merupakan masalah yang akhir akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktifitas kerja karyawan.

Faktor faktor penyebab stress kerja :

• Tidak adanya dukungan sosial.

• Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dikantor.

• Pelecehan seksual.

• Kondisi lingkungan kerja.

• Manajemen tidak sehat.

• Tipe kepribadian seseorang.

• Peristiwa/ pengalaman kerja.

Hari ke III

Pada hari ketiga yaitu kunjungan ke Pabrik Mega Andalan Kalasan/MAK.

1. Gedung Pembelajaran.

Materi disampaikan secara umum dimana membahas sejarah Mega Andalan Kalasan yang semulanya Home Industry ditahun 1979. Kemudian dimulai dengan Pabrik MAK 1988. Ideologi dari pabrik ini adalah menjadi kebanggan bagi bangsa Indonesia. Dengan motto QESH (quality, enverionment, safety dan health). Dan hal lain lain yang dibahas secara umum.

2. Gedung Produksi : Castor.

Tempat dimana di produksi Roda yaitu Castor diamana pekerjanya sudah

(24)

secara sadar memakai Alat Pelindung Diri namun lingkungan kerjanya kurang memenuhi persyaratan.

3. Gedung Produksi Motor

Tempat dimana di produksi Motor yaitu dimana pekerjanya sudah secara sadar memakai Alat Pelindung Diri namun lingkungan kerjanya kurang memenuhi persyaratan pula.

4. Gedung Produksi Bahan Jadi.

Tempat dimana di produksi Motor yaitu dimana pekerjanya belum secara sadar memakai Alat Pelindung Diri dan juga lingkungan kerjanya kurang memenuhi persyaratan pula ditambah lagi belum ada rambu rambu tanda bahaya yang belum secara keseluruhan ada di pabrik tersebut yang memungkinkan adanya atau terjadi kecelakaan.

5. Gedung Alat Rumah Sakit

Tempat dimana alat rumah sakit di pamerkan merupakan alat rumah sakit yang sudah jadi dan siap dipasarkan keseluruh indonesia dan dunia.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985

---,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.

[s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.

Referensi

Dokumen terkait

Nbluhk`kh uhu` jgjingf`kh khka ykhl `grbhl, khka ykhl jgjbfb`b pirisbks cgskr khka lrkhufkr Nbluhk`kh uhu` jgjingf`kh khka ykhl `grbhl, khka ykhl jgjbfb`b pirisbks cgskr khka