• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP SC DENGAN INDIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG MELATI 1 RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

N/A
N/A
SILVIANITA DAMAYANTI

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN POST OP SC DENGAN INDIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG MELATI 1 RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP SC DENGAN INDIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG MELATI 1 RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO

KLATEN

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawatan Maternitas Clinical Instructur : Yanik Supriyanti, S.Kep.Ns

Clinical Teacher : Yeni Tutu Rohimah, S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh:

SILVIANITA DAMAYANTI NIM. P27220023365

PROGRAM STUDI PROFESI NERS POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2023

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD) I. Definisi Penyakit

Ketuban pecah dini (KPD) atau sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) atau sering di sebut sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan (Lazuarti, 2020).

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu tanpa kontraksi (Mitayani, 2010).

II. Etiologi

Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature alias bayi terpaksa dilahirkan sebelum waktunya, air ketuban pecah awal bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti di sampaikan oleh Geri Morgan (2010) yaitu :

1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina 2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah

a. Persalinan premature

b. Korioamnioitis terjadi dua kali sebanyak KPD c. Malposisi atau malpresentasi janin

3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks

a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya)

b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran sebelumnya

c. Inkompeteni serviks

4. Riwayat KPD sebelumnnya sebanyak dua kali atau lebih 5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:

a. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan b. Penambahan berat badan sebelum kehamilan 6. Merokok selama kelahiran

7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada ibu muda

(3)

8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

III. Patofisiologi

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium.Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1, faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban .Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini (Subekti, 2018).

(4)

IV. Manifestasi Klinis

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

Sementara itu demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupkan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Lazuarti, 2020).

(5)

IV. Penatalaksanaan 1. Pencegahan

a. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial

b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk mengurangi atau berhenti

c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil

d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila ada faktor predisposisi

2. Panduan mengantisispasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.

3. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan propals tali pusat:

a. Letak kepala selain vertex b. Polihidramnion

c. Herpes aktif

d. Riwayat infeksi strepokus beta hemolitiukus sebelumnya.

4. Bila ketuban telah pecah

a. Anjurkan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu terjadinya pecahnya ketuban.

b. Bila robekan ketuban tampak kasar

1) Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan dari vagina.

2) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.

3) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.

c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan pekulum steril.

1. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).

2. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.

3. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.

(6)

4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit Herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.

5. Penatalaksanaan konservatif

a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah.

b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina.

c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.

1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.

2) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.

3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apa pun

6. Penatalaksaan agresif

a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter

b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada

tanda, mulai pemberian pitocin d. Berikan cairan per IV, pantau janin

e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.

f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai

g. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang

merupakan salah satu tanda infeksi

i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila : 1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan

2) Terjadi takikardia janin

(7)

3) Lokia tampak keruh

4) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan 5) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus 6) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih 7. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah

a. Pesalinan spontas

1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam

2) Anjurkan pemantauan janin internal

3) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi perawat neonatus

4) Lakukan kultur sesuai panduan b. Indikasi persalinan

1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter 2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam

3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ untuk menentuan kapan antibiotik mungkin diperlukan (Subekti, 2018).

V. Komplikasi

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

1. Infeksi intrauterine 2. Tali pusat menumbung 3. Prematuritas

4. Distosia. (Subekti, 2018).

(8)

VI. Diagnosa Banding

Diagnosa banding KPD yaitu urinariy incontinece dan sekret vagina yang berlebih (Subekti, 2018).

B. Konsep Dasar Dasar Sectio Caesarea (SC) I. Definisi Penyakit

Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Amru, 2012).

Menurut Manuaba (2012) Sectio Caesarea adalah persalinan buatan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin 1000gram atau kehamilan diatas 28 minggu.

