LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Disusun oleh :
ANISA MAIDATUZAHRA 3720230044
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA 2023
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi
Ileus obstruktif adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Instestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat melewati saluran gastrointestinal (Nurarif&Kusuma,2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari, misalnya intususepsi, tumor, polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif&Kusuma, 2015).
2. Etiologi
Menurut Indrayani (2013), terdapat dua penyebab terjadinya ileus obstruktif pada usus halus, antara lain :
a) Hernia inkarserata:
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obtruksi (penyempitan) dan stragulasi usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur trendelenburg.
Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan herniotomi segera. Non Hernia Inkarserata
b) Adhesi/perlekatan usus
Adhesi disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umumnya berasal dari rasangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
c) Invaginasi (Intususepsi)
Sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa.
Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas permeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.
d) Askariasis
Cacing askariasis hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum treminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.
Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
e) Volvulus
Suatu keadaan dimana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat dibagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
f) Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau mesenterium yang menekan usus.
g) Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
h) Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
i) Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
j) Benda asing, seperti bezoar.
k) Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
l) Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
3. Jenis- jenis Obstruksi
1) Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2) Obstruksi Mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan dan menyebabkan gangren dinding usus.
4. Manifestasi Klinis
1) Mekanik Sederhana (Usus Halus Atas)
a. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas b. Distensi, muntah
c. Peningkatan bising usus d. Nyeri tekan abdomen
2) Mekanik Sederhana (Usus Halus Bawah) a. Kolik (kram) signifikan midabdomen b. Distensi berat
c. Bising usus menigkat d. Nyeri tekan abdomen 3) Mekanik Sederhana (Kolon)
a. Kram (abdomen tengah sampai bawah)
b. Distensi yang muncul terakhir, kemudian menjadi muntah (fekulen) c. Peningkatan bising usus
d. Nyeri tekan abdomen 4) Obstruksi Mekanik Parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Chron. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan.
5) Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat, nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisisr, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6) Manifestasi Klinik Laparatomi : a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan c. Kelemahan
d. Konstipasi
e. Mual dan muntah, anoreksia 5. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
6. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung- ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
7. Komplikasi
1. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
2. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
3. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
4. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
5. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
6. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.
7. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 ) 8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi.
2) Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan CL- rendah.
3) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
4) Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab.
5) CT scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi
untuk menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).
6) Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama seperti kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari 2 tahap : a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal amsukrumah sakit, tanggal pengkajian.
2) Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan Klien 1) Alasan masuk rumah sakit
2) Keluhan utama : diambil dari data subjektif atau objektif yang paling menojol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen, mual muntah,
demam (Brrunner & Suddarth, 2012).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
• P (paliatif)
Faktor pencetus/penyebab yang dapat memperberat/ memperingan keluhan klien.
• Q (qualitas)
Menggambarkan seperti apa keluhan yg dirasakan.
• R (region)
Mengetahui lokasi dari keluhan.
• S (severity)
Skala/intensitas keluhan.
• T (time)
Waktu dimana keluhan dirasakan d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pola Aktivitas Harian (pola nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas)
g. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Fisik Persistem (sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal, sistem neurologi).
• Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
• Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
• Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan
penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
h. Aspek Psikologis 1) Status emosional 2) Konsep diri
3) Body image/gambaran diri 4) Peran
5) Aspek spiritual i. Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi/obat-obatan yang diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan rontgen.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen
b) Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur d) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
3) Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah Nyeri Akut menurun dengan
Kriteria Hasil :
- Keluhan nyeri menurun - Meringis menurun - Sikap protektif menurun - Gelisah menurun
- Kesulitan tidur menurun
Manajemen nyeri (I.08238) Tindakan
Observasi :
- Mengidentifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efk samping penggunaan analgetik Terapeutik :
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompre hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkna Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Gangguan pola eliminasi:
konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah Eliminasi Fekal (L.04033)
• Kontrol pengeluaran feses meningkat Keluhan defekasi lama/sulit menurun
• Mengejan saat
• defekasi menurun
• Distensi abdomen menurun
• Nyeri abdomen menurun Konsistensi feses membaik Frekuensi defekasi membaik Peristaltik usus membaik
Manajemen Eliminasi Fekal (I. 04151) Obserνasi
• Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
• Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
• Monitor buang air besar
• Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi atau impaksi Terapeutik
• Berikan air hangat setelah makan
• Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
• Sediakan makanan tinggi serat Edukasi
• Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltik usus
• Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
• Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik, sesuai toleransi
• Anjurkan mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian obat supositoria, jika perlu Gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur (D.0055)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah pola tidur membaik (L.05045) dengan kriteria hasil :
1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Keluhan sering terjaga menurun 3. Keluhan tidak puas tidur menurun 4. Keluhan pola tidur berubah
menurun
5. Keluhan istirahat tidak cukup menurun
6. Kemampuan beraktivitas meningkat
Dukungan Tidur (l.09265) Tindakan
Observasi
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Identifikasi faktor pengganggu tidur
- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur - Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
- Modifikasi lingkungan - Batasi waktu tidur siang
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur - Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau Tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit - Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang menggangu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah Nyeri Akut menurun dengan
Kriteria Hasil :
- Keluhan nyeri menurun - Meringis menurun - Sikap protektif menurun - Gelisah menurun
Manajemen nyeri (I.08238) Tindakan
Observasi :
- Mengidentifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Kesulitan tidur menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efk samping penggunaan analgetik Terapeutik :
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompre hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkna Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan.
Hal-hal yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Nursalam, 2007)
Kriteria perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, 16 mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasikan perencanaan (Nursalam, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Chahayaningrum, Tent. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Laparatomi Pada Ileus Obstruksi Di Instalasi Bedah sentral RSUD Dr. Mmoewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta (jurnal).
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 20l2- 20l4. EGC: Jakarta
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas Udayana : Denpasar (Jurnal).
Pasaribu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-20l0. Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara (Jurnal).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. 2011. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG:
Jakarta.
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410