LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Disusun oleh :
ANISA MAIDATUZAHRA 2720190067
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA 2023
A. KONSEP DASAR CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) 1. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversible, dan samar (insidious) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolism, cairan dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015).
2. ETIOLOGI
Etiologi dari Chronic Kidney Disease adalah sebagai berikut : a. Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik dapat dilihat dengan tingginya kadar glukosa dalam darah atau disebut dengan hiperglikemia dikarenakan adanya kerusakan pada kerja insulin atau sekresi insulin.
b. Pielonefritis
Pielonefritis merupakan suatu penyakit infeksi pada saluran di perkemihan bagian atas, khususnya pada pelvis ginjal serta parenkim. Etiologi utama dari pielonefritis adalah Escherichia coli.
c. Hipertensi tidak terkontrol
Kondisi saat tekanan darah terhadap dinding arteri cukup tinggi.
Biasanya hipertensi atau darah tinggi diartikan sebagai tekanan darah di atas 140/90, dan dianggap parah jika tekanannya diatas 180/120.
d. Obstruksi saluran kemih
Obstruksi saluran kemih merupakan suatu penyumbatan yang terjadi pada pangkal kandung kemih. Kondisi ini menghambat atau menghentikan aliran urine menuju uretra yaitu saluran yang membawa urine keluar dari tubuh.
e. Penyakit ginjal polikistik
Merupakan kelainan bawaan ketika kista berkembang pada ginjal.
Kista pada penyakit ginjal polikistik merupakan kantung non-kanker yang berisi cairan seperti air. Hal ini dapat tumbuh membesar.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini mengalami Chronic Kidney Disease pada usia 60th.
f. Gangguan vaskuler
Penyakit Vaskuler diotak atau disebut sebagai penyakit cerebrovaskular menjadi salah satu penyebab utama dari kematian selain penyakit kronik lain seperti Chronic Kidney Disease, dan kanker, dan jantung.
g. Agen toksik (Arsen, cadmium, timbal dan merkuri).
Logam berat merupakan unsur yang memiliki densitas lebih dari 5 gr/cm3. Logam berat adalah salah satu logam berbahaya, bahan pencemar lingkungan dan beberapa dari unsur logam tersebut merupakan, diantara unsur logam berat pencemar tersebut adalah Merkuri(Hg), Arsen (As),Timbal (Pb), dan Cadmium (Cd). Logam ini mempunyai afinitas besar dengan belerang atau sulfur. Logam ini mengenai ikatan sulfida pada molekul yang penting pada sel contohnya protein atau enzim, sehingga pada enzim tidak dapat berfungsi dengan baik. Ion logam berat dapat mengikat molekul yang penting pada membran sel yang dapat menyebabkan gangguan pada proses transpor melewati membran sel.
3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sebagai berikut : 1. Keluhan pokok
Anoreksia, mual muntah, gatal-gatal, kulit gampang lecet, insomnia, impotensi, malaise, bingung, kelemahan otot, amenore, nokturi, poliuri, konsentrasi menurun, chepalgia, nafsu seks menurun
2. Tanda penting
Edema, hipertensi, lidah kering, foetor uremik, urea frost atau kristalisasi pada kulit, stomatitis, gastritis erosive, anemis, disritmi, cegukan atau hiccup
3. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25% dari normal.
4. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nocturia GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
5. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nocturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
4. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
PATHWAY CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal : digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
2. Biopsy ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopik ginjal : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG : mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
b. Foto polos abomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises danureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim) serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis g. Pemeriksaan radiologi paru
Mecari uremik lung yang disebabkan karena bendungan h. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangs/jari) klasifikasi metatastik i. Pemeriksaan pielografi retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda- tanda pericarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia) k. Biopsy ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostic gagal ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium 1) Laju endap darah 2) Urine volume :
Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria). Warna: secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pusnanah, bakteri,lemak, partikel koloid, fostat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukan adanya darah, myoglobin, dan porfirin. Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan tubular, amrasiourine/ureum sering 1:1.
3) Ureum dan kreatinin
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hyponatremia 5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hypoalbuminemia dan hipokolesterolemia 8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida 10) Asidosis metabolic
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit gagal ginjal kronik adalah 1. Penyakit tulang : penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium
2. Penyakit kardiovaskuler : ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan darah. Ini karena aldosterone (hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja terlalu keras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena memompa semakin banyak darah, tekanan darah tinggi dapat membuat arteri tersumbat dan akhirnya berhenti berfungsi. Tekanan darah tinggi dapat menimbulkan masalah jantung serius.
3. Anemia : anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk darah lama kelamaan juga akan semakin berkurang.
4. Disfungsi seksual : pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria kadang merasa cepat Lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan seksual menjadi kurang.
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan gagal ginjal kronik dapat dialkukan dua tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolism secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa Tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien dengan gagal ginjak kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein : Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau
2. mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
3. terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang
4. diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi
5. Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
1. Diet rendah protein : diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negative nitrogen.
Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10ml/menit.
2. Terapi diet rendah kalium : hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko utnuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan gara.
Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema,dan juga intoksikasi cairan. Kekuranfan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500ml yang mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi : pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.