II. Etiologi

Etiologi sectio caesarea menurut Amru (2012) sebagai berikut : 1. Etiologi pada ibu

a. Kpd (ketuban pecah dini)

b. Primigravida dengan kelainan letak

c. Disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul) d. Ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk e. Panggul sempit

f. Plasenta previa

g. Solutsio plasenta tingkat I-II

h. Komplikasi kehamilan (preeklampsia-eklampsia) i. Kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM)

j. Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri) k. Ruptur uteri

l. Partus lama (prolongen labor) m. Partus tak maju (obstructed labor) 2. Etiologi pada janin

a. Kelainan letak b. Gawat janin c. Janin mati

d. Kelainan kongenital berat

(9)

III. Patofisiologi

Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, plasenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan jnain lintang setelah dilakukan sc ibu akan mengalami adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurunkan makan peristaltik juga menurun. Makanan yang ada dilambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Sagita, 2019).

(10)

IV. Manifestasi Klinis

Menurut Tucker (2012) manifestasi klinis dari sectio caesarea adalah sebagai berikut:

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) 2. Panggul sempit

3. Partus lama 4. Partus tak maju

5. Pre-eklamsia dan hipertensi 6. Malpresentasi janin

a. Letak lintang b. Letak bokong c. Gemeli

(11)

V. Penatalaksanaan

Menurut Sagita (2019) penatalaksanaan klien post sectio caesarea yaitu:

1. Keperawatan a. Perawatan awal

1) Perikds kondisi pasien, cek tanda vital 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit samapi sadar.

2) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi 3) Transfusi darah jika perlu

4) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi pendarahan pasca bedah.

b. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilitas

1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi 2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

terlentang sedini mungkin setelah sadar

3. Hari kedua post operasi, penderita dapat di dudukan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4. Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian belajar sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca operasi.

d. Fugsi gastrointestinal

(12)

1. Jika tidak ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul 2. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

3. Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minumdengan baik e. Perawatan funsi kandung kemih

1. Jika urien jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.

2. Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine jernih

3. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urine jernih

4. Jika sudah tidak memakai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas

5. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

f. Pembalut dan perawatan luka

1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti balutan.

2. Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkannya.

3. Ganti pembalut dengan cara steril.

4. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

5. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan kulit dilakukan pada hari ke 5 pasca SC.

2. Medis

a. Cairan IV sesuai indikasi b. Anstesi regional atau general

c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea d. Tes laboratorium sesuai indikasi

e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi

f. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan g. Persiapan kulit pembedahan abdomen

(13)

h. Persetujuan ditandatangani i. Pemasangan kateter fole

VI. Komplikasi

1. Infeksi peurperal (Nifas)

a. Tahapan ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

b. Tahapan sedang dengan kenaikan suhu yang meningkatkan lebih tinggi di sertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung

c. Tahapan berat terjadi peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotik yang adekuat dan tepat.

2. Perdarahan

Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka serta perdarahan pada plasenta

3. Luka kandung kemih

Emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisis terlalu tinggi.

4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan berikutnya

VII. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Diagnostik KPD a. Pemeriksaan Laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,bau dan PHnya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH:4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,tetap kuning.1.a tes lakmus (tes nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu.1b. mikroskop (tes pakis),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis (Subekti, 2018).

b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada penderita

(14)

oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini, 2010).

2. Pemeriksaan Diagnostik SC

a. Elektroensefalogram (EEG) untuk membantu menetapkan jenis dan faktor dari kejang

b. Pemindaian CT untuk mendektesi perbedaan kerapatan jaringan

c. Magneti Resonance Imaging (MRI) menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah- daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT

d. Uji laboratorium

1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit 3. Panel elektrolit

4. Skrining toksik dari serum dan urin 5. AGD

6. Kadar kalsium darah 7. Kadar natrium darah 8. Kadar magnesium darah

(15)

ASUHAN KEPERAWATAN VIII. Analisa Data

No. DATA MASALAH PENYEBAB

1. Ds:

P : Pasien mengatakan nyeri di perut pada area bekas operasi

Q : Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk R : Pasien mengatakan sulit

untuk bergerak

S : Pasien mengatakan nyeri nya pada saat ada sedikit gerakan

T : Pasien mengatakan nyeri nya hanya pada daerah bekas operasi saja

Do : - Keadaan umum tampak lemah

- Skala nyeri pasien 1-10 - Pasien tampak meringis - Tampak luka post op di

bagian bawah abdomen kurang lebih .. cm yang masih ditutup verban - TD :

- Nadi : - RR : - Suhu :

Nyeri Akut Agen cedera fisik

2. Ds : - Pasien mengatakan perban luka berdarah

- Pasien mengatakan nyeri muncul ketika bergerak - Pasien tampak sesekali

memegangi luka post op

sectio caesarea

menggunakan tangannya

Resiko infeksi Kerusakan integritas kulit

Do:

- Perban luka post op sectio caesarea tampak kotor

(16)

karena bekas darah - Luka tampak bersih dan

mulai kering

- Tampak luka post op sc mulai kering

- Skala nyeri 1-10

- Tampak luka post op sc di bagian bawah abdomen kurang lebih .. cm yang masih ditutup verban - TD :

- Suhu : - Nadi : - RR :

3. DS : - Pasien mengatakan belum bisa beraktivitas secara mandiri

- Pasien mengatakan masih takut untuk bergerak - Pasien mengatakan masih

dibantu untuk melakukan aktivitas

DO : - Pasien tampak lembah dan berbaring di tempat tidur - Kesadaran composmentis - Pergerakan klien tampak

lambat

- Pasien tampak terpasang infus RL/20 menit/menit - Pasien tampak terpasang

urine kateter

- Pasien tampak belum mengganti pembalutnya - Pasien tampak

memerlukan bantuan saat memenuhi kebutuhan kebersihan

dirinya

Gangguan mobilitas fisik Nyeri

4. DS :

Pasien mengatakan nyeri saat bergerak

DO :

Pasien tampak lemah Pasien terpasang DC

Defisit perawatan diri

Kelemahan

5. DS : Ketidakefektifan

pemberian asi

Ketidakadekuat an suplai ASI

(17)

Pasien mengatakan belum bisa memberikan ASI secara langsung.

DO :

Ibu dengan B 20 putus terapi

C. Diagnosa Keperawatan Sering Mungkin Muncul

1. Nyeri akut berhubungan dan dengan agen pencedera fisik (D. 0077) 2. Resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit (D. 0142)

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan klien merasa lemah (D. 0054)

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (D.0109)

5. Ketidakefektifan pemberian asi b.d ketidakadekuatan suplai ASI (D.0029)

(18)

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Dx

Keperawatan (SDKI)

Tujuan Kriteria Hasil (SLKI)

Intervensi (SIKI) Rasional Evaluasi

1. Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisik) (D. 0077)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsonal, dengan onset mendadak atau

lambat dan

berintensitas ringan hingga

berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab : 1. Agen

pencedera fisik Gejala dan Tanda Mayor : 1. Tampak

meringis Gejala dan Tanda Minor : 1. Tekanan

darah meningkat.

2. Nafsu makan berubah

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan Kriteria Hasil : (L. 08066) 1. Skala nyeri

menurun dengan skala 3

2. Meringis cukup menurun

Manajemen nyeri (I. 082338)

Observasi 1. Identifikasi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Indenifikasi

skala nyeri 3. Identifikasi

respon nyeri non verbal

4. Identifikasi pengetahuan tentang nyeri Terapeutik : 1. Berikan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri (mis.

Terapi pijat, aromaterapi, tarik nafas dalam) 2. Kontrol

lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.

Suhu ruangan) 3. Pertimbangkan

jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

1. Kaji

karakteristik nyeri

2. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 3. Berikan

posisi yang nyaman 4. Berikan obat

anti nyeri

S : Pasien mengatakan nyeri O : Tampak

meringis menahan sakit A : Masalah

belum teratasi P : Lanjutkan

intervensi

(19)

Kondisi Klinis : 1. Kondisi

pembedahan

Edukasi : 1. Jelaskan

penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi

meredakan nyeri 3. Anjurkan

memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan

menggunakan analgetik secara tepat

5. Anjurkan tenik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit (D. 0142)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil:

1. Kebersihan tangan meningkat 2. Kebersihan

badan meningkat 3. Nyeri menurun

Pencegahan Infeksi (I. 145339)

Obsevasi :

L. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal sistemik Terapeutik :