5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal : hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi : pasien uremia harus diterapu sebagai pasien imunosupresif dan terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal : banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisinya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi : awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, pericarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
9. Teknik nafas dalam : Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup tahan selama 3 detik, kemudian mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi dan tidak ada udara yang keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit.
Terapi tersebut dapat berupa:
1. Hemodialisa : hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolism melalui membrane semipermiabel atau yang disebut dengan dialysis. Salah satu Langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum hemodialisis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin ke tubuh pasien.
2. CAPD ( Continous Ambulatory Peritonial Dyalisi) : CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialysis untuk penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan perhari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam.
Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialysis peritonial.
Indikasi dialysis peritonial yaitu:
a) Anak anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun)
b) Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler
c) Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis
d) Kesulitan pembuatan AV shunting e) Pasien dengan stroke
f) Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urine masih cukup g) Pasien nefropati diabetic disertai morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal : transplatansi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien).
Transplantasi ginjal memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai. Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh merupakan keadaan yang timbul akibat dari transplatansi ginjal.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN CKD 1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit dahulu d. Riwayat penyakit keluarga e. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
f. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
g. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable
h. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
i. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan
j. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
k. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah l. Pernafasan
Pernafasan kusmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
m. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
n. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas o. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya p. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negative terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia).
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Eliminasi urin : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
4) Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran.
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
2. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari composmentis sampai coma
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan regular
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltic, turgor jelek, perut buncit
h. Genetalia
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan capillary refill lebih dari 1 detik
j. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/uremia dan terjadi pericarditis.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
b) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d mual, muntah, anoreksia dan intake in adekuat.
c) Gangguan integritas kulit b.d kekurangan/kelebihan volume cairan
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosis (SDKI)
Tujuan dan kriteria hasil
(SLKI)
Intervensi (SIKI)
1 Hipervolemia b.d Gangguan Mekanisme Regulasi D.0022
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan status cairan membaik L.03028.
dengan kriteria hasil : 1. Ortopnea menurun 2. Dispnea menurun 3. Paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) menurun 4. Edema anasarka
menurun 5. Edema perifer
menurun
6. Berat badan menurun 7. Distensi vena
jugularis menurun 8. Suara nafas
tambahan menurun 9. Kongesti paru
menurun
10. Konsentrasi urine menurun
11. Perasaan lemah menurun 12. Tekanan darah
Manajemen hipervolemia I.03114 Tindakan
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala dari hipervolemia misalnya edema ortopnea, dispnea, CVP atau JPV yang meningkat, adanya refleks pada hepatojugular positif, adanya suara nafas tambahan
2. Identifikasi penyebab dari hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik contohnya frekuensi jantung tekanan darah, CVP, MAP, PAP,
4. PCWP jika tersedia
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor kunci hemokonsentrasi contohnya kadar natrium, berat jenis urin, BUN, hematokrit 7. Monitor kecepatan infus secara
ketat
8. Monitor efek samping diuretik contohnya hipokalemia,
membaik 13. Tekanan nadi
membaik 14. Suhu tubuh
membaik 15. Kadar Hb
membaik 16. Kadar Ht membaik
17. Oliguria membaik 18. JVP dan refluks
hepatojugular membaik
hipovolemik Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari dalam waktu yang sama 2. Batasi asupan cairan dan garam Edukasi
1. Anjurkan melapor jika keluaran urine <0,5 mL/kg/jam dalam waktu 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB Bertambah >1 kg setiap hari 3. Ajarkan cara mengukur lalu
mencatat asupan serta keluaran cairan
4. Ajarkan cara utnuk membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik 2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT), jika perlu.
2 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna
makanan D.0019
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan status nutrisi membaik L.03030.
dengan kriteria hasil : 1. Kekuatan otot
mengunyah meningkat
2. Kekuatan otot menelan meningkat 3. Pengetahuan
tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
4. Verbalisasi
keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat 5. Pengetahuan
tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat 6. Perasaan cepat
kenyang menurun 7. Nyeri abdomen
menurun
8. Sariawan menurun 9. Frekuensi makan
membaik
10. Nafsu makan membaik
Manajemen gangguan makan (l.03111)
Tindakan Observasi
1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori
Terapeutik
1. Timbang berat badan secara rutin
2. Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik yang sesuai
3. Lakukan kontrak perilaku 4. Damping ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku memuntahkan kembali makanan
5. Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku
6. Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak 7. Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di rumah
Edukasi
1. Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran makanan
2. Ajarkan pengaturan diet yang tepat
3. Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
3 Gangguan
integritas kulit b.d
kekurangan/kele bihan volume cairan D.0129
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat L.14125.
dengan kriteria hasil : 1. Elastisitas meningkat 2. Hidrasi meningkat 3. Perfusi jaringan
meningkat 4. Nyeri menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
6. Kerusakan jaringan menurun
7. Nyeri menurun 8. Pendarahan menurun 9. Hematoma menurun 10. Pigmentasi abnormal
menurun
11. Jaringan parut
Perawatan integritas kulit (I.11353)
Tindakan Observasi
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam, jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang 3. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama periode diare
4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan
menurun
12. Suhu kulit membaik 13. Sensasi membaik 14. Tekstur membaik
dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstream
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah 7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.
6. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan. Hal-hal yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan,
kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan
Kriteria perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, 16 mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasikan perencanaan