1. Batasi jumlah pengunjung 2. Berikan

perawatan kulit pada area edema 3. Cuci tangan

sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

4. Pertahankan teknik aseptik pada pasie beresiko tinggi Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cuci

tangan dengan benar

3. Anjurkan

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cuci

tangan dengan benar 3. Anjurkan

meningkatka n asupan nutrisi 4. Anjurkan

meningkatka n asupan cairan

S : -

O : tidak ada tanda kemerahan, tidak ada edema A : Masalah

sebagian teratasi P : Lanjutkan

intervensi

(20)

meningkatkan asupan nutrisi L. Anjurkan

meningkatka n asupan cairan Kolaborasi : 1. Kolaborasi

pemberian antibiotik ataupun imunisasi (jika perlu)

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan klien merasa lemah (D. 0054) Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri Penyebab : L. Nyeri Gejala dan Tanda Mayor : Subjektif L. Mengeluh

sulit

menggeraka n

ekstremitas Objektif 1. Kekuatan

otot menurun 2. Rentang

gerak (ROM) menurun Gejala dan Tanda Minor : Subjektif

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan mobilitas fisik meningkat dengan hasil ktriteria : (L. 05042) 1. Pergerakan

ekstremitas meningkat 2. Kekuatan otot

meningkat 3. Rentang gerak

(ROM) meningkat 4. Nyeri menurun 5. Gerakan

terbatas menurun 6. Kelemahan

fisik menurun

Dukungan

Mobilisasi (I. 05173) Observasi

1. Identifikasi adanya atau nyeri atau keluhan fisik lainnya

2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3. Monitor kondisi

umum selama melakukan mobilitas Terapeutik :

1. Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

2. Fasilitas melakukan pergerakan 3. Libatkan keluarga

untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi Anjurkan melakukan mobilisasi dini 2. Ajarkan mobilisasi

sederhana yang

1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 3. Ajarkan

mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

S : Pasien mengatakan belum mampu untuk

melakukan aktivitas -Pasienmengat

akan belum dapat melalukan memembrsihk an diri secara mandiri -Masih

bergantung kepada suami serta perawat untuk melakukan aktivitas O:- Pasien

tampak lemah -Pasien tampak

belum dapat melakukan aktivitas dan personal

(21)

1. Nyeri saat bergerak 2. Merasa

cemas saat bergerak Objektif 1. Gerakan

terbatas Fisik lemah

harus dilakukan (duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

hygiene secara mandiri A : Masalah

belum teratasi P : Lanjutkan

intervensi

4. Defisit perawatan diri

berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.0109) Definisi : Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri Penyebab : Kelemahan Gejala dan Tanda Mayor : Subjektif

Perawatan diri kurang

Objektif

1. Tidak mampu mandi/mengena kan

pakaian/makan/

ketoilet/berhias secara mandiri Gejala dan Tanda Minor : Subjektif

-

Objektif -

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit perawatan diri membaik dengan kriteria hasil : Perawatan Diri (SLKI L.11103)

1. Kemampuan mandi

meningkat

2. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat 3. Kemampuan makan

meningkat 4. Kemampuan berhias

diri meningkat 5. Kemampuan berpakaian meningkat

6. Minat melakukan perawatan diri meningkat

Dukungan

Perawatan Diri (SIKI I.1.11348) Observasi :

- Identifikasi

kebutuhan alat bantu kebersihan diri

-Monitor tingkat kemandirian

Terapeutik : - Sediakan

lingkungan yang teraupetik

- Fasilitasi

kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan

perawatan diri - Dampingi dalam melakukan

perawatan sampai mandiri Edukasi : - Anjurkan melakukan

perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

1. Monitor tingkat kemandirian 2.Fasilitasi

kemandirian, bantu jika tidak mampu

melakukan perawatan diri 3.Anjurkan

melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai

kemampuan

S : Pasien

mengatakan dapat melakukan kebutuhan seperti fooding, bathing, toileting,

dressing dengan mandiri Pasien

mengatakan tidak menggunakan DC berdiri, berjalan dan berpindah tempat sudah dapat berdiri, berjalan dan berpindah tempat O :

Pasien tampak tampak berdiri, berjalan dan berpindah tempat A :

Masalah keperawatan defisit perawatan diri

sudah teratasi P :

Lanjutkan intervensi

5. Ketidakefektif an pemberian ASI b.d (SDKI D.0029)

Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam,

diharapkan status menyusui

meningkat dengan

Edukasi nutrisi bayi ( I.12397)

Observasi :

1. Identifikasi kemampuan ibu atau pengasuh menyediakan

S : a. Klien mengatakan kelelahan yang dialami berkurang b. Klien

(22)

Definisi : Suatu kondisi dimana ibu dan bayi mengalami ketidakpuasan atau

kesukaran pada proses menyusui.

Gejala dan Tanda Mayor a. Subjektif : Kelelahan maternal dan kecemasan maternal. b.

Objektif : Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu, ASI tidak menetes atau memancar, BAK bayi kurang dari delapan kali dalam 24 jam, serta nyeri atau lecet terus menerus setelah

minggu kedua Gejala dan Tanda Minor a. Subjektif : (tidak

tersedia) b.

Objektif : Intake bayi tidak adekuat, bayi

menghisap tidak terus menerus, bayi menangis saat disusui, bayi rewel dan menangis terus dalam jam-jam

kriteria hasil : 1. Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat

2. Tetesan/pancaran ASI meningkat 3. Suplai ASI adekuat 4. Kelelahan maternal menurun 5. Kecemasan maternal menurun 6. Bayi tidak rewel

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan ibu atau pengasuh menerima informasi.

2. Identifikasi kemampuan ibu atau pengasuh menyediakan nutrisi

Terapeutik : 1. Sediakan materi

dan media pendidikan kesehatan 2. Jadwalkan

pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan

kesempatan kepada ibu atau pengasuh untuk bertanya Edukasi

4. Jelaskan tanda- tanda awal rasa lapar (mis. bayi gelisah, membuka mulut dan

menggeleng- gelengkan kepala, menjulur-julurkan lidah, mengisap jari atau tangan)

5. Anjurkan menghindari pemberian pemanis buatan

6. Ajarkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (mis. cuci tangan sebeium dan sesudah makan, cuci tangan dengan sabun setelah ke toilet)

7. Ajarkan cara memilih makanan sesuai dengan usia

nutrisi 2. Ajarkan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (mis. cuci tangan sebeium dan sesudah makan, cuci tangan dengan sabun setelah ke toilet) 3. Ajarkan cara

memilih makanan sesuai dengan usia bayi

mengatakan kecemasan yang dialami berkurang O :

a. Perlekatan bayi pada payudara ibu tampak meningkat b.

Tetesan/pancaran ASI tampak meningkat c.

Suplai ASI tampak adekuat d. Bayi tampak tidak rewel A :

a. Tujuan tercapai apabila respon pasien sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil b.

Tujuan belum tercapai apabila respon klien tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan P :

a. Pertahankan kondisi klien apabila tujuan tercapai b.

Lanjutkan

intervensi apabila terdapat tujuan yang belum mampu dicapai oleh klien

(23)

pertama setelah menyusui, serta menolak untuk

menghisap

bayi

8. Ajarkan cara mengaturfrekuensi makan sesuai usai bayi.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Lazuarti, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Partum Dengan Ketuban Pecah Dini yang di Rawat Di Rumah Sakit KTI Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawatan Samarinda.

http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1078/1/KTI%20SELVY%20LAZUARTI.pdf Mitayani. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Morgan, G. (2010). Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta : EGC.

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Indikator Diagnostik. Ed.

1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian Hasil Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tibdakan Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.

Sagita, F.E. (2019) Aasuhan Keperawatan Ibu post Partum Dengan Post Operasi SC di ruang Rawat Inap Kebidanan. Program Studi III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang Thun 2019.

http://repo.stikesperintis.ac.id/852/1/30%20FHADILLA%20ERIN%20SAGITA.pdf Sujiyati. (2010). Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Numed

Subekti, T. (2018). Laporan Pendahuluan Keuban Pecah Dini.

https://www.scribd.com/document/360153964/LP-KPD

Referensi

Dokumen terkait